You are on page 1of 11

A.

Latar Belakang

Sistem pendidikan di Indonesia masih dapat dikatakan belum mampu mengatasi


berbagai permasalahan sosial di masyarakat, seperti korupsi, kolusi, perkosaan,
penyalahgunaan narkotika, tawuran, kenakalan remaja, dan tindakan anti sosial yang
lain. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena masih banyaknya sekolah-sekolah
yang terlalu menekankan segi kognitif saja, tetapi kurang menekankan segi nilai
kemanusiaan yang lain seperti emosionalitas, religiusitas, sosialitas, spiritualitas,
kedewasaan pribadi, afektivitas, dan lain-lain (Rejeki, 2005).
Dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah, siswa
berhadapan dengan, pilihan, keputusan, keraguan, orang tua, guru, teman, polisi,
satpam, pedagang, preman, sopir, pengemis, dan masih banyak lagi. Pertemuan siswa
dengan berbagai macam karakter manusia meninggalkan kesan tersendiri bagi dirinya.
Kesan yang membekas tersebut diharapkan adalah kesan yang baik bukan kesan yang
buruk. Masalah-masalah yang muncul akibat pertemuan dengan beraneka macam
karakter orang, akan sangat berimbas pada kehidupan sehari-harinya. Apabila masalah-
masalah tersebut tidak segera ditangani maka ditakutkan para generasi muda akan
menjadi penyandang masalah sosial.
Pada umumnya sebagian besar waktu siswa, dihabiskan di lingkungan sekolah.
Maka dari itu, tugas sekolah dalam mengawasi, menyelesaikan, dan melakukan
tindakan preventif pada permasalahan siswanya bukanlah hal yang terlampau sulit,
apabila terdapat sinergis antara sekolah, warga sekolah, wali siswa, masyarakat sekitar,
dan yang terpenting adalah siswa sebagai subjek pendidikan.
Siswa belajar di sekolah tidak hanya membutuhkan ilmu pengetahuan tetapi juga
butuh adanya kesadaran sosial yang berarti kesiapan untuk melihat segala situasi di
dalam kesadaran akan diri sendiri dan tidak hanya untuk orientasi suatu tindakan
dengan tugas-tugas dan tujuan segera tapi untuk dasar mereka pada visi yang lebih
komprehenship. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sekolah sebagai salah satu
lembaga pendidikan diharapkan mampu menciptakan generasi yang tidak hanya
berilmu pengetahuan saja, tetapi juga generasi yang matang dan memiliki kesadaran
sosial dalam kehidupan di masyarakat (Rejeki, 2005).
Konselor sekolah sebagai pelaksana pelayanan konseling di sekolah mempunyai
tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan BK terhadap

1
2

sejumlah peserta didik. Pelayanan BK di sekolah merupakan kegiatan untuk membantu


siswa dalam upaya menemukan dirinya, penyesuaian terhadap lingkungan serta dapat
merencanakan masa depannya (Ifdil, - ). Pada hakikatnya pelaksanaan BK di sekolah
untuk mencapai Tri Sukses, yaitu: sukses bidang akademik, sukses dalam persiapan
karir, dan sukses dalam hubungan kemasyarakatan (Prayitno dalam Ifdil, - ).
Semua pendidik, termasuk di dalamnya konselor, melakukan kegiatan
pembelajaran, penilaian, pembimbingan, dan pelatihan dengan berbagai muatan dalam
ranah belajar kognitif, afektif, psikomotor, serta keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa (Ifdil, - ). Dalam melakukan Konseling dalam hal ini Guru BP/
BK, mengacu pada asas dan prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah sebagaimana
telah diamanatkan oleh Undang-undang No 20 Tahun 2003. Sehingga hakikat
pelaksanaan BK di sekolah yakni Tri Sukses : (sukses bidang akademik, sukses dalam
persiapan karir, dan sukses dalam hubungan kemasyarakatan) dapat tercapai yang pada
akhirnya akan menjadi manfaat bagi siswa sebagai subjek pendidikan nasional.

B. Praktik Bimbingan dan Konseling di Sekolah Saat Ini

Pada saat ini konseling di Indonesia belum sampai pada kondisi yang mapan,
namun sudah menyesuaikan diri dengan perubahan global. Bimbingan konseling di
sekolah setidaknya sudah dilakukan secara benar, hal ini bisa dilihat dari sisi filosofis,
psikologis, dan sosial budaya yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Secara filosofis bimbingan konseling di lapangan ditujukan untuk seluruh siswa


dengan menggunakan berbagai strategi (pengembangan pribadi, sosial, akademik,
karir, dan dukungan sistem, meliputi ragam dimensi (masalah setting, metode, dan
lama waktu layanan); Bimbingan konseling di sekolah saat ini ditujukan untuk
mengembangkan seluruh potensi siswa secara optimal, mencegah terhadap
timbulnya masalah dan memecahkan masalah siswa; Program BK di sekolah saat
ini dilaksanakan secara terpadu, kerjasama antara personel BK dengan personel
sekolah lainnya, dan keluarga. Model bimbingan di atas menunjukkan bahwa :
3

a. Bimbingan berpandangan bahwa manusia itu merupakan suatu kesatuan,


pengaruh terhadap satu bagian dari seorang manusia akan mempengaruhi
keseluruhannya.
b. Pada diri setiap individu terdapat tenaga yang mendorongnya untuk tumbuh
dan berkembang secar positif ke arah yang sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuan dasar individu tersebut.
c. Setiap individu mempunyai kebebasan untuk memilih yang diikuti oleh
tanggung jawab.

d. Manusia tidak kaku terhadap pengalamannya.

2. Secara psikologis BK di sekolah saat ini, Konselor memberikan layanan psikologis


dalam suasana pedagogis, jadi konselor memberikan layanan psikopedagogis
dalam seting persekolahan. Penanganan masalah yang dihadapi oleh klien
dilakukan dengan langsung berhubungan dengan klien yang bersangkutan. Masalah
yang dihadapi tidak dibatasi pada bidang-bidang tertentu (sosial saja) tetapi bisa
juga menyangkut masalah pribadi, akademik, sosial, dan lain sebagainya.

3. Secara sosial budaya, adanya standar perilaku konselor yang dimuat dalam kode
etik konselor yang juga telah dilaksanakan oleh para konselor di sekolah antara
lain: konselor sekolah menghormati harkat pribadi, integritas, dan keyakinan klien,
konselor tidak mengadakan pembedaan klien atas dasar suku, bangsa, warna kulit,
agama, atau status sosial ekonomi; konselor dalam konselingnya menganut etika
ketimuran.

Untuk menjalankan bimbingan konseling sekolah secara baik untuk


mengembangkan siswa sehingga mendukung pada pembelajaran serta prestasi, maka
pelayanan bimbingan konseling oleh guru BK harus mengacu pada prosedur yang ada,
untuk menghindari penyimpangan peranan guru BK serta kewenanganya di sekolah,
jadi disusunlah prinsip-prinsip dan landasan layanan bimbingan konseling sekolah
(Djawad, 2005).
4

C. Asas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Konselor sekolah adalah penyelenggara kegiatan BK di sekolah Istilah konselor


secara resmi digunakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 dengan
menyatakan “konselor adalah pendidik” dan dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2005 menyatakan “konselor adalah pelaksana pelayanan
konseling di sekolah” yang sebelumnya menggunakan istilah petugas BP, guru BP/ BK
dan guru pembimbing (Ifdil, - ).

Dalam Surat Keputusan Bersama Mendikbud dan Kepala BAKN No. 0433/P/1993
dan No. 25 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru
Pembimbing dan Angka Kreditnya dijelaskan bahwa guru pembimbing (konselor
sekolah) adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang.
Konselor sekolah merupakan salah satu jabatan pendidik, dan telah diakui oleh
undang-undang dan peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Maka dari itu pekerjaan
konselor sekolah adalah pekerjaan profesional, sehingga kegiatan pelayanan bimbingan
dan konseling merupakan pekerjaan profesional oleh sebab itu praktiknya harus
mengikuti asas dan prinsip bimbingan dan konseling sekolah yang telah disusun
sebelumnya.

1. Asas Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional maka


dari itu, harus dilaksanakan sesuai dengan kaidah atau asas tertentu yang sesuai.
Asas dalam bimbingan dan konseling dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian (Slameto
1986 dalam Tohirin, 2007 ), yaitu :

a. Asas-asas Bimbingan dan Konseling yang Berkaitan dengan Individu (Siswa).


5

1) Tiap-tiap siswa mempunyai kebutuhan,


2) Ada perbedaan di antara siswa (individual differences).
3) Tiap-tiap individu (siswa) ingin menjadi dirinya sendiri.
4) Tiap-tiap individu (siswa) memiliki dorongan untuk menjadi matang.

5) Tiap-tiap siswa mempunyai masalah dan memmpunyai dorongan untuk


menyelesaikannya.

b. Asas-asas Bimbingan dan Konseling yang Berkaitan dengan Praktik atau


Pekerjaan Bimbingan.
1) Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut
dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang
menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan
tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing
berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan
itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2) Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/ menjalani
pelayanan/ kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini guru
pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan
tersebut.
3) Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/ kegiatan bersifat
terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan
tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan
materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini
guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli
(konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas
kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi
sasaran pelayanan/ kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing
terlebih dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4) Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif
di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini
6

guru pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap


pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5) Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk
pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli)
sebagai sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi
konseli-konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri
sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan
serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu
mengarahkan segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang
diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian konseli.
6) Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan
konseli (konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan
dengan “masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak
dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat
sekarang.
7) Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama
kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang
serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya
dari waktu ke waktu.
8) Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang
dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang,
harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan
pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan
dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap
pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya.
9) Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan
norma yang ada, yaitu nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat
7

istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah


pelayanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat
dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan
nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemampuan
konseli memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma
tersebut.
10) Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas
dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar
ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru
pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis
pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik
bimbingan dan konseling.

11) Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan
pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu
permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu
kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih
tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian
pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata
pelajaran/ praktik dan lain-lain.

2. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fondasi atau


landasan bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep
filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan
bantuan atau bimbingan, baik di Sekolah/ Madrasah maupun di luar Sekolah/
Madrasah (Sudrajat, 2008). Prinsip-prinsip itu adalah :

a. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti
bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak
8

bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-
anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan
dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada
penyembuhan (kuratif) ; dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada
perseorangan (individual).
b. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat
unik (berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk
memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti
bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun
pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
c. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli
yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan
dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan
pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang
menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara
untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan
dorongan, dan peluang untuk berkembang.
d. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya
tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala
Sekolah/ Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka
bekerja sebagai teamwork.
e. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan
konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat
melakukan pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan
untuk memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat
penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan
oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-
timbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui
pengambilan keputusan yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara
tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan.
Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk
memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan.
9

f. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan)


Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di
Sekolah/ Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/ industri,
lembaga-lembaga pemerintah/ swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang
pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi,
sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

Pendapat lain menyatakan bahwa dalam melaksanakan pelayanan Bimbingan


dan Konseling di Sekolah/ Madrasah ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan
di antaranya adalah (Tohirin, 2007) :

a. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan ;


1) Melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku,
agama, dan status sosial.
2) Memperhatikan tahapan perkembangan.
3) Perhatian adanya perbedaan individu dalam layanan.

b. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan yang dialami individu ;


1) Menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap
penyesuaian pengaruh lingkungan, baik di rumah, sekolah dan masyarakat
sekitar.
2) Timbulnya masalah pada individu oleh karena adanya kesenjangan sosial,
ekonomi dan budaya.

c. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan Bimbingan dan


Konseling :
1) Bimbingan dan konseling bagian integral dari pendidikan dan
pengembangan individu, sehingga program bimbingan dan konseling
diselaraskan dengan program pendidikan dan pengembangan diri peserta
didik.
2) Program bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan
kebutuhan peserta didik maupun lingkungan.
3) Program bimbingan dan konseling disusun dengan mempertimbangkan
adanya tahap perkembangan individu.
10

4) Program pelayanan bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian hasil


layanan.

d. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan ;


1) Diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara
mandiri membimbing diri sendiri.
2) Pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya atas kemauan
diri sendiri.
3) Permaslahan individu dilayani oleh tenaga ahli/ profesional yang relevan
dengan permasalahan individu.
4) Perlu adanya kerja sama dengan personil sekolah dan orang tua dan bila
perlu dengan pihak lain yang berkewenangan dengan permasalahan
individu.
5) Proses pelayanan bimbingan dan konseling melibatkan individu yang telah
memperoleh hasil pengukuran dan penilaian layanan.

D. Kesimpulan

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan “konselor adalah pendidik”


dan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005
mengemukakan “konselor adalah pelaksana pelayanan konseling di sekolah”.
Dalam Pasal 39 Ayat 2 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyebutkan:
”Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.
11

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa seorang konselor juga


merupakan pendidik, yaitu tenaga profesional yang bertugas: (1) merencanakan dan
menyelenggarakan proses pembelajaran, (2) menilai hasil pembelajaraan (3)
melakukan pembimbingan dan pelatihan. Arah pelaksanaan pembelajaran dan
penilaian hasil pembelajaran yang dimaksud adalah melaksanakan pelayanan
bimbingan dan konseling yaitu berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung
konseling dan berbagai keterkaitannya serta penilaiannya (Ifdil, - ).
Pekerjaan Bimbingan dan Konseling di kerjakan oleh seorang Konselor Sekolah,
Konselor sekolah merupakan tenaga profesional yang sejajar dengan guru, maka dari
itu dalam melakukan setiap proses bimbingan dan konseling harus mematuhi asas dan
prinsip tertentu dan pemegang jabatan tersebut juga adalah dari kalangan profesional.
Sehingga masalah-masalah kesiswaan dapat teratasi dengan cepat dan tepat. Apabila
masalah dapat dicegah atau diatasi dengan baik maka akan menguntungkan semua
pihak terutama siswa itu sendiri yang berperan sebagai subjek pendidikan.

Daftar Pustaka

Djawad, D. (2005). Pendidikan dan Konseling di Era Global. Bandung : Rizqi Pers.

Ifdil. (tanpa tahun). Konselor Sekolah. Diunduh dari http://konselingindonesia.com/

Rejeki, S. (2005). Kompetensi Sosial Ditinjau dari Harga Diri dan Religiusitas pada
Siswa Program Akselerasi dan Siswa Program Reguler. Tesis. Yogyakarta :
Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada.

Sudrajat, A. (2008). Fungsi, Prinsip, dan Asas Bimbingan dan Konseling. Diunduh dari
http://konselingindonesia.com/

Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

You might also like