You are on page 1of 7

I.

PENDAHULUAN

Kemajuan zaman ditandai dengan kemajuan teknologi. Hal ini juga


terjadi pada bidang konstruksi bangunan yang banyak menggunakan
teknologi modern dan canggih. Walaupun demikian, secara garis besar
tahapan konstruksi masih tetap seperti sebelumnya. Tahapan tersebut
adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pemeliharaan-
pembongkaran.

Konstruksi bangunan adalah kegiatan yang berhubungan dengan


seluruh tahapan yang dilakukan di tempat kerja. Pekerjaan konstruksi
bangunan melibatkan banyak hal diantaranya adalah bahan bangunan,
pesawat/instalasi/peralatan, tenaga kerja, dan penerapan teknologi. Semua
hal tersebut dapat merupakan sumber kecelakaan kerja yang bahkan dapat
mengakibatkan kematian dan/atau kerugian material.

Kecelakaan kerja pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi bangunan


antara lain adalah : kejatuhan benda, tergelincir, terpukul, terkena benda
tajam, dan jatuh dari ketinggian. Berdasarkan data statistik Jamsostek dari
tahun 1981 sampai dengan 1987, bahwa kejatuhan benda mencapai 29 %
dari kecelakaan kerja di sektor konstruksi.

Dengan banyaknya potensi bahaya dan kecelakaan kerja yang


terjadi pada sektor konstruksi bangunan, maka diperlukan adanya suatu
perlindungan kepada tenaga kerja dan asset-aset maupun orang lain di
proyek/tempat kerja khususnya konstruksi bangunan agar incident maupun
accident dapat diminimalisir.Perlindungan yang dapat diberikan dapat
berupa penegakan aturan yang telah ditetapkan baik dari perusahaan
(Standard Operational Procedure) maupun dari pemerintah
(Permenakertrans).

K3 Konstruksi Bangunan 1
II. DASAR HUKUM

Dasar hukum yang digunakan dalam makalah ini antara lain :

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

3. Permenakertrans RI No. Per. 01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan


Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.

4. Permenakertrans RI No. Per. 05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat


dan Angkut.

5. Permenakertrans RI No. Per. 01/MEN/1989 tentang Kualifikasi dan


Syarat-syarat Operator Keran Angkat.

III. MASALAH DAN ANALISA

3.1. Kecelakaan Crane

• Masalah : Pada tanggal 14 Juli 1999 sebuah crane berjenis crawler


crane sedang mengangkat suatu beban, lebih
spesifiknya adalah mengangkat suatu konstruksi atap
untuk stadion sepak bola. Dalam proses pengangkatan
beban tersebut terlihat kalau crane mengalami kesulitan
dalam mengangkat beban apalagi menggerakkan boom-
nya. Tidak lama kemudian tiba-tiba crane jatuh ke sisi
kiri crane. Kejadian ini mengakibatkan 3 orang pekerja
konstruksi meninggal langsung karena tertimpa crane
yang ambruk tersebut.

K3 Konstruksi Bangunan 2
Gambar 1. Crawler crane

• Analisa :Kecelakaan crane tersebut dapat disebabkan oleh


beberapa factor dintaanya adalah :

1. Beban yang diangkat yang melebihi SWL (Safe


Working Load) yang dimiliki oleh crane tersebut.
SWL merupakan batas beban maksimum yang
diijinkan untuk diangkat oleh crane.

2. Pengujian berkala yang disyaratkan tidak ditaati.


Berdasarkan permenakertran no 5 tahun 1985 bab
VIII, pasal 138, ayat 1 yang menyebutkan bahwa
sebuah pesawat angkat dan angkut sebelum dipakai
harus diperiksa dan diuji terlebih dahlu dengan
standar uji yang telah ditentukan.

3. Kegiatan pemeriksaan dan maintenance yang tidak


teratur, sehinggga banyak bagian-bagian crane yang
mengalami kerusakan seperti korosi atau cracking.
Berdasarkan permenakertran no 5 tahun 1985 bab
VIII, pasal 138, ayat 4 yang menyebutkan bahwa
pemeriksaan dan pengujian pesawat angkat dan
angkut dilaksanakan selambat- lambatnya 2 (dua)
tahun setelah pengujian pertama dan pemeriksaan

K3 Konstruksi Bangunan 3
pengujian ulang selanjutnya dilaksanakan 1 (satu)
tahun sekali

4. Operator crane yang kurang ahli dan tidak pernah


ikut training/sertifikasi. Berdasarkan Permenakertran
no 5 tahun 1985 bab I, pasal 4 yang menyebutkan
bahwa setiap pesawat angkat dan angkut harus
dilayani oleh operator yang mempunyai kemampuan
dan telah memiliki keterampilan khusus tentang
pesawat angkat dan angkut.

5. Jenis crane yang tidak sesuai.

3.2. Kumpulan Kecelakaan Konstruksi Bangunan

• Masalah : Dalam video ini dapat dilihat kumpulan dari bermacam-


macam kecelakaan yang terjadi pada kegiatan
konstruksi bangunan antara lain : pekerja saling
mengoper batu bata dengan cekatan, namun ketika yang
satu tidak perhatian maka dia terkena batu bata, atau
orang yang jatuh dari atap sebuah rumah.

• Analisa : Kecelakaan-kecelakaan yang terjadi secara umum


disebabkan oleh 2 faktor, yaitu unsafe actions dan
unsafe conditions. Secara detail antara lain seperti
pekerja tidak memakai APD (Alat Pelindung Diri),
tidak menggunakan safety belt/safety harness, tidak
adanya perancah dll. Penyebab-penyebab seperti ini
bisa saja menimbulkan kerugian, baik material maupun
riil. Hal-hal seperti ini seharusnya tidak pernah terjadi
jika Keselamatan dan Kesehatan Kerja diaplikasikan
secara benar dan tepat.

K3 Konstruksi Bangunan 4
IV. REKOMENDASI

Rekomendasi yang diberikan oleh penulis antara lain adalah :

1. Lakukan setiap pekerjaan sesuai dengan SOP (Standart Operating


Procedures).

2. Gunakan Alat Pelindung Diri yang telah ditetapkan dan terstandar.

3. Bila kita tidak tahu, sebaiknya bertanya pada atasan/supervisor. Jangan


mengambil tindakan sendiri.

4. Lakukan setiap kegiatan dengan pertimbangan yang matang.

5. Lakukan maintenance secara teratur pada peralatan konstruksi.

Berdasarkan Permenakertran no 1 tahun 1980 pasal 28:

Alat-alat angkat harus direncanakan, dipasang, dilayani, dan dipelihara


sedemikian rupa sehingga terjamin keselamatan dalam pemakaiannya.

6. Sebelum beroperasi, sebaiknya cek/periksa segala kemungkinan


kegagalan-kegagalan yang akan timbul.

Berdasarkan Permenakertran no 1 tahun 1980 pasal 3 ayat 1:

Pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus diusahakan


pencegahan atau dikurangi terjadinya kecelakaan atau sakit akibat verja
terhadap tenaga kerjanya.

7. Lakukan pelatihan/training dan sertifikasi terhadap operator crane.

8. Gunakan jenis crane yang sesuai dengan jenis pekerjaan. Untuk kasus
pertama, mungkin sebaiknya crane yang digunakan bukanlah crawler
crane melainkan tower crane yang memiliki kekuatan untuk
mengangkat beban lebih besar dari pada crawler crane.

K3 Konstruksi Bangunan 5
Gambar 2. Tower crane

9. Pengujian crane hendaknya dilakukan secara berkala.

Berdasarkan Permenakertran no 5 tahun 1985 pasal 138 ayat 4 :

Pemeriksaan dan pengujian pesawat angkat dan angkut dilaksanakan


selambat- lambatnya 2 (dua) tahun setelah pengujian pertama dan
pemeriksaan pengujian ulang selanjutnya dilaksanakan 1 (satu) tahun
sekali.

10. Laporkan setiap kecelakaan yang ada agar dapat dilakukan penanganan
untuk mencegah timbulnya kecelakaan yang lain.

Berdasarkan Permenakertran no 1 tahun 1980 pasal 4:

Setiap terjadi kecelakaan kerja atau kejadian yang berbahaya harus


dilaporkan lepada direktur atau pejabat yang ditunjuk.

11. Awali setiap pekerjaan dengan berdoa sesuai dengan agama dan
keyakinan yang dianut agar selama bekerja diberi keselamatan oleh
tuhan YME.

K3 Konstruksi Bangunan 6
V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah :

1. Adanya potensi-potensi bahaya dan kecelakaan kerja yang terjadi pada


sektor konstruksi bangunan, mendorong diperlukan adanya suatu
perlindungan kepada tenaga kerja dan asset-aset maupun orang lain di
proyek/tempat konstruksi bangunan sesuai dengan Permenakertrans RI
No. Per. 01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Konstruksi Bangunan..

2. Dalam mengoperasikan crane, sebaiknya mentaati dan


mengimplementasikan peraturan Keselamatan dna Kesehatan Kerja
(Permenakertrans RI No. 05/MEN/1985 tentang Pesawat Angkat dan
Angkut).

VI. DAFTAR PUSTAKA

1. Himpunan Peraturan dan Perundang-undangan Keselamatan dan


Kesehatan Kerja. Depnaker RI.

2. Video kecelakaan kerja bidang konstruksi (collapse crane accident)

3. Materi 2 Pengawasan K3 Konstruksi. Depnakertrans RI.

K3 Konstruksi Bangunan 7

You might also like