You are on page 1of 20

I.

Pengantar
Maksud dan Tujuan
Modul ini dibuat dengan maksud dan tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkaji dan memahami tujuan
pembahasan materi
2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut kecepatan
masing-masing
3. memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut cara dan
kebiasaan belajar masing-masing
4. Memberikan feedback yang banyak dan segera sehingga siswa dapat
memperbaiki kelemahan dalam menguasai materi bahasan
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguasai materi bahasan
secara tuntas dan menyeluruh

Dengan demikian, manfaatkanlah modul ini sebaik-baiknya

Petunjuk Penggunaan Modul


1. Bacalah, fahamilah dan dalamilah materi modul ini
2. Lakukan kegiatan pembelajaran modul ini sesuai dengan masing-masing
petunjuk
3. Tidak diperkenankan mengerjakan modul berikutnya sebelum modul ini
dianggap memenuhi dan/atau melampaui standar ketuntasan belajar minimal
(KKM)

Standar Kompetensi
Memahami berbagai peristiwa dan gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat, serta
menerapkan nilai dan norma dalam proses pengembangan kepribadian yang dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari dengan nilai-nilai akhlak mulia sehingga
mampu meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa.

Kompetensi Dasar
Siswa mampu mendeskripsikan sosialisasi sebagai proses dalam pembentukan
kepribadian serta dapat memberikan moral, menghaluskan budi pekerti dan
meningkatkan nilai-nilai kemanusiaan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
YME

Indikator
• Siswa mampu mengidentifikasi proses sosialisasi sebagai pembentuk
kepribadian.
• Siswa mampu memberi contoh faktor-faktor yang mempengaruhi proses
sosialisasi sebagai pembentuk kepribadian.
• Siswa mampu menunjukkan berbagai agen sosialisasi dalam pembentukkan
kepribadian
• Siswa memahami bahwa Tuhan menciptakan manusia sebagai mahluk sosial
yang harus berhubungan satu sama lainnya yang dilandasi nilai-nilai keimanan
dan ketaqwaan kepada Tuhan YME.

MODUL SOSIOLOGI 1
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
II. Materi

A. PENDAHULUAN

Apa yang akan terjadi apabila seseorang tidak pernah berhubungan, bergaul,
atau berkomunikasi dengan orang lain? Dapatkah ia berkembang sebagaimana
layaknya manusia? Untuk itu, mari kita simak kasus di bawah ini.

Isabela Malang yang Beruntung

Isabela adalah nama seorang anak perempuan. Selama 6 tahun awal kehidupannya, ia hidup
dalam sebuah kamar gelap yang terisolasi dari dunia luar. Keluarga ibu Isabela sangat malu atas
kelahirannya sebagai “anak haram”, sehingga menyembunyikannya dari dunia luar. Isabela tak
pernah berhubungan dengan orang lain kecali dengan ibunya, yang kebetulan bisu dan tuli.
Isabela akhirnya ditemukan oleh petugas sosial ketika ia dibawa kabur oleh ibunya dari
rumah keluarga mereka. Ketika ditemukan, Isabela tidak mampu berbicara. Satu-satunya
kemampuan berkomunikasi dengan ibunya adalah dengan bahasa isarat sederhana. Yang dapat ia
lakukan hanyalah mengeluarkan beberapa teriakan. Walaupun sudah berusia 6 tahun, namun
perilakunya masih mirip dengan bayi berusia 6 bulan.
Semasa kanak-kanak, Isabela sangat terkucil dan tidak mengalami sosialisasi. Karena selama
6 tahun ia hanya pernah melihat sedikit orang, maka ia selalu ketika kemudian harus berhadapan
dengan orang yang ia tak kenal. Ia akan bereaksi seperti binatang liar jika berhadapan dengan
orang asing. Ketika kemudian ia terbiasa melihat orang-orang tertentu, reaksinya berubah menjadi
sangat apatis.
Pada awalnya diduga Isabela tuli, namun kemudian terbukti bahwa ia dapat bereaksi
terhadap suara-suara yang ia dengar. Para pakar kemudian mengembangkan program sistematis
untuk menolong Isabela menyesuaikan diri dengan hubunga antar-manusia dan menjalani proses
sosialisasi.Setelah beberapa kali latihan, ia mulai mampu mengucapkan kata-kata. Meskipun pada
awalnya berjalan lambat, namun ia dapat dengan cepat melewati masa pertumbuhan sebagai anak
berusia 6 tahun.
Sesudah itu, setelah berlatih sekitar 2 bulan, ia mulai mampu berbicara dalm kalimat lengkap.
Sembilan bulan kemudian, ia sudah mampu memahami baik kata-kata maupun kalimat. Akhirnya,
menjelang usianya yang ke 9 tahun, Isabela sudah siap masuk sekolah umum bersama anak-anak
“normal” lainnya. Pada usia 14 tahun ia sudah duduk di kelas 6, belajar dengan baik di sekolah
dan mengalami penyesuaian emosi dengan baik pula.
(Disadur dari “Sociology” karya Richard T. Schaefer dan Robert P. Lamn, him 97-98)

Begitulah, Isabela yang semula tidak bisa bicara dan takut ketika bertemu
dengan oang asing, akhirnya bisa menjalani hidup normal seperti anak-anak lainnya.
Itu terjadi karena ia telah menjalani proses sosialisasi. Isabela bertemu dan
berinteraksi dengan orang banyak. Melalui proses sosialisasi itu ia memiliki
kepribadian yang sehat. Tapi, apa sesungguhnya proses sosialisasi itu? Apa pula
pembentukan kepribadian itu? Bagaimana kaitan antara sosialisasi dan
pembentukan kepribadian?

MODUL SOSIOLOGI 2
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
B. SOSIALISASI
Kasus di atas menunjukan bahwa
manusia memerlukan interaksi dengan
orang lain agar potensi kemanusiaanya
berkembang secara wajar. Manusia adalah
mahkluk social. Manusia membutuhkan
manusia lain agar ia dapat bertahan hidup.
Manusia memerlukan social. Manusia
memerlukan sosialisasi. Apa sesungguhnya
arti dan inti dari sosialisasi? Mengapa
sosialisasi itu sangat penting dalam hidup
manusia?

1. Pengertian Menurut Para Ahli

Ada banyak definisi tentang sosialisasi. Macionis (1997: 123) misalnya menyebut
sosialisasi sebagai pengalaman social sepanjang hidup yang memungkinkan
seseorang mengembangkan potensi kemanusiaanya dan mempelajari pola-pola
kebudayaan.
Horton & Hunt (1987: 89) mendefinisikan sosialisasi sebagai proses di mana
seorang menginternalisasikan norma-norma kelompok tempat ia hidup, sehingga
berkembang menjadi satu pribadi yang unik.
Giddens (1994: 60) melukiskan proses sosialisai sebagai sebuah proses yang
terjadi ketika seorang bayi yang lemah berkembang secara aktif melalui tahap demi
tahap sampai akhirnya menjadi pribadi yang sadar akan dirinya sendiri, pribadi
yang berpengetahuan, dan terampil akan cara hidup dalam kebudayaan tempat ia
tinggal.
Ritcher Jr (1987: 139) berpendapat bahwa sosialisasi adalah proses seseorang
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukannya agar dpat
berfungsi sebagai orang dewasa dan sekaligus sebagai pemeran aktif dalam satu
kedudukan atau peranan tertentu di masyarakatnya.
Broom & Selznic (1961: 79) menyatakan bahwa sosialisasi adalah proses
membangun atau menanamkan nilai-nilai kelompok pada siri seseorang,. Dari segi
masyarakat, sosialisasi adalah cara untuk mensransmisikan kebudayaan dan cara
bagaimana seseorang di sesuaikan ke dalam cara kehidupan yang telah diorganisir.
Dari segi individu, sosialisasi adalah pemenuhan potensi pertumbuhan dan
perkembangan pribadinya. Sosialisasi memanusiakan manusia dan
mendembangkannya agar menjadi pribadi yang mempunyai kesadaran identitas,
mampu mengatur dan mendisplinkan perilakunya, serta memiliki cita-cita, nilai-
nilai, dan ambisi.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat ditarik beberapa pengertian pokok tentang
sosialisasi sebagai berikut.
a. Sosialisasi adalah proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia.
b. Dalam sosialisasi terjadi saling pengaruh antara individu serta segala potensi
kemanusiaanya.

MODUL SOSIOLOGI 3
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
c. Melalui proses sosialisasi, individu, menyerap pengetahuan, kepercayaan,
norma, sikap, dan keterampilan dari kebudayaan masyarakatnya.
d. Hasil sosialisasi adalah berkembangnya kepribadian seseorang mejadi satu
pribadi yang unik, sedankan kebudayaan masyarakat juga terpelihara dan
berkembang melalui proses sosialisasi.

2. Proses Sosialisasi
Sosialisasi sebagai proses sosial mempunyai
tujuan untuk:
Memberi keterampilan dan pengetahuan
yang dibutuhkan untuk melangsungkan
kehidupan seseorang kelak.
Menambah kemampuan berkomunikasi
secara efektif dan efisien serta
mengembangkan kemampuannya untuk
membaca, menulis dan bercerita
Membantu pengendalian fungsi-fungsi
organik yang dipeljari melalui latihan
mawas diri yang tepat
Membiasakan individu dengan nilai-nilai
kepercayaan pokok yang ada pada
masyarakat

Sosialisasi adalah proses yang memungkinkan seseorang belajar tentang sikap-


sikap, nilai-nilai, dan tindakan-tindakan yang dianggap tepat oleh satumasyarakat
atau oleh satu kebudayaan tertentu.Seseorang perlu belajar tentang sikap, nilai, dan
tindakan ini agar ia dapat bertahan hidup dalam masyarakat tersebut.
Proses sosialisasi memungkinkan seseorang berperilaku sesuai dengan nilai dan
norma yang berlakubagi masyarakat, sehingga terhindar dari perilaku asosial.
Perilaku asosial adalah perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma
masyarakat.
Sosialisasi terjadi melalui interaksi antar manusia. Manusia mempelajari sesuatu
dari orang-orang yang paling penting dalam kehidupannya, seperti anggota
keluarga dekat, teman baik, dan para guru. Namun demikian, manusia juga belajar
dari orang-orang yang mereka temui di jalan, di televise, dalm film, majalah, atau
melalui internet. George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui
seseorang dapat dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a). Tahap Persiapan (preparatory stage)


Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri
untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk pemahaman tentang diri sendiri
Contoh: kata “makan” yang diajarkan ibu kepada anaknyayang
masih balita diucapkan “mam”. Makna kata tersebut belum
dipahami secara tepat oleh anak. Lama kelamaan anak memahami
secara tepat makna tersebut dengan kenyataan yang dialaminya

MODUL SOSIOLOGI 4
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
b). Tahap meniru (play stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya
seorang anak menirukan peran-peran yang
dilakukan oleh arang dewasa. Pada tahap ini
mulai terbentuk kesdaran tentang nama diri dan
siapa nama orang tuanya, kakaknya dan
sebagainya.Dengan kata lain, kemampuan untuk
menempatkan diri pada posisi orang lain juga
mulai terbentuk pada taham ini. Bagi seorang
anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang
amat berarti (significant other)

c). Tahap siap bertindak (game stage)

Pada tahap ini,kemampuanya menempatkan diri


pada posisi orang lain punmeningkat sehingga
memungkinkan adanya kemampuan bermain
secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya
tuntutan untuk membela keluarga danbekerja sama
dengan teman-tamannya. Pada tahap ini lawan
berinteraksi semakin banyak dan hubungannya
semakin kompleks. Individu mulai berhubungan
dengan teman-teman sebaya diluar rumah.
Teman sebaya amat berpengaruh pada Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari
tahap game stage. Dari sanalah dia bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luarg
mulai berinteraksidengan dunia di
keluarganya.
luar keluarganya

d). Tahap penerimaan norma kolektif (generalized stage)

Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya
pada posisimasyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak
hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat
luas.

Kriteria Preparatory Paly Stage Game Stage Generalized stage


stage
Jumlah orang yang sedikit Sedikit Agak banyak Banyak
berinteraksi bertambah
Keragaman orang Rendah Agak rendah Agak tinggi Tinggi
dalam berinteraksi
Kesadaran diri belum Hanya meniru Mampu Mampu bekerja sama
yang dimiliki bekerja sama dalam masyarakat luas
secara tatap muka

MODUL SOSIOLOGI 5
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
Hal-hal yang Disosialisasikan

Hal-hal yang disosialisasikan dalam proses sosialisasi adalah pengetahuan, nilai,


dan norma, serta keterampilan hidup. Pengetahuan tentang kebudayaan dalam
masyarakat secara formal maupun informal. Pada akhirnya, nilai dan norma social
itu diinternalisasikan oleh orang yang terlibat dalam proses sosialisasi itu. Proses
internalisasi adalah proses mempelajari nilai dan norma sosial sepenuhnya sehingga
menjadi bagian dari system nilai dan norma yang ada pada dirinya. Jika proses
tersebut sudah ada dalam diri seseorang maka nilai dan norma tersebut akan
mengendalikan perilaku seseorang. Keterampilan dalam suatu kebudayaan
disosialisasikan melaui proses pengajaran dan pelatihan, baik secara formal
maupun informal.

2.2. Jenis-jenis Sosialisasi


Dalam sosiologi, proses sosialisasi biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu
sebagai berikut.
a. Sosialisasi primer adalah sosialisasi pertama yang dijalani seseorang semasa
kanak-kanak, dan yang berfungsi mengantar mereka memasuki kehidupan
sebagai anggota masyarakat. Sosialisai primer terjadi dalam keluarga, kelompok
teman sepermainan, dan sekolah.
b. Sosialisasi sekunder adalah sosialisasi lanjutan di masa seseorang menjalani
sosialisasi di sektor-sektor kehidupan nyata di masyarakat, seperti di tempat
kerja, akademi militer, dan sebagainya.

Dari segi caranya, sosialisasi yang berlangsung dalam keluarga dibedakan pula
menjadi:
a. Sosialisasi represif adalah proses sosialisasi yang lebih mengutamakan
penggunaan hukuman, komunikasi satu arah, dan kepatuhan anak-anak pada
orang tua, dan peran dominant orang tua dalam proses tersebut.
b. Sosialisasi partisipatif adalah sosialisasi yang lebih mengutamakan penggunaan
motivasi, komunikasi timbale balik, penghargaan terhadap otonomi anak, dan
sharing tenggung jawab dalam proses tersebut.

3. Tujuan Sosialisasi
Melalui sosialisasi, masyarakat mengajar anak-anak tentang apa yang harus
diketahui jika ia hendak menyatu dengan masyarakat, dan apa yang harus dipelajari
jika ia hendak mengembangkan potensinya. Sosialisasi mempunyai tujuan sebagai
berikut.

Menumbuhkan Disiplin Dasar


Ada banyak disiplin yang harus ditanamkan kepada warga masyarakat, mulai
dari bagaimana menggunakan toilet hingga bagaimana melkukan penelitian dengan
metodologi ilmiah. Perilaku tidak disiplin muncul dari dorongan untuk mengikuti
kehendak sendiri. Disiplin sekolah yang mewajibkan setiap siswa masuk sekolah
tepat waktu bertentangan dengan kecenderungan sebagian siswa untuk bermalas-
malasan bangun dan berangkat sekolah di pagi hari. Jika menuruti dorongan hati,
memang lebih enak tidur di pagi hari dan bangun agak siang, terlebih di musim
hujan. Namun demi masa depan siswa sendiri, dorongan hati untuk bermalas-
malasan itu harus dibatasi dengan peraturan disiplin sekolah.
MODUL SOSIOLOGI 6
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
3.2. Menanamkan Aspirasi atau Cita-cita
Masyarakat tidak hanya mentransfer nilai budaya umumyang menentukan cara
hidup warga masyarakat, melainkan juga mentransfer cita-cita hidup tertentu.
Masyarakat yang ekonominya dibangun dengan teknologi maju harus mampu
memotivasi sebagian anggotanya agar bercita-cita menjadi ilmuwan dan pakar
teknologi. Organisasi keagamaan harus mampu mendorong umatnya agar ada yang
bercita-cita menjadi ustadz, pastor, atau pendeta. Proses sosialisasi harus mampu
menanamkan beragam cita-cita sebagai sesuatu yang ideal dan harus dicapai oleh
seseorang.

3.3. Mengajarkan Peran-peran Sosial dan sikap-siakap Penunjangnya


Melalui proses sosialisasi, setiap orang belajar bajgaimana mengkoordinasikan
perilakunya dengan perilaku orang lain, dan bagaimana menyesuaikan diri pada
lingkungan tertentu sesuai peranan yang disandangnya. Setiap warga masyarakat
diharapkan mampu memperhitungkan kehadirang orang lain dalam hubungan
social mereka. Pemimpin dan anak buah, siswa dan guru, masingm-masing
memainkan peranan yang berbeda, namun saling melengkapi.
Setiap peran mengandung keutamaanm perasaan, sikap, dan sikap kepribadian
yang cocok dengan peranan yang bersangkutan. Setiap siswa diharapkan
mempunyai sikap bersemangat dan memperhatikan pelajaran. Seorang guru
diharapkan memiki sikap sabar dan bijaksana. Sedangkan seorang perwira
diharapkan memiliki sikap yang tenang dan hormat pada atasan.

3.4. Mengajarkan Keterampilan Sebagai Persiapan Dasar untuk Berpartisipasi dalam


Kehidupan Orang Dewasa

Banyak keterampilan yang berwatak social, seperti menulis surat, hidup


bertetangga, menggunakan telepon, dan memesan makanan di restoran.
Keterampilan social dapat menjadi pra-kondisi yang penting bagi partisipasi efektif
di bidang politik atau organisasi lainnya.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sosialisasi

Kegagalan sosialisasipada diri seseorang menujukan bahwa ada sejumlah factor


yang mempengaruhi keberhasilan sosialisasi. Faktor-faktor itu antara lain:

4.1. Kesiapan atau Kematangan Pribadi Seseorang

Sebagaimana lazimnya dalam proses pendidikan, proses sosialisasi juga


mensyaratkan adanya kematangan atau kesiapan anak dalam menjalani proses
tersebut. Yang termasuk dalam kesiapan adalah potensi manusia untuk belajar dan
kemampuan berbahasa.
Memaksakan bayi agar bisa mengucapkan kata “saya” sesegera mungkin tentu
tidak sesuai dengan kematangan atau kesiapannya. Sebab pada usia dibawah 18
bulan bayi baru bisa mampu mengenali semua lelaki sebagai “ayah” dan semua
perempuan sebagai “ibu-nya”.Baru pada usia 18 bulan sampai 2 tahun, bayi dapat
mengucapkan kata “saya” dan mulai memiliki “kesadaran akan dirinya sendiri.”
MODUL SOSIOLOGI 7
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
4.2. Lingkungan atau Sarana Sosialisasi

Potensi manusia tidak berkembang secara otomatis, melainkan memerlukan


lingkungan sosial yang tepat. Stewart (1987:98) menyatakan berkembang atau tidak
potensi kemanusiaan seseorang tergantung pada tiga factor yang terkait, yaitu (a)
interaksi sesame manusia, bahasa, dan cinta atau kasih sayang.

a. Interaksi dengan sesama


Interaksi dengan sesame manusia diperlukan untuk pertumbuhan kecerdasan,
pertumbuhan social dan emosional, mempelajari pola-pola kebudayaan, dan
berpartisipasi dalam bermasyarakat. Melalui interaksi dengan orang lain, orang
belajar tentang pola-pola perilaku yang tepat. Melalui interaksi, orang juga belajar
tentang hak, kewajiban, dan tenggung jawab dalam hidup bermasrakat, serta
tindakan yang mana yang mana di setujui dan mana yang dilarang,. Pendek kata,
interaksi dengan sesama manusia sangat penring, karena bakat yang begitu besar
pun akan sia-sia jika tidak diasah melalui interaksi dengan orang lain.

b. Bahasa
Bahasa diperlukan untuk mempelajari symbol-simbol kebudayaan, merumuskan
dan memahami kenyataan, memahami gagasan-gagasan yang kompleks, dan
menyatakan pandangan-pandangan maupun nilai-nilai seseorang.

c. Cinta atau kasih sayang

Cinta dan kasih sayang diperlukan untuk


kesehatan mental dan fisik seseorang. Juga sebagai sarana bekerjasama dengan
orang lain, perkembangan seksual yang normal, serta penyaluran kasih sayag orang
tua kepada anaknya.
Lingkungan sosial di mana seseorang hidup dan berkembang serta menjalani
proses sosialisasi. Ketidaklengkapan orang tua misalnya, (yang terjadi pada anak
yang ditinggal cerai atau mati dari salah satu orang tuanya) dapat berpengaruh
negaif pada perkembangan anak. Ketiadaan salah satu model perilaku (entah ayah
atau ibu) akan mengakibatkan kurang sempurnanya proses sosialisasi anak.
Di negara-negara Barat, keluarga yang kedua orang tua bekerja sehingga tidak
dapat mendampingi anak-anak mereka sepanjang waktu, menyerahkan pengasuhan
kepada lembaga penitipan anak. Studi yang dilakukan menunjukan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan antara perkembangan kepribadian anak yang diasuh oleh
ibunya sendiri dengan yang dititipkan kepada lembaga penitipan.
Lingkungan sosial yang buruk atau kebudayaan masyarakat tertentu juga sangat
mempengaruhi kepribadian anak yang tumbuh dalam lingkungan itu. Warga suku
IK di Uganda, yang hidup dalam situasi keadaan amat miskin, telah berkembang
menjadi manusia yang paling pelit dan rakus sedunia, sama sekali tidak memiliki
MODUL SOSIOLOGI 8
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
sifat kasih sayang dan semangat tolong menolong. Untuk bertahan hidup, mereka
bahkan tega merebut makanan yang sudah ada di mulut anaknya sendiri.

4.3. Cara Sosialisasi

Cara sosialisasi yang dialami oleh seseorang juga mempengaruhi hasil sosialisasi
itu sendiri. Pribadi yang tumbuh dalam suasana otoriter dan selalu mengalami
represi akan menjadi pemberontak, atau rendah diri, tidak menghargai notrma, dan
sejenisnya. Sbaliknya, seseorang yang mengalami sosialisasi patisipatif akan tumbuh
menjadi pribadi yang percaya diri, demokratis, dan menghargai orang lain.

5. Agen-agen Sosialisasi

Setiap orang menjalani proses sosialisasi sepanjang hayatnya. Ketika anak-anak,


ia menjalani sosialisasi di dalam keluarga, kemudia di sekolah dan di kelompok
sebayanya. Ketika sudah bekerja, ia menjalani sosialisasi di tempat kerja. Ketika
dewasa dan berkeluarga, ia pun mengaami proses sosialisasi menjadi istri atau
suami, menjadi orang tua, menjadi mertua, menjadi kakek atau nenek, dan
seterusnya. Selama masa hidup, orang tua mengalami sosialisasi dari media masa
dan negara. Keluarga, sekolah, kelompok teman sebaya, media masa, tempat kerja,
dan negara adalah agen-agen yang menjadi sarana proses sosialisasi.
Seorang anak bisa menjadi obyek sosialisasi sekaligus juga pelaku sosialisasi itu
sendiri. Dalam proses tersebut, orang-orang dewasa juga mengalami sosialisasi
dengan cara menyesuaikan diri menjadi pasangan suami istri, menjadi orang tua,
dan sebagainya. Derngan adanya perubahan perliaku anak, maka si anak itu sendiri
juga menyebabkan orang lain berubah pola perilakunya. Anak-anak itu mengubah
orang dewasa menjadi ibu dan bapak, yang pada gilirannya membantu anak
berkembang selama masa kanak-kanak.

5.1. Keluarga

Keluarga adalah yang paling terkait erat


dengan proses sosialisasi seseorang. Fungsi utama
keluarga adalah menjaga dan mamalihara anak-
anak. Kita mengalami sosialisasi pertama kali dalam
kehidupan sebagai bayi dan anak-anak dalam
keluarga.

Fungsi keluarga:

a. Menjaga dan memelihara anak


Salah satu fungsi keluarga adalah sebagai alat untuk menghadirkan anak-anak
ke dunia ini. Fungsi ini tidak berhenti sampai situ saja, orang tua memiliki kewajiban
untuk menjaga dan memelihara anak-anaknya, antara lain melalui pemberian rasa
aman, pendidikan, makanan, dan fasilitas yang memadai.

MODUL SOSIOLOGI 9
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
b. Tempat awal persemaian nilai dan norma
Keluarga secara tradisional memainkan beberapa fungsi bagi anak-anak. Salah
satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai dan norma keluarga dan masyarakat.
Melalui orang-orang dewasa yang ada dalam keluarga, anak-anak akan memperoleh
model yang akan ditirunya dalam kehidupan mendatang. Seorang anak laki-laki
menjadikan ayahnya sebagai model perilaku.

c. Tempat persemaian cinta atau kasih sayang


Selain itu, keluarga seharusnya berfungsi memenuhi kebutuhan sebagai kasih
sayang, kekeluargaan, danketulusan yang amat penting bagi pertumbuhan rasa cinta
sesame bagi setiap anak. Keluarga juga menjadi penentu status sosal seorang anak.
Anak-anak menyerap serangkaian nilai, keentingan, dan kebiasaan dari keluarga
dengan status tertentu keluarganya.

d. Tempat perlindungan bagi anggota keluarga


Keluarga juga berfungsi sebagai perlindungan baik secara fisik, ekonomi,
maupun psikologis yang amat diperlukan bagi tumbuhnya rasa aman, percaya diri,
dan sikap positif terhadap orang lain dalm jiwa setiap anak.
Dengan menjalankan berbagai fungsi seperti itu, jelas keluarga merupakan agen
sosialisasi terpenting bagi setiap anak. Perkembangan rasa keterikatan social dan
saling ketergantungan dari seseorang sangat tergantung pada bagaimana mereka
diperlakukan oleh lingkungan sekitarnya.

5.2. Sekolah
Seperti halnya keluarga, sekolah memperoleh mandat tegas untuk
mensosialisasikan nilai dan norma kebudayaan bangsa dan negaranya. Oleh karena
itulah di sekolah berlangsung proses pendidikan dan pengajaran.

a. Fungsi utama pendidikan

Fungsi utama pendidikan adalah (a) menyiapkan anak-anak untuk


menyongsong kehidupannya kelak dan (b) membantu perkembangan potensi anak
sebagai pribadi yang utuh dan makhluk sosial yang bermanfaat untuk kehidupan
sosial.

b. Proses yang terjadi dalam pendidikan


Di samping itu, melalui proses juga terjadi:
• Memelihara kebudayaan dengan mewariskannya kepada generasi muda,
• Mengembangkan kemampuan partisipasi siswa dalam kehidupan demokrasi
dengan mengajarkan keterampilan-keterampilan berkomunikasi dan
pengembangan kemampuan berpikir rasional dan mandiri,
• Memperkaya kehidupan dengan memperluas wawasan pengetahuan dan seni
siswa,
• Meningkatkan penyesuain diri siswa dengan bimbingan pribadi dan berbagai
pelajaran seperti psikologis terapan, pendidikan seks, efek penyalahgunaan obat,
• Meningkatkan kesehatan siswa dengan latihan-latihan fisik dan pelajaran
tentang kesehatan,
• Membentuk warga yang patriotik dengan pelajaran tentang kejayaan negara,
peningkatan persatuan dan kesatuan bangsa, dan sebagainya.
MODUL SOSIOLOGI 10
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
Melalui proses pendidikan, anak-anak diperkenalkan kepada nilai dan norma
atau budaya masyarakat, bangsa, dan negaranya, sehingga diharapkan dapat
memahami, menghayati, dan mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari.
Semua itu amat bermanfaat bagi pengembangan kepribadian anak sebagai
individu dan sekaligus sebagai warga masyarakat, bangsa, dan Negara. Sekolah
sesungguhnya menyediakan sarana bagi terbentuknya kelompok teman sebaya (peer
group).

5.3. Peer Groups/Kelompok Teman Sebaya

Peer groups adalah kelompok


pertemanan dengan teman sebaya. Menurut
Piaget (Giddens 1994:77), hubungan di
antara teman sebaya lebih demokratis
disbanding hubungan antara anak dan
orang tua. Hubungan antar teman sebaya
lebih diwarnai oleh semangat kerja sama
dan saling memberi dan menerima di antara
anggota kelompok. Menurut Piaget, dalam
keluarga, orang tua dapat memaksakan
berlakunya aturan keluarga. Dalam
kelompok teman sebaya, aturan perilaku dicari dan diuji kemanfaatannya secara
bersama-sama.
Ketika anak tumbuh semakin dewasa, peran keluarga dalam perkembangan
sosial semakin berkurang dan digantikan oleh kelompok teman sebaya.

a. Fungsi peer groups


Kelompok teman sebaya di kalangan remaja, kelompok teman sekelas, kelompok
minat khusus, klik pertemanan, geng anak muda, dapat membantu anak dalam
kemandirian dari orang tua atau pemegang otoritas lainnya. Di rumah, orang tua
cenderung mendominasi, sementara di sekolah, para remaja harus tunduk kepada
guru dan kepala sekolah. Dalam kelompok teman sebaya, setiap remaja dapat
menyatakan dirinya sendiri secara bebas. Kelompok teman sebaya membantu remaja
itu menjalani tranisi kea rah yang lebih dewaasa.

b. Pengaruh positif dan negative peer groups


Kelompok teman sebaya dapat memberi pengaruh positif dan negatif. Pengaruh
positif dari kelompok teman sebaya antara lain mendorong remaja untuk aktif
dalam kegiatan yang menguntungkan, seperti sukarelawan, anggota PMI, dan
sebagainya. Dan juga dapat memperkuat nilai dalm keuarga, sekolah, dan
masyarakat. Namun, pengaruh negatif dari kelompok sebaya juga dapat mendorong
seseorang untuk merusak nilai dan norma kebudayannya, seperti ngebut di jalanan,
mengutil, melakukan vandalisme, dan sebagainya.

MODUL SOSIOLOGI 11
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
5.4. Media Massa

Radio, film, musik, TV, surat kabar, dan internet juga merupakan agen
sosialisasi. Melalui berbagai media massa itu, masyarakat menyosialisasilan nilai dan
norma yang berlaku, tidak saja di masyarakat setempat, namun juga yang berlaku
pada belahan dunia lain. Media massa yang paling berpengaruh dalam sosialisasi
adalah TV.

a. Pengaruh media massa


Sama sseperti kelompok teman sebaya, media massa juga dapat menimbulkan
pengaruh postif dan negatif. Dengan membaca surat kabar atau menonton TV,
cakrawala pengetahuan, minat, dan cara pandang seseorang akan diperluas. Namun
demikian, media massa juga dapat merangsang terjadinya perilku kekerasan dan
pelanggaran norma social lainnya.

b. Bimbingan orang tua dalam menyikapi pengaruh media massa


Bimbingan orang tua atau guru dalm menyikapi dan menikmati info yang di
muat dalam media massa amat diperlukan. Dengan bimbingan orang tua dan guru,
diharapkan anak-anak terhindar dari pengaruh negatif pemberitaan media massa,
dan sekaligus untuk menyerap hal positif dari media massa.

5.5. Tempat Kerja

Tempat kerja merupakan tempat sosialisasi bagi seseorang. Pekerjaan tertentu


menuntut peran tertentu di pekerjannya. Oleh karena itu, pekerjaan juga membentuk
kepribadian seseorang. Orang yang bekerja di pabrik misalnya, akan terbentuk
menjadi pribadi yang disiplin, menghargai waktu, menguasai teknologi, dan tekun
dalam bekerja.
Sosialisasi tentang seseorang pekerjaan akan berlangsung intensif segera sesudah
seseorang menyelesaikan sekolah dan mencari serta mendapatkan pekerjaan. Selama
bekerja pun mereka menjalani proses sosialisasi.

5.6. Negara

Richard T. Schaefer dan Robert P. Lamm (1998:117) menambahkan satu agen


sosialisasi, yaitu negara. Dengan membuat berbagai peraturan perundang-
undangan, sebenarnya negara juga menssosialisasikan nilai dan norma yang di anut
oleh masyarakat, bangsa, dan warga masyarakat. Negaralah yang menentukan usia
minimum bagi seseorang agar boleh mengemudikan mobil, memberikan suara
dalam pemilu, atau boleh mengambil pension, dan lain-lain. Jadi, negara
menentukan perilaku yang tepat pada usia tertentu dari warga masyrakatnya.

MODUL SOSIOLOGI 12
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
Apakah yang di hasilkan dari pengalaman hidup seseorang di dalam berbagai
wahana sosialisasi tersebut? Tak lain adalah kepribadiannya sendiri. Tertapi apakah
kepribadian seseorang itu hanya ditentukan oleh proses sosialisasi yang dialaminya?

B. KEPRIBADIAN

Kesan apa yang kita tangkap jika kita mendengar ungkapan “kalau nggak marah-
marah, ya bukan pak Agus namanya”. Atau “yaah tahu sendirilah kalau si Ida sudah bicara,
nggak ada putusnyadeh. Ada aja yang diceritakannya”. Dari ungkapan itu kita mendapat
gambaran tentang dua pribadi yang berbeda. Kesan yang kita tangkap, Pak Agus
adalah pribadi yang cenderung emosional dalam menghadapi situasi hidupnya.
Sementara Ida adalah pribasi ramah yang cenderung berkomunikasi secara terbuka
dengan siapa pun. Apakah kepribadian itu? Mengapa masing-masing orang
mempunyaikepribadian yang berbeda?

1. Pengertian Kepribadian

Menurut Horton (1982:12), kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan,


ekspresi, dan temperamen seseorang. Sikap, perasaan, ekspresi, dan temperamen itu
akan terwujud dalam tindakan seseorang jika dihadapkan pada situasi tertentu.
Setiap orang mempunyai kecenderungan berperilaku yang baku, atau berpola
konsisten, sehingga menjadi cirri khas pribadinya.
Schaefer & Lamm (1998:97) mendefinisikan kepribadian sebagai keseluruhan
pola sikap, cirri-ciri khas, dan perilaku seseorang. Pola berarti sesuatu yang sudah
menjdai standar atau baku, sehingga kalau dikatakan pola siakp, maka sikap itu
sudah baku, berlaku terus-menerus secara keonsisten dalam menghadapi situasi
yang dihadapi. Pola perilaku yang demikian juga merupakan perilakuyang sudah
baku, yang cenderung ditampilkan seseorang jika ia dihadapkan pada situasi
kehidupan tertentu. Orang yang pada dasarnya pemalu cenderung menghindarkan
diri dari kontak mata dengan lawan bicaranya.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian

Kepribasian seseorang berkembang melalui interaksi di antara banyak factor,


yaitu warisan biologis, lingkungan fisik, kebudayaan, kehidupan kelompok, dan
pengalaman khas seseorang.

2.1. Warisan Biologis

Warisan biologis adalah semua hal yang diterima seseorang serbagai manusia
melalui gen kedua orang tuanya. Setiap manusia sehat dan normal memiliki
kesamaan biologis tertentu, seperti tumbuh dengan dua tangan, dua kaki, lima
indera, dan otak yang kompleks. Kesamaan biologis ini menjelaskan kemiripan
kepribadian dan tingkah laku antarmanusia. Namun, warisan biologis setiap
manusia ada yang unik. Tidak ada satu orang pun yang memiliki sifat warisan
biologis yang benar-benar sama dengan orang lain.

MODUL SOSIOLOGI 13
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
Warisan biologis itu menjadi bahan mentah bagi kepribadian. Bahan mentah itu
dapat dibentuk melalui bermacam cara. Dulu orang percaya beberapa unsure
kepribadian seperti ambisi, kejujuran, kriminalitas, penyimpangan seksual, dan
sebagainya, merupakan warisan dari orang tua. Sekarang orang lebih percaya bahwa
semua sifat kepribadia ditentukan oleh pengalaman. Beberapa pakar bahkan
berpendapat bahwa perbedaan antarorang dalam hal kemampuan, prestasi, dan
perilaku sepenuhnya ditentukan oleh lingkungannya. Oleh karena itu, perbedaan
warisan biologis antar individu tidaklah terlalu penting.
Kepribadian setiap orang berkembang melalui interaksi sejumlah factor yang
bekerja di atas warisan biologisnya yang unik.

2.2. Lingkungan Fisik

Pengaruh lingkungan alam atau fisik terhadap kepribadian manusia paling


sedikit dibandingkan factor-faktor lainnya. Lingkungan fisik tidak mendorong
terjadinya kepribadian khusus seseorang. Lingkungan alam hanya memberi
serangkaian pembatasan bagi kebudayaan yang mungkin berkembang. Pada
gilirannya, kebudayaan itulah yang mempengaruhi kepribadian seseorang.

2.3.Kebudayaan

Kepribadian yang muncul dari masyarakat yang satu berbeda dengan


kepribadian masyarakat yang lainnya. Setiap masyarakat mengembangkan satu atau
beberapa macam kepribadian dasar yang sesuai dengan kebudayaannya. Aspek
kebudayaan yang berpengaruh pada perkembagan kepribadian adalah norma
kebudayaan.

a. Contoh pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian


Kebudayaan suku Zuni mengutamakan harmoni, kerja sama, menghindari
persaingan, sikap agresif, dan ambisi. Harta milik dinilai berdasarkan manfaatnya
bukan sebagai symbol prestise dan kekuasaan. Pandangan orang lain menjadi sarana
kontrol yang kuat
Hasilnya, warga Zuni adalah pribadi yang percaya diri dan mempercayai orang
lain. Warga Zuni adalah pribadi yang tenang dan merasa aman. Warga Zuni juga
merupakan pribadi yang murah hati, sopan, dan kooperatif.

b. Pengalaman individu.
Setiap kebudayaan berisi pengalaman tertentu, yang secara bersama
diperkaitkan oleh setiap orang yang ada dalam masyarakat itu. Anak-anak Amerika
didorong untuk menjadi individualistis, komperatif, dan berbicara secara terus
terang, sementara anak-anak Jawa didorong untuk memiliki kesadaran kelompok
yang kuat, kooperatif, dan berbicara halus.
Setiap kebudayaan memberikan pengaruh umum terhadap individu yang
tumbuh didalamnya. Pengaruh itu berbeda dari satu kebudayaan dengan
kebudayaan lainnya.

MODUL SOSIOLOGI 14
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
c. Pengalaman bersama
Pengalaman bersama dalam suatu masyarakat atau kebudayaan akan
membentuk satu model kepribadian “modal personality” atau karakter social yang
berkembang pada sebagian besar warga masyarakat. Pengalaman-pengalaman sama
yang dialami oleh kebanyakan warga sebuah kebudayaan menimbulkan kemiripan
kepribadian dalam masyarakat dan membedakannya dengan kepribadian warga
masyarakat lain. Oleh karena itu, kita bisa merasakan bahwa kepribadian orang
Jepang berbeda dengan kepribadian orang Inggris. Namun secara umum kita juga
merasakan bahwa kepribadian bangsa Indonesia berbeda dengan kepribadian
bangsa Amerika.

2.4. Pengalaman Hidup dalam Kelompok

Kelompok adalah wahana di mana seseorang mengalami perkembangan


kepribadian. Seseorang menyadari kebiasaan, memahami larangan (tabu), dan
menerima hadiah dan hukuman melalui kelompok. Kelompoklah yang merupakan
sarana langsung untuk menyalurkan kebudayaan kepada seseorang.
Tanpa pengalaman hidup dalam kelompok, kepribadian normal seseorang tidak
akan berkembang. Dari berbagai kelompok yang melingkupi kehidupan seseorang,
ada kelompok yang menjadi model bagi gagasan dan norma perilaku seseorang.
Kelompok itu disebut sebagai kelompok acuan atau reference group.
Kelompok acuan yang pertama adalah keluarga. Sifat dasar kepribadian
seseorang dibentuk pada masa awal kehidupan anak-anak dalam keluarga.
Kelompok teman sebaya juga merupakan kelompok acuan yang penting. Pada usia
belasan tahun, kelompok teman sebaya justru menjadi kelompok referensi yang
amat penting dan mungkin paling berpengaruh pada sikap, cita-cita, dan norma
perilaku yang dianut seseorang.
Dalam masalah ini bisa terjadi konflik antara norma keluarga dengan norma
teman sebaya. Tidak setiap kelompok teman sebaya mempunyai norma yang
bertentangan dengan norma keluarga. Ada sebagian remaja yang memilih kelompok
teman sebaya yang memiliki norma sesuai dengan norma keluarga. Ada pula yang
memilih teman sebaya yang normanya bertentangan dengan norma keluarga.
Pilihan itu dipengaruhi oleh seseorang tentang dirinya sendiri. Remaja yang merasa
tidak dicintai, diabaikan, dan diperlakukan tidak adil oleh orang tuannya, cenderung
memilih teman sebaya yang normanya menyimpang dari norma keluarga.

2.5. Pengalaman Unik atau Khas

Tak ada dua orang yang mempunyai serangkaian pengalaman pribadi yang
sama, walau mungkin mereka anak dari orang tua yang sama.
Pengalaman unik seseorang adalah tak seorang pun yang menyamainya.
Pengalaman-pengalaman seseorang tidaklah ditambahkan mlainkan dipadukan. Itu
berarti kejadian hari ini mempunyai makna sesuai kejadian di masa lampau.
Keberhasilan atau kekalahan ini mempengaruhi seseorang dalam bentuk seperti atau
kemenangan atau kekalahan di masa lalu.

Sedangkan menurut F. G. Robin, terdapat lima factor yang menjadi dasar


perkembangan kepribadian tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Sifat dasar
MODUL SOSIOLOGI 15
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
Sifat dasar merupakan keseluruhan potensi yang diwarisi seseorang dari ayah,
ibunya. Sifat dasar yang masih merupakan potensi tersebut akan berkembang
menjadi aktualisasi karena pengaruh factor-faktor lainnya.

2. Lingkungan prenatal
Lingkungan pranatal yaitu lingkungan dalam rahim ibu. Dalam lingkungan ini,
individu mendapat pengaruh-pengaruh tidak langsung dari sang ibu. Pengaruh-
pengaruh itu dapat digolongkan menjadi beberapa kategori yaitu sebagai berikut:
a. Beberapa jenis penyakit, seperti diabetes atau kanker, secara tidak langsung
berpengaruh terhadap perkembangan mental, penglihatan, dan
pendengaran sang bayi.
b. Gangguan endoktrin dapat mengakibatkan keterbelakangan mental dan
emosional.
c. Struktur tubuh ibu merupakan kondisi yang mempengaruh perkembangan
bayi dalam kandungan.
d. Shock pada saat kelahiran merupakan kondisi yang dapat menyebabkan
beberapa kelainan.

3. Perbedaan Perorangan
Perbedaan perorangan dalam hal ini meliputi perbedaan ciri-ciri fisik, seperti
warna kulit, atau rambut, perbedaan ciri-ciri mental, emosional, personal, dan
sosial.

4. Lingkungan
Lingkungan yaitu kondisi disekitar individu yang mempengaruhi proses
sosialisasinya. Lingkungan dapat dikatagorikan sebagai berikut:
a. Lingkungan alam, yaitu keadaan tanah, iklim, flora dan fauna disekitar
individu.
b. Kebudayaan, yaitu cara hidup masyarakat tempat individu itu berada.
Kebudayaan mempunyai aspek material (rumah perlengkapan hidup, dan
hasil teknologi lainnya). Dan aspek nonmaterial (nilai-nilai dan pandangan
hidup).
c. Manusia lain dan masyarakat disekitar individu. Pengaruh manisua lain dan
masyarakat dapat menstimulasi atau membatasi proses sosialisasi.

5. Motivasi
Motivasi adalah kekuatan-kekuatan dari dalam diri individu yang menggerakan
individu untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat dibedakan menjadi dorongan
dan kebutuhan. Dorongan adalah ketidakseimbangan dalam diri individu karena
pengaruh yang datang dari luar dan dalam dirinya yang mempengaruhi dan
mengerahkan perbuatan individu dalam rangka mencapai keseimbangan kembali.
Kebutuhan adalah dorongan yang telah ditentukan secara personal, social, dan
budaya.

MODUL SOSIOLOGI 16
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
3. Tahap-tahap Perkembangan Kepribadian

Ada banyak teori tentang perkembangan kepribadian. Salah satunya


dikemukakan oleh Eric Erikson. Menurut Erikson, perkembangan kepribadian
seseorang itu berlangsung melalui delapan tahapan yang perpindahannya ditandai
oleh adanya krisis jati diri atau identitas. Delapan tahapan itu adalah tahap bayi,
tahap awal kanak-kanak, tahap bermain, tahap sekolah, tahap remaja, tahap dewasa,
tahap dewasa menengah, dan tahap tua. Penjelasan mengenai masing-masing tahap
dapat dilihat dalam uraian berikut.

3.1. Tahap Bayi

Pada masa bayi, tahap pertama, anak-anak belajar rasa percaya atau tidak
percaya kepada orang lain. Jika ibunya (atau pengasuh) secara konsisten memberi
cinta dan kasih saying, serta memperhatikan kebutuhan fisik bayi, maka bayi itu
akan membangun perasaan aman dan percaya pada orang lain. Sebaliknya, jika
pengasuhnya tidak perhatian, dingin, menolak, atau bahkan menyakitinya maupun
sekedar tidak konsisten, maka bayi itu akan membangun rasa tidak aman dan tidak
percaya pada orang lain.

3.2. Tahap Anak-anak

Pada tahap ke dua, anak-anak mulai belajar berjalan, menggunakan tangannya,


dan melakukan banyak kegiatan lain. Ia mulai membangun kemandirian, yaitu
membuat pilihan, menyatakan kehendaknya, serta membentuk dan mengejar
keinginannya. Jika anak mendapat dorongan dari orang di sekitarnya dan
diperbolehkan mencoba berbagai hal sehingga mengetahui konsekuensinya, maka ia
akan mengembangkan kesadaran kemandiran, kesadaran bahwa dirinya adalah
seorang yang memiliki kemampuan. Jika dihalang-halangi, Erikson percaya bahwa
anak-anak merasa takut dan ragu pada dirinya sendiri dan merasa malu danlam
berhubungan dengan orang lain.

3.3. Tahap Awal Kesadaran Diri

dalam keenam tahap hidup berikutnya akan terjadi pula krisis identitas masing-
masing, di mana diperlukan proses pembelajaran tertentu yang diperlukan agar
seseorang berkembang menjadi pribadi yang kepribadiannya yang sehat. Dalam
tahap ketiga, kesadaran moral anak berkembang. Dalam tahap keempat, dunia anak
semakin luas, banyak pelajaran teknis yang ia pelajari, dan perasaan bahwa dirinya
kompeten atau mampu melakukan sesuatu diperbesar.

3.4. Tahap Remaja Sampai Akhir Hidup

Dalam tahap kelima, remaja mulai mengembangkan kesadaran akan identitas


pribadinya melalui interaksinya dengan orang lain. Dalam tahap keenam, seseorang
mulai mengembangkan hubungan cinta yang abadi dengan lawan jenisnnya. Pada
usia dewasa menengah, seseorang berkarya untuk keluarga dan mayarakat,
meberikan sesuatu yang bermanfaat, maik bagi keluarga maupun masyarakatnya.

MODUL SOSIOLOGI 17
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
Pada tahap akhir hidupnya, seseoarng akan menemukan akhir hidupnya dengan
penuh harga diri atau kebanggan atau penuh penyesalan diri.
Setiap tahap kehidupan disertai dengan nilai-nilai keutamaan hidup atau
kebajikan dasar yang akan berkembang jika seseorang berhasil melewati krisis jati
dirinya. Jika sosialisasi yang cocok dengan masing-masing tahp berhasil dijalani,
maka nilai-nilai keutamaan hidup itu akan dimiliki oleh seseorang. Namun jika pada
sosialisasi pada suatu tahap kurang berhasil, nilai-nilai itu akan sulit diperoleh
dalam tahapan hidup berikutnya. Jika proses sosialisasiyang tidak tepat dalam tahap
dalam usia dewasa awal tetrjadi pada seseorang, maka orang itu akan kehilangan
kesempatan mengembangkan perasaan cinta, yang mungkin akan sulit diperolehnya
bahkan sampai akhir hidupnya.

Tabel 4.1. Tahapan Perkembangan Kehidupan Menurut Erikson

Usia Krisis identitas yang harus Nilai keutamaan dasar


dilampaui yang dikembangkan
Bayi Percaya vs Tidak Percaya Harapan
Awal kanak-kanak Kemandirian vs Pemalu dan Kehebdak/Kemauan
(2 - 3 tahun) Peragu
Tahap Bermain Inisiatif vs Rasa Bersalah Tujuan/Cita-cita
(4 – 5 tahun)
Tahap Sekolah Pekerja Keras vs Rendah Diri Kompetensi
(6 – 10 tahun)
Remaja Identitas vs Kebingungan Peran Loyalitas/Kesetiaan
(12 – 18 tahun)
Dewasa Awal Keakraban vs Ketersaingan Cinta
(19 – 35 tahun)
Dewasa Menengah Produktivitas vs Kemandegan Kepedulian
(36 – 50 tahun)
Tua Integritas vs Tak Kebujaksanaan
(51 tahun keatas) Berpengharapan

4. Perkembangan Kesadaran Diri Sesuai dengan Penilaian Orang Lain

Sudah barang tentu banyak teori lain tetang perkembangan kepribadian


seseorang. Charles H. Cooley misalnya, mengemukakan teori bahwa proses
pembentukan kepribadian seseorang itu pada hakikatnya merupakan proses berkaca
diri (looking glass self). Menurut Cooley, setiap orang melihat dirinya seperti apa yang
dilihat orang lain terhadap dirinya dan/atau seperti yang ia bayangkan dilihat orang
lain terhadap dirinya. Kesadaran orang tentang seperti apakah dirinya itu
sesungguhnya, atau seperti apa sesungguhnya gambaran dirinya itu sangat
ditentukan oleh pangangan orang lain tentang dirinya, baik yang secara nyata
diungkapkan, diekspresikan melalui isyarat dan symbol, meupun yang ia pikirkan
dinyatakan oleh orang lain tentang dirinya.
Seorang gadis kecil yang setiap kali dipuji orang tuanya sebagai gadis cantik,
akan memahami dirinya sebagai gadis cantik. Apalagi jika pujian yang sama selalu
ia dapatkan setiap bertemu dengan orang lain, baik melalui kata-kata atau
pandangan kagum orang-orang di sekitarnya.
MODUL SOSIOLOGI 18
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
Sebaliknya, seorang anak yang secara fisik memang cantik tidak akan pernah
dirinya merasa cantik, jika sejak awal kehidupannya orang tuanya menunjukan
ketidakpuasannya serta memperlakukan sebagai gadis yang tidak menarik. Jadi
gambaran seseorang tentang diri sendiri tidak ada hubungan dengankenyataan
yang sesungguhnya, tetapi lebih ditentukan oleh pandangan orang lian tehadap
dirinya.
Kesadaran akan diri sendiri berdasarkan “cermin” yang disediakan orang
disekitarnya terus berkembang selama sehidupan seseorang. Pada massa bayi, orang
tua dan saudaralah yang menjadi cermin penentu gambaran seseorang akan dirinya.
Pada massa kanak-kanak dan remaja, teman-teman sepermainan juga menjadi
cermin penentu gambaran seseorang akan dirinya. Pada massa percintaan, pacarlah
yang menjadi cermin utama penetu gambaran seseorang akan dirinya. Begitulah,
setiap manusia tertarik terhadap yang dipikirkan orang lain tentang dirinya dan
cenderung menyesuaikan tindakannya dengan pemahamannya tentang sikap orang
lain.

III. Kegiatan Pembelajaran


A. Telitilah dan dalamilah uraian materi pada modul di atas
B. Tugas : Analisis & Refleksi Realitas Sosial

Anak Bangsawan yang Berjiwa Merdeka

R.A. Kartini adalah putrid Raden Mas A.A. Sosroningrat, bupati Jepara. Meski
seorang bangsawan, Kartini sama sekali tak memedulikan kebangsawanannya. Ia
menganggap semua orang sederajat dan bersaudara. Tulisnya, “Bagi saya, hanya ada
dua macam bangsawan: bangsawasan jiwa dan bangsawan budi. Dalam pikiran
saya, tidak ada yang lebih gila dan lebih heboh daripada melihat orang-orang yang
membanggakan apa yang disebut ‘keturunan bangsawan’.”
Usia Kartini tidak panjang, hanya 25 tahun (21 April 1879-17 september 1904).
Meski begitu, ia telah menggunakan hidupnya secara bermakna: memerdekakan
bangsanya dari jiwa yang tak memuliakan HAM; menumbuhkan bangsawan jiwa
dan bangsawan budi. Todung Mulya Lubis dalam disertasinya (1993:54), menyebut
Kartini sebagai sosok yang ‘mencerahkan masyarakat Indonesia’ dan ‘memiliki
kontribusi sangat besar dalam membangkitkan wacana HAM’. Begitulah, jati diri
Kartini adalah pendekar HAM.
Sebagai pendekar HA, senjata Kartini adalah pena. Maka, kata Kartini,
“Rampaslah harta benda saya, asal jangan pena saya.” Dengan senjata pena itulah, ia
menuliskan surat-surat kepada sahabat-sahabatnya. Ia tuliskan gugatan, pemikiran,
dan tindakannyaatas lingkungan sosial dikitarnya yang tidak menghargai dan
memuliakan HAM, terutama HAM kaum perempuan.
Sahabat pena Kartini bukan orang yang sembarangan. Mereka adalah Mr. J.H.
Abendanon dan Ny. R.M. Abendanon Mandri, seorang Kepala Kementrian
Pengajaran dan Kerajinan Hindia Belanda; Nona Stella Zeehandelaar, seorang idealis
dan feminis, puteri seorang dokter di Belanda; Ir. Henry Hubert van kol (seorang
politikus) dan Ny. J.M.P. van Kol (seorang penulis); Ny. M.C.E. Ovink, isteri seorang
asisten residen di Jepara; Dr. N. Adriani, seorang ahli bahasa; Ny. H.G. de Booy-
Boissevain anak seorang sastrawan dan pemimpin redaksi surat kabar Algemeen
Handelsblad; dan Prof. Dr. G.K. Anton, guru besar ilmu kenegaraan di Jena (Jerman).

MODUL SOSIOLOGI 19
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG
Bagaimana mungkin seorang Kartini yang tamat ELS (Europe Lagere School), yang
dipingit di dalam rumah, mampu bersahabat dan berdiskusi dengan orang-orang
hebat itu?
Jawabnya, karena Kartini punya jiwa merdeka dan semangat baja. Betapa tidak,
selepas umur 12 tahun, ia dipingit. Tidak boleh deluar rumah. Tidak boleh sekolah.
Namun, hal itu tidak membuatnya patah semangat. Ia justru sangat giat membaca
dan belajar. Belajar sendiri di rumah. Pertama-tama belajar memperdalam bahasa
Belanda. Karena, ketika itu, bahasa Belanda adalah jendela untuk melihat dunia.
Dengan bekal penguasaan bahasa belanda itulah berbagai Koran, majalah, dan buku-
buku pencerah jiwa dilahapnya.
Ia sedemikian rajin membaca dengan penuh perhatian. Surat kabar de Locomotif
asuhan Pieter Broshooft dan majalah wanita De Hollandsche Lilie adalah makanan
sehari-harinya. Bahkan ia menulis juga untuk majalah itu.
Tidak hanya itu. Selagi masih sangat muda, ia telah membaca buku-buku
pengasah jiwa manusiawi, antara lain buku Max Hacelaar karya Multatuli, De Stille
Knaacht karya louis Coperus, buku-buku karya Van Eeden yang bermutu tinggi,
karya-karya Augusta de Witt, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van
Beek dan roman anti perang Die Waffen Nieder karya Berta Von Suttner. (Adakah kita
juga giat membaca buku-buku pengasah jiwa manusiawi seperti dia?)
Jadi, meski bukan seorang bersekolah tinggi, Kartini mampu secara cerdas
mencerna kenyataan hidup yang dihadapinya. Ia sanggup mengungkapkan
pengalaman hidupnya dalam tulisan yang mendalam-menawan. Tulisan yang
menginspirasi banyak orang di berbagai belahan dunia, dulu maupun sekaran,
untuk menhidupkan budaya HAM.
Bahkan, aktivis HAM internasional Eleanor Roosevelt pun menyitir surat Kartini
dalam salah satu pidatonya di depan komisi HAM yang dipimpinnya, ketika
menyusun The Universal Declaration of Haman Rights tahun 1948. 16 tahun kemudia,
dalam kata pengantar sebuah buku, Eleanor bersaksi: ‘Menurut pendapat saya,
makna surat-surat ini tetap penting, seperti waktu ia ditulis’ (Symmers, 1964 dalam
Keesing, 1990:199).
Tak hanya Eleanor, banyak penulis dan cendekiawan tertambat hatinya pada
esok dan pemikiran kartini. Sastrawan besar, Louise Symmers menulis Letters of a
Javanese Princess; Jean Taylor menulis Raden Ajeng Kartini, An Indonesian feminist
1990-19904; Elisabeth Keesing menulis Hoe ruim een kooi ook is, leven en lot van Kartini
en haar werk. Begitulah, mereka menghidupkan ingatan semua orang mengenai sosok
Kartini: seorang pendekar HAM.

(Sumber: Phibeta )

Berdasarkan informasi di atas, buatlah sebuah esai ilmiah singkat (maksimal dua
halaman folio) dengan tema “Pengaruh Sosialisasi pada Kepribadian R.A.Kartini”.
Esai tersebut paling tidak harus memuat hal-hal berikut:
1. Gambarkan hal-hal penting mengenai sosialisasi yang diterima oleh R.A
Kartini dan juga gambaran mengenai pribadinya
2. Buatlah penjelasan bagaiman proses sosialisasi tersebut mempengaruhi
kepribadian R.A. Kartini. Bagaimana hal itu bisa dijelaskan dari teori
sosialisasi dan pembentukan kepribadian?
3. Makna apakah yang bisa kalian petik dari kasus R.A. Kartini dalam
kaitannya dengan pemahaman sosialisasi dan pembentukan kepribadian?

MODUL SOSIOLOGI 20
SOSIALISASI DAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
MODUL INI HANYA DIPERGUNAKAN DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 3 SUBANG

You might also like