You are on page 1of 22

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan izin-
Nya juga sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Ketrampilan dasar
praktik Klinik untuk kebidanan yang membahas khususnya sub bahasan tentang
mobilisasi dan pengaturan posisi”.  Alhamdullilah tugas ini dapat diselesaikan dengan
lancar. Penulisan tugas ini selain bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen pengasuh mata kuliah juga sebagai salah satu sarana bagi penyusun
untuk lebih dapat memahami tentang fungsi dan tujuan mobilisasi dan pengaturan posisi
sebagai ketrampilan dasar yang sangat dibutuhkan bagi tenaga paramedis.
Tugas ini penulis susun dari hasil studi pustaka yang penulis peroleh dari buku
yang berkaitan dengan KDPK dan berbagai sumber tulisan yang menbahas tentang
mobilisasi dan pengaturan posisi pada praktik klinik, tak lupa penyusun ucapkan terima
kasih kepada pengajar mata kuliah atas bimbingan dan arahan dalam penulisan tugas ini.
Juga kepada rekan-rekan yang telah membantu baik materi maupun moril sehingga tugas
ini dapat terselesaikan.
Saya berharap, dengan membaca tugas yang saya susun ini dapat memberi
manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita tentang KDPK
khususnya masalah mobilitas dan pengaturan posisi. Memang tugas ini masih jauh dari
sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan
menuju arah yang lebih baik.

Manna, Januari 2010


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG.


Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan
hidupnya. Untuk mempertahankan keseimbangan tersebut manusia mempunyai
kebutuhan tertentu yang harus terpenuhi dengan baik. Abraham Maslow
mengemukakan Teori Hierarki Kebutuhan yang menyatakan bahwa setiap
manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu: Kebutuhan fisiologis merupakan
kebutuhan paling dasar pada manusia, Kebutuhan rasa aman dan perlindungan
dibagi menjadi : a)      Perlindunngan fisik meliputi perlindungan atas ancaman
terhadap tubuh atau hidup, b) Perlindungan psikologis, yaitu perlindungan atas
ancaman dari pengalaman yang baru dan asing. Kebutuhan rasa cinta, yaitu
kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki. Kebutuhan akan harga diri maupun
perasaan dihargai oleh orang lain. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan
kebutuhan tertinggi dalam hierarki Maslow, berupa kebutuhan.
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Pada
dasarnya, setiap orang memiliki kebutuhan yang sama. Akan tetapi karena
terdapat perbedaan budaya, maka kebutuhan tersebutpun ikut berbeda. Dalam
memenuhi kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada.
Lalu jika gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berfikir keras dan
bergerak untuk berusaha mendapatkan.Pemenuhan kebutuhan dasar pada
manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai berikut :1. Penyakit, 2.
Hubungan keluarga, 3. Konsep diri, 4. Tahap perkembangan.
Kebutuhan fisiologis atau kebutuhan fisik manusia merupakan kebutuhan
yang paling mendasar yang harus terpenuhi agar kelangsungan hidup bisa
bertahan. Ada beberapa kebutuhan fisik manusia yang akan dibahas yaitu
Mobilisasi yang merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur serta pengaturan posisi sebagai salah satu cara
mengurangi resiko menghindari terjadinya dekubitus / pressure area akibat
tekanan yang menetap pada bagian tubuh dan Mempertahankan posisi tubuh
dengan benar sesuai dengan body aligmen (Struktur tubuh).

1.2. PERUMUSAN MASALAH


Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini
penulis memperoleh hasil yang di inginkan, maka  penulis mengemukakan beberapa
rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:
1.     Apakah mobilisasi dalam KDPK ?
2. Apasaja pengaturan Posisi dalam KDPK ?

1.3. TUJUAN
Tujuan dari penyusunan tugas ini antara lain:
1. Untuk memenuhi apa dan bagaimana mobilisasi sesuai dengan ketrampilan
dasar praktik klinik.
2. Untuk mengetahui pengaturan posisi dan fungsi posisi dalam Ketrampilan
dasar praktik klinik.
BAB II
METODE PENULISAN

2.1. OBJEK PENULISAN


Objek penulisan tugas ini adalah mengenai Ketrampilan Dasar Praktik
KKlinik Untuk Kebidanan, Khususnya tentang mobilisasi dan pengaturan posisi.
Dalam tugas ini dibahas mengenai pengertian mobilisasi dan segala hal yang
berkaitan dengan mobilisasi serta pengaturan posisi dan fungsi pengaturan itu
sendiri yang digunakan dalam praktik klinik.

2.2. DASAR PEMILIHAN OBJEK


Tugas ini membahas mengenai mobilisasi dan pengaturan posisi yang
merupakan Ketrampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kebidanan. Yang digunakan
sebagai dasar dalam praktik klinik khususnya untuk kebidanan.

2.3. METODE PENGUMPULAN DATA


Dalam pembuatan tugas ini, metode pengumpulan data yang digunakan
adalah studi pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan
permasalahan yang diangkat dalam tugas ini yaitu dengan Ketrampilan Dasar
Praktik Klinik khususnya dalam bahasan tentang mobilisasi dan pengaturan
posisi yang digunakan dalam praktik klinik kebidanan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Mobilisasi
3.1.1. Pengertian Mobilisasi
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan
dengan bebas, mudah dan teratur (kosier, 1989).
3.1.2. Tujuan dari mobilisasi
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Mempertahankan tingkat kesehatan
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari
5. Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh ketahanan otot dan kekuatan
otot.
3.1.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi Mobilisasi
1. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas seseorang,
karena gaya hidup berdampak pada perilaku dan kebiasaan.
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan
kesehatan tetang mobilisasi seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi
dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya
berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.
2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilisasinya karena dapat mempengaruhi fungsi system tubuh misalnya;
seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas.
Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri
mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus
istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA
yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda
mobilisasinya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilisasinya dibandingkan
dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
4. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilisasinya di bandingkan dengan orang sehat apalagi
dengan seorang pelari.
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilisasiny dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya
akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang
sering sakit.

3.1.4. Jenis-Jenis Mobilisasi


1. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf motoris
volunteer dan sensoris untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilisasi sebagian
Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan yang jelas sehingga tidak mampu bergerak secara bebas
karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motoris dan sensoris pada area
tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilisasi sebagian
pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motoris dan sensoris.
Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Mobilisasi sebagian temporer merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatr.ya sementara. Hal tersebut dapat :
disebabkan oleh trauma reversibe) pada sistem muskuloskeletal, seperti
adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilisasi sebagian permanen merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya tetap. Hal tersebut disebabkan
oleh rusaknya sistem saraf yang irreversibel. Contohnya terjadinya
hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
dan untuk kasus poliomielitis terjadi karena terganggunya sistem saraf
motdris dan sensoris.
3.1.5. Tipe persendian dan pergerakan sendi
Dalam sistim muskuloskeletal dikenal 2 maca persendian yaitu sendi
yang dapat digeragan (diartroses) dan sendi yang tidak dapat digerakan
(siartrosis).
Mobilsasi yang dilakukan pada tubuh pasien berdasarkan:
A. Aktive Room
a. Leher
 Fleksi: kepala digerakan menunduk kedepan 90 derajat dengan dagu
diatas dada.
 Ekstensi: Kepala digerakan 90 derajat keatas dengan posisi lurus
dengan badan
 Hypereksitensi : kepala ditarik kebelakang 90 derajat dengan posisi
mengadah keatas
 Lateral fleksi: kepala ditekukan kesamping 90 derajat menuiu bahu
 Rotasi: kepala digerakan dalam posisi melingkar 90 derajat kekanan
dan 90 derajat kekiri dan depan dari belakang.
b. Bahu
 Fleksi : lengan ditingkat 180 derajat dan samping menuju keatas
sampai diatas kepaia
 Ekstensi : digerakan keposisi istirahat disamping badan
 Hyperekstensi: lengan digerakan kebelakang badan dengan sudut 50
derajat
 Abduksi : lengan ditarik keatas samping badan dengan punggung
tangan diaias, digerakan kesisi badan 180 derajat keposisi diatas
kepala
 Rotasi Eksterna : dengan lengan disamping, tekukan siku, lengan
digerakkan kedepan dan kebelakang 90 derajat sehingga telepak
tangan menghadap kedepan.
 Rotasi interna : dengan lengan disamping tekukan siku, lengan
digerakkan kebelakang 90 derajat sehingga felapak tangan
menghadap kebelakang.
 Sinkumduksi : lengan digerakan dengan lingkaran 360 derajat diputar
sepanjang sisi badan.
c. Siku
 Fleksi : siku ditekuk dengan telapak tangan menghadap muka, dengan
sudut 150 derajat menuju bahu
 Ekstensi: siku dari posisi fleksi diluruskan kembali
d. Lengan Bawah
 Supinasi: lengan bawah diputar 90 derajat sampai telapak tangan
menghadap kebawah
 Pronasi: lengan bawah diputar 90 derajat sampai telapak tangan kanan
mengahadap kebawah.

e. Pergelangan Tangan
 Fleksi: Tangan ditekuk 90 derajat kebawah dengan telapak tangan
mengahadap kebawah
 Ekstensi: tangan digerakan 90 aerajat dengan posisi lurus dengan
lengan
 Hyperekstensi: tangan ditekuk keatas, punggung tangan diatas dengan
sudut 90 derajat.
 Abduksi: pergelangan tangan, dengan jari-jari dirapatkan ditekuk
keluar menuju ula
 Abduksi: pergelangan tangan dengan jari-jari dirapatkan ditekuk ke
depan menuju radius.
f. Jari dan Ibu Jani
 Fleksi: Jari-jari digenggamkan
 Ekstensi: Jari digerakan 90 derajat lurus dengan lengan dengan
telapak tangan menghadap ke bawah.
 Hyperekstensi : jari-jari dengan felapak tangan kebawah, ditekuk
keatas menuju punggung tangan 45 derajat
 Abduksi: jan dan ibu /ari dibentangkan/direngangkan 30 derajat
 Abduksi: jari dan ibu jari dirapatkan bersama 30 derajat
 Posisi Ibu jari : ibu jari ditekuk kedalam memutar menuju kelingking
dikuti oleh jari-jari yang lain.
g. Pinggul
 Fleksi : tungkai digerakan keatas kemuka 90 derajat
 Ekstensi : tungkai digerakan kembali ke posisi lurus sejajar dengan
tubuh
 Hyperekstensi: tungkai digerakan kebelakang tubuh 50 derajat
 Sirkumduksi: tungkai digerakan dalam lingkaran 360 derajat
 Abduksi: iungkai digerakan kesamping menjauhi tubuh 45 derajat
 Abduksi: tungkai digerakan kesamping mendekati tubuh 45 derajat
 Rotasi Interna : tungkai dan kaki diputar kedalam 90 derajat
 Rotasi Eksterna : tungkai dan kaki diputar kedalam 90 derajat
h. Lutut
 Fleksi. lutut ditekuk diangkat kebelakang dan atas 90 derajat
 Akstensi : Lutut digerakan kembali sejajar tubuh
i. Pergelangan Kaki
 Planfar Fleksi: kaki digerakan kebawah 45 derajat
 Dorsi Fleksi: kaki digerakan keatas 45 derajat
 Enversi: sisi luar kaki ditekuk kesamping keluar diputar
 Inversi: kaki diputar dengan sisi medial, diputar kedalam
j. Jari Kaki
 FIeksi jari-jari ditekuk kebawah 90 derajat
 Ekstensi : jari-jari sejajar kembali dengan punggung
 Hyperekstensi : jari-jari ditekuk keatas 45 derajat
 Abduksi : jari-jari digerakan menjauhi satu sama lain 15 derajat
 Abduksi : jari-jari digerakan menapat
k. Pinggang
 Fleksi pinggang ditekuk kedepan 90 derajat
 Ekstensi : pinggang diluruskan kembali
 Hyperekstensi: pinggang ditarik kebelakang 30 derajat
 Lateral Fleksi: tubuh ditarik kekedua sisi 45 derajat
 Rotasi : tangan dipinggang digerakan melingkar 360 derajat
B. PASSIVE ROOM
Posisi Supinasi
a. Lengan dan Bahu
Lengan klien disamping tubuh, tangan kanan penolong memegang
pergelangan tangan pasien dan tangan kiri disiku pasien.
 Fleksi dan rotasi eksternai bahu
 Abduksi dan rotasi eksternai bahu
 Abduksi bahu
 Rotasi interna dan eksterna bahu
 FIeksi dan ekstensi siku
 Pronasi dan supinasi lengan bawah
b. Tangan dan pergelangan tangan
Tangan kiri penolong diatas punggung tangan, tangan kanan memegang
jari-jari tangan :
 Hyperekstensi pergelangan tangan, fleksi jari-jari
 Hyperekstensi pergelangan tangan, ekstensi jari-jari
c. Pinggul dan Tungkai
Tangan kiri perawat dibawah lutut pasien dan memegangnya, tangan
kanan perawat ditumit pasien untuk plantar fleksi, tangan kiri perawat
diats pergelangan kaki pasien dan tangan kanan memegang jari kaki
 Plantar fleksi kaki
 Inversi dan eversi kaki
 Fleksi dan ekstensi jari kaki
Posisi telungkup dan miring
 Hyperekstensi Bahu
 Hyperekstensi pinggul

3.1.6. Toleransi aktifitas


Penilaian tolerasi aktifitas sangat penting terutama pada klien dengan
gangguan kardiovaskuler seperti Angina pektoris, Infark, Miocard atau pada
klien dengan immobiliasi yang lama akibat kelumpuhan.Hal tersebut biasanya
dikaji pada waktu sebelum melakukan mobilisasi, saat mobilisasi dan setelah
mobilisasi.
Tanda – tanda yang dapat di kaji pada intoleransi aktifitas antara lain (Gordon,
1976).
a. Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur
b. Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol / hipotensi
orthostatic.
c. Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal.
d. Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan.
e. Kecepatan dan posisi tubuh.disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan
ketidak stabilan posisi tubuh.
f. Status emosi labil.
3.1.7. Masalah fisik
Masalah fisik yang dapat terjadi akibat immobilisasi dapat dikaji / di
amati pada berbagai sistim antara lain :
a. Masalah musculoskeletal
Menurunnya kekuatan dan kemampuan otot, atropi, kontraktur, penurunan
mineral, tulang dan kerusakan kulit.
b. Masalah urinary
Terjadi statis urine pada pelvis ginjal, pengapuran infeksi saluran kemih dan
inkontinentia urine.
c. Masalah gastrointestinal
Terjadinya anoreksia / penurunan nafsu makan diarrhoe dan konstipasi.
d. Masalah respirai
Penurunan ekspansi paru, tertumpuknya sekret dalam saluran nafas, ketidak
seimbangan asam basa (CO2 O2).
e. Masalah kardiofaskuler
Terjadinya hipotensi orthostatic, pembentukan trombus.

3.1.8. Upaya Pencegahan Terjadinya Masalah Akibat Kurangnya Mobilisasi


Upaya Pencegahan Terjadinya Masalah akibat kurangnya mobilisasi
antara lain :
1. Perbaikan status gizi
2. Memperbaiki kemampuan mobilisasi
3. Melaksanakan latihan pasif dan aktif
4. Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan body aligmen
(Struktur tubuh).
5. Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik (mobilisasi untuk
menghindari terjadinya dekubitus / pressure area akibat tekanan yang
menetap pada bagian tubuh.

3.2. PENGATURAN POSISI


Pengaturan posisi yang dapat dilakukan pada pasien ketika mendapatkan
perawatan, dengan tujuan untuk kenyamanan pasien, pemudahan perawatan dan
pemberian obat, menghindari terjadinya pressure area akibat tekanan yang
menetap pada bagian tubuh tertentu.
Pengaturan posisi antara lain adalah : Posisi fowler,

3.2.1. Posisi Fowler


Posisi setengah duduk atau duduk, bagian kepala tempat tidur lebih tinggi
atau dinaikkan. Untuk fowler (45°-90°) dan semifowler(15°-45°). Dilakukan
untuk mempertahankan kenyamanan, memfasilitasi fungsi pernapasan, dan untuk
pasien pasca bedah.
Cara Pelaksanaan :
a. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
b. Dudukkan pasien
c. Berikan sandaran pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk
posisi untuk fowler ( 900) dan Semifowler ( 30 – 450 ).
d. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.
Gambar. Cara posisi fowler
3.2.2. Posisi Sim
Posisi miring ke kanan atau ke kiri. Dilakukan untuk memberi
kenyamanan dan untuk mempermudah tindakan pemeriksaan rectum atau
pemberian huknah atau obat-obatan lain melalui anus.
Cara Pelaksanaan :
a. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
b. Pasien dalam keadaan berbaring. Kemudian apabila dimiringkan kekiri
dengan posisi badan setengah telungkup, maka lutut kaki kiri diluruskan serta
paha kanan ditekuk diarahkan ke dada. Tangan kiri di belakang punggung
dan tangan kanan didepan kepala.
c. Bila pasien miring kekanan, posisi bdan setengah telungkup dan kaki kanan
lurus, sedangkan lutut dan paha kiri ditekuk dan diarahkan ke dada. Tangan
kanan dibelakang punggung dan tangan kiri didepan kepala.

Gambar Cara Posisi Sim

3.2.3. Posisi Trendelenburg


Posisi pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah
daripada bagian kaki. Dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak,
dan pada pasien shock dan pada pasien yang dipasang skintraksi pada kakinya.
Cara Pelaksanaan :
a. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
b. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang. Letakkan bantal di antara kepala
dan ujung tempat tidur pasien, serta berikan bantal dibawah lipatan lutut.
c. Pada bagian kaki tempat tidur, berikan balok penopang atau atur tempat tidur
secara khusus dengan meninggikan bagian kaki pasien.
Gambar. Posisi Trendelenburg

3.2.4. Posisi Dorsal Recumbent


Posisi berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau
direnggangkan) diatas tempat tidur. Dilakukan untuk merawat dan memeriksa
genetalia serta proses persalinan.
Cara Pelaksanaan :
a. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
b. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, pakaian bawah di buka
c. Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur dan
renggangkan kedua kaki.
d. Pasang selimut
Gambar. Dorsal Recumbent
3.2.5. Posisi Litotomi
Posisi berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke atas bagian perut. Dilakukan untuk memeriksa genetalia pada
proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
Cara Pelaksanaan :
a. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
b. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, angkat kedua paha dan tarik
kearah perut.
c. Tungkai bawah membentuk sudut 900 terhadap paha.
d. Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi litotomi
e. Pasang selimut
Gambar. Posisi Litotomi

3.2.6. Posisi Genu Pektoral


Posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada
bagian atas tempat tidur. Dilakukan untuk memeriksa daerah rectum dan sigmoid
dan untuk membantu merubah letak kepala janin pada bayi yang sungsang.
Cara Pelaksanaan :
a. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
b. Anjurkan pasien untuk berada dalam posisi menungging dengan kedua kaki
ditetuk dan dada menempel pada kasur tempat tidur
c. Pasang selimut pada pasien
Gambar. Posisi Genu Pektoral
3.3. MOBILISASI DENGAN MEMBERIKAN POSISI MIRING
Tujuan :
1. Mempertahankan bady aligment
2. Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi
3. Mengurangi Meningkatkan rasa nyaman
4. Kemungkinan terjadinya cedera pada perawat maupun klien
5. Mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat posisi
yang menetap.
Indikasi :
1. Penderita yang mengalami kelumpuhan baik hemiplegi maupun para plegi
2. Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi
3. Penderita yang mengalami pengobatan (immobilisasi)
4. Penderita yang mengalami penurunan kesadaran
Cara Pelaksanaan :
1. Berikan penjelasan kepada klien maksud dan tujuan di lakukan tindakan
mobilisasi ke posisi lateral.
2. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan untuk membatasi penyebaran
kuman ? micro organisme.
3. Pindahkan segala rintangan sehingga perawat leluasa bergerak.
4. Siapkan peralatan yang di perlukan.
5. Yakinkan bahwa klien cukup hangat dan privasy terlindungi.
Saran – saran atau hal – hal yang harus di perhatikan :
1. Perawat harus mengetahui teknik mobilisasi yang benar
2. Bila klien terlalu berat pastikan mencari pertolongan
3. Tanyakan kepada dokter tentang indikasi dan kebiasaan dilakukannya
mobilisasi
Persiapan alat :
1. Satu bantal penopang lengan
2. Satu bantal penopang tungkai
3. Bantal penopang tubuh bagian belakang
Cara kerja :
1. Angkat / singkirkan rail pembatas tempat tidur pada sisi di mana perawat
akan melakukan mobilisasi
2. Pastikan posisi pasien pada bagian tengah tempat tidur, posisi supinasi lebih
mudah bila di lakukan mobilisasi lateral
3. Perawat mengambil posisi sebagai berikut :
a. Perawat mengambil posisi sedekat mungkin menghadap klien di samping
tempat tidur lurus pada bagian abdomen klien sesuai arah posisi lateral
(misalnya; mau memiringkan kekana, maka perawat ada di samping
kanan klien)
b. Kepala tegak dagu di tarik ke belakang untuk mempertahankan punggung
pada posisi tegak.
c. Posisi pinggang tegak untuk melindungi sendi dan ligamen.
d. Lebarkan jarak kedua kaki untuk menjaga kestabilan saat menarik tubuh
klien
e. Lutut dan pinggul tertekuk / fleksi
4. Kemudian letakan tangan kanan lurus di samping tubuh klien untuk
mencegah klien terguling saat di tarik ke posisi lateral (sebagai penyangga).
5. Kemudian letakan tangan kiri klien menyilang pada dadanya dan tungkai kiri
menyilang diatas tungkai kanan dengan tujuan agar memberikan kekuatan sat
di dorong.
6. Kemudian kencangkan otot gluteus dan abdomen serta kaki fleksi bersiap
untuk melakukan tarikan terhadap tubuh klien yakinkan menggunakan otot
terpanjang dan terkuat pada tungkai dengan tujuan mencegah trauma dan
menjaga kestabilan.
7. Letakan tangan kanan perawat pada pangkal paha klien dan tangan kiri di
letakan pada bahu klien.
8. Kemudian tarik tubuh klien ke arah perawat dengan cara :
a. Kuatkan otot tulang belakang dan geser berat badan perawat ke bagian
pantat dan kaki.
b. Tambahkan fleksi kaki dan pelfis perawat lebih di rendahkan lagi untuk
menjaga keseimbangan dan ke takstabil
c. Yakinkan posisi klien tetap nyaman dan tetap dapat bernafas lega
9. Kemudian atur posisi klien dengan memberikan ganjaran bantal pada bagian
yang penting sebagai berikut :
a. Tubuh klien berada di sampingdan kedua lengan berada di bagian depan
tubuh dengan posisi fleksi, berat badan klien tertumpu pada bagian
skakula dan illeum. Berikan bantal pada bagian kepala agar tidak terjadi
abduksi dan adduksi ada sendi leher.
b. Kemudian berikan bantal sebagai ganjalan antara kedua lengan dan dada
untuk mencegah keletihan otot dada dan terjadinya lateral fleksi serta
untuk mencegah / membatasi fungsi internal rotasi dan abduksi pada bahu
dan lengan atas.
10. Berikan ganjalan bantal pada bagian belakang tubuh klien bila di perlukan
untuk memberikan posisi yang tepat
11. Rapikan pakayan dan linen klien serta bereskan alat yang tidak di gunakan.
12. Dokumentasikan tindakan yang telah di kerjakan.
BAB IV
KESIMPULAN

Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan
bebas. Tujuan dari mobilisasi antara lain : Memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Mencegah terjadinya trauma. Mempertahankan tingkat kesehatan. Mempertahankan
interaksi sosial dan peran sehari – hari. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.

Pengaturan posisi dilakukan ketika pasien mendapatkan asuhan. Pengaturan


Posisi antara lain : Posisi fowler (setengah duduk), Posisi litotomi, Posisi dorsal
recumbent, Posisi supinasi (terlentang), Posisi pronasi (tengkurap), Posisi lateral
(miring), Posisi sim, dan Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
DAFTAR PUSTAKA

Ketheleen Haerth Belland RN. BSN, Mary and Wells RN Msed, 1986, Chlinical
Nursing Prosedurs, California Jones and Bardlett Publishers Inc.
Diana Hestings. RGN RCNT. 1986, The Machmillan Guide to home Nursing London,
Machmillan London LTD. Ahli bahasa : Prilian Pranajaya, 1980 editor lilian
juwono Jakarta, Arcan.
Barbara Koezeir, Glenora Erb, 1983, Fundamental of Nursing, california Addison –
Wesly publishing Division.
Barbara Koezeir, Glenora Erb, Oliveri, 1988, Fundamental of Nursing, Philadelpia
Addison Wesly publishing Division.
Republika. Dekubitus. Available at: www.republika.co.id. Acessed Desember 2006.
Sanada, H. Pressure ulcers management. http://square.umin.ac.jp/sanada/english/show-
e.html. Accessed Desember 2006
Sato M., Sanada H., Konya C., et al. Prognosis stage I and related factors. International
Wound Journal. 2006;3:335-362
Sugama., J., Sanada, H., Kanagawa, K., et al . Risk factors of pressure sore
development, intensive care unit, Pressure – relieving care, the Japanese version
of the Braden Scale. Kanazawa Junior Collage, 1992, 16, 55-59
Suriadi, Sanada H, Kitagawa A, et.al. Study of reliability and validity of the braden scale
translated into indonesia. 2003. Master thesis. Kanazawa University, Japan
Sussman, C. & Bates-Jensen, B.M.. Wound Care: a collaborative practice manual for
physical therapist and nurses. Second Edition. Gaithersburg: AN Aspen
publication, 2001,235 – 260
http://yuwielueninet.wordpress.com/2008/03/25/KDPK/
http://xa-dewie.blogspot.com/2009/10/Prinsip kebutuhan dasar manusia.html
http://irm4chimut.wordpress.com/mobilisasi pasien dalam Ketrampilan dasar praktik
kebidanan.html
http://nursecerdas.wordpress.com/2009/02/05/217/
TUGAS
KETRAMPILAN DASAR PRAKTIK KLINIK
UNTUK KEBIDANAN
Tentang
MOBILISASI DAN PENGATURAN POSISI

Disusun Oleh :
NOKA RUTANI SARI
NIM. 090512
DOSEN PEMBIMBING :
MIKASMAN, S. Pd

Akademi Kebidanan Manna


Bengkulu Selatan
TA. 2009/2010

You might also like