Professional Documents
Culture Documents
WAHYU HIDAYAT
07 151 027
Fakultas Ekonomi
Universitas Andalas
2010
Perbandingan Pembiayaan Pendidikan
Di Indonesia Dengan Mexico
A. Indonesia
Pembukaan UUD ’45 menyatakan bahwa negara berkewajiban untuk melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa,
memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
Pasal 31 UUD ’45 lebih tegas menyatakan tentang hak warga negara atas pendidikan
dan kewajiban negara memberikan pendidikan kepada warganya. Pasal 31 menyatakan 1)
setiap warga berhak mendapat pendidikan, 2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya, 3) negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran
pendapatan belanja daerah (APBD).
Ketentuan UUD di atas menunjukkan bahwa pendidikan berkualitas memang menjadi
salah satu titik tekan kebijakan umum pemerintah Indonesia sedari awal. Pendiri negara pada
saat itu menyadari betul pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa.
Meski tercantum secara ideal dalam RPJM namun kenyataannya pemerintah masih
belum memiliki kemauan politik kuat membuat pendidikan sebagai prioritas utama dalam
kebijakannya. Salah satu indikasinya adalah alokasi anggaran pemerintah bidang pendidikan
yang sangat tidak mencukupi. Pemerintah dalam APBN 2005 mengalokasikan sejumlah Rp
25,710 triliun untuk anggaran bidang pendidikan. Jumlah ini hanyalah 9.7% saja dari total
anggaran APBN. Dari jumlah tersebut Dirjend Pendidikan Dasar dan Menengah (Disdakmen)
mendapatkan jatah sebesar Rp 11,357 triliun.
Pemerintah beralasan bahwa kemampuan APBN negara tidak memungkinkannya untuk
memenuhi kewajiban yang diembankan UUD ’45 harus mengalokasikan paling kurang 20%
APBN untuk bidang pendidikan. Dengan alokasi anggaran yang demikian rendah, pemerintah
sulit untuk mengimplementasikan cita-cita pendidikan gratis dan bermutu sebagaimana yang
diamanahkan dalam undang-undang.
Latar belakang persoalan anggaran yang rendah pemerintahan
mengambil beberapa kebijakan sebagai berikut :
4. Program BOS
Secara nominal, alokasi dana bantuan operasional sekolah (BOS) sebesar Rp235 ribu per
siswa SD/MI dan Rp324,5 ribu per siswa SMP/MTs per tahun terhitung besar. Sepanjang sejarah
republik, inilah dana operasional terbesar yang pernah diterima oleh sekolah. Dalam berbagai
kesempatan para birokrat pendidikan berusaha meyakinkan masyarakat bahwa BOS dapat
menutupi seluruh biaya operasional sekolah. Argumennya sebagaimana diungkapkan Dirjen
Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, 90% SD/MI dan SMP/MTs memungut
iuran di bawah nilai BOS. Sisanya, tujuh persen memungut iuran sama dengan atau sedikit lebih
tinggi dari nilai BOS dan tiga persen lainnya bisa dikategorikan sebagai sekolah elite.
B. Mexico
Meksiko memiliki penduduk terbesar di Amerika Latin. Negara ini memiliki mutu modal
manusia yang relatif rendah dan merupakan negara yang miskin di bidang sosial maupun
ekonomi. Masalah terberat, sebagai negara miskin adalah harus memiliki konsentrasi yang lebih
besar terhadap penduduk miskin dan penduduk pribumi (pedalaman) yang kurang mampu
menambah dana federal. Pendidikan di negara ini sangat kekurangan sarana dan prasarana,
seperti buku-buku bagi anak-anak suku pribumi.
Setelah krisis ekonomi Mexico di tahun 1995, Presiden Ernesto Zedillo membuat
program pengentasan kemiskinan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu modal manusia.
Program ini dikenal dengan nama Progresa, dan dimulai pada tahun 1997 sebagai suatu pilot
project. Pada tahun 2002, program ini diperbesar dan diperbaiki menjadi apa yang saat ini
dikenal dengan nama Programa de Desarrollo Humano Oportunidades. Kelompok miskin
biasanya tidak memiliki aset produktif, akses kepada pendidikan yang merupakan aset jangka
panjang bagi pengentasan kemiskinan. Diharapkan dengan diberantasnya kemiskinan, maka
tingkat pendidikan di Meksiko akan semakin baik.
Satu mekanisme yang dapat secara cepat menyentuh kelompok miskin adalah transfer
sosial. Transfer sosial dapat berupa bantuan tunai, barang (in-kind) ataupun kupon (vouchers).
Conditional Cash Transfer (CCT) adalah satu program intervensi pengentasan kemiskinan
berbasis transfer tunai. Prinsip targeting ini mengentaskan kemiskinan dengan mengidentifikasi
secara tepat siapa dan dimana lokasi satu keluarga miskin, dan selanjutnya intervensi akan
diterapkan kepada keluarga tersebut. Dengan transfer tunai, keluarga miskin akan secara
langsung dapat meningkatkan pengeluaran rumah tangganya, dan pada gilirannya membawa
keluarga ini ke atas garis kemiskinan yang telah sebelumnya ditetapkan.
Pada tahun 2004, program Programa de Desarrollo Humano Oportunidades ini
mengintervensi sejumlah 5 juta keluarga, yang meliputi sekitar 18% dari total penduduk
Mexico. Intervensi dilakukan di sejumlah 86 ribu lokasi, yang sekitar 96 persennya ada di daerah
perdesaan dengan penduduk kurang dari 2.500 orang. Keseluruhan intervensi ini berlokasi di
sekitar 2.435 daerah setingkat kabupaten/kota di Indonesia.
Saat itu, program Progresa ini menghabiskan sekitar USD 2,5 juta (atau sekitar 0,3
persen dari GDP Mexico). Jenis intervensi meliputi :
transfer tunai untuk pengeluaran keluarga, suplemen gizi untuk balita berumur
4-23 bulan dan anak gizi buruk berumur 2-5 tahun, dan perempuan hamil atau
menyusui.
Komponen kedua, ialah 'transfer makanan' yang nilainya sebesar 125 pesos
untuk setiap keluarga. Jumlah ini diberikan apabila keluarga yang bersangkutan
secara reguler melakukan pemeriksaan kesehatan, dan juga workshop bulanan
tentang nutrisi dan kebersihan. Selain itu, keluarga dengan anak di bawah tiga
tahun menerima suplemen nutrisi bulanan (dalam bentuk in-kind). Secara
umum, nilai transfer yang diterima satu keluarga adalah sekitar 20 persen dari
total pengeluran konsumsi RT. Uang bantuan tersebut diberikan kepada ibu,
dengan harapan dapat memberi dampak maksimal kepada anak. Nilai transfer
juga disesuaikan dengan inflasi setiap enam bulan.
Dalam program ini, kegiatan pemantauan memegang peranan penting. Pemantuan
memastikan bahwa rumah tangga penerima transfer ini memenuhi seluruh syarat yang
ditetapkan. Pemantauan juga perlu secara kontinu dijalankan untuk memastikan bahwa rumah
tangga tersebut bisa segera keluar dari status miskin, melalui penggunaan transfer tunai
tersebut dengan baik dan benar.
Namun, transfer tunai yang diterapkan melalui program negara ini seringkali dianggap
bukan sebagai jalan keluar berkelanjutan dari suatu intervensi pengentasan kemiskinan.
Metode pengentasan kemiskinan ini dipercaya menciptakan ketergantungan kepada bantuan
pemerintah. Cara ini tidak merangsang satu keluarga untuk secara aktif berusaha keluar dari
status miskin. Padahal, keaktifan ini penting bagi keluarga tersebut jika ingin secara permanen
keluar dari kemiskinan itu sendiri.