You are on page 1of 12

ASAS DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah : Bimbingan dan Konseling Sekolah

Dosen Pengampu : Zidni Imawan Muslimin, S. Psi., M. Si.

Disusun Oleh :

Prayoga Adhitama NIM.07710018

PROGAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
2010
A. Latar Belakang

Sistem pendidikan di Indonesia masih dapat dikatakan belum mampu mengatasi


berbagai permasalahan sosial di masyarakat, seperti korupsi, kolusi, perkosaan,
penyalahgunaan narkotika, tawuran, kenakalan remaja, dan tindakan anti sosial yang lain.
Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena masih banyaknya sekolah-sekolah yang
terlalu menekankan segi kognitif saja, tetapi kurang menekankan segi nilai kemanusiaan
yang lain seperti emosionalitas, religiusitas, sosialitas, spiritualitas, kedewasaan pribadi,
afektivitas, dan lain-lain (Rejeki, 2005).
Dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah, siswa
berhadapan dengan, pilihan, keputusan, keraguan, orang tua, guru, teman, polisi, satpam,
pedagang, preman, sopir, pengemis, dan masih banyak lagi. Pertemuan siswa dengan
berbagai macam karakter manusia meninggalkan kesan tersendiri bagi dirinya. Kesan
yang membekas tersebut diharapkan adalah kesan yang baik bukan kesan yang buruk.
Masalah-masalah yang muncul akibat pertemuan dengan beraneka macam karakter orang,
akan sangat berimbas pada kehidupan sehari-harinya. Apabila masalah-masalah tersebut
tidak segera ditangani maka ditakutkan para generasi muda akan menjadi penyandang
masalah sosial.
Pada umumnya sebagian besar waktu siswa, dihabiskan di lingkungan sekolah. Maka
dari itu, tugas sekolah dalam mengawasi, menyelesaikan, dan melakukan tindakan
preventif pada permasalahan siswanya bukanlah hal yang terlampau sulit, apabila terdapat
sinergis antara sekolah, warga sekolah, wali siswa, masyarakat sekitar, dan yang
terpenting adalah siswa sebagai subjek pendidikan.
Siswa belajar di sekolah tidak hanya membutuhkan ilmu pengetahuan tetapi juga
butuh adanya kesadaran sosial yang berarti kesiapan untuk melihat segala situasi di dalam
kesadaran akan diri sendiri dan tidak hanya untuk orientasi suatu tindakan dengan tugas-
tugas dan tujuan segera tapi untuk dasar mereka pada visi yang lebih komprehenship.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan
diharapkan mampu menciptakan generasi yang tidak hanya berilmu pengetahuan saja,
tetapi juga generasi yang matang dan memiliki kesadaran sosial dalam kehidupan di
masyarakat (Rejeki, 2005).
Konselor sekolah sebagai pelaksana pelayanan konseling di sekolah mempunyai
tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan BK terhadap
sejumlah peserta didik. Pelayanan BK di sekolah merupakan kegiatan untuk membantu

1
siswa dalam upaya menemukan dirinya, penyesuaian terhadap lingkungan serta dapat
merencanakan masa depannya (Ifdil, - ). Pada hakikatnya pelaksanaan BK di sekolah
untuk mencapai Tri Sukses, yaitu: sukses bidang akademik, sukses dalam persiapan karir,
dan sukses dalam hubungan kemasyarakatan (Prayitno dalam Ifdil, - ).
Semua pendidik, termasuk di dalamnya konselor, melakukan kegiatan pembelajaran,
penilaian, pembimbingan, dan pelatihan dengan berbagai muatan dalam ranah belajar
kognitif, afektif, psikomotor, serta keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa (Ifdil, - ). Dalam melakukan Konseling dalam hal ini Guru BP/ BK, mengacu pada
asas dan prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah sebagaimana telah diamanatkan
oleh Undang-undang No 20 Tahun 2003. Sehingga hakikat pelaksanaan BK di sekolah
yakni Tri Sukses : (sukses bidang akademik, sukses dalam persiapan karir, dan sukses
dalam hubungan kemasyarakatan) dapat tercapai yang pada akhirnya akan menjadi
manfaat bagi siswa sebagai subjek pendidikan nasional.

B. Praktik Bimbingan dan Konseling di Sekolah Saat Ini

Pada saat ini konseling di Indonesia belum sampai pada kondisi yang mapan, namun
sudah menyesuaikan diri dengan perubahan global. Bimbingan konseling di sekolah
setidaknya sudah dilakukan secara benar, hal ini bisa dilihat dari sisi filosofis, psikologis,
dan sosial budaya yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Secara filosofis bimbingan konseling di lapangan ditujukan untuk seluruh siswa


dengan menggunakan berbagai strategi (pengembangan pribadi, sosial, akademik,
karir, dan dukungan sistem, meliputi ragam dimensi (masalah setting, metode, dan
lama waktu layanan); Bimbingan konseling di sekolah saat ini ditujukan untuk
mengembangkan seluruh potensi siswa secara optimal, mencegah terhadap timbulnya
masalah dan memecahkan masalah siswa; Program BK di sekolah saat ini
dilaksanakan secara terpadu, kerjasama antara personel BK dengan personel sekolah
lainnya, dan keluarga. Model bimbingan di atas menunjukkan bahwa :

2
a. Bimbingan berpandangan bahwa manusia itu merupakan suatu kesatuan, pengaruh
terhadap satu bagian dari seorang manusia akan mempengaruhi keseluruhannya.
b. Pada diri setiap individu terdapat tenaga yang mendorongnya untuk tumbuh dan
berkembang secar positif ke arah yang sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan
dasar individu tersebut.
c. Setiap individu mempunyai kebebasan untuk memilih yang diikuti oleh tanggung
jawab.

d. Manusia tidak kaku terhadap pengalamannya.

2. Secara psikologis BK di sekolah saat ini, Konselor memberikan layanan psikologis


dalam suasana pedagogis, jadi konselor memberikan layanan psikopedagogis dalam
seting persekolahan. Penanganan masalah yang dihadapi oleh klien dilakukan dengan
langsung berhubungan dengan klien yang bersangkutan. Masalah yang dihadapi tidak
dibatasi pada bidang-bidang tertentu (sosial saja) tetapi bisa juga menyangkut masalah
pribadi, akademik, sosial, dan lain sebagainya.

3. Secara sosial budaya, adanya standar perilaku konselor yang dimuat dalam kode etik
konselor yang juga telah dilaksanakan oleh para konselor di sekolah antara lain:
konselor sekolah menghormati harkat pribadi, integritas, dan keyakinan klien,
konselor tidak mengadakan pembedaan klien atas dasar suku, bangsa, warna kulit,
agama, atau status sosial ekonomi; konselor dalam konselingnya menganut etika
ketimuran.

Untuk menjalankan bimbingan konseling sekolah secara baik untuk mengembangkan


siswa sehingga mendukung pada pembelajaran serta prestasi, maka pelayanan bimbingan
konseling oleh guru BK harus mengacu pada prosedur yang ada, untuk menghindari
penyimpangan peranan guru BK serta kewenanganya di sekolah, jadi disusunlah prinsip-
prinsip dan landasan layanan bimbingan konseling sekolah (Djawad, 2005).

3
C. Asas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Konselor sekolah adalah penyelenggara kegiatan BK di sekolah Istilah konselor


secara resmi digunakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 dengan
menyatakan “konselor adalah pendidik” dan dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 22 Tahun 2005 menyatakan “konselor adalah pelaksana pelayanan
konseling di sekolah” yang sebelumnya menggunakan istilah petugas BP, guru BP/ BK
dan guru pembimbing (Ifdil, - ).

Dalam Surat Keputusan Bersama Mendikbud dan Kepala BAKN No. 0433/P/1993
dan No. 25 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru
Pembimbing dan Angka Kreditnya dijelaskan bahwa guru pembimbing (konselor
sekolah) adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang.
Konselor sekolah merupakan salah satu jabatan pendidik, dan telah diakui oleh
undang-undang dan peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Maka dari itu pekerjaan
konselor sekolah adalah pekerjaan profesional, sehingga kegiatan pelayanan bimbingan
dan konseling merupakan pekerjaan profesional oleh sebab itu praktiknya harus
mengikuti asas dan prinsip bimbingan dan konseling sekolah yang telah disusun
sebelumnya.

1. Asas Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional maka dari


itu, harus dilaksanakan sesuai dengan kaidah atau asas tertentu yang sesuai. Asas
dalam bimbingan dan konseling dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian (Slameto 1986
dalam Tohirin, 2007 ), yaitu :

a. Asas-asas Bimbingan dan Konseling yang Berkaitan dengan Individu (Siswa).


1) Tiap-tiap siswa mempunyai kebutuhan,
2) Ada perbedaan di antara siswa (individual differences).

4
3) Tiap-tiap individu (siswa) ingin menjadi dirinya sendiri.
4) Tiap-tiap individu (siswa) memiliki dorongan untuk menjadi matang.

5) Tiap-tiap siswa mempunyai masalah dan memmpunyai dorongan untuk


menyelesaikannya.

b. Asas-asas Bimbingan dan Konseling yang Berkaitan dengan Praktik atau


Pekerjaan Bimbingan.
1) Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut
dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang
menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan
tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing
berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu
sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.
2) Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
adanya kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/ menjalani
pelayanan/ kegiatan yang diperlukan baginya. Dalam hal ini guru pembimbing
berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan tersebut.
3) Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/ kegiatan bersifat
terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang
dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari
luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru
pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli (konseli).
Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan
adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran pelayanan/
kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus
bersikap terbuka dan tidak berpura-pura.
4) Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di
dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru
pembimbing perlu mendorong konseli untuk aktif dalam setiap
pelayanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
5) Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menunjuk pada
tujuan umum bimbingan dan konseling, yakni: konseli (konseli) sebagai

5
sasaran pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi konseli-
konseli yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan
lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta
mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan
segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi
berkembangnya kemandirian konseli.
6) Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan konseli
(konseli) dalam kondisinya sekarang. Pelayanan yang berkenaan dengan
“masa depan atau kondisi masa lampau pun” dilihat dampak dan/atau
kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang.
7) Asas Kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (konseli) yang sama
kehendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang
serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari
waktu ke waktu.
8) Asas Keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang
dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang,
harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara guru pembimbing dan
pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan
konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/kegiatan
bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9) Asas Keharmonisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki
agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan
pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, yaitu
nilai dan norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan,
dan kebiasaan yang berlaku. Bukanlah pelayanan atau kegiatan bimbingan dan
konseling yang dapat dipertanggungjawabkan apabila isi dan pelaksanaannya
tidak berdasarkan nilai dan norma yang dimaksudkan itu. Lebih jauh,
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling justru harus dapat
meningkatkan kemampuan konseli memahami, menghayati, dan mengamalkan
nilai dan norma tersebut.

6
10) Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar
pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar
kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini, para pelaksana pelayanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli
dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing
harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan
kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan
konseling.

11) Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan dan konseling yang
menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan
pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu
permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada
pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus
dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru
pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/
praktik dan lain-lain.

2. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai fondasi atau landasan
bagi pelayanan bimbingan. Prinsip-prinsip ini berasal dari konsep-konsep filosofis
tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan bantuan atau
bimbingan, baik di Sekolah/ Madrasah maupun di luar Sekolah/ Madrasah (Sudrajat,
2008). Prinsip-prinsip itu adalah :

a. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti
bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau konseli, baik yang tidak
bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak,
remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam
bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan
(kuratif) ; dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan
(individual).
b. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi. Setiap konseli bersifat unik
(berbeda satu sama lainnya), dan melalui bimbingan konseli dibantu untuk
memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga berarti

7
bahwa yang menjadi fokus sasaran bantuan adalah konseli, meskipun pelayanan
bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
c. Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam kenyataan masih ada konseli
yang memiliki persepsi yang negatif terhadap bimbingan, karena bimbingan
dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat berbeda dengan
pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses bantuan yang
menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk
membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan,
dan peluang untuk berkembang.
d. Bimbingan dan konseling Merupakan Usaha Bersama. Bimbingan bukan hanya
tugas atau tanggung jawab konselor, tetapi juga tugas guru-guru dan kepala
Sekolah/ Madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka
bekerja sebagai teamwork.
e. Pengambilan Keputusan Merupakan Hal yang Esensial dalam Bimbingan dan
konseling. Bimbingan diarahkan untuk membantu konseli agar dapat melakukan
pilihan dan mengambil keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk
memberikan informasi dan nasihat kepada konseli, yang itu semua sangat penting
baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan konseli diarahkan oleh
tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi konseli untuk memper-timbangkan,
menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui pengambilan keputusan
yang tepat. Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan
bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan
adalah mengembangkan kemampuan konseli untuk memecahkan masalahnya dan
mengambil keputusan.

f. Bimbingan dan konseling Berlangsung dalam Berbagai Setting (Adegan)


Kehidupan. Pemberian pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di Sekolah/
Madrasah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan/ industri, lembaga-
lembaga pemerintah/ swasta, dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan
bimbingan pun bersifat multi aspek, yaitu meliputi aspek pribadi, sosial,
pendidikan, dan pekerjaan.

Pendapat lain menyatakan bahwa dalam melaksanakan pelayanan Bimbingan dan


Konseling di Sekolah/ Madrasah ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan di
antaranya adalah (Tohirin, 2007) :

8
a. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan ;
1) Melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama,
dan status sosial.
2) Memperhatikan tahapan perkembangan.
3) Perhatian adanya perbedaan individu dalam layanan.

b. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan yang dialami individu ;


1) Menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap
penyesuaian pengaruh lingkungan, baik di rumah, sekolah dan masyarakat
sekitar.
2) Timbulnya masalah pada individu oleh karena adanya kesenjangan sosial,
ekonomi dan budaya.

c. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan Bimbingan dan


Konseling :
1) Bimbingan dan konseling bagian integral dari pendidikan dan pengembangan
individu, sehingga program bimbingan dan konseling diselaraskan dengan
program pendidikan dan pengembangan diri peserta didik.
2) Program bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan
kebutuhan peserta didik maupun lingkungan.
3) Program bimbingan dan konseling disusun dengan mempertimbangkan adanya
tahap perkembangan individu.

4) Program pelayanan bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian hasil


layanan.

d. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan ;


1) Diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara
mandiri membimbing diri sendiri.
2) Pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya atas kemauan diri
sendiri.
3) Permaslahan individu dilayani oleh tenaga ahli/ profesional yang relevan
dengan permasalahan individu.
4) Perlu adanya kerja sama dengan personil sekolah dan orang tua dan bila perlu
dengan pihak lain yang berkewenangan dengan permasalahan individu.

9
5) Proses pelayanan bimbingan dan konseling melibatkan individu yang telah
memperoleh hasil pengukuran dan penilaian layanan.

D. Kesimpulan

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan “konselor adalah pendidik” dan


dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2005 mengemukakan
“konselor adalah pelaksana pelayanan konseling di sekolah”.
Dalam Pasal 39 Ayat 2 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyebutkan:
”Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa seorang konselor juga merupakan
pendidik, yaitu tenaga profesional yang bertugas: (1) merencanakan dan
menyelenggarakan proses pembelajaran, (2) menilai hasil pembelajaraan (3) melakukan
pembimbingan dan pelatihan. Arah pelaksanaan pembelajaran dan penilaian hasil
pembelajaran yang dimaksud adalah melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling
yaitu berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling dan berbagai
keterkaitannya serta penilaiannya (Ifdil, - ).
Pekerjaan Bimbingan dan Konseling di kerjakan oleh seorang Konselor Sekolah,
Konselor sekolah merupakan tenaga profesional yang sejajar dengan guru, maka dari itu
dalam melakukan setiap proses bimbingan dan konseling harus mematuhi asas dan
prinsip tertentu dan pemegang jabatan tersebut juga adalah dari kalangan profesional.
Sehingga masalah-masalah kesiswaan dapat teratasi dengan cepat dan tepat. Apabila

10
masalah dapat dicegah atau diatasi dengan baik maka akan menguntungkan semua pihak
terutama siswa itu sendiri yang berperan sebagai subjek pendidikan.

Daftar Pustaka

Djawad, D. (2005). Pendidikan dan Konseling di Era Global. Bandung : Rizqi Pers.

Ifdil. (tanpa tahun). Konselor Sekolah. Diunduh dari http://konselingindonesia.com/

Rejeki, S. (2005). Kompetensi Sosial Ditinjau dari Harga Diri dan Religiusitas pada Siswa
Program Akselerasi dan Siswa Program Reguler. Tesis. Yogyakarta : Sekolah Pasca
Sarjana, Universitas Gadjah Mada.

Sudrajat, A. (2008). Fungsi, Prinsip, dan Asas Bimbingan dan Konseling. Diunduh dari
http://konselingindonesia.com/

Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

11

You might also like