You are on page 1of 8

Konvensi wina 1969 induk pengaturan perjanjian internasional | Jun 25th 2008

Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 (Vienna Convention 1969) mengatur mengenai
Perjanjian Internasional Publik antar Negara sebagai subjek utama hukum internasional. Konvensi ini
pertama kali open for ratification pada tahun 1969 dan baru entry into force pada tahun 1980. Sebelum
adanya Vienna Convention 1969 perjanjian antar negara, baik bilateral maupun multilateral,
diselenggarakan semata-mata berdasarkan asas-asas seperti, good faith, pacta sunt servanda dan
perjanjian tersebut terbentuk atas consent dari negara-negara di dalamnya. Singkatnya sebelum
keberadaan Vienna Convention 1969 Perjanjian Internasional antar Negara diatur berdasarkan
kebiasaan internasional yang berbasis pada praktek Negara dan keputusan-keputusan Mahkamah
Internasional atau Mahkamah Permanen Internasional (sekarang sudah tidak ada lagi) maupun
pendapat-pendapat para ahli hukum internasional (sebagai perwujudan dari opinion juris).

Vienna Convention 1969 dianggap sebagai induk perjanjian internasional karena konvensi inilah yang
pertama kali memuat ketentuan-ketentuan (code of conduct yang mengikat) mengenai perjanjian
internasional. Melalui konvensi ini semua ketentuan mengenai perjanjian internasional diatur, mulai dari
ratifikasi, reservasi hingga pengunduran diri Negara dari suatu perjanjian internasional (seperti yang
dilakukan AS, mengundurkan diri dari Vienna Convention 1969 pada tahun 2002 lalu). Dengan adanya
konvensi ini, perjanjian internasional antar Negara tidak lagi diatur oleh kebiasaan internasional namun
oleh suatu perjanjian yang mengikat yang menuntut nilai kepatuhan yang tinggi dari negara anggotanya
dan hanya bisa berubah apabila ada konsen dari seluruh Negara anggota Vienna Convention tersebut,
tidak seperti kebiasaan internasional yang dapat berubah apabila ada tren internasional baru.

Maka Vienna Convention 1969 merupakan induk dari pengaturan perjanjian internasional karena
konvensi ini merupakan konvensi pertama yang berisikan pengaturan perjanjian internasional, baik
secara teknis maupun material dan ketentuan dalam konvensi ini merupakan kumpulan dari kebiasaan-
kebiasaan internasional selama ini yang berkaitan dengan perjanjian internasional. Bahkan dewasa ini
Vienna Convention 1969 telah dianggap sebagai kebiasaan internasional yang mengikat bahkan Negara
yang tidak menjadi pesertanya. Untuk referensi mengenai Vienna Convention 1969 ini lebih jelasnya
dapat dilihat dari general comment dan traveaux preparatoir dari konvensi ini maupun dari buku-buku
karangan T.O. Elias dan I.M. Sinclair mengenai Law of Treaties.

saya adalah mahluk ciptaan Allah SWT, yang mulai menikmati anugrah keindahan dunia sejak hari
selasa, tanggal 16 Oktober 1979. saya merupakan karunia yang tidak terhingga bagi kedua orang tua
saya yang sangat saya cintai dan mencintai saya serta 3 saudara kandung saya....(semoga rahmat Allah
SWT selalu dilimpahkan kepada Rosulullah SAW, Keluarga&Sahabat Beliau, Kedua orang tua ku, suadara-
saudaraku, dan seluruh umat muslim di dunia ....) saya dididik, disekolahkan pada tahun 1985 di SDN
Ciamis X, tahun 1991 masuk di SMPN 1 Ciamis, tahun 1994 diterima di SMAN 1 Ciamis dan Lulus tahun
1997 dengan hasil yang menurut saya kurang baik untuk meneruskan ke Perguruan Tinggi Negeri (yang
pada saat itu merupakan idaman setiap siswa SMA). 1997-2000 merupakan masa yang sangat
berpengaruh terhadap psikologis saya, pada masa itu segala macam kejadian penting terjadi dengan
sendirinya dan mengubah sebagian besar pola pikir saya, dengan kata lain saya belum bisa menerima
apa yang dinamakan dengan "Kegagalan"!!!! Tahun 2004 dengan kasih sayang nya....ibu saya
memasukan saya di salah satu Universitas yang jelas-jelas tidak saya harapkan.....(Universitas Galuh
Ciamis) di Fakultas Hukum,.... terima kasih kepada kedua orang tua saya yang dengan tulus, sabar, dan
ikhlas mendidik dan mengurusi saya. dan sekarang saya adalah seorang GURU di SMA N 1 Ciamis, meski
baru sampai disini saya bangga dengan apa yang telah saya capai....semoga dengan Rahmat-Nya saya
bisa lebih berguna bagi semuanya....amin

Definisi Perjanjian Internasional menurut Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999
tengang Hubungan Luar Negeri yang menyatakan bahwa:

“Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh
hukum Internasional dan dibuat secara tertulis oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau
lebih negara, organisasi Internasional, atau subyek Hukum Internasional Lainnya, serta menimbulkan
hak dan kewajiban pada Pemerintah RI yang bersifat hukum publik.”

Sementara itu, pada definisi Perjanjian Internasional menurut pasal 2 konvensi Wina 1969 adalah :

“suatu pernyataan sepihak, dengan bentuk dan nama apapun, yang dibuat oleh suatu negara,ketika
menandatangani, meratifikasi, mengakseptasi, menyetujui, atau mengaksesi atas suatu perjanjian
Internasional, yang maksudnya untuk mengesampingkan atau mengubah akibat hukum dari ketentuan
tertentu dari perjanjian itu dalam penerapannya terhadap negara yang bersangkutan.”

Kemudian menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :

Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang no.24 Tahun 2000.


“Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam
hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang
hukum publik.”

Sementara itu dapat dijelaskan disini tentang persamaan dari ketiga sumber hukum tersebut adalah :

Persamaan dalam ketiga definisi tersebut sama – sama mengakibatkan hukum diterapkan kepada
subjek hukum internasional yang dengan maksud Negaralah yang menjadi salah satu subjek hukum
Internasional melalui persetujuan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang membuat
perjanjian atau lebih.

Soal : Analisa perbedaan dan persamaan pengertian perjanjian internasional UU no.24 tahun 2000, UU
no.37 tahun 1999, UUD 1945 pasal 11, Surat keputusan presiden 2826/hukum/1960, Konvensi WINA

Jawaban :

Menurut Pasal 2 Konvensi Wina :

1969, Perjanjian Internasional merupakan suatu persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk
tertulis dan diatur oleh hukum internasional, apakah itu dalam instrumen tunggal, dua atau lebih
instrument yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan kepadanya (Pakta, Konvensi, Agreement,
Protocol, Charter, dll.) Kemudian dalam Pasal 1 dari konvensi Wina lebih membatasi diri dalam ruang
lingkup berlakunya, hanya berlaku untuk perjanjian antar negara, seperti dinyatakan “The present
convention applies to treaties between states”. Namun demikian konvensi menganggap perlu untuk
mengatur perjanjian-perjanjian yang diadakan oleh subyek-subyek hukum lainnya secara tersendiri,
seperti perjanjian antar negara dengan subyek hukum lain selain daripada negara, dan subyek hukum
bukan negara satu sama lain.

UU Nomor 37 Tahun 1999 :

tentang Hubungan Internasional (Hubungan Luar Negeri) dinyatakan bahwa Perjanjian Internasional
merupakan Perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun yang diatur oleh Hukum Internasional dan
dibuat secara tertulis oleh Pemerintahan Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi
Internasional atau subyek Hukum Internasional lainnya, serta menimbulkan Hak dan Kewajiban pada
Pemerintahan RI yang bersifat hukum publik. Sebagai tambahan saja, pada Bab III Pasal 15 memang
telah ditetapkan sebelumnya bahwa masalah Perjanjian Internasional akan diatur secara tersendiri
dalam suatu Undang-Undang.
Uu no 24 tahun 2000 :

Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama

tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara

tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum

publik.

Pasal 11 UUD’45:

1. presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian
dengan negaralain

2. presiden dapat membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara, dan/atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan dewan perwakilan rakyat.

3. ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasonal diatur dengan undang- undang.

Surat Keputusan Presuden 2826/hk/1960 :

tentang perjanjian internasional menyangkut hal yang penting saja lebih kepada haluan politik luar
negeri yang berpengaruh seperti perjanjian persahabatan, persekutuan, perubhan wilayah, kerjasama
ekonomi, kerjasama teknik, kerjasama pinjaman, saja sedangkan perjanjian internasional ada yang
keuntungan bersifat global dan saling menguntungkan.

Persamaan :

A. pada kelima pengertian diatas sam-samamengatur tentang hubungan negara dengan negara yang
lainnya

B. Selain surat keputusan presiden 2826/hukum/1960 dan UUD 1945 dalam perjanjian hukum
internasional, bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional secara tertulis.

Perbedaan :
A. Didalam UUd untuk membuat perjanjian internasional, presiden harus atas persetujuan dari DPR

B. Pada surat keputusan presiden 2826/hukum/1960, perjanjian internasional menyangkut hal yang
penting saja dan lebih kepada haluan politik negara

C. Pada UU no.1999 perjanjian internasional tidak hanya negara dan negara saja, tetapi juga dengan
organisasi negara atau subyek hukum internasional lainnya

Pada pembahasan kali ini saya akan mengomentari tentang perjanjian internasional, dimulai dari
pengertian perjanjian internasional,persamaan,dan perbedaannya.

Pengertian perjanjian menurut :

Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000

Perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara
tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum public.

Menurut Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999

perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara
tertulis oleh pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih Negara, organisasi internasional
atau subyek Hukum Internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah
Republik Indonesia yang bersifat hukum public.

Perjanjian internasional dalam Konvensi Wina

tahun 1969 Pasal 2 (1) (a)

“An International agreement concluded between States in written form and governed by international
law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instruments and whatever its
particular designation”

perjanjian internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subjek
hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisi ikatan-ikatan yang mempunyai
akibat-akibat hukum mendapatkan persetujuan antara 2 negara atau lebih dalam tertulis dan
melibatkan hukum internasinal,baik dalam satu instrument atau dua atau lebih yang saling berhubungan
dan apa pun bentuknya.
Menurut Undang-undang Dasar 1945

Pasal 11

* (1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,

membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

* Perubahan IV 10 Agustus 2002

* (2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan

akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban

keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang

harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

* (3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undangundang.

* Perubahan III November 2001, sebelumnya berbunyi :

Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan

keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

Menurut Surat Presiden Nomor 2826 / Hukum / 1960

, yaitu perjanjian yang hanya membahas tentang perjanjian terpenting, yakni perjanjian yang
mempengaruhi haluan politik luar negeri, seperti perjanjian persahabatan, persekutuan, perubahan
wilayah, kerjasama ekonomi, kerjasama teknik atau kerjasama pinjaman harus disampaikan pada DPR
untuk mendapat persetujuan sebelum disahkan presiden, sedangkan untuk hal yang lain hanya
disampaikan pada DPR

Persamaan :

-Persamaan dari perjanjian internasional yaitu mengatur tentang hubungan negara yang satu dengan
yang lain yang telah melakukan suatu perjanjian

-Selain di dalam surat putusan Presiden 2826/hukum/1960 dan UUD 1945 tertulis bentuknya dan nama
tertentu yang telah diatur di dalam hukum internasional

-Persamaan yang lain adalah sama-sama berbentuk tertulis

Perbedaan :
-Di dalam UUD 1945,dalam membuat perjanjian internasional Presiden harus atas persetujuan
DPR,namun di pengertian perjanjian internasional dalam undang-undang yang lain tidak diatur bahwa
Presiden harus mandapat persetujuan DPR dalam membuat perjanjian internasional

-Didalam konvensi Wina lebih membatasi diri dalam ruang lingkup berlakunya hanya hubungan antar
negara

-Dalam surat putusan Presiden 2826/hukum/1960,perjanjian internasional hanya menyangkut hal yang
penting saja yaitu lebih kepada haluan politik negara

-Dalam UU No.37 tahun 1999 perjanjian internasional tidak hanya negara dengan negara saja, tetapi
juga dengan organisasi negara atau dengan subyek hukum internasional lainnya

Sebagai mana terlihat di bagian sampul maupun Kata Pengantar, Skripsi ini mengambil judul
"Pensyaratan Sebagai Perwujudan Kedaulatan Negara Dalam Persetujuan Perjanjian Internasional
(Konvensi Wina 1969)". Yang dimaksud dengan persyaratan adalah, pernyataan sepihak yang diajukan
oleh suatu negara pada waktu menyatakan persetujuannya untuk terikat pada suatu perjanjian
internasional, bahwa negara itu menyetujui untuk terikat pada suatu perjanjian internasional tetapi
tidak mau terikat pada pasal-pasal perjanjian tersebut atau, negara itu memberikan pengertian lain atas
isi dari pasal atau pasal-pasal tertentu dari perjanjian tersebut. Dalam kenyataan, terutama dalam hal-
hal yang menyangkut perjanjian internasional multilateral yang materinya sangat luas dan kompleks.
Kesepakatan semua pihak atas seluruh isi atau pasal perjanjian itu. Tidaklah begitu mudah untuk dicapai.
Bahkan seringkali ada negara- negara yang meolak untuk menerima atau terikat pada pasal-pasal
tertentu dari perjanjian tersebut. Padahal naskah perjanjian itu sudah dengan susah payah dirumuskan
oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perundingan. Berbagai alasan dapat dikemukakan, mengapa ada
negara- negara yang tidak bisa menerima pasal-pasal tertentu dari suatu perjanjian. Misalnya karena
pasal-pasal yang ditolaknya itu bertentangan dengan Undang-undang dasar maupun peraturan
perundang-undangannya. Bahkan bertentangan dengan haluan politik dari negara itu sendiri dan
pelbagai alasan lain. Kalau semua atau sebagian besar negara-negara bersikap demikian, walaupun
sebagian besar pasal-pasal perjanjian itu disetujui, maka timbul kekhawatiran bahwa akan sangat sukar
menjadikan suatu perjanjian internasional sebagai hukum internasional positif. Akibat lebih lanjut
adalah terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional pada umumnya dan
perjanjian internasional pada khususnya. Negara-negara pun akan semakin skeptis dan apatis untuk
membuat perjanjian-perjanjian internasional, sebab selalu akan dihantui oleh kekhawatiran bahwa
naskah perjanjian internasional yang berhasil dirumuskan dan disepakati dengan susah payah akan sia-
sia belaka yang disebabkan oleh tidak bersedianya negara-negara untuk menerima seluruh pasal atau
perjanjian tersebut. Pada lain pihak, semua pihak menyadari bahwa hukum internasional pada
umumnya dan perjanjian-perjanjian internasional pada khususnya sangat dibutuhkan peranannya dalam
mengatur masyarakat internasional. Pada sisi lain kalau negara-negara itu dipaksa untuk menerima
seluruh isi atau pasal perjanjian secara utuh, disamping tidak berdaya guna disebabkan oleh sifat hukum
international sebagai hukum yang lemah, juga dalam penerapan perjanjian itu akan mengalami
hambatan. Terutama negara-negara yang sebenarnya tidak bisa menerima atau menolak pasal-pasal
tertentu dan perjanjian itu, tidak akan bersedia menaatinya atau mungkin mentaati dengan setengah
hati. Pada akhirnya praktis akan tidak bisa diberlakukan terhadap negara-negara yang bersangkutan.
Berdasarkan pada keadaan yang serba sulit itu, maka timbul suatu modifikasi dalam praktek negara-
negara pada waktu mengikatkan diri atau pada waktu menyatakan persetujuan untuk terikat pada suatu
perjanjian. Negara yang tidak mau terikat pada pasal-pasal tertentu dari suatu perjanjian,
diperkenankan menyatakan persetujuarmya untuk terikat pada perjanjian dengan menyertai
pernyataan itu dengan suatu persyaratan (reservation). Untuk memperjelas keadaan atau fenomena
hukum internasional ini maka skripsi ini akan membahas mengenai hubungan-hubungan antara
pensyaratan, kedaulatan negara, perjanjian internasional, dan akibat hukum dari pensyaratan terhadap
para pihak.

You might also like