Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Kelompok 1 (4 SK 2)
Jakarta
2009
BAB I
1
DEFINISI HIV DAN AIDS
A. HIV
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang dapat
menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4
sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat
bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak
Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah
putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika
diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat
meninggal dunia terkena pilek biasa.
CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah
putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD 4 pada orang dengan sistem kekebalan yang
menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia
menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan
dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem
kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan
sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD 4
semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol).
Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya berfungsi untuk melawan
berbagai macam infeksi. Di sekitar kita banyak sekali infeksi yang beredar, entah itu
berada dalam udara, makanan ataupun minuman. Namun kita tidak setiap saat menjadi
sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi dengan baik untuk melawan infeksi ini. Jika CD4
berkurang, mikroorganisme yang patogen di sekitar kita tadi akan dengan mudah masuk ke
tubuh kita dan menimbulkan penyakit pada tubuh manusia.
Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 (Coffin et al., 1986) sebagai nama untuk
retrovirus yang diusulkan pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc Montagnier dari
Perancis, yang awalnya menamakannya LAV (lymphadenopathy-associated virus) (Barre-
Sinoussi et al., 1983) dan oleh Robert Gallo dari Amerika Serikat, yang awalnya
menamakannya HTLV-III (human T lymphotropic virus type III) (Popovic et al., 1984).
HIV adalah anggota dari genus lentivirus, bagian dari keluarga retroviridae yang
ditandai dengan periode latensi yang panjang dan sebuah sampul lipid dari sel-host awal
yang mengelilingi sebuah pusat protein/RNA. Dua spesies HIV menginfeksi manusia:
2
HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 adalah yang lebih "virulent" dan lebih mudah menular, dan
merupakan sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia; HIV-2 kebanyakan
masih terkurung di Afrika barat (Reeves and Doms, 2002). Kedua spesies berawal di
Afrika barat dan tengah, melompat dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang
dikenal sebagai zoonosis.
HIV-1 telah berevolusi dari sebuah simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang
ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte troglodyte (Gao et al., 1999).HIV-2
melompat spesies dari sebuah strain SIV yang berbeda, ditemukan dalam sooty
mangabeys, monyet dunia lama Guinea-Bissau (Reeves and Doms, 2002).
HIV-1 memiliki 3 kelompok atau grup yang telah berhasil diidentifikasi
berdasarkan perbedaan pada envelope-nya yaitu M, N, dan O (Thomson dkk, 2002).
Kelompok M yang paling besar prevalensinya dan dibagi kedalam 8 subtipe berdasarkan
seluruh genomnya, yang masing-masing berbeda secara geografis (Carr dkk, 1998).
Subtipe yang paling besar prevalensinya adalah subtipe B (banyak ditemukan di Afrika dan
Asia), subtipe A dan D (banyak ditemukan di Afrika), dan C (banyak ditemukan di Afrika
dan Asia); subtipe-subtipe ini merupakan bagian dari kelompok M dari HIV-1. Ko-infeksi
dengan subtipe yang berrbeda meningkatkan sirkulasi bentuk rekombinan (CRFs)
GambarGambar
virus HIV-2
virus HIV-1
B. AIDS
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yang
merupakan dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk
hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang
3
mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau
menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel
darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi
AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang
mematikan. Seseorang dapat menjadi HIV positif. Saat ini tidak ada obat, serum maupun
vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau
infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-
lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV)
yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus
ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor.
Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung
antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu
ibu.[2][3] Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral),
transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan,
bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-
Sahara.Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6
juta orang di seluruh dunia.Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO
memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak
pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan
salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan
kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000
jiwa di antaranya adalah anak-anak.[5] Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika
Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan
sumber daya manusia di sana.
AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for
Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia
4
pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan
oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.
Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari
mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada
di Afrika Barat.Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari
simpanse Pan troglodytes troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan.HIV-2 berasal
dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, dan
Kamerun.
Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak
dengan primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging.Teori yang
lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa
epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari
penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio.Namun demikian, komunitas ilmiah
umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada.
BAB II
CARA PENULARAN HIV/AIDS
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus
yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+
5
(sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan
tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat
berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga
kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan
akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi
infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang
diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi
tertentu.
6
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi
cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau
membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih
berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal
lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak
berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan
seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya
tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan
transmisi HIV.
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan
kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada
berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak
dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat
kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan
81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena
perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih
besar terhadap penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi
jenis virus lain yang lebih mematikan.
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita
hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan
kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh
organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas
infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik
merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di
7
Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV
dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1
banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh
mengurangi risiko itu.[40] Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter,
dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga
terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan
universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena
sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5%
dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas
kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa,
didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia
menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas
kesehatan.
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju.
Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun
demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah
yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang
terinfeksi".
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa
perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak
ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah
sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus
dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%.
Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat
persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya). Menyusui
meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.
8
Gambar 2.1
BAB III
PENYEBARAN DAN PREVALENSI HIV/AIDS
Gambar 3.1
A global view of HIV infection
33 million people [30–36 million] living with HIV, 2007
9
Sumber : 2008 Report on the Global AIDS epidemic, UNAIDS
Dari Gambar 3.1 di atas, pada tahun 2007 dapat dilihat bahwa wilayah Afriks
memiliki tingkat prevalensi HIV pada kelompok usia dewasa tertinggi, khususnya pada
wilayah Afrika Selatan. Hal ini sangat signifikan dibandingkan dengan Negara-negara lain
pada wilayah di luar Afrika.
Tabel 3.1
December 2008
10
Dari Tabel 3.1 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita HIV adalah
orang dewasa sebesar 31,3 juta atau hampir sekitar 94% dari total penderita. Begitu pula
dengan kasus baru infeksi HIV, mencapai 2,7 Juta kasus pada orang dewasa atau sekitar
85% dari total kasus baru. Seiring dengan jumlah penderita dan kasus baru HIV pada orang
dewasa sangat besar, begitu pula dengan kasus kematian yang berhubungan dengan AIDS,
persentase terbesar juga berada pada orang dewasa yaitu sekitar 1,7 juta atau 85%.
Grafik 3.1
11
Dari Grafik 3.1 di atas, kasus tertinggi AIDS berada pada kelompok usia 20-29
tahun, yaitu sekitar 50,50%.
Grafik 3.2
Estimasi populasi beresiko di indonesia, 2006
Grafik 3.3
Estimasi Prevalensi HIV di indonesia, 2006
12
Sumber : Depkers RI, estimasi tahun
2006
Dari Grafik 3.3 di atas, dapat terlihat bahwa jumlah penderita HIV terbesar berasal
dari kelompok Pengguna Jarum Suntik (Penasun).
Gambar 3.2
Sebaran Prevalensi HIV Di Indonesia, 2006
Dari Gambar 3.2 di atas, dapat terlihat bahwa prevalensi HIV tertinggi di Indonesia
berada pada wilayah Papua yaitu lebih dari 1%.
BAB IV
13
VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING (CVT)
VCT atau Voluntary Counseling and Testing, atau konseling dan test sukarela,
adalah kegiatan konseling bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan oleh seorang
konselor VCT yang terlatih, yang dilakukan sebelum (pre-test counselling) dan sesudah
(post-test counselling) test darah untuk mengetahui status HIV di laboratorium. Proses ini
disebut "voluntary" karena sifatnya sukarela. Artinya, konseling dalam rangka tes HIV dan
tes HIV itu sendiri pada prinsipnya tidak bisa diharuskan. Hal ini terutama untuk mencegah
terjadinya diskriminasi. Misalnya supaya perusahaan atau institusi tidak bisa
mengharuskan tes HIV lalu menolak lamaran kerja calon pegawai atas dasar hasil tes yang
positif atau memecat pegawai yang ternyata positif HIV.
B. Apa itu konseling pra dan pasca-tes HIV dan mengapa konseling ini penting?
Konseling sebelum tes (pre-test counselling) dan setelah tes HIV (post-test
counselling) adalah penting dan merupakan bagian prosedur baku tes HIV. Konseling pra
tes artinya mempersiapkan seseorang yang akan menjalani pemeriksaan HIV untuk
menghadapi kemungkinan hasil tes yang positif, termasuk di dalamnya penilaian risiko.
Orang yang akan menjalankan tes HIV harus dipersiapkan untuk dapat menerima
‘berita buruk’. Jika ia dianggap tidak mampu menghadapi ini, maka ia harus menunda
pemeriksaan hingga mentalnya telah benar-benar siap. Persiapan ini sangatlah penting,
karena bunuh diri atau perilaku merusak-diri lainnya, telah banyak terjadi pada individu
yang tidak menjalani konseling pra maupun pasca-tes, setelah individu tersebut menerima
hasil tes yang positif.
Bagi orang yang berpikir bahwa mereka akan kecewa atau jiwa mereka akan
menjadi tidak stabil setelah menerima hasil tes, akan lebih baik jika mereka menjalani tes
14
dengan ditemani oleh teman yang mereka percaya, atau oleh petugas lapangan MSM atau
pendidik sebaya.
Mereka juga mendapat rujukan untuk menjalani terapi dan mendapatkan dukungan
(termasuk tes CD4), dan menerima bimbingan dalam menjaga kesehatan mereka yang
biasanya hal ini dilakukan melalui layanan manajemen kasus.
Bagi yang mendapatkan hasil tes negatif, informasi konseling bisa membantu
dalam mencegah infeksi di masa mendatang. Ingat bahwa sebagian besar orang yang
menjalani tes mempunyai alasan dan penjelasan bagaimana mereka terlibat dalam perilaku
yang berisiko terkena HIV.
Tes dengan konseling bisa menyebabkan adanya perbedaan yang kritis dalam
kehidupan penderita HIV positif, karena mengetahui bahwa mereka terkena HIV dapat
mendorong mereka untuk mengambil tindakan yang sesuai dalam merencanakan
kehidupan mereka dan dalam mendapatkan pelayanan yang mereka butuhkan.
15
Layanan VCT dapat diimplementasikan dalam berbagai kebutuhan dan sangat
bergantung pada kondisi dan situasi daerah setempat, kebutuhan masyarakat dan profil
klien, seperti individual atau pasangan, perempuan atau laki-laki, dewasa atau anak muda.
16
Formulasi untuk penanggulangan penyakit HIV/AIDS terus menerus dilakukan.
Penelitian, pemeriksaan, pengobatan, dan pencegahan melalui penyuluhan-penyuluhan pun
tak pernah berhenti. World Health Organization telah meluncurkan program PITC
(Provider Initiated HIV Testing and Counceling) sejak tahun 2006 dan sudah banyak
diterapkan di negara-negara dengan angka penderita HIV-AIDS yang cukup tinggi.
Bahkan para ibu hamil di Afrika, seluruhnya telah mengerti pentingnya konseling dan test
HIV-AIDS.
VCT dan PITC merupakan pendekatan yang saling melengkapi untuk menjangkau
lebih banyak sasaran yang tahu status HIV-nya. Keduanya tetap memegang 3 prinsip dasar
Testing HIV yaitu: consent, counseling dan confidentiality dengan pendekatan yang sedikit
berbeda (misal di PITC prekonseling dilakukan dengan cukup dengan prekonseling yang
singkat karena antara dokter dan pasien sudah terjalin hubungan / komunikasi).
Kekhususannya adalah di VCT klien datang atas dorongan dari dirinya atau motivasi
peer/kelompoknya, kebanyakan datang dalam tahap masih asimptomatik (tanpa ada
keluhan tentang kesehatannya), sedangkan pada PITC klien datang ke layanan karena
keluhan kesehatannya (dengan gejala / simptomatik) dan dokter curiga gejala-gejala ini
terkait AIDS sehingga perlu ditetidakkan diagnosanya agar pasien dapat mentidakses
pengobatan lebih lanjut. PITC berkembang karena pada prakteknya di rumah sakit banyak
kesakitan/kematian yg dicurigai berhubungan dengan AIDS tetapi tidak dapat ditetidakkan
diagnosanya -- yang menyebabkan hilangnya peluang pasien untuk memperoleh
pengobatan yg tepat bagi penyakitnya. Lebih dini seseorang diketahui status HIV-nya
maka akan terbuka akses terhadap layanan pencegahan dan pengobatan
B. Sasaran VCT
Sasaran CVT adalah masyarakat yang membutuhkan pemahaman diri akan status
HIV agar dapat mencegah dirinya dari penularan infeksi penyakit yang lain dan penularan
kepada orang lain.
• Orang yang melakukan hubungan seksual berisiko. Hubungan berisiko ini bukan hanya
hubungan dengan pekerja seks, gigolo ataupun waria. Hubungan seksual dengan orang
yang tidak diketahui status HIV-nya bisa juga dianggap hubungan berisiko.
• Orang yang pernah menerima transfusi darah.
• Pengguna narkoba suntik.
17
• Orang yang mengalami Infeksi Menular Seksual berulang.
Masyarakat yang datang ke pelayanan VCT disebut klien. Sebutan klien dan bukan
pasien merupakan salah satu pemberdayaan dimana klien akan berperan aktif di dalam
proses konseling. Tanggung jawab klien dalam konseling adalah bersama mendiskusikan
hal-hal yang terkait dengan informasi akurat dan lengkap tentang HIV-AIDS, perilaku
beresiko, testing HIV dan pertimbangan yang terkait dengan hasil negatif atau positif.
Tahapan pertama adalah pre konseling, pada tahap ini yang dilakukan adalah
pemberian informasi tentang HIV dan AIDS, cara penularan, cara pencegahannya dan
periode jendela. Kemudian konselor dilaksanakan penilaian risiko klinis. Pada saat ini,
klien harus jujur tentang hal-hal berikut : kapan terakhir kali melakukan aktivitas seksual,
apakah menggunakan narkoba suntik, pernahkah melakukan hal-hal yang berisiko pada
pekerjaan – misalnya dokter ataupun calon dokter- dan apakah pernah menerima produk
darah, organ atau sperma. Konselor VCT terikat sumpah untuk merahasiakan status si
klien. Jangan khawatir untuk menceritakan kegiatan-kegiatan berisiko yang telah
dilakukan. Pada saat melakukan VCT pastikan konseling dilakukan di tempat tertutup dan
menjamin privacy.
Setelah selesai pre konseling, konselor akan menawarkan kepada klien apakah
bersedia untuk melakukan tes HIV. Seandainya ragu-ragu dan tidak mau untuk melakukan
tes maka tidak masalah. Konselor tidak akan memaksa klien untuk melakukan tes HIV.
Bisa kembali lagi kapan saja. Dan kalau klien mau tes HIV, konselor akan memberikan
informed consent atau izin dari klien untuk melakukan tes HIV. di surat pernyataan ini
klien menyatakan bahwa klien yang bersangkutan telah menerima informasi yang
berhubungan dengan tes ini, HIV dan telah menjalani penilaian risiko klinis. Klien juga
menyatakan kalau dirinya bersedia untuk di tes HIV.
Pada saat melakukan tes HIV darah kita akan diambil secukupnya. Dan
pemeriksaan darah ini bisa memakan waktu antara setengah jam sampai satu minggu –
tergantung jenis tes HIV yang dipakai – Biasanya klien disuruh pulang dan kembali lagi
mengambil hasil tes beberapa hari setelahnya.
18
Seandainya klien berubah pikiran dan tidak mau mengambil hasil tes maka tidak
mengapa. Tapi kalau klien memutuskan untuk mengambil hasil tes, klien akan menjalani
tahapan post konseling. Pada tahapan ini, konselor akan memberitahukan hasil tes. Kalau
hasil tesnya negatif, balik lagi ke penilaian risiko klinis -inilah pentingnya bagi kita untuk
menjawab dengan jujur- Kalau dari penilaian risiko klinis, klien masih dalam masa periode
jendela – periode jendela adalah periode di mana orang yang bersangkutan sudah tertular
HIV tetapi antibodinya belum membentuk sistem kekebalan terhadap HIV dan hasil tes
HIV nya masih negatif, meski belum terdeteksi tapi sudah bisa menularkan – klien akan
dianjurkan untuk melakukan tes kembali tiga bulan setelahnya. Selain itu, bersama-sama
dengan klien konselor akan membantu klien untuk merencanakan program perubahan
perilaku.
Kalau hasil tes positif, klien bebas untuk mendiskusikan perasaannya dengan
konselor. Konselor juga akan menginformasikan fasilitas untuk tindak lanjut dan
dukungan. Misalnya, jika klien membutuhkan terapi ARV ataupun dukungan dari
kelompok sebaya. Selain itu, konselor juga akan memberikan informasi tentang cara hidup
sehat dan bagaimana cara agar tidak menularkan ke orang lain.
1. Hasil tes HIV adalah rahasia yang seharusnya hanya diketahui oleh konselor dan
klien saja. Klien dapat menuntut apabila ternyata hasil HIV bocor ke orang lain
yang tidak berwenang. Kalaupun klien dirujuk dan artinya informasi tentang status
HIV klien harus diberitahukan ke orang lain, harus dengan persetujuan klien.
2. Proses VCT yang benar memegang teguh privacy dan juga memastikan kalau klien
melakukan VCT dengan sukarela. Kalau anda dipaksa untuk melakukan tes HIV
tanpa konseling, jangan mau. Anda dapat menuntut pihak yang memaksa anda
untuk melakukan tes VCT.
19