You are on page 1of 13

TOPIK : 6

TUGAS TULISAN ILMIAH M.K. PENGEMBANGAN KARAKTER

PENGARUH KEGAGALAN DALAM PENDIDIKAN TERHADAP KARAKTER


BANGSA INDONESIA

OLEH:

MUTHI ANISA / F34070081

DOSEN:

RATNA MEGAWANGI

DEPARTEMEN IKK, FEMA, IPB

2009
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu hal yang benar-benar ditanamkan selain menempa


fisik, mental dan moral bagi individu-individu, agar mereka menjadi manusia yang
berbudaya, sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia
yang diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam sebagai makhluk yang sempurna
dan terpilih sebagai khalifahNya di muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga
negara yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara. Pendidikan merupakan
proses yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan warga Negara
Indonesia yang memiliki karakter kuat sebagai modal dalam membangun
peradaban tinggi dan unggul di segala bidang. Karakter bangsa yang kuat
merupakan hasil dari pendidikan yang baik dan sukses. Tetapi nyatanya di
Indonesia ini belum terlihat adanya bangsa yang memiliki karakter yang kuat.
Fenomena sosial yang mengkhawatirkan banyak terjadi, baik dari kalangan
bawah hingga pejabat pemerintah. Dalam hal menyelesaikan masalah banyak
digunakan kekerasan dan hal tersebut merupakan hal yang lumrah terjadi.
Hukum yang menjunjung tinggi keadilan belum benar – benar ditegakkan di
Negara ini. Kriminalitas merajalela dimana-mana, sehingga setiap individu
masyarakat saling curiga satusama lain. Karakter bangsa Indonesia yang santun
dalam berprilaku dan bersikap, musyawarah mufakat dalam menyelesaikan
masalah, gotong royong, toleransi, kerjasama, telah berubah menjadi bangsa
yang saling mengalahkan satu sama lain.

Sepertinya di Indonesia ini pendidikan telah berubah dari fungsi awalnya,


pendidikan di Indonesia hanya sekedar menguasai materi – materi pembelajaran
di sekolah atau di universitas. Pendidikan bukan hanya di sekolah atau di
institiusi pendidikan, tetapi juga dalam keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan
lingkungan pergaulan juga merupakan proses pendidikan yang mempengaruhi
terbentuknya karakter seseorang. Salah satu factor penentu kemajuan bangsa
dalam segala bidang adalah karakter yang kuat yang dimiliki oleh setiap individu
masyarakat, sebab jika suatu bangsa memiliki pondasi yang kuat maka akan
sangat mudah membangun bangsa itu menjadi bangsa yang memiliki peradaban
tinggi dan maju di segala bidang. Oleh karena itu, pendidikan harus terus
didorong untuk mengembangkan karakter bangsa Indonesia menjadi bangsa
yang kuat sehingga pada gilirannya bangsa Indonesia akan mampu membangun
peradaban yang lebih maju dan modern

B. Perumusan Masalah

Karakter merupakan struktur antropologis manusia, tempat di mana


manusia menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasan dirinya.
Struktur antropologis ini melihat bahwa karakter bukan sekedar hasil dari sebuah
tindakan, melainkan secara simultan merupakan hasil dan proses. Karakter yang
kuat dan baik akan terbentuk jika individu tersebut mendapat proses
pembelajaran dan pendidikan yang baik. Namun di Indonesia ini hanya sebagian
kecil yang memiliki karakter yang baik dan kuat. Pada umumnya masyarakat
belum memaknai benar – benar arti sebuah nilai kehidupan. Pendidikan di
Indonesia masih menitik beratkan pada pendidikan akademis yaitu di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, tetapi tidak di barengi dengan pendalaman
pendidikan moral, sehingga terbentuknya anak didik yang memiliki karakter yang
tidak baik. Masih banyak terlihat individu masyarakat yang memiliki sikap yang
tidak mencerminkan karakter yang baik. Hal tersebut terjadi akibat gagalnya
pendidikan di Indonesia ini. Pendidikan bukan hanya di lingkungan sekolah
melainkan juga di lingkungan keluarga, lingkungan kantor, lingkungan tempat
tinggal, dan lingkungan pergaulan. Di Indonesia ini belum tercermin bangsa yang
berkarakter baik, hal ini salah satunya disebabkan oleh kegagalan pendidikan.
Indonesia masih mencari sistem pendidikan yang terbaik, dilihat dari system
pendidikan yang seringkali diubah – ubah. Oleh sebab itu, saya membahas
pengaruh kegagalan pendidikan di Indonesia dalam membangun bangsa yang
berkarakter, dilihat dari berbagai aspek baik dari pendidikan di sekolah hingga
pendidikan dalam lingkungan keluarga dan juga kebijakan – kebijakan
pemerinatah yang menyangkut permasalahan ini.

C. Tujuan

Tujuan pembuatan tulisan ilmiah ini adalah mencari solusi terbaik agar
terciptanya bangsa yang berkarakter untuk terciptanya pondasi Negara
Indonesia yang kuat melalui pendidikan.
BAB II

METODOLOGI PENULISAN

Tahap penulisan tulisan ilmiah ini diawali dengan penentuan tema dan judul
tulisan ilmiah, kemudian data mengenai hal – hal yang terkait dikumpulkan dari
berbagai sumber, baik melalui buku, makalah – makalah, internet juga
dikumpulkan berdasarkan hasil pengamatan dan fakta - fakta dalam kehidupan
sehari – hari. Setelah data – data yang diperlukan yang tetrkait dengan
permasalahan tulisan ilmiah ini terkumpul, sumber literature yang terkait
permasalahan ini juga dikumpulkan dari berbagai sumber baik dari buku,
makalah – makalah, dan internet. Setelah data dan literature terkumpul
kemudian dilakukan pembahasan terhadap data – data yang telah dikumpulkan
kemudian dapat dicari solusi yang terbaik untuk penyelesaian masalah.
Penulisan tulisan ilmiah ini dilakukan hanya dengan studi pustaka sehingga tidak
dilakukan pengamatan secara langsung.

Jenis data yang dikumpulkan adalah data – data seperti contoh – contoh
kejadian yang terjadi di kehidupan sehari – hari yang terjadi di Indonesia dan
fakta – fakta yang mendukung adanya permasalahan ini. Contoh – contoh
tersebut adalah contoh – contoh yang mewakili permasalah yang diangkat dalam
tulisan ilmiah ini. Tulisan ilmiah ini lebih membahas fenomena – fenomena sosial
yang telah terjadi di Indonesia dan dicari solusi terbaik agar keluar dari
permasalahan ini.
BAB III

PEMBAHASAN

Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia yang cukup mengkhawatirkan


adalah kurang kuatnya karakter yang dimiliki bangsa Indonesia saat ini. Karakter
individu mayoritas bangsa Indonesia lebih didominasi oleh karakter yang tidak
kuat dan tidak baik. Hal ini terlihat pada tingginya angka kriminalitas, korupsi, dan
kemiskinan di Indonesia.

Pendidikan merupakan sebuah indikator penting untuk mengukur kemajuan


sebuah bangsa. Jika sebuah bangsa ingin ditempatkan pada pergaulan dunia
dalam tataran yang bermartabat dan modern, maka yang pertama-tama harus
dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang memiliki relevansi dan daya
saing bagi seluruh anak bangsa. Karena pendidikan merupakan gerbang untuk
memahami dunia sekaligus gerbang untuk menguasai pola pikir dan kultur
spesifik di dalam pergaulan global. Pendidikan yang baik merupakan investasi
yang besar bagi kemajuan sebuah bangsa. Oleh sebab itu, pendidikan sudah
seharusnya menjadi salah satu hal yang harus diproitaskan oleh pemerintah,
orang tua, dan seluruh individu masyarakat.

Kegagalan pendidikan di Indonesia terlihat dengan dari semakin


meningkatnya dari tahun ke tahun kemiskinan masyarakat yang dibarengi oleh
menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Sehingga angka anak putus
sekolah juga semakin meningkat. Kegagalan pendidikan ini terjadi turun –
temurun dari orang tua terwariskan ke anaknya. Anak – anak Indonesia sebagai
generasi penerus bangsa semakin banyak yang hidup di jalanan dan tidak
bersekolah. Tekanan dari kondisi perekomonian keluarga merupakan salah satu
factor penyebab banyaknya anak – anak yang hidup dijalanan untuk membantu
orang tua mereka mencari nafkah.

Contoh lainnya kegagalan dalam pendidikan di Indonesia, tinggi angka tauran


di kalangan remaja. Tauran yang terjadi biasanya antar sekolah, hal ini sangat
disayangkan sekali dan patut dipertanyakan pendidikan apa yang telah sekolah
mereka berikan. Pelajaran budipekerti sepertinya sudah tidak diajarkan lagi.
Angka kriminalitas di Indonesia masih tinggi, masih banyak anak bangsa yang
tidak menggunakan hati nurani mereka dengan baik. Pendidikan yang mereka
dapatkan tidak menyeluruh malah hampir tidak mendapat pendidikan formal
samasekali. Mereka mendapat pendidikan informal yang malah menjrumuskan
mereka menjadi manusia yang tidak beretika dan tidak bermoral. Tetapi tidak
menjamin seseorang yang sudah mendapat pendidikan formal dengan baik
hingga dapat meyelesaikan pendidikan ke jenjang doctor ataupun professor
menjadi individu yang berkarakter kuat. Masih banyak sekali orang – orang yang
memiliki intelegen yang tinggi tapi tidak dibarengi dengan budi pekerti yang luhur.
Sehingga masih maraknya kasus korupsi di Indonesia ini.

Prof. Schoorl (1980) berpendapat bahwa, praktek-praktek pendidikan


merupakan wahana terbaik dalam menyiapkan SDM dengan derajat moralitas
tinggi. Di negara kita, tujuan Pendidikan Nasional diidealisasikan sebagaimana
termuat dalam UU-RI No.2 tahun 1989 pasal 4, "Pendidikan Nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kepribadian yang
mantap dan mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan". Jika tujuan ini dapat terwujud dalam realita pendidikan kita, kita
tidak perlu bermimpi untuk mempunyai bangsa yang berkepribadian tangguh,
terdidik, bersih dari segala bentuk penyimpangan serta masyarakat yang
menjunjung tinggi moralitas.

Dalam pendidikan atau mendidik tidak hanya sebatas mentransfer ilmu saja,
namun lebih jauh dan pengertian itu yang lebih utama adalah dapat mengubah
atau membentuk karakter dan watak seseorang agar menjadi lebih baik, lebih
sopan dalam tataran etika maupun estetika maupun perilaku dalam kehidupan
sehari-hari.

Azyumardi Azra dalam buku "Paradigma Baru Pendidikan Nasional


Rekonstruksi dan Demokratisasi", memberikan pengertian tentang "pendidikan”
adalah merupakan suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi
mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup
secara efektif dan efisien. Bahkan ia menegaskan, bahwa pendidikan lebih
sekedar pengajaran, artinya, bahwa pendidikan adalah suatu proses dimana
suatu bangsa atau negara membina dan mengembangkan kesadaran diri
diantara individu-individu.

Terlihat jelas bahwa pendidikan di Indonesia sudah gagal, karena sebagian


besar masyarakat Indonesia saat ini didominasi oleh individu – individu yang
berkarakter rendah. Terlihat pada tingginya kekerasan di kalangan remaja,
pengunaan bahasa dan kata – kata yang memburuk, pengaruh peer group yang
kuat dalam tindakan kekerasan, meningkatnya perilaku yang merusak diri seperti
sex bebas, narkoba, dan alcohol, menurunnya etos kerja, rendahnya rasa hormat
kepada orang tua dan guru, rendahnya rasa tanggung jawab baik sebagai
individu maupun warga Negara, ketidakjujuran, dan adanya rasa saling curiga
dan kebencian antar sesama.

Lalu apa yang salah dengan pendidikan kita, sehingga kita belum mampu
mencetak sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan belum mampu
mengejar ketertinggalan dari negara maju ? Mungkin kita perlu waktu, Amerika
Serikat menjadi negara maju karena sudah lebih dari 300 tahun mereka
merdeka, Indonesia baru 60 tahun merdeka, jadi wajarlah kalau kita belum maju?
Apakah kita harus menunggu 300 tahun untuk sama seperti dengan Amerika?
Kita berharap, bahwa pendidikan di Indonesia mampu mencetak sumber daya
manusia yang berkualitas tinggi, sehingga mampu membawa Indonesia pada
percepatan kemajuan di bidang IPTEK dan menjadikan Indonesia sejajar dengan
negara-negara maju, tapi apakah kita harus menunggu 300 tahun lagi. Sehingga
masih banyak sekali yang harus dibenahi dari system pendidikan bangsa ini.

Di balik sukses ekonomi dan teknologi yang ditunjukkan negara-negara maju,


semua itu semula disemangati nilai-nilai kemanusiaan agar kehidupan bisa
dijalani lebih mudah, lebih produktif, dan lebih bermakna. Namun banyak
masyarakat yang lalu gagal menjaga komitmen kemanusiaannya setelah sukses
di bidang materi, yang oleh John Naisbit diistilahkan High-Tech, Low-Touch.
Yaitu gaya hidup yang selalu mengejar sukses materi, tetapi tidak disertai
dengan pemaknaan hidup yang dalam. Jangan sampai di Indonesia ini terjadi
fenomena ini berlarut – larut.
Sistem pendidikan di Indonesia masih mencari jati diri, hal ini dapat dilihat
ketika setiap penggantian menteri pendidikan pasti berganti lagi kebijakan
pemerintah mengenai sistem pendidikan di Indonesia ini. Kebanyakan sistem
pendidikan di Indonesia banyak bercermin dari sistem pendidikan di Negara lain,
sehingga belum ditemukan sistem pendidikan yang benar – benar mencerminkan
Negara Indonesia tercinta kita ini.

Sudah Habis Teori di Gudang; demikian ungkapan Professor Mahfud MD


menjawab pertanyaan mahasiswanya tentang teori apa lagi yang bisa digunakan
untuk membawa bangsa ini keluar dari krisis (Kompas, 11 Oktober 2005).
Bangsa kita memang gudangnya teoritikus, yang nampak garang dan gagah
ketika mendiskusikan dan merumuskan sebuah konsep, namun hampir menjadi
nihil, bahkan bertolak belakang dalam aplikasinya. Tidak sesuainya kata dan
perbuatan, demikian ungkapan dai-dai kondang kita yang berusaha mencari
solusi bagi bangsa.

Pendidikan kita belum mengajarkan kedewasaan berpikir. Dari jenjang SD


sampai Perguruan Tinggi, para pelajar terbiasa diajarkan untuk menjawab
berbagai pertanyaan guru/dosen, bukan belajar bertanya atau mempertanyakan
berbagai persoalan. Sehingga terbiasa menjawab pertanyaan tetapi tidak
memahami esensi dari pertanyaan tersebut. Sehingga jangan aneh, ketika
dewasa usianya, output yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan kita belum
optimal untuk menjawab permasalahan bangsa ini, permasalahan sepele bisa
menjadi panjang dan besar di Indonesia ini, atau sebaliknya masalah besar bisa
menjadi kecil atau mungkin hilang, tidak tersentuh hukum. Karena hokum di
Indonesia ini masih kalah dengan yang namanya kekuasaan dan uang.
Jangankan menuntut optimal, untuk berpikir rasionalpun terkadang susah kita
harapkan. Secara emosional kita cepat bereaksi ketika melihat fenomena yang
janggal dan belum terbiasa, baik fenomena alam terlebih fenomena sosial,
karena kita tidak terbiasa melihat fenomena secara objektif dengan kelebihan
dan kekurangannya. Padahal fenomena tersebut memiliki dua sisi yang harus
kita lihat dua-duanya, yaitu positif dan negatifnya. Kita perlu berfikir secara
dewasa dalam menyikapi setiap permasalahan.

Sebetulnya kekawatiran yang paling menakutkan dalam pendidikan adalah,


hancurnya rasa kemanusiaan yang dimiliki manusia dan rusaknya sendi-sendi
akhlak dalam segala prilaku kehidupan sehari-hari. Akibat gagalnya membangun
moralitas dan esensi keilmuan dalam pendidikan. Jika hal ini terjadi, maka
kehidupan ini tidak lagi menuju masa depan cerah, indah dan damai menata
kehidupan yang harmonis antar manusia, juga dengan lingkungan alam, tetapi
kita akan mengalami keterpurukan budaya atau kembali ke masa hukum rimba.
Salah satu contoh adalah pengadilan jalanan untuk menghakimi penjahat karena
masyarakat tidak percaya pada aparat penegak hukum, merupakan salah satu
bukti betapa susahnya kita untuk rasional melihat kenyataan. Disatu sisi kita
kasihan pada penjahat, eksistensinya sebagai manusia yang punya hak hidup,
menjadi bulan-bulanan massa yang berakhir dengan kematian, tapi disisi lain kita
kecewa pada kerja aparat penegak hukum. Padahal antara penjahat dan
penegak hukum sama – sama hasil pendidikan di Indonesia ini.

Di akui atau tidak, sebetulnya kita mengalami kegagalan dalam membangun


dan mendidik moralitas bangsa, tetapi disisi lain pendidikan kita berhasil
melahirkan para ilmuwan, tenokrat dan birokrat yang jujur dan religius walaupun
jumlahnya relatif sedikit, tetapi itu patut dihargai. Hal berikut menunjukkan
pentingnya pendidikan yang bukan hanya menitik beratkan pada bagaimana
menjawab soal – soal ujian tetapi penting sekali pendidikan yang dapat
membangun karakter – karakter manusia yang berkualitas.

Kondisi pendidikan kita seperti dipersimpangan jalan, IPTEK belum kita


kuasai, moralpun merosot. Disinilah perlu kearifan dan kedewasaan dalam
melihat kenyataan yang terjadi pada pendidikan bangsa ini. Sehingga bisa
muncul solusi-solusi yang efektif tepat mengenai sasaran. Telah banyak ilmuwan
dan praktisi pendidikan serta LSM yang memiliki perhatian terhadap dunia
pendidikan Indonesia, mereka mengetahui kelemahan, kekurangan dan
kegagalan pendidikan di Indonesia. Tetapi belum mampu memberikan solusi
yang cocok untuk kultur Indonesia. Mungkin karena selama ini orientasi
pendidikan kita, terburu-buru dalam mengejar perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK), tanpa melihat sisi lain, effek dari ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut. Padahal IPTEK memiliki kekuatan yang efektif untuk merubah
tatanan nilai-nilai budaya masyarakat, jika IPTEK tidak dikontrol oleh moralitas
agama maka akan melupakan rasa kemanusiaan bahkan menghancurkan
kemanusiaan itu sendiri. Seperti apa yang dikatakan oleh Einstein, ilmu tanpa
agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh.

Pendidikan di Negara kita ini masih belum mengenai sasaran secara


menyelururh. Pendidikan di Indonesia lebih menitik beratkan pada pengejaran
terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa dibarengi dengan pendidikan
moral. Setiap anak bangsa dituntut mengikuti perkembangan zaman tetapi nilai –
nilai kemanusiaan, rasa cinta terhadap lingkungan, rasa hormat kepada sesame
manusia, kejujuran, tanggung jawab, itu semua telah hilang secara perlahan –
lahan. Inilah akibat dari kegagalan pendidikan di Indonesia yang menyebabkan
semakin bertambahnya anak bangsa yang memiliki karakter yang lemah.

Ketika pendidikan tidak lagi menempatkan prinsip-prinsip moralitas agung


sebagai basisnya, maka yang akan dihasilkan adalah orang yang selalu
mengejar materi untuk memenuhi tuntutan physical happiness semata yang
durasinya hanya sesaat dan potensial membunuh nalar sehat dan nurani.
Padahal, aktualisasi nilai kemanusiaan membutuhkan perjuangan hidup
sehingga seseorang akan merasa lebih berharga dan bahagia saat mampu
meraih kebahagiaan nonmateri, yaitu intellectual happiness, aesthetical
happiness, moral happiness ,dan spiritual happiness.

Fenomena sosial ini adalah tanggung jawab kita semua sebagai warga
Negara Indonesia. Pendidikan bukan hanya semata – mata pendidikan di
sekolah, pendidikan di dalam lingkungan keluarga juga sangat menentukan
terbentuknya karakter seseorang. Oleh karena itu penting sekali bagi orang tua
menanamkan hal – hal yang baik pada anak sejak dini, memberikan pendidikan
berbasis karakter. Karena pada awal seseorang dilahirkan di dunia ini adalah
pada keadaan baik dan suci, tapi yang membuat seseorang tersebut menjadi
buruk adalh lingkungan sekitar orang tersebut.

Ratna Megawangi, pendiri IHF (Indonesia Heterage Foundation) berpendapat,


"Pendidikan disebut holistik itu, adalah hol yang artinya menyeluruh. Kita
membangun manusia bukan hanya dari dimensi kognitif saja. Bagaimana kita
menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri, itulah yang penting. Karena
selama ini, hanya otak kiri saja (hafalan) itu, yang membuat negara kita tidak
berkembang dan output nya belum bisa menjadi manusia seutuhnya".

Pendidikan akademis dan pendidikan karakter adalah dua hal yang tidak bisa
dipisahkan sehingga karakter/nilai yang ditanamkan terintegrasi dalam setiap
pembelajaran yang bersifat akademis. Misalnya sewaktu belajar mengenai
bakteri pembusuk (decomposing bacteria), anak tahu bahwa sampah plastik
tidak akan terurai oleh bakteri ini dan akibatnya sangat buruk bagi tanah. Dari
situ, dia tahu bahwa membuang sampah sembarangan itu tidak baik dan dia
belajar untuk tidak melakukannya.

Salah satu tugas penting pendidikan adalah membangun karakter (character


building) anak didik. Karakter merupakan standar-standar batin yang
terimplementasi dalam berbagai bentuk kualitas diri. Karakter diri dilandasi nilai-
nilai serta cara berpikir berdasarkan nilai-nilai tersebut dan terwujud di dalam
perilaku. Bentuk-bentuk karakter yang dikembangkan telah dirumuskan secara
berbeda. Indonesia Heritage Foundation merumuskan beberapa bentuk karakter
yang harus ada dalam setiap individu bangsa Indonesia di antaranya; cinta
kepada Allah dan semesta beserta isinya, tanggung jawab, disiplin dan mandiri,
jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerja sama, percaya diri,
kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik
dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai dan persatuan. Sementara itu,
character counts di Amerika mengidentifikasikan bahwa karakter-karakter yang
menjadi pilar adalah; dapat dipercaya (trustworthiness), rasa hormat dan
perhatian (respect), tanggung jawab (responsibility), jujur (fairness), peduli
(caring), kewarganegaraan (citizenship), ketulusan (honesty), berani (courage),
tekun (diligence) dan integritas.

Pada intinya bentuk karakter apa pun yang dirumuskan tetap harus
berlandaskan pada nilai-nilai universal. Oleh karena itu, pendidikan yang
mengembangkan karakter adalah bentuk pendidikan yang bisa membantu
mengembangkan sikap etika, moral dan tanggung jawab, memberikan kasih
sayang kepada anak didik dengan menunjukkan dan mengajarkan karakter yang
baik. Hal itu merupakan usaha intensional dan proaktif dari sekolah, masyarakat
dan negara untuk mengisi pola pikir dasar anak didik, yaitu nilai-nilai etika seperti
menghargai diri sendiri dan orang lain, sikap bertanggung jawab, integritas, dan
disiplin diri. Hal itu memberikan solusi jangka panjang yang mengarah pada isu-
isu moral, etika dan akademis yang merupakan concern dan sekaligus
kekhawatiran yang terus meningkat di dalam masyarakat. Nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan tersebut seharusnya menjadi dasar dari
kurikulum sekolah yang bertujuan mengembangkan secara berkesinambungan
dan sistematis karakter siswa. Kurikulum yang menekankan pada penyatuan
pengembangan kognitif dengan pengembangan karakter melalui pengambilan
perspektif, pertimbangan moral, pembuatan keputusan yang matang, dan
pengetahuan diri tentang moral.

Pendidikan karakter tidak dapat terjadi dalam waktu yang singkat, dalam
bentuk spot mata ajaran di awal, di tengah ataupun di akhir saja. Namun
pendidikan karakter harus menyeluruh dan berkelanjutan. Selama kurikulum
tersebut diterapkan, kandungan dan muatan pendidikan karakter akan juga tetap
dilaksanakan. Pendidikan karakter yang hanya menekankan pada satu atau dua
mata ajaran tidak akan dapat menjamin tercapainya karakter siswa yang
diinginkan.

Di samping nilai tersebut diintegrasikan dalam kurikulum, juga yang tidak


kalah penting adalah adanya role model yang baik dalam masyarakat untuk
memberikan contoh dan mendorong sifat baik tertentu atau ciri-ciri karakter yang
diinginkan, seperti kejujuran, kesopanan, keberanian, ketekunan, kesetiaan,
pengendalian diri, simpati, toleransi, keadilan, menghormati harga diri individu,
tanggung jawab untuk kebaikan umum dan lain-lain. Menurut Dr Thomas
Lickona, pendidikan yang mengambangkan karakter adalah upaya yang
dilakukan pendidikan untuk membantu anak didik supaya mengerti,
memedulikan, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika. Anak didik bisa menilai
mana yang benar, sangat memedulikan tentang yang benar, dan melakukan apa
yang mereka yakini sebagai yang benar--walaupun ada tekanan dari luar dan
godaan dari dalam.

Banyak kebijakan dalam pendidikan yang justru kontraproduktif terhadap


pengembangan karakter siswa. Sebut saja misalnya kebijakan ujian nasional
(UN) yang dipercaya dapat menggenjot motivasi siswa untuk belajar supaya lulus
UN. Kebijakan tersebut justru mengarah pada praksis pendidikan yang
melahirkan peraturan dan sistem yang berbasis pada model reward and
punishment. Model seperti itu hanya akan menghasilkan perubahan tingkah laku
yang bersifat sementara dan terbatas, tapi hanya sedikit bahkan tidak
memberikan pengaruh pada pembentukan karakter anak untuk jangka panjang.
Bahkan kalau kita amati pada tataran pelaksanaan Ujian Nasional (UN), begitu
banyak praktik kecurangan yang bertentangan dengan prinsip pendidikan itu
sendiri. Hal itu justru yang akan merusak karakter anak didik yang sudah sekian
lama diusahakan dibangun dalam lingkungan sekolah. Pendidikan akan secara
efektif mengembangkan karakter anak didik ketika nilai-nilai dasar etika dijadikan
sebagai basis pendidikan, menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan
efektif dalam membangun dan mengembangkan karakter anak didik serta
menciptakan komunitas yang peduli, baik di keluarga, sekolah maupun
masyarakat sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk
pendidikan yang mengembangkan karakter dan setia dan konsisten kepada nilai
dasar yang diusung bersama-sama.

Pendidikan merupakan salah satu faktor utama untukdapat mencapai


kemakmuran suatu negara, sebagaimana diatur secara tegas dalam pasal 31
ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyatakan bahwa
setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Ayat (2) menegaskan bahwa
setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya. Ayat (3) menetapkan bahwa Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.Sedangkan ayat (4)
menugaskan negara untuk memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
serta dari anggaran pendapatan daerah (APBD) untuk mememenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional. Aturan yang termuat dalam Ayat (4)
tersebut menunjukkan betapa penting dan didahulukannya pendidikan di
Indonesia ini. Sebanyak 20 persen atau seperlima anggaran pemerintah pusat
dan seperlima anggaran pemerintah daerah harus dialokasikan untuk
menyelenggarakan pendidikan. Maka dari itu, sudah sepatutunya tidak ada lagi
anak bangsa yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Harga
mahalnya sekolah seharusnya tidak menjamin bagusnya mutu pendidikan yang
ada di sekolah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah harus memerhatikan sekali
jika ada anak bangsa yang putus sekolah karena nasib bangsa ini ada ditangan
setiap anak – anak itu. Itu semua bukan hanya tanggunga jawab dari pemerintah
tapi oleh seluruh masyarakat karena pendidikan bukan hanya disekolah.

Peranan sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak, dijelaskan oleh


Hurlock (1990) bahwa sekolah merupakan factor penentu bagi perkembangan
kepribadian anak baik dalam cara berfikir, bersikap maupun cara berprilaku.
Sekolah berperans ebagai substansi keluarga dan guru substitusi orang tua.
Sekolah member pengaruh kepada anak secara dini seiring dangan
perkembangan konsep dirinya, sekolah memberikan kesempatan kepada siswa
untuk meraih sukses dan sekolah member kesempatan pertama kepada anak
untuk menilai dirinya dan kemampuan secara realistik

Lingkungan masyarakat, para pemimpin, pembuat kebijakan, pemegang


otoritas di masyarakat, dan orang tua harus menjadi role model yang baik dalam
menanamkan karakter yang baik kepada anaknya. Berbagai prilaku tidak wajar
yang diperlihatkan dalam masyarakat akan memberi kontribusi yang buruk yang
secara signifikan dapat melemahkan karakter seseorang. Sudah terlihat dengan
jelas bahwa kegagalan dalam pendidikan akan memepengaruhi terbentuknya
karakter seseorang dan pastinya juga mempengaruhi karakter suatu bangsa.
Untuk membangun Negara yang lebih baik maka harus selalu dilakukan
perbaikan, yang salah harus dirubah menjadi benar dan yang benar harus
dipertahankan.

Sudah sepatutunya bangsa ini lebih membenahi pendidikan karakter setiap


anak bangsa, karena yang memajukan suatu Negara bukanlah kapan Negara itu
merdeka, bukan bagaimana kondisi alam Negara tersebut, melainkan bagaimana
kualitas dari sumber daya manusia yang ada pada Negara tersebut. Sehingga
karakter setiap individu yang ada pada Negara tersebut haruslah kuat agar dapat
dibangun pondasi yang kuat pula. Saya yakin bangsa Indonesia pasti bisa maju
seperti Negara – neagara maju lainnya, asalkan ada kemauan kuat untuk keluar
dari keterpurukan dan tidak lupa berdoa kepada Allah SWT dan ini semua
dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Generasi muda Indonesia
yang berkarakter kuat merupakan aset utama dan berharga dalam memajukan
bangsa dan menempatkan Indonesia menjadi bangsa yang dihormati dan
bermartabat.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan merupakan sebuah indikator penting untuk mengukur kemajuan


sebuah bangsa. Jika sebuah bangsa ingin ditempatkan pada pergaulan dunia
dalam tataran yang bermartabat dan modern, maka yang pertama-tama harus
dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang memiliki relevansi dan daya
saing bagi seluruh anak bangsa. Karena pendidikan merupakan gerbang untuk
memahami dunia sekaligus gerbang untuk menguasai pola pikir dan kultur
spesifik di dalam pergaulan global. Pendidikan yang baik merupakan investasi
yang besar bagi kemajuan sebuah bangsa. Oleh sebab itu, pendidikan sudah
seharusnya menjadi salah satu hal yang harus diproitaskan oleh pemerintah,
orang tua, dan seluruh individu masyarakat.

Dalam pendidikan atau mendidik tidak hanya sebatas mentransfer ilmu saja,
namun lebih jauh dan pengertian itu yang lebih utama adalah dapat mengubah
atau membentuk karakter dan watak seseorang agar menjadi lebih baik, lebih
sopan dalam tataran etika maupun estetika maupun perilaku dalam kehidupan
sehari-hari.

Lingkungan masyarakat, para pemimpin, pembuat kebijakan, pemegang


otoritas di masyarakat, dan orang tua harus menjadi role model yang baik dalam
menanamkan karakter yang baik kepada anaknya. Berbagai prilaku tidak wajar
yang diperlihatkan dalam masyarakat akan memberi kontribusi yang buruk yang
secara signifikan dapat melemahkan karakter seseorang. Kurang kuatnya
karakter bangsa Indonesia akibat kegagalan pendidikan adalah tanggung jawab
kita semua sebagai warga Negara Indonesia. Pendidikan bukan hanya semata –
mata pendidikan di sekolah, pendidikan di dalam lingkungan keluarga juga
sangat menentukan terbentuknya karakter seseorang. Oleh karena itu penting
sekali bagi orang tua menanamkan hal – hal yang baik pada anak sejak dini,
memberikan pendidikan berbasis karakter. Karena pada awal seseorang
dilahirkan di dunia ini adalah pada keadaan baik dan suci, tapi yang membuat
seseorang tersebut menjadi buruk adalah lingkungan sekitar orang tersebut.

B. Saran

Sebaiknya segera dilakukan tindakan terhadap pendidikan yang sudah ada di


Indonesia saat ini, agar bangsa ini tidak semakin terpuruk. Petahankan yang baik
hilangkan yang buruk – buruk.
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional Rekonstruksi dan


Demokratisasi . Penerbit Buku Kompas : Jakarta
Hasanah, Aan. 2009. Pendidikan Berbasis Karakter. www.mediaindonesia.com
[diakses tanggal 28 desember 2009]
Hurlock, E. B. 1990 Psikologi Perkembangan. Erlangga : Jakarta
Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk
Membangun Bangsa. Depok: Indonesia Heritage Foundation
Schoorl, Prof. Dr. J.W. (1980). Sociologie der Modernisering. Alih Bahasa R.G.
Soekidjo, Modernisasi Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-
negara Sedang Berkembang. Jakarta: Gramedia.

You might also like