You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini
berkembang sangat besar. Manusia mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menggunakan rasa, karsa dan
daya cipta yang dimiliki. Salah satu bidang iptek yang berkembang
pesat dewasa ini adalah teknologi reproduksi. Teknologi reproduksi
adalah ilmu reproduksi atau ilmu tentang perkembangbiakan yang
menggunakan peralatan serta prosedur tertentu untuk
menghasilkan suatu produk (keturunan). Salah satu teknologi
reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah inseminasi
buatan. Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial
insemination yang berarti memasukkan cairan semen (plasma
semen) yang mengandung sel-sel kelamin pria (spermatozoa) yang
diejakulasikan melalui penis pada waktu terjadi kopulasi atau
penampungan semen.
Hadirnya seorang anak merupakan tanda dari cinta kasih
pasangan suami istri, tetapi tidak semua pasangan dapat
melakukan proses reproduksi secara normal. Sebagian kecil
diantaranya memiliki berbagai kendala yang tidak memungkinkan
mereka untuk memiliki keturunan.
Inseminasi buatan pertama kali dilakukan pada manusia
dengan menggunakan sperma dari suami telah dilakukan secara
intravagina pada tahun 1700 di Inggris. Sophia Kleegman dari
Amerika Serikat adalah salah satu perintis yang menggunakan
inseminasi buatan dengan sperma suami ataupun sperma donor
untuk kasus infertilitas. Pada wanita kendala ini dapat berupa

1
hipofungsi ovarium, gangguan pada saluran reproduksi dan
rendahnya kadar progesterone. Sedangkan pada pria berupa
abnormalitas spermatozoa kriptorkhid, azoospermia dan rendahnya
kadar testosteron. Selain untuk memperoleh keturunan, faktor
kesehatan juga merupakan fokus utama penerapan teknologi
reproduksi.

B. Rumusan Masalah
Makalah ini akan membahas tentang:
1) Teori – Teori Yang Mendukung
2) Penjelasan Masalah Bioetik
3) Solusi Untuk Perawat Dari Masalah Bioetik Tersebut
4) Undang – Undang Yang Berhubungan

C. Tujuan
Berdasarkan pengertian di bagian latar belakang, maka
definisi tentang inseminasi buatan adalah memasukkan atau
penyampaian semen ke dalam saluran kelamin wanita dengan
menggunakan alat-alat buatan manusia dan bukan secara alami.
Namun perkembangan lebih lanjut dari inseminasi buatan tidak
hanya mencangkup memasukkan semen ke dalam saluran
reproduksi wanita, tetapi juga menyangkut seleksi dan
pemeliharaan sperma, penampungan, penilaian, pengenceran,
penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan
pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan, dan penentuan hasil
inseminasi pada manusia dan hewan. Adapun tujuan dari
inseminasi buatan adalah sebagai suatu cara untuk mendapatkan
keturunan bagi pasutri yang belum mendapat keturunan.

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori – Teori Yang Mendukung


Seperti yang dijelaskan pada bagian pendahuluan, masalah
bioetiknya adalah tentang inseminasi buatan yang merupakan
pemasukan atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin
wanita tidak secara alami melainkan dengan menggunakan alat-
alat buatan manusia.
Ada dua teknik dalam penerapan inseminasi buatan. Teknik
tersebut adalah sebagai berikut
1) Teknik IUI (Intrauterine Insemination)
Teknik IUI dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan melalui
leher rahim hingga ke lubang uterine (rahim).
2) Teknik DIPI (Direct Intraperitoneal Insemination)
Teknik DIPI telah dilakukan sejak awal tahun 1986. Teknik DIPI
dilakukan dengan cara sperma diinjeksikan langsung ke
peritoneal (rongga peritoneum).
Teknik IUI dan DIPI dilakukan dengan menggunakan alat yang
disebut bivalve speculum, yaitu suatu alat yang berbentuk seperti
selang dan mempunyai 2 cabang, dimana salah satu ujungnya
sebagai tempat untuk memasukkan/menyalurkan sperma dan ujung
yang lain dimasukkan ke dalam saluran leher rahim untuk teknik
IUI, sedangkan untuk teknik DIPI dimasukkan ke dalam peritoneal.
Jumlah sperma yang disalurkan/ diinjeksikan kurang lebih sebanyak
0,5–2 ml. Setelah inseminasi selesai dilakukan, orang yang
mendapatkan perlakuan inseminasi tersebut harus dalam posisi
terlentang selama 10–15 menit.

4
Ada 2 jenis sumber sperma yaitu:
1) Dari sperma suami
Inseminasi yang menggunakan air mani suami hanya boleh
dilakukan jika jumlah spermanya rendah atau suami mengidap
suatu penyakit. Tingkat keberhasilan AIH hanya berkisar 10-20
%. Sebab-sebab utama kegagalan AIH adalah jumlah sperma
suami kurang banyak atau bentuk dan pergerakannya tidak
normal.
2) Sperma penderma
Inseminasi ini dilakukan jika suami tidak bisa memproduksi
sperma atau azoospermia atau pihak suami mengidap penyakit
kongenital yang dapat diwariskan kepada keturunannya.
Penderma sperma harus melakukan tes kesehatan terlebih
dahulu seperti tipe darah, golongan darah, latar belakang status
physikologi, tes IQ, penyakit keturunan, dan bebas dari infeksi
penyakit menular. Tingkat keberhasilan Inseminasi AID adalah
60-70 %.

Persiapan Sperma
Sperma dikumpulkan dengan cara marturbasi, kemudian
dimasukkan ke dalam wadah steril setelah 2-4 hari tidak melakukan
hubungan seksual. Setelah dicairkan dan dilakukan analisa awal
sperma, teknik “Swim-up” standar atau “Gradient Percoll”
digunakan untuk persiapan penggunaan larutan garam seimbang
Earle atau Medi. Cult IVF medium, keduanya dilengkapi dengan
serum albumin manusia. Dalam teknik Swim-up, sampel sperma
disentrifugekan sebanyak 400 g selama 15 menit. Supernatannya
dibuang, pellet dipisahkan dalam 2,5 ml medium, kemudian

5
disentrifuge lagi. Sesudah memisahkan supernatannya, dengan
hati-hati pellet dilapisi dengan medium dan diinkubasi selama 1 jam
pada suhu 37º C. Sesudah diinkubasi, lapisan media yang berisi
sperma motile dikumpulkan dengan hati-hati dan digunakan untuk
inseminasi.
Pada teknik Percoll, sperma dilapiskan pada Gradient Percoll
yang berisi media Medi. Cult dan disentrifugekan sebanyak 500 g
selama 20 menit. 90 % dari pellet kemudian dipisahkan dalam 6 ml
media dan disentrifugekan lagi sebanyak 500 g selama 10 menit.
Pellet sperma kemudian dipisahkan dalam 0,5 atau 1 ml medium
dan digunakan untuk inseminasi.

Analisis Kualitas Sperma


Pemeriksaan Laboratorium Analisis Sperma dilakukan untuk
mengetahui kualitas sperma, sehingga bisa diperoleh kualitas
sperma yang benar-benar baik. Penetapan kualitas ekstern di
dasarkan pada hasil evaluasi sampel yang sama yang dievaluasi di
beberapa laboratorium, dengan tahapan-tahapan: Pengambilan
sampel, Penilaian Makroskopik, Penialain Mikroskopis, Uji Biokimia,
Uji Imunologi, Uji mikrobiologi, Otomatisasi, Prosedur ART, Simpan
Beku Sperma.

Risiko Injeksi Sperma


Dalam pembuahan normal, antara 50.000-100.000 sel
sperma, berlomba membuahi 1 sel telur. Dalam pembuahan
normal, berlaku teori seleksi alamiah dari Charles Darwin, dimana
sel yang paling kuat dan sehat adalah yang menang. Sementara
dalam inseminasi buatan, sel sperma pemenang dipilih oleh dokter

6
atau petugas labolatorium. Jadi bukan dengan sistem seleksi
alamiah. Di bawah mikroskop, para petugas labolatorium dapat
memisahkan mana sel sperma yang kelihatannya sehat dan tidak
sehat. Akan tetapi, kerusakan genetika umumnya tidak kelihatan
dari luar. Dengan cara itu, resiko kerusakan sel sperma yang secara
genetik tidak sehat, menjadi cukup besar.
Belakangan ini, selain faktor sel sperma yang secara genetik
tidak sehat, para ahli juga menduga prosedur inseminasi
memainkan peranan yang menentukan. Kesalahan pada saat injeksi
sperma, merupakan salah satu faktor kerusakan genetika. Secara
alamiah, sperma yang sudah dilengkapi enzim bernama akrosom
berfungsi sebagai pengebor lapisan pelindung sel telur. Dalam
proses pembuahan secara alamiah, hanya kepala dan ekor sperma
yang masuk ke dalam inti sel telur.
Sementara dalam proses inseminasi buatan, dengan injeksi
sperma, enzim akrosom yang ada di bagian kepala sperma juga ikut
masuk ke dalam sel telur. Selama enzim akrosom belum terurai,
maka pembuahan akan terhambat. Selain itu prosedur injeksi
sperma memiliko resiko melukai bagian dalam sel telur, yang
berfungsi pada pembelahan sel dan pembagian kromosom.
Keberhasilan inseminasi buatan tergantung tenaga ahli di
labolatorium, walaupun prosedurnya sudah benar, bayi dari hasil
inseminasi buatan dapat memiliki resiko cacat bawaan lebih besar
daripada dibandingkan pada bayi normal. Penyebab dari munculnya
cacat bawaan adalah kesalahan prosedur injeksi sperma ke dalam
sel telur. Hal ini bisa terjadi karena satu sel sperma yang dipilih
untuk digunakan pada inseminasi buatan belum tentu sehat,
dengan cara ini resiko mendapatkan sel sperma yang secara

7
genetik tidak sehat menjadi cukup besar. Cacat bawaan yang paling
sering muncul antara lain bibir sumbing, down sindrom, terbukanya
kanal tulang belakang, kegagalan jantung, ginjal, dan kelenjar
pankreas.
B. Penjelasan Masalah Bioetik
Seperti diketahui kemampuan berpikir dan bernalar membuat
manusia menemukan berbagai pengetahuan baru. Pengetahuan itu
kemudian digunakan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-
besarnya. Akan tetapi, sering pula teknologi yang kita hasilkan itu
memberikan efek samping yang memberikan dampak negatif. Oleh
sebab itu ada beberapa orang yang pro dan kontra terhadap
teknologi tersebut. Dari pendapat yang pro dan kontra,
memunculkan masalah etis, diantaranya bagaimana inseminasi
sperma dapat dibenarkan.
Inseminasi buatan dapat dibenarkan atau diijinkan bila
dilakukan dengan alasan kesehatan dan pengobatan atau untuk
meningkatkan nilai genetik, sehingga menghasilkan manusia yang
lebih berkualitas. Dan yang lebih penting dilakukan oleh pasangan
yang sah. Hal ini di kemukakan oleh sebagian pakar agama baik
dari Islam, Kristen maupun Yahudi, karena dapat membantu
pasangan suami istri yang tidak bisa memperoleh keturunan, jika
kedua belah pihak setuju untuk melakukan inseminasi. Tetapi ada
juga yang mempersoalkan tentang inseminasi buatan ini,
bahwasanya anak yang diperoleh dengan cara inseminasi
sebenarnya bukanlah anak dari dari suami istri itu sendiri,
melainkan dari orang lain yang identitasnya biasanya
disembunyikan. Karena itu juga muncul problem hukum tentang
ayah yang benar dari anak tersebut dan problem physikologis

8
dalam diri anak di kemudian hari bila ingin tahu tentang ayahnya
yang sebenarnya. Selain itu persoalan tentang bagaimana cara
mendapatkan sperma, apakah boleh digunakan masturbasi?
Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk inseminasi buatan, ternyata
juga menimbulkan masalah karena terlalu mahal, sekitar 11 juta.
Apakah tidak lebih baik bila biaya tersebut digunakan untuk
didermakan kepada panti asuhan sebelum mereka mengangkat
seorang anak dari panti asuhan tersebut?

C. Solusi Untuk Perawat Dari Masalah Bioetik Tersebut


Solusi bagi perawat dari masalah bioetik terhadap inseminasi
buatan adalah still and stay dalam menjalankan tugas sebagai
perawat sesuai dengan standar profesi keperawatan yang sudah
ditetapkan, dengan tetap memperhatikan kode etik keperawatan
yang berlaku.
Perawat dapat menjalankan inseminasi buatan (injeksi
sperma) terhadap klien sesuai dengan kehendak dan persetujuan
dari klien dan keluarga atau kerabat klien, disertai juga dengan
alasan yang tepat kenapa klien menginginkan untuk melakukan
inseminasi buatan tersebut, misalnya dengan alasan kesehatan dan
pengobatan atau untuk meningkatkan nilai genetik, dan tentunya
atas rekomendasi dari tenaga medis. Kolaborasi dengan tenaga
medis mesti perlu dilakukan.

D. Undang – Undang Yang Berhubungan


1. Agama
Dalam hukum Islam tidak menerima cara pengobatan ini dan
tidak boleh menerima anak yang dilahirkan sebagai anak yang sah,

9
apalagi jika anak yang dilakukan perempuan karena nantinya akan
mempersoalkan siapa walinya jika anak tersebut menikah.
Bolehkah “ayah” yaitu suami yang memiliki gangguan reproduksi
dapat diterima sebagai walinya? Selain masalah agama juga
muncul soal hukum dalam pembagian harat. Bolehkah anak yang
dilahirkan AID mewarisi harta “ayah” juga dalam hal lain-lain yang
berkaitan dengan pewarisan. Di negara barat, yang mana
inseminasi benih penderma dilakukan dengan giatnya, mereka atasi
masalah Undang-Undang dengan menjalani proses “adopsi” secara
sah. Tetapi kedudukan di negara Indonesia masih belum jelas.

2. Negara
Dilihat dari segi hukum pendonor sperma melanggar hukum.
Contoh kasus pada bulan Juni 2002, pengadilan di Stockholm,
Swedia menjatuhkan hukuman kepada laki-laki yang mengaku
sebagai pendonor sperma kepada pasangan lesbian yang akhirnya
bercerai. Dan diberi sanksi untuk memberi tunjangan terhadap 3
orang anak hasil inseminasi spermanya, sebesar 2,5 juta perbulan.
Dalam kasus ini akan timbul sikap etis dan tidak etis. Sikap etis
timbul dilihat dari sikap pendonor sperma yang telah memberikan
spermanya kepada pasangan lesbian, karena berusaha untuk
membantu pasangan tersebut untuk mempunyai anak. Sedangkan
sikap tidak etis muncul dari pasangan lesbian yang bercerai, karena
telah menuntut pertanggungjawaban kepada pendonor sperma
yang mengaku sebagai ayahnya untuk memberikan tunjangan
hidup bagi ke-3 anak hasil inseminasi spermanya.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Inseminasi buatan harus berlandaskan nilai etika tertentu,
karena bagaimanapun juga perkembangan dalam dunia
bioteknologi tidak lepas dari tanggung jawab manusia sebagai agen
moral dan subjek moral. Etika diperlukan untuk menentukan arah
perkembangan bioteknologi serta perkembangannya secara teknis,
sehingga tujuan yang menyimpang dan merugikan bagi
kemanusiaan dapat dihindarkan. Dan yang penting perlu
diterapkannya aturan resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan
penerapan bioteknologi, sehingga ada pengawasan yang intensif
terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan
bioteknologi.
Dalam hukum Islam tidak menerima cara inseminasi buatan
ini dan tidak boleh menerima anak yang dilahirkan sebagai anak
yang sah, apalagi jika anak yang dilakukan perempuan karena
nantinya akan mempersoalkan siapa walinya jika anak tersebut
menikah.

B. Saran
Saran dari saya sebagai individu dan bagi individu adalah
sebaiknya jangan melakukan inseminasi buatan jikalau memang
hukum agama dan negara yang berlaku di masyarakat kita telah
melanggar dan melaknat tindakan tersebut, ketimbang kita
melakukan tindakan tersebut dan menanggung sanksi-sanksi yang
berat, baik di mata Allah dan di mata hukum, kita juga yang

11
kerepotan. Just Be yourself beauty and you will find the world full of
beauty, jalankanlah inseminasi alamiah secara normal dalam ikatan
pernikahan tentunya, bersabarlah, karena orang yang sabar di
sayang Allah. Allah maha melihat dan meha pemberi, dengan kita
terus bersabar, berdoa, berusaha dan tawakal kepada Allah, insya
Allah kita akan diberikan keturunan yang terbaik di mata diri kita
sendiri, keluarga, kerabat, dan masyarakat, serta di mata Allah azza
wa jalla. Amin.

12
DAFTAR PUSTAKA

Suhaimi. 2009. Diktat Pendidikan Agama Islam; untuk sekolah


tinggi ilmu kesehatan program keperawatan dan kebidanan.
Palembang: tidak diterbitkan.

http://cloudleonhart.multiply.com/journal/item/3

13

You might also like