Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Hari ini harus lebih baik daripada kemarin dan besok harus lebih baik
daripada hari ini, adalah ungkapan yang tepat untuk memotivasi diri baik bagi
individu maupun organisasi yang mempunyai cita-cita ingin terus maju.
Perubahan untuk menjadi lebih baik tidak akan terlepas dari sejumlah tantangan
yang akan terus menghadang. Apalagi di era yang penuh dengan persaingan dan
ketidakpastian. Berdasarkan konsep persaingan berbasis waktu maka siapa yang
cepat dia yang menang, baik lebih cepat dalam menawarkan produk baru dari
pesaingnya (fast to market) maupun kecepatan merespon permintaan pelanggan
terhadap produk yang telah ada (fast to product). Oleh karena itu organisasi yang
ingin terus berkembang harus merespon dengan cepat tantangan-tantangan yang
ada.
Restrukturisasi dan reengineering telah menjadi yang umum dalam dunia
korporasi di Amerika Serikat dan Eropa. Restrukturisasi disebut juga pengurangan
penghilangan lapisan adalah mengurangi ukuran perusahaan dalam artian jumlah
karyawan, jumlah divisi atau unit, dan tingkat hirarki dalam struktur organisasi
perusahaan. Pengurangan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas. Restrukturisasi berpihak pada kepentingan pemegang saham daripada
kepentingan karyawan.
Sebaliknya, reeginering lebih memihak kepentingan karyawan dan
konsumen dibanding pemegang saham. Reengineering disebut juga manajemen
proses, inovasi proses, dan desain ulang proses, meliputi konfigurasi ulang atau
desain ulang pekerjaan, tugas dan proses-proses untuk tujuan meningkatkan biaya,
kualitas, layanan, dan kecepatan. Reengineering ditandai dengan banyaknya
keputusan taktis (jangka pendek, memengaruhi fungsi bisnis yang spesifik),
sementara restrukturisasi ditandai oleh keputusan strategis (jangka panjang,
memengaruhi semua fungsi bisnis).
BAB II
PEMBAHASAN
Tidak ada organisasi atau individu yang dapat lari dari perubahan, namun
kesulitan yang dihadapi perubahan terjadi karena orang takut terjadi kerugian
secara ekonomis, ketidaknyamanan, ketidakpastian dan rusaknya pola social yang
normal. Hampir semua perubahan struktur, teknologi, orang atau strategi memiliki
potensi untuk merusak kenyamanan pola hubungan, untuk alasan inilah orang
menolak perubahan.
Penolakan terhadap perubahan (resistance to change) dapat dilihat
sebagai ancaman tunggal terbesar bagi keberhasilan implementasi strategi. Orang
sering kali menolak implementasi strategi karena mereka tidak mengerti apa yang
sedang terjadi atau mengapa perubahan perlu terjadi. Pada kasus ini, karyawan
harus membutuhkan informasi yang akurat. Implementasi strategi yang berhasil
bergantung pada kemampuan manajer menciptakan iklim yang kondusif bagi
perusahaan. Perubahan harus dilihat sebagai peluang daripada suatu ancaman oleh
manajer dan karyawan.
Terdapat beberapa pendekatan bagi mengimplementasikan perubahan, tiga
strategi yang bisa dipakai adalah strategi memaksakan perubahan, strategi
mengajarkan perubahan dan strategi menimbulkan keterkaitan dan merasionalkan
perubahan.
1. Strategi memaksakan perubahan (force change strategy) adalah
memberikan perintah dan mendorong perintah tersebut agar
dilaksanakan, strategi ini memiliki kelebihan berupa kecepatan,
namun menimbulkan rendahnya komitmen dan penolakan yang
kuat.
1. Restrukturisasi Bisnis
Yaitu penataan kembali rantai bisnis dengan tujuan untuk meningkatkan
keunggulan dan daya saing atau competitive advantage perusahaan.
Restrukturisasi bisinis dapat ditempuh melalui berbagai alternatif :
2. Restrukturisasi Keuangan
Yaitu penataan kembali struktur keuangan perusahaan untuk meningkatkan
kinerja keuangan perusahaan. Restrukturisasi keuangan dapat dilakukan
dengan beberapa alternatif yaitu :
3. Restrukturisasi Manajemen
Penataan manajemen dapat ditempuh dengan melalui beberapa cara yaitu :
Contoh lain adalah apabila dalam satu kantor cabang Pemasaran ada
dua orang pejabat yang sama sama bertanggung jawab terhadap tugas
yang sama walaupun Channel Tugasnya berbeda leburlah jadi satu
pejabat saja. Hal ini untuk menghindari Friksi dilapangan yang akan
berakibat tujuan penjualan secara Nasional tidak tercapai.
Fase Restrukturisasi
1. Risiko teknis (technical risk) yaitu risiko yang terjadi karena terbatasnya
kapabilitas teknologi yan digunakan organisasi dalam proses
reengineering.
5. Risiko proyek (project risk) adalah risiko yang bisa terjadi jika personel
pemroses data tidak memahami dan tidak familiar terhadap teknologi baru,
sehingga menimbulkan masalah-masalah yang kompleks.
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Clemons, E.K. 1995, Using Scenario Analysis to Manage the Strategic Risk of
Reengineering, Sloan Management Review, Summer : 61-71,
Grover, V.. Jeong, SR. Kettinger, JW. 1995, The Implementation of BPR, Journal
of Manajement Information System,p.109-144,
Khoong, CM., 1995.A Framework for Second Wave Reengineering and Intelegent
Systems. IEEE International Conference Systems, Man, and
Cybernetic, Oct, p.2239-2244,
Enam tahun yang lalu, Carly Fiona, CEO perempuan dan non-enjinir
pertama yang dimiliki perusahaan Teknologi Informasi (TI) terkemuka Hewlett-
Packard, Co. (HP), melakukan serangkaian perubahan untuk mengukuhkan posisi
HP, agar lebih baik dibandingkan IBM dan Dell. Ia mengubah prinsip pengelolaan
ke-80 unit bisnis HP dari desentralisasi menjadi terpusat. Ia merampingkan
perusahaan dengan merasionalkan ribuan karyawan di seluruh penjuru dunia,
termasuk beberapa eksekutif top yang kemudian hijrah ke perusahaan-perusahaan
terkemuka lainnya.
Di pihak lain, nilai kontrak yang ada juga tak seimbang dibandingkan
dengan jumlah karyawan. Alhasil, untuk sekedar menutup biaya operasional
sebesar Rp. 35 miliar/bulan, perusahaan harus melakukan tambal-sulam. Pada
jumat, 11 Juli 2003 Edwin Sudarmo, Direktur Utama PT.DI pun mengeluarkan
surat keputusan perumahan karyawan. Namun keputusan ini tidak langsung
Manajemen Stratejik
berjalan mulus, karena ditolak oleh tiga direktur serta gelombang demonstrasi
oleh karyawan. Dua contoh tersebut menunjukan bahwa upaya perubahan,
terutama perubahan tranformasional memerlukan biaya yang besar. Lalu apakah
sebaiknya perusahaan tidak perlu berubah ? berubah adalah suatu keharusan.
Perusahaan harus mampu bertindak adaptif, antisipatif, bahkan lebih baik lagi bila
dapat menjadi trendsetter atau pemicu perubahan. Keberanian perusahaan
menghadapi biaya berubah ditentukan oleh tiga faktor. Pertama adalah
ketidaknyamanan pada kondisi saat ini yang dihadapi, kedua kejelasan visi, dan
terakhir adalah kejelasan akan proses perubahan.