You are on page 1of 7

Penggambaran Motif Matuto Pada Lukisan Prasejarah

(makna dan fungsi pada masyarakat Papua)

I. LATAR BELAKANG

Gua-gua alam dan ceruk merupakan tempat yang populer sebagai tempat
hunian pada masa prasejarah. Bukti-bukti gua dan ceruk digunakan sebagai
hunian terlihat dari banyaknya temuan-temuan artefak, ekofak dan fetur masa
prasejarah yang ditemukan di dalam gua-gua tersebut. Gua-gua dan ceruk yang
diduga sebagi tempat hunian masa prasejarah ditemukan hampir di seluruh
Indonesia. Khususnya tempat-tempat yang memiliki gugusan pegunungan kapur,
karena pada pegunungan kapur lah gua-gua alam dapat terbentuk. Mulai dari
pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, NTT, dan Papua. Gua alam
yang dipakai sebagai gua hunian biasanya merupakan gua yang berbentuk
horizontal bukan gua yang berbentuk vertikal. Ceruk yang digunakan biasanya
ceruk yang mirip dengan gua hanya saja tidak memiliki dinding pada bagian
kanan kirinya. Ukuran luas juga menentukan gua dan ceruk tersebut layak di
pakai sebagai tempat tinggal atau tidak.
Gua hunian masa prasejarah memang banyak ditemukan hampir di
seluruh Indonesia, akan tetapi temuan gua hunian banyak ditemukan hanya di
wilayah Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Di Jawa gua hunian prasejarah
ditemukan di daerah Gunung Sewu yang membentang dari daerah Gunung Kidul
sampai Pacitan. Gua hunian di Sulawesi ditemukan di gugusan pegunungan kars
Maros-Pangkep, Sulawesi selatan. Di daerah Maluku gua-gua prasejarah
ditemukan di wilayah pulau Kei. Di Papua gua-gua hunian ditemukan di wilayah
pantai barat pulau Papua (Handini, 1997: 38).
Dalam penelitian yang diperoleh pada situs gua dan ceruk prasejarah di
Indonesia ditemukan banyak barang yang berhubungan dengan manusia purba.
Mulai dari alat-alat batu, alat-alat tulang, manik-manik, gerabah dan lain
sebagainya barang-barang tersebut kemudian disebut artefak. Dimaksud dengan
artefak jika benda tersebut digunakan secara langsung oleh manusia
pendukungnya. Selain itu ditemukan juga ekofak dan fitur yang selalu menjadi
data pendukung yang tidak bisa dipisahkan.
Selain temuan artefak, ekofak dan fetur, sering kali di gua dan ceruk
hunian tersebut juga ditemukan lukisan-lukisan dinding gua yang di lukis oleh
manusia pendukung pada zaman tersebut. Lukisan dinding prasejarah memiliki
gambar atau motif bermacam-macam, biasanya menggambarkan sesuatu
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Mulai lukisan telapak tangan
manusia, hewan buruan, manusia, matahari dan lain sebagainya. Dari
bermacam-macam bentuk lukisan yang ada terdapat motif lukisan yang sampai
sekarang masih digunakan pada motif beberapa benda di Papua dan di Flores.
Motif tersebut adalah motif manusia kangkang atau orang Papua menyebutnya
dengan lukisan “Matuto/Matutuo”. Selain di kedua tempat tersebut lukisan motif
Matuto ini juga di temukan di Sulawesi, Pulau Seram dan Pulau Kei. Motif
tersebut biasanya di temukan di dinding gua, batu karang, dan dinding wadah
kubur ( Atmosudiro, 1984: 3). Di Papua lukisan motif ini sekarang ditemukan
pada perisai perang, di Flores motif lukisan ini sekarang bisa ditemukan dalam
kain tenun khas Sumba.
Lukisan Matuto di Pulau Papua banyak ditemukan Distrik Kaimana,
Kabupaten Kaimana, Papua Barat (Kompas.com). Lukisan Matuto yang di
temukan di dinding ceruk yang dijadikan media menggambar. Lukisan tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut manusia dengan sikap tangan dan kaki terbuka
dan memiliki ekor yang cukup panjang yang dilingkarkan bentuk spiral pada
bagian bawah tubuhnya. Lukisan ini termasuk dalam lukisan yang masih utuh
karena terlihat secara detil bagian-bagian tubuhnya hanya saja bagian muka
tidak digambarkan. Sedangkan lukisan motif ini di Flores tidak ditemukan dalam
dinding gua seperti yang ada di Papua melainkan lukisan motif ini ditemukan di
sebuah batu andesit yang besar dengan tinggi kurang lebih 6 meter dengan
diameter kurang lebih 4 meter. Batu andesit tersebut ditemukan di Pulau
Lomblen, kira-kira berjarak 100m dari garis pantai Flores. Lukisan tersebut
digambar dengan warna merah. Motif ini digambarkan berdiri dengan kaki
direntankan kesamping, telapak kakinya mengarah keluar dengan jari yang utuh,
motif ini menunjukan bahwa gambar tersebut memiliki jenis kelamin laki-laki.
Sikap tangan hampir sama dengan sikap kaki dengan lengan ditekuk dan jari-jari
terbuka (Atmosudiro, 1984: 2). Lukisan yang berada di Flores ini pernah
dilakukan penelitian dan ditulis dalam sebuah artikel pada tahun 1984 oleh
Sumijati Admosudiro.
II. PERMASALAHAN
Lukisan dinding masa prasejarah motif Matuto merupakan motif yang
tetap digunakan pada masyarakat setelahnya walaupun terdapat perbedaan
penempatan lokasi dan sedikit modifikasi. Sebagai lukisan dinding pada masa
prasejarah yang tetap bertahan dan digunakan sampai sekarang tidak menutup
kemungkinan memiliki kesamaan antara makna dan fungsi dari motif itu sendiri
antara motif yang dilukiskan pada masa lampau dengan motif yang ditemukan
saat ini.
Flores dan Papua adalah dua daerah yang berbeda akan tetapi masih
berdekatan letaknya dan sama-sama mempertahankan lukisan Matuto sampai
saat ini dan daerah itu pulalah ditemukan lukisan motif Matuto dari jaman
prasejarah. Dari lukisan yang masih dipakai sampai saat ini kita bisa
mendapatkan makna dan fungsi dari lukisan tersebut pada masa lalu melalui
studi etnografi dan perbandingan. Dari studi etnografi tersebut dapat ditemukan
makna dan fungsi pada masa lalu dengan melihat makna dan fungsi yang ada
pada masa kini yang terjadi pada masyarakat Papua. Dalam tulisan ini artikel
yang pernah ditulis oleh Sumijati Admosudiro (1984) dipakai sebagai data
pembanding untuk membantu dalam menentukan makna dan fungsi masa lalu
yang sekarang lukisan Matuto tersebut dipakai orang Papua untuk hiasan pada
perisai.
III. ANALISIS
Pada pembahasan ini menggunakan data dari Flores dan Papua
dikarenakan hanya pada daerah itulah yang ditemukan lukisan Matuto yang
masih digunakan sampai sekarang walaupun dalam media yang berbeda.
Kabupaten Flores Timur adalah sebuah kabupaten di Nusa Tenggara Timur.
Kabupaten ini terletak pada 8o04' LS - 8o40' LS dan 122o38' BT -123o57' BT
memiliki iklim tropis dengan musim kemarau yang panjang rata-rata 8-9 bulan
dan musim hujan yang relatif singkat rata-rata 2-3 bulan pertahun. Batas-batas
wilayah Flores Timur adalah sebagai berikut pada bagian utara berbatasan
langsung dengan Laut Flores, pada bagian selatan berbatasan dengan Selat
Sawu, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Lambata, sedangkan pada
bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Sikka (florestimur.go.id).
Lukisan motif Matuto di Flores, ditemukan di desa Lemagute, kecamatan
Ile Ape, kabupaten Flores Timur pada permukaan batu andesit. Desa tersebut
terletak pada Pulau Lomblen yang berada pada 8° 10’-10° 35’ Lintang Selatan
dan 123° 36’-36° 40”-123° 54’ 10” bujur timur. Pulau ini tidak jauh dari pantai
laut Flores hanya berjarak ± 100 meter dari garis pantai pulau Flores
(Atmosudiro, 1984: 2).
Di wilayah Flores lukisan motif ini ditemukan bukan pada dinding gua
seperti yang banyak ditemukan di wilayah Indonesia yang lain. Lukisan motif
Matuto di Pulau Flores ini ditemukan di bongkahan batu andesit dengan diameter
± 4 meter dengan tinggi kira-kira 6 meter (Atmosudiro, 1984: 2). Lukisan motif ini
sekarang banyak di aplikasikan pada kain tenun khas dari Sumba. Motif manusia
dalam kain tenun digambarkan dengan berdiri, telapak kaki terbuka dengan jelas
terlihat adanya lima jari kaki di setiap kaki. Pola tersebut bukan satu-satunya
pola yang ada melainkan terdapat pola dengan lutut dilipat sampai hampir
menyentuh perut. Posisi tangan pada kain tenun juga tidak selalu sama
terkadang terdapat motif dengan tangan dilipat pada sikunya dan telapak
tangan setinggi daun telinga. Adapula tangan yang dilipat ke bawah dan telapak
tangan memegangi pinggangnya. Yang menarik pada motif Matuto yang
diaplikasikan pada kain tenun ini bagian tulang rusuk digambarkan dengan jelas
juga pada bagian wajah diberi tambahan mulut mata dan hidung.
Orang Flores memakai motif manusia kangkang atau Matuto pada kain
tenun yang mereka buat pasti memiliki makna yang sangat berarti bagi mereka.
Begitu juga lukisan bermotif Matuto yang dilukiskan manusia pada jaman itu
pasti juga memiliki makna yang berarti. Dari data yang diperoleh pada artikel
yang ditulis oleh Admosudiro (1984) tenun yang memakai motif Matuto ini
memiliki makna sebuah lambang yang memiliki kekuatan sakti kekuatan untuk
menolak balak segala pengaruh buruk yang berasal dari luar tubuh. Dijelaskan
pula lukisan motif manusia atau Matuto yang ditemukan di pulau Lomblen, dapat
juga diartikan sebagai lukisan penolak bala segala pengaruh buruk yang datang
dari luar.
Pulau Papua merupakan pulau yang berada di bagian timur dari Pulau
Flores yang dipisahkan dengan Laut Banda tepatnya berada di sebelah utara
Australia dan merupakan bagian dari wilayah timur Indonesia. Sebagian besar
daratan Papua masih berupa hutan belantara. Papua merupakan pulau terbesar
ke-dua di dunia setelah Greenland. Sekitar 47% wilayah pulau Papua merupakan
bagian dari Indonesia, yaitu yang dikenal sebagai Netherland New Guinea, Irian
Barat, West Irian, serta Irian Jaya, dan akhir-akhir ini dikenal sebagai Papua.
Sebagian lainnya dari wilayah pulau ini adalah wilayah negara Papua New
Guinea , yaitu bekas koloni Inggris. Populasi penduduk diantara kedua negara
sebetulnya memiliki kekerabatan etnis, namun kemudian dipisahkan oleh
sebuah garis perbatasan (papua.go.id).
Papua memiliki luas area sekitar 421.981 kilometer persegi dengan jumlah
populasi penduduk hanya sekitar 2,3 juta. Lebih dari 71% wilayah Papua
merupakan hamparan hutan hujan tropis yang sulit ditembus, karena terdiri dari
lembah-lembah yang curam dan pegunungan tinggi, dan sebagian dari
pegunungan tersebut diliputi oleh salju. Perbatasan antara Indonesia dengan
Papua New Guinea ditandai dengan 141 garis Bujur Timur yang memotong pulau
Papua dari utara ke selatan (papua.go.id).
Seperti juga sebagian besar pulau-pulau di Pasifik Selatan lainnya,
penduduk Papua berasal dari daratan Asia yang bermigrasi dengan
menggunakan kapal laut. Migrasi itu dimulai sejak 30.000 hingga 50.000 tahun
yang lalu, dan mengakibatkan mereka berada di luar peradaban Indonesia yang
modern, karena mereka tidak mungkin untuk melakukan pelayaran ke pulau-
pulau lainnya yang lebih jauh (papua.go.id).
Lukisan motif Matuto banyak ditemukan di sejumlah kampung yang
termasuk dalam wilayah Distrik Kaimana, Kabupaten Kaimana, Papua Barat. Dari
hasil penelitian, gambar berbentuk Matuto cukup banyak ditemukan pada
permukaan dinding-dinding ceruk yang dijadikan sebagai ’kanvas’ bagi para
seniman dari masa prasejarah di beberapa situs arkeologi yang ditemukan
(Kompas.com).
Jenis lukisan matuto ditemukan di Situs Omborecena, Memnemba,
Memnemnambe dan Tumberawasi yang terletak di Kampung Maimai. Sedangkan
di Kampung Namatota, lukisan matuto juga ditemukan di Situs Werfora I,
Werfora II, Werfora III dan Werfora IV. Sementara itu, bentuk-bentuk gambar dari
lukisan pra-sejarah lainnya yang ditorehkan pada permukaan dinding-dinding
cadas adalah motif kadal, ikan, penyu, buaya, kuskus, ular, burung dan kuda
laut, yang termasuk dalam kelompok fauna. Sedangkan dalam kelompok
geometris ditemukan motif matahari, penunjuk arah, segi empat dan lingkaran.
Adapun kelompok benda hasil budaya manusia meliputi bentuk perahu,
bumerang, tombak, kapak batu, penokok sagu dan topeng (Kompas.com).
Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Populasi suku Asmat terbagi
dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di
bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal
dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya
terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang berada di antara sungai
Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran
kayunya yang unik salah satunya adalah motif Matuto yang diaplikasikan oleh
suku Asmat sebagai ukiran pada perisai. Suku Asmat adalah salah satu suku di
Papua Barat yang memiliki kebudayaan mengukir dan memahat sejak dari masa
nenek moyangnya.
Berawal dari latar belakang cerita legenda Fumeripits yaitu seorang yang
pandai mengukir dan memahat yang kemudian merupakan pencipta cikal bakal
manusia suku Asmat. Oleh latar belakang legenda tersebut, suku Asmat
mempunyai kebudayaan mengukir yang konon diturunkan oleh Fumeripits. Suku
Asmat menganut animisme yaitu kepercayaan terhadap roh-roh yang mendiami
sekalian benda (pohon, batu dan sebagainya). Walaupun pada saat ini agama
kristen telah masuk ke papua dan animisme sudah banyak ditinggalkan
pengikut-pengikutnya, kegiatan yang berhubungan dengan animisme masih
dilakukan. Hal ini terlihat pada kehidupan suku Asmat yang masih melakukan
pembuatan patung-patung leluhur mereka dalam kehidupan adat istiadatnya
guna menghormati nenek moyangnya (Andriantina,------: 2). (DICARI LAGI DI
INTERNET)
Orang Asmat percaya bahwa arwah leluhurnya hidup bersama diantara
mereka. Arwah-arwah tersebut mempengaruhi segala kehidupan mereka dengan
demikian kuatnya. Sehingga mereka percaya bila ada malapetaka atau bencana,
penyebabnya adalah arwah nenek moyang atau leluhur yang merasa tidak
dihormati. Untuk menghormati arwah leluhur Asmat, maka dibuatlah upacara-
upacara penghormatan dan pemujaan arwah leluhur mereka. Upacara ini disertai
dengan pembuatan patung-patung yang merupakan gambaran para leluhur
Asmat. Dari sinilah lambat laun kepercayaan ini menjadi tradisi suku Asmat
dalam mengukir dan memahat patung kayu.
Dibanding dengan suku-suku yang ada di Papua, Suku Asmat merupakan
salah satu suku yang memiliki kebudayaan tinggi. Suku Asmat membangun
kebudayaannya melalui seni dan adat istiadat, tetap menjaga nilai-nilai adat
istiadat dan memegang kekerabatan yang sangat tinggi.
Kesenian suku bangsa asmat erat kaitannya degan kehidupan religinya.
Benda-benda kesenian Suku Asmat yang paling menarik adalah tiang-tiang Mbis
dan Perisai. Mbis dan perisai dapat diklasifikasikan kedalam 4 daerah (Anonim,
2008: 2) yaitu :
a. Gaya seni Asmat Hilir dan hulu sungai yang mengalir ke dalam teluk
flamingo dan arah Pantai Casuarina, benda kesenian gaya ini tergolong
paling terkenal sejak tahun 1912. Sejak zaman ekspedisi militer
Belanda pertama mereka tertarik pada tiang-tiang Mbis dengan
patung-patung yang tersusun dari atas ke bawah menurut tata urut
silsilah nenek moyang.
b. Gaya Seni Asmat Barat Laut, kesenian perisai orang asmat barat laut
berbentuk lonjong dengan bagian bawah yang agak melebar dan
biasanya lebih padat dibanding perisai kesenian Asmat Hilir.
c. Gaya Seni Asmat Timur Laut tampak khusus pada bentuk hiasan
perisai yang biasanya berukuran sangat besar, kadang-kadang sampai
melebihi tinggi orang.
d. Gaya Seni Asmat Daerah Sungai Brazza
Dari pengklasifikasian diatas dapat diperoleh gambaran bahwa perisai
mendapat tempat pada kesenian orang Papua. Perisai sendiri merupakan alat
untuk melindungi diri pada masa peperangan dari serangan musuh. Alat ini
digunakan pada tangan dan biasanya didampingkan oleh senjata lain seperti
pedang tombak atau gada. Perisai mempunyai fungsi sebagai penahan segala
kerusakan yang dikirim lawan pada kita. Pada dasarnya perisai mempunyai
berbagai macam bentuk sesuai dengan lokasi dan kebudayaan setempat.
Biasanya perisai dibuat dari bahan metal, tetapi ada juga yang dibuat dari bahan
baku kayu, kulit binatang bahkan tempurung kura - kura.
Perisai yang berasal dari Suku Asmat memiliki ukuran yang cukup besar
hampir setinggi orangya. Pada perisai suku Asmat inilah terdapat ukiran Manusia
kangkang atau biasa orang Papua menyebut Matuto. Ukiran Matuto pada perisai
terdapat bermacam-macam variasi misalnya dalam satu perisai hanya terdapat
satu ukiran Matuto yang berukuran besar, ada juga dalam satu perisai terdapat
beberapa ukiran. Motif Matuto juga memiliki variasi seperti kaki kangkang tanpa
tekukan pada lututnya dan telapak tangan berada di pinggang. Selain itu juga
terdapat ukiran Matuto dengan kaki ditekuk pada bagian lututnya mirip dengan
orang sedang jongkok dengan kaki dibuka keluar. Bagian tangan ada juga yang
ditekuk bagian sikunya keatas dan sejajar dengan kepalanya.
Perisai merupakan simbol kekuatan bagi para prajurit di Suku Asmat. Pada
perisai bergambar manusia kangkang dimungkinkan memiliki makna sebagai
tolak balak dari ancaman yang datang. Dapat diartikan demikian karena ukiran
Matuto itu terdapat pada perisai yang notabene digunakan untuk menahan
serangan berupa panah maupun tombak. Hal ini dikuatkan juga dengan
penelitian motif manusia kangkang yang terdapat di kain tenun dari Flores
dengan hasil berupa motif tersebut sebagai penolak balak gangguan yang
berasal dari luar. Beracuan pada uraian diatas kemungkinan besar lukisan
Matuto yang berada di dinding ceruk dan tebing merupakan lukisan penolak
balak ancaman yang berasal dari luar daerah ataupun dari luar pulau. Bisa
disimpulkan seperti itu karena peletakan lukisan pada tebing dan ceruk yang
berada di dekat pantai barat Papua.
I. PENUTUP
Lukisan merupakan representasi kaindahan dari penggambarnya. Begitu
pula lukisan prasejarah yang terletak pada gua-gua hunian, ceruk, tebing, dan
batu besar. Manusia prasejarah membuat lukisan yang berupa kejadian kejadian
sehari-hari seperti cara berburu, makanan apa yang mereka makan dan lain
sebagainya. Tidak menutup kemungkinan juga lukisan tersebut memiliki maksud
yang berbeda misalnya lukisan manusia kangkang. Manusia kangkang
kemungkinan besar merupakan ungkapan penolak balak bagi manusia
prasejarah. Akan tetapi uraian diatas juga tidak bisa digunakan seterusnya,
karena seperti yang kita tahu bahwa arkeologi terus berkembang.
II. DAFTAR PUSTAKA

Handini, Retno. 1997. Cinandi (Gua Braholo: sebuah Hunian Ideal Pada Masa
Lalu. Panitia Lustrum VII Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

Admosudiro, Sumiati. 1984. Lukisan Manusia di Pulau Lomblen, Flores Timur


(Tambahan Data Hasil Seni Bercorak Prasejarah), pada BERKALA
ARKEOLOGI tahun V NO:1 Maret 1984. Balai Arkeologi Jogjakarta.
Yogyakarta.

Anonim. Lukisan "Matuto" Banyak Ditemukan di Kaimana.


http://www.kompas.com/. Kamis, 8 Oktober 2009. 00:18 WIB

Anonim. Sejarah Papua Tidak Terlepas Dari Masa Lalu Indonesia.


http://www.papua.go.id/. Rabu, 4 November 2009. 11:41 WIB

Anonim. Geografis Flores Timur. http://www.florestimurkab.go.id/ . Selasa, 22


desember 2009. 16.14 WIB
Andriantina, Adeke. ------. Aplikasi Ragam Hias Suku Asmat Terhadap Lampu
Gantung Hias Keramik. Tanpa Penerbit. Tanpa Tahun. (DICARI LAGI DI
INTERNET)

Anonim. 2008. Suku Asmat. dPrince Of Smart, Website Online. Senin, 8


Desember 2008

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
----------------

Initine....Flores menjadi data sedangkan Irian menjadi


masalah yang harus dicari kebenarannya..
Flores adalah data pembanding!!!

You might also like