You are on page 1of 43

BAB III

KEBUDAYAAN
A. Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa Sanskerta
yang berarti akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya
(majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau
akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kebudayaan
berasal dari kat budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsur
rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar
sebagai unsur jasmani, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari
akal dan ikhtiar manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan adalah culture, berasal dari
kata culure (bahasa Yunani) yang berarti mengerjakan tanah. Dengan
mengerjakan tanah, manusia mulai hidup sebagai penghasil makanan
(food producing). Hal ini berarti, manusia telah berbudi daya mengerjakan
tanah karena telah meninggalkan kehidupan yang hanya memungut hasil
alam saja (food gathering). Dalam sejarah kebudayaan, bajak dijadikan
benda sejarah (artefak) sebagai bukti bahwa manusia telah berbudaya.
Kata cultuur, dalam bahasa Belanda, masih mengandung pengertian
pengerjaan tanah (ingat abad XIX) dan sekaligus juga berarti kebudayaan
seperti kata culture dalam bahasa Inggris.
Defenisi kebudayaan yang tepat sangat sukar karena begitu banyak
orang yang mendefenisikannya.
a. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi
manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat,
yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti
kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan
kesukaran di dalam hidup dan pengihidupannya guna mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan
damai.
b. E.B. Tylor
Dalam buku yang berjudul “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan
adalah keseluruhan kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu
pengetahuan yang lain, serta kebiasaan yang di dapat manusia sebagai
anggota masyarakat.
c. R. Linton
Dalam buku “The Culture background of person lity” menyatakan
bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku dan hasil laku,
yang unsur-unsur pembentukannya didukung serta diteruskan oleh
anggota masyarakat tertentu
d. C.Klukhon dan W.H. Kelly
Mencoba merumuskan defenisi tentang kebudayaan sebagai hasil
Tanya jawab dengan para ahli antropologi, sejarah, hukum, pyschologi
yang implicit, explicit, rasional, irasional, terdapat pada setiap waktu
sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia
e. Melville j. Herskovitas
Seorang ahli antropologi Amerika mendefenisikan kebudayaan
adalah “Man made part of the environment” (bagian dari lingkungan buatan
mnusia).
f. Dawson
Dalam buku “Age of the Gods”, mengatakan bahwa kebudayaan
adalah cara hidup bersama (culture is common way of life).
J.P.H. Dryvendak mengatakan bahwa kebudayaan adalah kumpulan
dari cetusan jiwa manusia sebagai yang beraneka ragam berlaku dalam
suatu masyarakat tertentu. Ralph Linton (1893-1953) seorang
antropolog Amerika memberikan defenisi kebudayaan adalah “Man’s
social here dity” (sifat sosial manusia yang temurun).
Di samping defenisi-defenisi di atas, masih ada beberapa defenisi
yang dikemukakan oleh para pakar Indonesia seperti:
a. Prof Dr. Koentjaraningrat mengatakan kebudayaan adalah
keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur

oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
b. Sultan Takdir Alisyahbana mengatakan kebudayaan adalah
manifestasi dari cara berpikir.
C. Dr. Moh. Hatta, kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa.
Defenisi-defenisi di atas kelihatannya berbeda-beda, namun
semuanya berprinsip sama, yaitu mengakui adanya ciptaan manusia,
meliputi perilaku dan hasil kelakuan manusia yang diatur oleh
tatakelakuan yang diperoleh dengan belajar yang semuanya tersusun
dalam kehidupan masyarakat.
Di dalam masyarakat kebudayaan sering diartikan sebagai the
general body of the arts, yang meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat,
seni rupa, pengetahuan filsafat atau bagian-bagian yang indah dari
kehidupan manusia. Akhirnya kesimpulan yang didapat bahwa
kebudayaan adalah hasil buah budi manusia yang mencapai
kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang
kongkrit maupun abstrak, itulah kebudayaan.
Kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia untuk memenuhi kehidupan dengan cara belajar, yang
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Untuk lebih jelas dapat
dirinci sebagai berikut:
1. Bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan
dihasilkan manusia. Karena itu meliputi :
a. Kebudayaan material (bersifat jasmaniah), yang meliputi benda-
benda ciptaan manusia, misalnya: alat-alat perlengakapan hidup.
b. Kebudayaan non material (bersifat rohaniah), yaitu semua hal
yang
tidak dapat lihat dan diraba, misalnya: religi, bahasa, dan ilmu
pengetahuan.
2. Bahwa kebudayaan itu tidak diwariskan secara negative (biologis),
melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar.
4. Bahwa kebudayaan itu diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Tanpa msyarakat akan sukarlah bagi manusia untuk
membentuk kebudayaan. Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin
manusia baik secara individual maupun masyarakat, dapat
mempertahankan kehidupannya.
5. Jadi kebudayaan itu adalah kebudayaan manusia. Dan hampir semua
tindakan manusia adalah kebudayaan, karena yang tidak perlu
dibiasakan dengan cara belajar, misalnya tindakan atas dasar naluri
(instink), gerak reflek. Sehubungan dengan itu kita perlu mengetahui
perbedaan tingkah laku manusia dengan makhluk lainnya, khususnya
hewan.
Menurut Dr. H. Th. Fischer dalam bukunya Pengantar Antropologi ada
sejumlah faktor yang mempengaruhi kebudayaan dan secara garis besar
disebut berikut ini:
a. Faktor Kitaran Geografis (lingkngan hidup, geografisch milieu)
Faktor lingkungan fisik lokasi geografis merupakan sesuatu corak
budaya sekelompok masyarakat. Dengan kata lain, faktor kitaran
geografis merupakan determinisme yang berperan besar dalam
pembentukan suatu kebudayaan.
b. Faktor Induk Bangsa
Ada dua pandangan yang berbeda mengenai faktor induk bangsa ini,
yaitu pandangan Barat dan pandangan Timur. Pandangan Barat
berpendapat bahwa perbedaan induk bangsa dari beberapa kelompok
masyarakat mempunyai pengaruh terhadap suatu corak kebudayaan.
Berdasarkan pandangan barat, umumnya tingkat peradaban
didasarkan atas ras. Oleh karena itu, bangsa-bangsa yang berasal dari
ras Caucasoid dianggap lebih tinggi daripada ras lain, yaitu Mongoloid
dan Negroid yang lebih rendah dari ras Mongoloid yang memiliki ras
khusus seperti Bushman (Afrika Selatan), Vedoid (Sri Lanka), dan
Austroloid (Australia). Namun pandangan Timur berpendapat bahwa
peranan induk bangsa bukanlah sebagai faktor yang mempengaruhi
kebudayaan. Kenyataannya dalam sejarah, budaya Timur sudah lebih
dulu lahir dan cukup tinggi justru pada saat bangsa Barat masih “tidur
dalam kegelapan”. Hal tersebut semakin jelas ketika dalam abad XX,
bangsa Jepang yang termasuk ras Mongoloid mampu membuktikan
bahwa mereka bangsa Timur tidak dapat dikatakan lebih rendah
daripada bangsa Barat.
c. Faktor Saling Kontak Antarbangsa
Hubungan antar bangsa yang makin mudah akibat sarana perhubungan
yang makin sempurna menyebabkan satu bangsa yang mudah
berhubungan dengan bangsa lain. Akibat adanya hubungan
antarbangsa ini, dapat atau tidaknya suat bangsa mempertahankan
kebudayaan tergantung dari pengaruh kebudayaan asing, jika lebih kuat
maka kebudayaan asli dapat dipertahankan. Sebaliknya apabila
kebudayaan asli lebih lemah daripada kebudayaan asing maka
lenyaplah kebudayaan asli dan terjadilah budaya jajahan yang sifatnya
tiruan (colonial and imitative culture). Namun dalam kontak antarbangsa
ini yang banyak terjadi adalah adanya keseimbangan yang melahirkan
budaya campuran (acculturation).
Indonesia yang terletak dalam posisi silang (cross position) dunia,
kebudayaannya memiliki konsekuensi yang besar dari pengaruh luar.
Dalam hal ini, sejarah telah menggambarkannya dengan nyata. Selain
pengaruh luar, masalah waktu sebenarnya juga ikut berperan dalam
pembentukan suatu kebudayaan. Misalnya, dalam fase pertama,
Indonesia mendapat pengaruh Islam (abad XI-XVI), dan dalam fase
ketiga mendapat pengaruh dari kebudayaan Barat (abad XVI-XX).
Penegasan atas pendapat Fischer adalah bahwa bagi manusia
modern. Lingkungan hidup yang sulit merupakan tantangan (challenge)
untuk dicari jawabannya (response) agar kehidupannya dapat makin
maju. Jadi, mereka bukannya menyerah pada alam, melainkan mau
menaklukkan alam. Sedangkan kontak dengan bangsa lain justru perlu
diperhatikan dengan adanya budaya asli, apakh kuat atau lemah. Selain
itu, maju mundurnya suatu kebudayaan asli dapat ditinjau dari segi materi
atau rohaninya. Kebudayaan Barat yang sekarang dinilai lebih maju,
cendurung bersifat materi, sedangkan nilai rohaninya justru mundur.
Kebudayaan Timur pada umumnya secara materi belum maju, tetapi
secara rohani (spiritual) dinilai lebih tinggi daripada kebudayaan Barat.
B. Kerangka Kebudayaan

Untuk lebih mendalami kebudayaan, perlu dikenal beberapa masalah


lain yang menyangkut kebudayaan. Misalnya, unsur, wujud, dan sifat
kebudayaan. Ketiga masalah tersebut akan diuraikan berikut ini.
Unsur Kebudayaan
Unsur kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
begian suatu kebudayaan yang dapat digunakan sebagai satuan analisis
tertentu. Dengan adanya unsur tersebut, kebudayaan di sini lebih
mengandung makna totalitas daripada sekedar penjumlahan unsur-unsur
yang terdapat di dalamnya.
Oleh karena itu, dikenal dengan adanya unsur-unsur yang universal yang
melahirkan kebudayaan universal (cultural universal), seperti yang
dikemukakan oleh C. Kluckhohn dalam karyanya Universal Categories of
Culture. Menurut Kluckhohn ada tujuh unsur dalam kebudayaan universal,
yaitu system religi dan upacara keagamaan, system organisasi
kemasyarakatan, sitem pengetahuan, system mata pencaharian hidup,
system teknologi dan peralatan, bahasa, serta kesenian, yaitu:
1. Sistem religi dan upacara keagamaan merupakan produk manusia
sebagai homo religius. Manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan
perasaan luhur, tanggap bahwa diatas kekuatan dirinya terdapat
kekuatan lain yang Mahabesar (supranatural) yang dapat “menghitam-
putihkan” kehidupannya. Oleh karena itu, manusia takut sehingga
menyembah-Nya dan lahirlah kepercayaan yang sekarang menjadi
agama. Untuk membujuk kekuatan besar tersebut agar mau menuruti
kemauan manusia, dilakukan usaha yang diwujudkan dalam system
religi dan upacara keagamaan.
2. Sistem organisasi kemasyarakatan merupakan produk dari
manusia sebagai homo socius. Manusia sadar bahwa tubuhnya
lemah. Namun, dengan adanya manusia membentuk kekuatan
dengan cara menyusun organisasi kemasyarakatan yang merupakan
tempat bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, yaitu
meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dalam masyarakat
tradisional, system gotong-royong seperti yang terdapat di Indonesia
merupakan contoh yang khas. Sedangkan dalam masyarakat modern
pengaturannya sudah dalam tingkat Negara bahkan antar bangsa.
3. Sistem pengetahuan merupakan produk dari manusia sebagai
homo sapiens. Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri, di
samping itu dapat juga dari pemikiran orang lain. Kemampuan
manusia untuk mengingat apa yang telah diketahui, kemudian
menyampaikannya kepada orang lain melalui bahasa menyebabkan
pengetahuan menyebar luas. Terlebih apabila pengetahuan itu dapat
dilakukan, maka penyebarannya dapat dilakukan dari satu generasi
ke generasi berikutnya.
4. Sistem mata pencaharian hidup yang merupakan produk dari manusia
sebagai homo economicus menjadikan tingkat kehidupan manusia
secara umum terus meningkat. Dalam tingkat sebagai food gathering,
kehidupan manusia memang sama dengan binatang. Tetapi dalam
tingkat food gathering terjadi kemajuan yang pesat. Setelah bercocok
tanam, kemudian beternak lalu mengusahakan kerajinan, berdagang,
manusia makin dapat mencukupi kebutuhannya yang terus meningkat
(rising demands) yang kadang-kadang cenderung serakah.
5. Sistem teknologi dan peralatan merupakan produksi dari manusia
sebagai homo faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas serta
dibantu dengan tangannya yang dapat memegang sesuatu dengan
erat, manusia dapat menciptakan sekaligus mempergunakan suatu
alat. Dengan alat-alat ciptaannya itu, manusia dapat lebih mampu
mencukupi kebutuhannya dari pada binatang. Misalnya, dengan mobil
manusia dapat lebih cepat larinya kijang, dengan kapal dapat lebih
cepat dari ikan lumba-lumba, dan dengan pesawat terbang dapat
terbang di udara melebihi garuda. Selain menguntungkan alat tersebut
dapat juga merugikan misalnya manusia memperoleh kecelakaan
yang kadang-kadang fatal.
6. Bahasa merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens.
Bahasa manusia pada mulanya diwujudkan dalam bentuk tanda
(kode), yang kemudian menjadi disempurnakan dalam bentuk bahasa
lisan, dan akhirnya menjadi bahasa tulisan. Semuanya merupakan
symbol, sehingga Ernest Casirier menyebut manusia sebagai animal
symbolic. Bahasa-bahasa yang telah maju memiliki kekayaan kata
(causa kata) yang besar jumlahnya sehingga makin komunikatif.
7 . Kesenian merupakan hasil dari manusia sebagai homo esteticus.
Setelah manusia dapat mencukupi kebutuhan fisiknya, maka manusia
perlu dan selalu mencari pemuas untuk memenuhi kebutuhan
psikisnya. Manusia semata-mata tidak hanya memenuhi kebutuhan isi
perut saja, tetapi mereka perlu juga pandangan mata yang indah suara
yang merdu. Semuanya itu dapat dipenuhi melalui kesenian. Kesenian
ditempatkan sebagai unsur terakhir karena enam kebutuhan
sebelumnya, pada umumnya harus dipenuhi lebih dahulu.
b. Wujud Kebudayaan
Selain unsur kebudayaan, masalah lain juga penting dalm
kebudayaan adalah wujudnya. Pendapat umum mengatakan ada
dua wujud kebudayaan. Pertama kebudayaan badaniah (material)
yang memiliki ciri dapat dilihat, diraba, dan dirasa sehingga lebih
konkret atau mudah dipahami. Kedua, kebudayaan rohaniah
(spiritual) yang memiliki ciri dapat dirasa saja. Oleh karena itu,
kebudayaan rohaniah bersifat lebih abstrak dan lebih sulit dipahami.
Wujud ide adalah kebudayaan rohaniah yaitu yang memiliki ciri
hanya dapat dirasakan, tetapi tidak dapat dilihat dan diraba.
Contohnya adalah adapt-istiadat dan ilmu pengetahuan. Aktivitas
kelakuan mempunyai sifat yang dirasakan dan dilihat, tetapi tidak
dapat diraba, contohnya adalah gotong-royong dan kerja sama,
sedangkan benda-benda yang bersifat dapat dilihat, dirasa, dan
diraba, contohnya adalah meja dan kursi.
c. Sifat-sifat kebudayaan
Sifat-sifat kebudayaan sangat banyak, mengingat kebudayaan kita
sangat beraneka ragam. Secara umum sifat kebudayaan kita sangat
beraneka ragam. Secara umum, sifat kebudayaan yaitu beraneka
ragam, didapat dan diteruskan secara sosial dengan pelajaran,
dijabarkan dalam komponen-komponen, mempunyai struktur,
mempunyai nilai, bersifat statis dan dinamis, dan dapat dibagi dalam
bidang atau aspek. Masing-masing diuraikan sebagai berikut:
1. Kebudayaan beraneka ragam
1. Kebudayaan beraneka ragam
Keanekaragaman kebudayaan disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain karena manusia tidak memiliki struktur anatomi secara
khusus pada tubuhnya sehingga harus menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Oleh karena itu, kebudayaan yang diciptakan pun
disesuaikan dengan kebutuhan hidupnya. Selain itu,
keanekaragaman juga disebabkan oleh perbedaan kadar atau
bobot dalam kontak budaya satu bangsa dengan bangsa lain.
Sehingga pakaian, rumah, dan makanan bangsa Indonesia di
daerah tropic jauh berbeda dengan yang diperlukan oleh bangsa
Eskimo di daerah kutub.
2. Kebudayaan dapat diteruskan secara sosial dengan pelajaran
Penerusan kebudayaan dapat dilakukan secara horizontal dan
vertical. Penerusan secara horizontal dilakukan terhadap satu
generasi dan biasanya secara lisan, sedangkan penerusan vertical
dilakukan antargenerasi dengan jalan malalui tulisan (literer).
Dengan daya ingat yang tinggi, manusia menyimpan pengalaman
sendiri maupun yang diperoleh dari orang lain.
3. Kebudayaan dijabarkan dalam komponen-komponen biologi,
psikologi,
dan sosiologi.
Biologi, psikologi, dan sosiologi merupakan tiga komponen yang
membentuk pribadi manusia. Secara biologis, manusia memiliki sifat-
sifat yang diturunkan oleh orang tuanya (hereditas) yang diperoleh
sewaktu dalam kandungan sebagai kodrat pertama (primary nature).
Bersamaan dengan itu, manusia juga memiliki sifat-sifat psikologi,
yang sebagian diperolehnya dari orang tuanya sebagai dasar atau
pembawaan. Setelah seorang bayi dilahirkan dan berkembang
menjadi anak dalam alam kedua (secondary nature), terbentuklah
pribadinya oleh lingkungan, khususnya melalui pendidikan. Manusia
sebagai unsur masyarakat dalam lingkungan ikut serta dalam
pembentukan kebudayaan.
4. Kebudayaan mempunyai struktur
Cultural universal yang telah dikemukakan, unsur-unsurnya dapat
dibagi dalam bagian-bagian kecil yang disebut traiss complex, lalu
terbagi lagi dalam traits, dan terbagi lagi dalam items. Misalnya,
system ekonomi dapat dibagi antara lain menjadi bertani. Untuk bertani
diperlukan bajak dan cangkul. Kedua alat tersebut dapat dipisahkan
lagi menjadi unsur yang terkecil. Begitu pula dengan kebudayaan
nasional terdiri atas kebudayaan suku-bangsa yang merupakan
subkultur yang dapat dibagi lagi menurut daerah, agama, adapt
istiadat, dan sebagainya.
5. Kebudayaan mempunyai nilai
Nilai kebudayaan (culture value) adalah relative, tergantung pada
siapa yang memberikan nilai, dan alat pengukur apa yang
dipergunakan. Bangsa Timur misalnya, cenderung mempergunakan
ukuran rohani sebagai alat penilaiannya, sedangkan bangsa Barat
dengan ukuran materi (lihat kembali system nilai yang dikemukakan
Kluckhohn).
6. Kebudayaan mempunyai sifat statis dan dinamis
Kebudayaan dan masyarakat sebenarnya tidak mungkin statis 100
%, sebab jika hal itu terjadi sebaliknya dikatakan mati saja.
Kebudayaan dikatakan statis apabila suatu kebudayaan sangat sedikit
perubahannya dalam tempo yang lama. Sebaliknya apabila
kebudayaan cepat berubah dalam tempo singkat diakatakan
kebudayaan itu dinamis.
7. Kebudayaan dapat dibagi dalam bermacam-macam bidang atau
aspek
Ada kebudayaan yang sifatnya rohani dan ada yang sifatnya
kebendaan (spiritual and material culture), ada kebudayaan darat dan
ada kebudayaan meritim (terra and aqua culture), dan ada kebudayaan
menurut daerah (kebudayaan suatu suku bangsa atau subsuku
bangsa, areal cuture). Semuanya bergantung pada siapa yang mau
membedakannya dan untuk apa itu dilakukan.
C. Budaya Daerah
Indonesia terkenal sebagai bangsa yang memiliki budaya
majemuk (pluralistic). Faktor-faktor yang menyebabkan antara lain
wilayahnya, penduduknya dan kepentingannya sebagai berikut:
a. Wilayah
Wilayah Indonesia terdiri dari atas beribu-ribu pulau.
Menurut angka resmi terakhir Indonesia terdiri atas 13.677 pulau
(hitungan baru lebih dari 17.000 pulau). Hal tersebut menyebabkan
penduduknya hidup terpencar-pencar, yaitu menempati pulau yang
berbeda-beda. Selain itu, yang menempati pulau yang sama pun
masih dapat terpisahkan oleh sungai, danau, pegunungan, gunung,
dan teluk sehingga masih menimbulkan banyak perbedaan. Oleh
karena itu, tidaklah mengherankan apabila dalam Negara kepulauan
terdapat beraneka ragam kebudayaan yang makin menyatakan sifat
majemuknya.
b. Penduduk
Penduduk Indonesia terdiri atas bermacam-macam
keturunan, ras ataupun bangsa. Di Indonesia bagian timur, penduduk
asli Indonesia termasuk dalam ras Negroid subras Papua Melanesoid
dengan ciri-ciri kulit hitam, rambut kriting, dan badan kekar.
Sedangkan di Indonesia bagian barat, penduduk aslinya termasuk ras
Mongoloid subras Melayu dengan ciri-ciri kulit sawo matang, rambut
lurus, dan badan sedang.
Selain dari kedua subras tersebut, keanekaragaman bangsa
Indonesia masih ditambah lagi dengan penduduk hasil dari
perkawinan campuran. Pada umumnya dalam percampuran tersebut,
induknya berasal dari penduduk asli, sedangkan bapaknya dari
penduduk asing seperti Cina, Arab, India, dan Barat.
c. Kepentingan
Kepentingan manusia merupakan faktor lain yang
menimbulkan kebutuhan kebudayaan majemuk, terutama adalah
kepentingan yang menyangkut mata pencaharian. Berdasarkan mata
pencaharian, lahirlah yang disebut masyarakat petani, masyarakat
nelayan, masyarakat pegawai, dan sebagainya. Pendidikan yang
makin tinggi kedudukannya makin tinggi pula syaratnya. Peralatan
mereka juga berbeda, bajak berbeda dari perahu, jauh pula bedanya
dengan mesin tulis apalagi computer. Nelayan dan petani merasa tidak
terlalu terikat pada disiplin waktu, sedangkan bagi pegawai, soal
tersebut mutlak, begitu juga dalam praktiknya antarpetani atau nelayan
suatu daerah.
Dari ketiga faktor tersebut, timbullah yang dinamakan daerah
budaya (culturalarea atau kultuurprovinz) yang memiliki suatu budaya
yang khas yang membedakannya dengan daerah lain, dan suatu daerah
budaya tidaklah sama dengan daerah pemerintahan (public
administration atau political administration). Misalnya daerah Tingkat I
Sumatera Utara merupakan satu kesatuan pemerintahan propinsi, jika
dilihat dari segi budanya, di dalamnya ada daerah Melayu, Tapanuli, dan
Nias. Daerah suku Tapanuli pun dapat dibedakan lagi atas subsuku
Karo, Simalungun, Toba, Dairi, Angkola, dan Mandailing walaupun
kesemuanya merupakan suku Batak.
Bangunan rumah tradisional di Jawa memiliki tiga ciri khas
sebagai berikut:
1. Bangunan didirikan langsung di atas tanah, hal itu dimungkinkan
karena di daerah Jawa, bahaya banjir sudah tidak terlalu banyak
terjadi dan gangguan binatang buas pun sudah tidak ada.
2. Bangunan dibuat dalam ukuran kecil karena di daerah Jawa
merupakan tempat kediaman batih, yaitu rumah untuk ayah, ibu, dan
anak-anaknya.
3. Hiasan pada dinding rumah pada umumnya tidak dikenal, hal itu
disebabkan setelah mendapat pengaruh Islam, pemakaian hiasan
terutama berupa gambar atau patung binatang dan manusia dilarang.
Contoh rumah tradisional Jawa adalah joglo, limas an, dan
srotong atau doro gepak. Masing masing bentuk rumah tersebut
menunjukkan posisi sosial manusia dalam masyarakat. Joglo untuk kaum
bangsawan, limas an untuk kaum priyayi, srotong, atau doro gepak untuk
wong cilik.
Sedangkan bangunan tradisional di luar Jawa memiliki ciri-ciri
seperti berikut:
1. Bagunan dibuat berbentuk panggung (berdiri diatas tiang) dan sangat
kuat/kukuh karena memperhitungkan bahaya, seperti banjir yang
masih mudah melanda suatu daerah dan binatang buas yang masih
banyak berkeliaran. Pada zaman dahulu, rumah panggunga yang
kuat juga dibangun sebagai pertahanan dari serangan subsuku lain.
2. Bangunan dibuat dalam ukuran besar karena berfungsi sebagai rumah
keluarga (clan atau klen), yaitu orang yang satu keturunan bertempat
dalam satu rumah. Jadi rumah bukan saja tempat timggal ibu, bapak,
dan anak-anaknya, tetapi juga menantu dan keturunannya. Oleh
karena itu, di Sumatra Barat dikenal adanya rumah gadang (rumah
besar) dan di Kalimantan dikenal adanya rumah panjang (ukurannya
bisa sampai 200 m). 3 Hiasan rumah sangat meriah, seperti hiasan
geometris yang terdapat di Toraja (Sulewesi Selatan), Kalimantan,
Tapanuli (Sumatra Utara), dan Sumatra Barat. Di daerah-daerah yang
penduduknya bukan Islam hiasan rumah selain meriah juga dilengkapi
dengan gambar binatang dan manusia, sedangkan di Sumatra Barat
yang penduduknya umumnya beragama Islam, hiasannya berupa
tanaman (arabesk). Warna-warna yang mencolok seperti merah, putih,
dan hitam sangat banyak digemari.
Pakaian tradisional dari Jawa juga berbeda mencolok dengan yang di luar
Jawa. Beberapa ciri pakain tradisional Jawa untuk wanita, antara lain (1).
potongannya dibuat sedikit ketat sehingga bentuk tubuhnya asli tampak
jelas (2). menggunakan kain batik yang pemakaiannya juga ketat yang
mengakibatkan gerak wanitanya terbatas sehingga jalan pemakaian sangat
pelan (3). warna yang dipilih untuk baju tidak mencolok, umumnya lebih
disukai warna yang remang atau lembut, dan (4). perhiasan yang dikenal
pada umumnya kecil dan sederhana. Hal-hal demikian jauh berbeda
dengan pakaian tradisional wanita yang luar Jawa yang memiliki ciri-ciri
antara lain: (1). potongan baju dibuat longgar sehingga potongan tubuh
lebih aslinya kurang tampak jelas (2). mereka mengenakan kain sarung
yang merupakan hasil tenunan sehingga gerak pemakaiannya lebih gesit.
(3). warna kain yang dipilih pada umumnya mencolok seperti warna kuning,
merah, biru, dan hijau, dan (4). hiasan yang dipakai sangat mencolok,
selain warna kuning keemasan juga banyak jenis lain sehingga tampak
sarat. Misalnya, tusuk konde yang diberi hiasan sarat dan tinggi., kalung
yang berlenggek-lenggek, gelang yang bermacam-macam (di bahu, lengan,
kaki), dan ikat pinggang yang besar dan meriah. Contoh baju luar Jawa
adalah baju kurung, baju lengan panjang, baju bodo, dan sarung tenunan
dari Silungkang, Palembang, Bugis.
Pakaian tradisional pria dari Jawa memiliki ciri-ciri seperti
(1). mempergunakan blangkon sebagai penutup kepala, (2). baju dibuat
dari kain batik dan pemakaiaanya ketat melekat di kepala, (3). kainnya
berupa kain batik (dari jenis kainnya seseorang dapat dilihat status
sosialnya), dan, (4). keris merupakan bagian dari pakaian yang diselipkan
di belakang badan.
Sedangkan pakaian tradisional pria dari luar Jawa
memeliki ciri-ciri seperti, (1). mempergunakan tutup kepala berupa peci
atau destar dari kain tenun, (2). baju dan celana dari kain yang tipis dan
potongannya longgar sebagian dengan potongan model Cina, (3). senjata
merupakan pelengkap pakaian yang diselipkan di depan (perut), dan (4).
sarung meerupakan pelngkap yang dililitkan di pinggang atau disandang
di bahu.
Akibat makin mudahnya hubungan satu daerah lain, perebedaan
rumah dan pakaian tradisional antara Jawa dan luar Jawa makin
berkurang. Akibat itu pula, lahirlah yang disebut campuran budaya yang
merupakan daerah pertemuan antara dua atau lebih kebudayaan daerah
yang berbeda. Hal itu terjadi karena dalam satu daerah menetap orang-
orang yang berasal dari daerah yang berbeda, sehingga lama-kelamaan
antara mereka terjadi akultrasi. Misalnya daerah Jakarta, pakaian adatnya
merupakan campuran dari pakaian adat Jawa dan luar Jawa. Rumah-
rumah di kota luar Jawa makin banyak memakai gaya dari Jawa.
Dengan telah diterimanya Wawasan Nusantara sebagai milik
bangsa Indonesia, maka pemikiran Indonesia sebagai satu kesatuan
makin mantap. Hal-hal yang masih bersifat kedaerahaan berangsur-
angsur mengarah untuk dapat dijadikan milik bangsa. Contoh nyata dari
keadaan tersebut dapat dilihat dalam suatu pameran yang bertaraf
internasional. Dalam pameran tersebut, setiap budaya daerah Indonesia
dikatakan “Inilah Budaya Indonesia”.
D. Strategi Kebudayaan

Agar dapat menjangkau masa depan, dalam kebudayaan pun


diperlukan adanya strategi kebudayaan. Strategi berasal dari kata stratos
yang berarti pasukan dan kata agein yang berarti memimpin, sehingga
strategi berarti memimpin pasukan. Dalam menyusun pasukan penyerang
agar memperoleh kemenangan, pemimpin harus melihat ke depan
sehingga strategi kebudayaan mengandung pengertian bagaimana cara
atau usaha merencanakan dapat diwujudkan.
Menurut Sutan Takdir Alisyahbana, kebudayaan nasional Indonesia
yang disebutnya Kebudayaan Indonesia Raya harus diciptakan sebagai
sesuatu yang baru dengan mengambil banyak unsur kebudayaan Barat.
Unsur-unsur tersebut antara lain adalah teknologi, orientasi ekonomi,
keterampilan berorganisasi, dan ilmu pengetahuan. Sedangkan Sanusi
Pane berpendapat bahwa kebudayaan nasional Indonesia sebagai
kebudayaan Timur harus meninggatkan kerohanian, perasaan, dan
gotong-royong. Oleh karena itu, manusia Indonesia tidak boleh melupakan
sejarahnya. Dengan demikian, pendapat Sanusi Pane bertentangan
dengan pendapat Sutan Takdir Alisyahbana. Pendapat Sanusi Pane
hampir sama dengan Poerbatjara yaitu agar bangsa Indonesia lebih
banyak mempelajari sejarah dan kebudayaan untuk membangun
kebudayaan baru. Walau bagaimanapun, kebudayaan Indonesia harus
berakar pada kebudayaan suku-suku bangsa Indonesia. Hal itu juga
sejalan dengan pendirian Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa
kebudayaan-kebudayaan daerah.
Nasionalisme dan kebudayaan Indonesia makin matang setelah
zaman Jepang. Hal itu dapat dan telah dicatat dalam sejarah, antara lain
adalah dijadikannys bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi di Indonesia
dan setelah Indonesia merdeka, kebudayaan nasional Indonesia lebih
banyak dipraktikkan berdasarkan pemikiran yang dirasa paling baik untuk
saat itu, tetapi tetap memikirkan untuk menyusun konsepsinya yang
mendasar.
Kebudayaan nasional Indonesia, menurut Koentjaraningrat
mempunyai dua fungsi: 1 sebagai suatu system gagasan dan perlambang
yang memberi identitas kepada warga Negara Indonesia dan 2 sebagai
suatu system gagasan dan perlambang yang dapat dipakai oleh semua
warga Negara Indonesia yang bhineka itu untuk saling berkomunikasi,
sehingga hal tersebut tetap dapat memperkuat solidaritas. Agar dapat
mencapai kedua fungsi tersebut, masing-masing paling sedikitnya harus
dapat memenuhi tiga syarat. Fungsi pertama syaratnya adalah: (1). harus
merupakan hasil karya warga Negara Indonesia, (2). tema pemikirannya
atau wujudnya mengandung ciri-ciri khas Bangsa Indonesia, dan (3). oleh
sebanyak mungkin warga Indonesia harus dinilai sangat tinggi sehingga
dapat dijadikan sebagai kebanggaan.
Untuk fungsi kedua syarat pertama dan kedua sama dengam yang
terdapat dalam fungsi yang pertama, sedangkan syarat ketiga adalah
harus merupakan hasil karya dan tingkah laku warga Negara Indonesia
sehingga dapat dipahami oleh sebagian besar warga Indonesia yang
berasal dari kebudayaan suku-suku bangsa, umat beragama, dan cir-ciri
keturunan ras yang beraneka warna. Dengan cara demikian, kebudayaan
nasional Indonesia dapat menjadi “gagasan kolektif”(representation
collective) sehingga unsur-unsurnya dapat berfungsi sebagai wahana
komunikasi dan sebagai alat untuk menumbuhkan saling pengertian di
antara beraneka ragam manusia Indonesia sehingga dapat pula
mempertinggi rasa solidaritas bangsa.
Selanjutnya Koentjaraningrat menyebutnya adanya unsur-unsur
kebudayaan nasional Indonesia. Untuk memberi indentitas Indonesia
disebutnya bahasa Indonesia nasional, bahasa-bahasa daerah, teknologi
arkeologi dan prehistori, arsitektur tradisional, organist adapt untuk
mengelola irigasi di Bali, tata krama, adapt, ilmu obat-obatan tradisional,
dan macam-macam kesenian, seperti seni tekstil tradisional, seni suara
tradisional,seni tari tradisioanal, dan macam-macam kesenian seperti seni
tekstil tradisional, seni suara tradisional, seni tari tradisional, seni bela diri,
seni drama tradisional, dan sejenis musik.
Sedangkan untuk fungsi wahana komunikasi dan penguat solidaritas
nasional disebutnya bahasa Indonesia nasional, pengelolaan gaya
Indonesia, ideology Negara Pancasila, hukum nasional, tata krama
nasional, seni lukis masa kini, seni sastra dalam bahasa nasional, seni
drama masa kini, termasuk didalamnya seni film.
Telah menjadi ketetapan bangsa Indonesia bahwa Pancasila
merupakan dasar Negara, falsafah Negara, ideology Negara bangsa
Indonesia, serta merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Dengan berpijak pada paham tersebut, kebudayaan nasional Indonesia
perlu memiliki asas-asas yang bersumber pada Pancasila.
Untuk dapat menciptakan kebudayaan nasional Indonesia sebagai
kegiatan dan proses demi kejayaan bangsa dan Negara, diperlukan
adanya strategi yang tangguh. Oleh karena itu Drs. Slamet Sutrisno dalam
bukunya Sedikit Tentang Strategi Kebudayaan Nasional menyebutkan
lima buah langkah yaitu akultrasi, progresivitas, system pendidikan,
kebijaksanaan bahasa nasional, dan sosialisasi nilai-nilai Pancasila.
a. Akultrasi berarti percampuran dua atau lebih kebudayaan yang
dalam percampurannya masing-masing unsurnya lebih tampak.
Unsur kebudayaan asli Indonesia berasal dari kebudayaan daerah
yang tradisional. Pada masa sekarang ini kita tidak mungkin dapat
berkembang apabila tidak memperoleh pengaruh dari kebudayaan
asing. Dalam beberapa hal, kebudayaan asing memang sangat
diperlukan, tentunya yang positif, yaitu yang sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia dan bukan yang akan menghilangkan
kepribadian Indonesia.
b. Progresivitas berarti maju. Progresivitas dalam kebudayaan
mengandung pengertian bahwa kebudayaan itu harus bergerak
(culture change) maju sehingga harus mengarah ke masa depan.
Oleh karena itu, budaya teknologi dan pemikiran tentang ekonomi
yang telah banyak kita peroleh dari bangsa asinga harus diterapkan
dan dikembangkan demi kejayaan budaya masa depan. Misalnya,
dalam kegiatan sandiwara atau cerita daerah agar lebih menarik
dapat dikembangkan dalam wujud film yang mempergunakan
teknologi elektronika, kebudayaan wayang sebaiknya diceritakan
dalam bahasa Indonesia sehingga dapat dipahami oleh suku-suku
lain selain suku Jawa, dan tarian Aceh yang dinamis dijadikan milik
nasional.
c. Sistem pendidikan di Indonesia harus mampu menanamkan
kebudayaan sosial. Oleh karena itu, nilai-nilai pelajaran sejarah
kebudayaan yang sifatnya humanoira (manusiawi) perlu diberikan
kepada pelajar maupun mahasiswa agar mereka memperoleh
pengertian yang benar dan tepat tentang kebudayaan. Karena
generasi muda seperti inilah maka diharapkan adanya kreativitas
budaya yang nantinya dapat menjadi milik bangsa yang
membanggakan.
d. Kebijaksanaan bahasa nasional, bahasa Indonesia telah menjadi
bahasa resmi di Indonesia, melalui bahasa nasional tersebut telah
dilakukan komunikasi yang baik da efektif dalam menunjang
persatuan. Dengan adanya kebijaksanaan tersebut, setiap manusia
Indonesia dapat menangkap dan memahami berita- berita yang
terdapat dalam mass media, seperti surat kabar, radio, dan
televise sehingga wawasan mereka dapat bertambah dan berkembang.
Inilah hasil yang paling menonjol sebagai wujud kebudayaan
nasional.
e. Sosialisasi Pancasila yang dilakukan melalui Pendidikan Moral
Pancasila sekolah dasr dan menengah, dan mata kuliah
Pancasila di perguruan tinggi.
Selain kelima langkah tersebut, masih diperlukan satu langkah lain,
yaitu mengikutsertakan rakyat, sebab rakyat yang merupakan sumber
kekuatan, rakyat merupakan pendukung kebudayaan, dan untuk rakyat
juga semua ini dilakukan. Dari kehidupan rakyatlah dapat diperoleh
sumber budaya atau ilham bagi pencipta kebudayaan sehingga
kebudayaan yang diciptakan dapat mengakar pada rakyat.
Dengan rakyat sebagai pendukung budaya, kebudayaan dapat
lebih lestari dalam kehidupan masyarakat. Apabila rakyat tidak
diikutsertakan mengembangkan kebudayaan akan hancur karena tidak
ada pendukungnya.

You might also like