You are on page 1of 7

1

Tsunami Aceh: Thermonuklir atau Bencana Alam?

Tragedi tsunami di Aceh telah 5 tahun berlalu, bencana alam terbesar ini telah
menewaskan ratusan ribu jiwa, jutaan rumah rata dengan tanah, bumi Aceh seperti
ladang yang hanya berisi sampah reruntuhan dan mayat yang berserakan. Gulungan
ombak itu seolah melenyapkan kehidupan di sana. Seluruh dunia turut berduka dalam
tragedi tersebut.

Sebagian besar orang menganggap musibah ini adalah bencana alam. Sebabnya
adalah lempeng bumi di belahan Sumatera yang mengala mi pergeseran dan
menimbulkan patahan sehingga terjadilah gelombang tsunami yang diawali dengan
gempa bumi yang berkekuatan 6,8 skala richter menurut catatan Badan Meteorologi
dan Geofisika (BMG). Berbeda dengan catatan yang diberikan oleh NOAA Amerika
Serikat yang mencatat bahwa kekuatan gempa mula- mula sebesar 8.0 SR kemudian
diralat menjadi 8.5 SR lalu diralat lagi menjadi 8.9 SR sampai akhirnya NOAA
menetapkan bahwa kekuatan gempa yang menimpa Aceh saat terjadinya tsunami
adalah sebesar 9.0 SR.

Perbedaan mengenai kekuatan gempa Aceh ini bagi sebagian kecil orang menjadi
sebuah kecurigaan. Mereka menganggap ada skenario dibalik tsunami yang melanda
Nanggroe Aceh Darussalam. Seorang dosen Fakultas Tekhnik Unisba Bandung,
M.Dzikron A.M termasuk ke dalam sebagian kecil orang yang mencurigai musibah
yang melanda Aceh. Tak lain musibah itu diduga adalah skenario dari negara
adidaya.

Selain adanya perbedaan mengenai catatan kekuatan gempa, faktor lain yang
menguatkan bahwa tsunami Aceh merupakan tsunami buatan manusia adalah
perbedaan mengenai letak Epicentrum (pusat gempa pada permukaan bumi).
Australia merekam Magnitudo dan posisi Epicentrum sesuai dengan yang ditentukan
oleh kantor Geofisika Jakarta yaitu gempa berukuran 6,4 pada Skala Richter
menimpa utara pulau Sumatera. Titik gempa berada di 155 mil selatan-tenggara
Provinsi Aceh. Lokasi ini berbeda 250 mil dari posisi yang ditentukan oleh NOAA
Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa Epicentrum berada di barat daya Provinsi
Aceh.

Selain itu Indonesia dan India juga merasakan keanehan tentang tidak adanya gempa
peringatan pada Seismograf mereka. Hal ini berarti bahwa gelombang kejut normal
yang selalu mendahului sebelum gempa terjadi itu tidak ada. Namun NOAA
menyatakan menerima peringatan mengenai adanya gempa susulan, tetapi sama
sekali tidak terjadi. Secara sederhana, gempa selalu dipicu oleh apa yang disebut
frekuensi elektromagnetik pada 0,5 atau 12 Hertz, dan bukan merupakan sebuah
2

proses yang terjadi secara mendadak.

Maka ketika resonansi karena frekuensi ini terjadi, pusat gempa akan mulai bergetar,
dan mengirimkan peringatan adanya gempa kepada semua Seismograf dalam bentuk
gelombang transversal (tegak). Jika gelombang yang diterima oleh Seismograf adalah
gelombang P, maka yang dihadapi adalah gelombang akibat gempa bawah tanah atau
bawah laut. Nyatanya gelombang inilah yang diterima oleh Indonesia dan India.
Gelombang ini secara mengejutkan sangat mirip dengan gelombang yang dihasilkan
beberapa tahun lalu oleh senjata nuklir skala besar di bawah tana h di Nevada.

Menyadari keanehan yang terjadi itu, pada tanggal 27 Desember 2004, India menolak
untuk bergabung dalam rencana ekslusif Presiden George Bush yang akan menarik
semua kekuatan Nuklir Asia dari koalisi baru dengan Rusia, Cina, dan Brazil.

Selain itu juga keanehan yang dapat kita saksikan secara langsung dengan mata
kepala adalah kondisi mayat- mayat korban tsunami Aceh tersebut mati dengan
keadaan yang hangus/hitam sejak hari pertama tsunami. Mungkinkah gelombang air
laut dapat membuat tubuh manusia menjadi hitam dalam seketika, rasanya sungguh
tidak masuk akal, hanya Allah maha tau segala- galanya.

Satu hal yang sangat penting untuk diketahui bahwa sesungguhnya gelombang
tsunami hanya merupakan gelombang pelabuhan, sesuai dengan namanya yang
berasal dari Jepang yaitu TSU yang berarti pelabuhan dan NAMI yang berarti
gelombang. Jadi sedahsyat-dahsyatnya gelombang tsunami mestinya hanya akan
melanda daerah sekitar pelabuhan atau pantai saja. Rasanya tidak mungkin
gelombang laut tersebut sampai masuk ke daerah perkotaan seperti yang terjadi di
kota Banda Aceh hingga radius 7-9 Km dari bibir pantai Ulhee Lhee sampai ke
Mesjid Raya Baiturrahman yang berada di pusat kota.

Tentunya kita bertanya dengan alat secanggih apa yang bisa membuat bencana
sedahsyat tsunami yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam tersebut. Hanya ada
satu jawaban yang paling mungkin, yaitu dengan menggunakan Bom Nuklir. Bom
yang pernah meluluhlantakkan kota Hirosima dan kota Nagasaki rata dengan tanah.

Bom itu diduga The rmonuklir, tak lain adalah nuklir yang dapat
mengakibatkan ledakan dan menimbulkan gelombang laut yang maha dahsyat
tersebut. Tiga bulan pasca tsunami, Provinsi Aceh dikepung oleh kapal induk
milik AS yang diduga me miliki tujuan agar para peneliti tidak me ndekati
perairan Aceh dan me reka bisa membersihkan puing-puing sisa bom nuklir
tersebut. Akan tetapi 2 bulan pasca tsunami yang melanda Aceh ditemukan
sampah nuklir berserakan di Somalia, seperti yang diungkapkan oleh UNEP.
3

Namun Radio Voice Of America (VOA) mengklaim bahwa sampah nuklir itu berasal
dari Eropa. Padahal pada tahun 1972 PBB telah mengeluarkan peraturan yang
melarang membuang sampah nuklir ke laut, tetapi mengapa justru ditemukan adanya
sampah nuklir di perairan Somalia saat itu.

M. Dzikron A.M mengungkapkan pendapatnya mengenai adanya tsunami buatan ini


dikarenakan oleh beberapa faktor. Yang menjadi faktor utamanya diduga berkaitan
dengan motif ekonomi. Seperti kita ketahui bahwa Provinsi Aceh merupakan daerah
yang menyimpan kandungan gas alam yang sangat banyak, untuk mengelabui warga
Aceh sejak dahulu para peng-eksplore gas selalu menyebutkan bahwa cadangan gas
Aceh hanya tersisa sedikit.

Aceh selain kaya akan kandungan gas, juga menyimpan cadangan minyak dan emas.
Kawasan ini memang terkenal sangat kaya dengan sumber kekayaan alam. Ada
Negara- negara besar yang tentunya ingin mempertahankan dan memperluas
kekuasaannya di kawasan ini. Bisa jadi salah satu jalan yang ditempuh dengan
melenyapkan sebahagian warga Aceh, yang selama ini dianggap mengancam
keberadaan perusahaan minyak dan gas lantaran Provinsi Aceh terus mendesak
tuntutannya agar diberi hak yang lebih besar terkait kekayaan alam di wilayahnya.

Karena demikian kompleksnya tanda-tanda yang muncul sehingga sulit untuk


membedakan tsunami yang terjadi di Aceh adalah tsunami yang disebabkan oleh
alam ataukah sebuah bencana yang me mang diciptakan oleh tangan-tangan
yang me mpunyai kepentingan. Tapi mari kita sejenak mengingat janji Allah dalam
Alquran Surat Ar-Rum ayat 41, bahwa Allah telah berfirman “telah tampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah
mengehendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar)

Banyak orang tak percaya Tsunami yang meluluhlantakan Aceh dan Nias di
Sumatera Utara itu akibat rekayasa manusia. Mereka tidak percaya ada Negara besar
yang mampu merekayasa bencana alam sedahsyat itu. Ada juga yang skeptis
penggunaan energi Nuklir pasti menimbulkan efek lain, yaitu radiasi yang membawa
banyak efek negatif bagi lingkungan maupun manusia di lokasi bencana. Siapa yang
kenal nuklir dan efeknya sebelum terjadi di Hiroshima dan Nagasaki? Maka teori
Tsunami akibat Nuklir pun dapat disikapi secara sama.

Secara teoritis, Warhead Thermonuklir W-53 dengan kekuatan 9 megaton dapat


dengan mudah ditempatkan dalam wadah yang mirip diving chamber (alat selam
dalam) yang biasanya digunakan dalam eksploitasi minyak. Wadah ini sekaligus
4

melindunginya dari tekanan sebesar 10.000 pon per inchi persegi di dasar palung laut
dalam. Bobot total berikut wadahnya kurang dari lima ton, sehingga dapat dijatuhkan
dari buritan kapal suplai anjungan pengeboran minyak lepas pantai.

Di Asia terdapat lebih dari 300 anjungan. Siapa yang tahu jika salah satu dari
anjungan itu dipilih menjadi tempat titik Episentrum gempa buatan itu? Kedua, yang
lebih masuk akal, senjata yang digunakan bukan nuklir melainkan senjata SCALAR.
Teknologi senjata baru ini memang berpotensi memanipulasi fenomena alam untuk
menghancurkan musuh. Dari gempa bumi hingga angin topan dapat ditimbulkan
dengan tembakan gelombang elektromagnetik berkekuatan sangat tinggi. Lebih logis
jika senjata SCALAR ini yang mungkin digunakan untuk menimbulkan gempa besar
yang memicu Tsunami Asia.

Tapi yang jelas,skenario menggunakan senjata yang mampu melakukan modifikasi


lingkungan dan manipulasi fenomena alam, memang sangat canggih. Dengan
menggunakan SCALAR, taktik melempar batu sembunyi tangan dapat diubah lebih
efektif menjadi mlempar batu, datang, kasih bantuan dan jadi tuan

Teknologi perusak berbasis gelombang elektromagnetik pertama kali dikenalkan


saintis Rusia Nikola Tesla. Saintis ini menjadikan bencana gempa di berbagai negara
pada 1937 sebagai sampel penelitian. Selanjutnya, Tesla melakukan penelitian
mengenai penciptaan alat yang mampu memunculkan gelombang frekuensi tinggi
yang bisa memicu badai dan gempa tektonik. Setelah melalui berbagai
penyempurnaan, alat itu mampu mengalahkan kekuatan Nuklir. Belakangan senjata
pemusnah massal itu dikenal sebagai elektromangnetik SCALAR.

Dalam bukunya The Latest Weapon of War (2000), Dr Rosalie Bertell, menyatakan
bumi bisa digunakan sebagai alat baru untuk memenangkan peperangan. Bumi bisa
digoncangkan dengan alat berteknologi tinggi. Secara tegas Bertell berkata, dalam
persenjataan tentara AS senjata terkininya adalah bumi dan cuaca. keduanya akan
menjadi senjata pemusnah terburuk menjelang 2025 kata Bertell. Senjata
elektromagnetik bisa memunculkan ledakan yang seperti halnya gempa bumi. Tentu
saja kekuatan ini jauh melebihi kedashyatan senjata nuklir yang dikenal sebagai
senjata pemusnahan massal.

Menurut Bertell, AS sudah melakukan uji coba sejak puluhan tahun lalu. Negeri
Paman Sam pernah menggunakan gelombang elektromagnetik dan bahan kimia untuk
melubangi ozon atmosfir di ruang udara beberapa negara asia. Ketika itu AS
menggunakan Barium dan Lithium yang dikirim ke lapisan ozon dengan bantuan
gelombang elektromagnetik. Tak heran jika antara periode 1980 hingga 1990,
dilangit Amerika Utara sering muncul cahaya berpendar.
5

Uji coba itu menyebabkan gangguan luar biasa pada cuaca di seluruh dunia. antara
1960-an hingga 1990-an, kadar bencana alam yang besar meningkat 10 kali lipat,
Kata Bertell. Fenomena El Nino antara 1997 hingga 1998 yang disebut-sebut banyak
ahli sebagai penyebab kekacauan cuaca diseluruh dunia, sejatinya, didahului
gangguan besar dan ketidakstabilan iklim di satu tahun sebelumnya. Pada 1996,
terjadi banjir besar di Asia Selatan, Nepal, India dan Bangladesh. Demikian juga di
Cina. Bencana terbesar terjadi di Kanada. Negara itu dihajar badai Tornado dan
banjir.

Teori Bertell didukung Michel Chossudovsky yang berprofesi sebagai analis


persenjataan global. Bahkan secara terang-terangan Chossudovsky menuduh
Pentagon sudah lama berkecimpung dalam memanipulasi cuaca. April 1997, menurut
Menhan William Cohen, AS terpaksa menghadapi serangan senjata perubah cuaca
dengan senjata sejenis. Demikian juga dengan penggunaan gelombang
elektromagnetik pemicu gempa. Washington kini menerapkan orde baru
persenjataanya yang mempunyai kemampuan untuk merubah cuaca. Kata
Chossudovsky. Ini sekaligus menjadi jawaban mengapa presiden George Bush tidak
mau menandatangani protokol Kyoto. Sebuah perjanjian antar bangsa mengenai
kaidah pencegahan pemanasan global dan pemulihan alam.

Salah seorang pakar dari


Phillips Geophysis yang
bekerja dalam proyek
HAARP (High Altitude
Atmospheric Research
Project) juga pernah
mengungkapkan adanya
riset yang diarahkan
untuk menciptakan
perangkat-perangkat
pemicu bencana alam.
Untuk mendukung kemampuan SCALAR-nya, AS menggunakan gelombang
elektromagnetik berfrekuensi sangat rendah (Extremely Low Frequency atau ELF )
yang mampu menembus lapisan tanah dan lautan hingga ratusan kilometer di dalam
perut bumi. Melalui modifikasi khusus, Gelombang itu mampu menggerakan
lempeng tektonik bumi.

Menurut Dr Rosalie Bertell, seorang pengamat persenjataan non konvesional, gempa


bumi yang ditimbulkan oleh ELF akan terkait dengan ionosfir (atmosfir yang berjarak
80-600 km dari permukaan bumi). Tak heran jika gempa bumi Tang Shan di China
6

pada 28 Juli 1976, terjadi setelah muncul kilatan cahaya di langit China. Fenomena
itu muncul akibat gelombang ELF, yang telah ditembakkan Amerika Serikat, setelah
memanaskan ionosfir.

Munculnya kilatan cahaya juga terjadi pada gempa Aceh, Nias, Jogja, dan
Pangandaran. Hal yang sama juga muncul pada 17 Oktober 1989, ketika gempa besar
melanda San Francisco. Demikian juga gempa di California tanggal 12 September
1989. Harian Washington Post pada Maret 1992 meliris berita mengenai
tertangkapnya gelombang radio misterius oleh sejumlah satelit dan radar menjelang
terjadi gempa besar di beberapa negara antara tahun 1986-1989. Gempa- gempa itu
terjadi di California, Amerika, dan Jepang. Gempa bumi yang menggoya ng Los
Angeles pada 17 Januari 1994 juga didahului dengan gelombang radio dan dua
letusan hipersonik.

Menyikapi fenomena kilatan cahaya yang selalu mendahului terjadinya gempa, pada
tahun 1997 Pentagon mengeluarkan sinyalemen, telah terjadi ancaman bagi
keamanan dunia menggunakan senjata pemanipulasi cuaca, pencetus gempa bumi dan
peletusan gunung api dari jarak jauh dengan menggunakan gelombang
elektromagnetik.

Sebelumnya, pada pertengahan Juli 1996, sejumlah negara diguncang gempa. Yakni
wilayah pegunungan Alpens Prancis, Austria, selatan Italia, timur laut India, Jepang,
Indonesia, semenanjung Kamchatka dan selatan Mexico. Bahkan di New Zealand
sebuah gunung berapi meletus. Menurut sebuah sumber, AS pernah menghantam
Korea Utara dan Kuba dengan senjata pengacau cuaca. Tujuannya, kemusnahan
ekonomi, ekosistem serta pertanian. Upaya ini berhasil. Korea Utara dan Kuba pernah
mengalami krisis akibat kacaunya cuaca di negaranya.

Bagaimana yang terjadi terhadap Indonesia? Situs Conspiracy News, menurunkan


satu liris yang mengejutkan terkait bencana di Aceh. Di situs itu disebutkan, setelah 9
7

hari bencana Aceh terjadi George Bush mengeluarkan instruksi AS harus menguasai
seluruh lautan dunia, untuk tujuan keselamatan dan pembangunan Aceh.

Sebuah fakta disodorkan. Sebelum gempa menggoyang Aceh, Australia dan


pangkalan AS di Diego Garcia sudah mendapat informasi soal akan terjadinya gempa
dan tsunami. walhasil, ketika tsunami menyapu, pangkalan militer tempat
bersandarnya super tanker KC-135 itu sama sekali tidak terusik. Padahal jelas-jelas
pangkalan yang dihuni dua ribu lebih personil militer itu berada di Samudera Hindia.
Diego Garcia (pulau yang disewa AS dari pemerintah Inggris) yang jaraknya tidak
jauh dari pusat gempa bumi dilaporkan hanya mengalami gelombang ombak setinggi
6 kaki saja.

Kita boleh percaya ataupun tidak terhadap analisis M.Dzikron A.M, dosen Fakultas
Teknik Unisba Bandung ini, namun yang pasti marilah kita selalu berserah diri
kepada Allah SWT yang menguasai atas alam dan seluruh isinya, mudah- mudahan
Tsunami yang terjadi Aceh pada 26 Desember 2004 lalu adalah benar-benar sebuah
peristiwa bencana alam, bukan bencana karena rekayasa tangan manusia. (Dikutip
dari berbagai sumber)

You might also like