Professional Documents
Culture Documents
keterbelakangan sebagai produk dari pola hubungan ketergantungan. Kedua kubu tersebut
mendominasi 'proyek besar' pembangunan hingga akhir tahun 1980-an, ketika studi
pembangunan mencapai ‘jalan buntu’. Kedua kubu teoretis tersebut dianggap gagal. Di satu sisi,
realitas yang ada di negara-negara dunia ketiga sebagai obyek pembangunan tetap ditandai oleh
berbagai indikator keterbelakangan, di sisi lain muncul fenomena negara-negara industri baru
sebagai kisah sukses.
Kebuntuan dalam studi pembangunan ini mendorong perkembangan kritik terhadap teori-teori
pembangunan yang dominan. Kritik terhadap teori-teori pembangunan ini bukan hanya
menekankan pada kritik terhadap strategi-strategi pembangunanyang dominan, tetapi juga
terhadap studi pembangunan dan bahkan konsep pembangunan itu sendiri. Dalam artian yang
terakhir, teori pembangunan telah bergeser dari teori tentang kebijakan ke arah wacana tentang
pembangunan (Apter, 1998).
Teori ketergantungan.
Teori ini pada mulanya adalah teori struktural yang menelaah jawaban yang diberikan oleh teori
modernisasi.
Teori struktural berpendapat bahwa kemiskinan yang terjadi di negara dunia ketiga yang
mengkhusukan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur pertanian adalah akibat
dari struktur perekonomian dunia yang eksploitatif dimana yang kuat mengeksploitasi yang
lemah.
Teori ini berpangkal pada filsafat materialisme yang dikembangkan Karl Marx. Salah satu
kelompok teori yang tergolong teori struktiral ini adalah teori ketergantungan yang lahir dari 2
induk, yakni seorang ahli pemikiran liberal Raul Prebiesch dan teori-teori Marx tentang
imperialisme dan kolonialisme serta seorang pemikir marxis yang merevisi pandangan marxis
tentang cara produksi Asia yaitu, Paul Baran.
3.Paul Baran: sentuhan yang mematikan dan kretinisme. Baginya perkembangan kapitalisme di
negara-negara pinggiran beda dengan kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara pinggiran,
system kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme yang membuat orang tetap kerdil.
Ada 2 tokoh yang membahas dan menjabarkan pemikirannya sebagai kelanjutan dari tokoh-
tokoh di atas, yakni:
1.Andre Guner Frank : pembangunan keterbelakangan. Bagi Frank keterbelakangan hanya dapat
diatasi dengan revolusi, yakni revolusi yang melahirkan sistem sosialis.
2.Theotonia De Santos : Membantah Frank. Menurutnya ada 3 bentuk ketergantungan, yakni :
a.Ketergantungan Kolonial: hubungan antar penjajah dan penduduk setempat bersifat
eksploitatif.
b.Ketergantungan Finansial- Industri: pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi dalam
bentuk kekuasaan financial-industri.
Gejala ketergantungan dianalisis dengan pendekatan keseluruhan yang memberi tekanan pada
sisitem dunia. Ketergantungan adalah akibat proses kapitalisme global, dimana negara pinggiran
hanya sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika dan mekanisme kapitalis dunia menjadi
perhatian pendekatan ini.
Para pengikut teori ketergantungan tidak sependapat dalam penekanan terhadap dua faktor ini,
ada yang beranggapan bahwa faktor eksternal lebih ditekankan, seperti Frank Des Santos.
Sebaliknya ada yang menekan factor internal yang mempengaruhi/ menyebabkan
ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto.
Raul Plebiech memulainya dengan memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang
ditawarkanya juga bersifat ekonomi. AG Frank seorang ekonom, dalam analisisnya memakai
disiplin ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan politik. Dengan demikian teori ketergantungan
dimulai sebagai masalah ekonomi kemudian berkembang menjadi analisis sosial politik dimana
analisis ekonomi hanya merupakan bagian dan pendekatan yang multi dan interdisipliner analisis
sosiopolitik menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan peran pemerintah di negara
pinggiran.
4. Salah satu kelompok penganut ketergantungan sangat menekankan analisis tentang hubungan
negara-negara pusat dengan pinggiran ini merupakan analisis yang memakai kontradiksi
regional. Tokohnya adalah AG Frank. Sedangkan kelompok lainya menekankan analisis klas,
seperti Cardoso.
Penggunaan metode hidtoris struktural telah memberikan bukti empirik yang sangat
cukup untuk memberikan kritik terhadap modernisasi. Sebagai sebuah proses perubahan sosial
yang memakan waktu sangat lama, pembangunan erat kaitannya dengan sejarah perkembangan
suatu negara. Oleh karena itu tidak salah apabila Frank menyatakan bahwa perkembangan
ekonomi negara saat ini tidak lepas dari begaimana keadaan sejarah ekonomi, politik dan
sosialnya di masa lalu.
Asumsi dasar teori ketergantungan ini menganggap ketergantungan sebagai gejala yang
sangat umum ditemui pada negara-negara dunia ketiga, disebabkan faktor eksternal, lebih
sebagai masalah ekonomi dan polarisasi regional ekonomi global (Barat dan Non Barat, atau
industri dan negara ketiga), dan kondisi ketergantungan adalah anti pembangunan atau tak akan
pernah melahirkan pembangunan. Terbelakang adalah label untuk negara dengan kondisi
teknologi dan ekonomi yang rendah diukur dari sistem kapitalis.
Terdapat beberapa asumsi dasar dalam perspektif dependensi yang disampaikan oleh
beberapa ahli. Frank menyatakan bahwa pemahaman terhadap sejarah ekonomi, sosial dan
politik menjadi suatu hal yang penting dalam menentukan kebijakan pembangunan pada suatu
negara. Karakteristik suatu negara yang khas dapat dikaji dari perspektif historis. Pendekatan
pembangunan yang dilakukan oleh negara terbelakang saat ini sebenarnya merupakan hasil
pengalaman sejarah negara maju yang kapitalis seperti negara-negara Eropa dan Amerika Utara.
Terdapat perbedaan sejarah yang sangat mendasar antara negara maju dan negara bekas koloni
atau daerah jajahan sehingga menyebabkan struktur sosial masyarakatnya berbeda. Frank juga
menganggap adanya kegagalan penelitian sejarah dalam menganalisis hubungan ekonomi yang
terjadi antara negara penjajah dan negara jajahannya selama masa perdagangan dan
imperialisme. Pembangunan ekonomi merupakan sebuah perjalanan menuju sistem ekonomi
kapitalisme yang terdiri dari beberapa tahap. Saat ini negara terbelakang masih berada pada awal
tahapan tersebut.
1. Terdapat kesenjangan pembangunan antara negara pusat dan satelitnya, pembangunan pada
negara satelit dibatasi oleh status negara satelit tersebut.
3. Negara yang terbelakang dan terlihat feodal saat ini merupakan negara yang memiliki
kedekatan ikatan dengan negara pusat pada masa lalu. Frank menjelaskan bahwa pada negara
satelit yang memiliki hubungan sangat erat telah menjadi “sapi perah” bagi negara pusat. Negara
satelit tersebut hanya sebatas sebagai penghasil produk primer yang sangat dibutuhkan sebagai
modal dalam sebuah industri kapitalis di negara pusat.
4. Kemunculan perkebunan besar di negara satelit sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan
peningkatan keuntungan ekonomi negara pusat. Perkebunan yang dirintis oleh negara pusat ini
menjadi cikal bakal munculnya industri kapitalis yang sangat besar yang berdampak pada
eksploitasi lahan, sumberdaya alam dan tenaga kerja negara satelit.
Pendapat yang disampaikan Frank sangat kental dengan nuansa pemikiran Marx tentang
kapitalisme dan eksploitasi. Frank memperkuat semua pendapatnya dengan menggunakan bukti-
bukti empirik dan menggunakan metode historis struktural. Bukti empirik yang dikumpulkan
Frank merupakan hasil penelitian sejarah perkembangan sosial dan ekonomi negara-negara
Amerika Latin.
Tesis yang diajukan oleh santos adalah pembagian ketergantungan menjadi tiga jenis yaitu
ketergantungan kolonial, ketergantungan industri keuangan dan ketergantungan teknologi
industri. Ketergantungan kolonial merupakan bentuk ketergantungan yang dialami oleh negara
jajahan. Ketergantungan kolonial merupakan bentuk ketergantungan yang paling awal dan
hingga kini telah dihapuskan. Pada ketergantungan kolonial, negara dominan, yang bekerja sama
dengan elit negara tergantung, memonopoli pemilikan tanah, pertambangan, tenaga kerja, serta
ekspor barang galian dan hasil bumi dari negara jajahan.
Sementara itu, jenis ketergantungan industri keuangan yang lahir pada akhir abad 19, maka
ekonomi negara tergantung lebih terpusat pada ekspor bahan mentah dan produk pertanian.
Ekspor bahan mentah menyebabkan terkurasnya sumber daya negara, sementara nilai tambah
yang diperoleh kecil. Sumbangan pemikiran Santos terhadap teori dependensi sebenarnya berada
pada bentuk ketergantungan teknologi industri. Dampak dari ketergantungan ini terhadap dunia
ketiga adalah ketimpangan pembangunan, ketimpangan kekayaan, eksploitasi tenaga kerja, serta
terbatasnya perkembangan pasar domestik negara dunia ketiga itu sendiri.
Struktur ketergantungan secara bertingkat mulai dari negara pusat sampai periferi
disampaikan oleh Galtung. Imprealisme ditandai satu jalur kuat antara pusat di pusat dengan
pusat di periferi (CC-CP). Ditambahkan Frank, bahwa daerah desa yang terbelakang akan
menjadi penghalang untuk maju bagi negara bersangkutan. Struktur kapitalisme juga dapat
dikaitkan dengan Cardoso tentang dependensi ekonomi. Ketergantungan ekonomi terjadi melalui
perbedaan produk dan kebijakan hutang yang menyebabkan eksploitasi finansial.
Modernisasi yang disampaikan oleh negara dunia pertama tak ubahnya seperti
imperialisme yang mereka lakukan pada waktu lampau. Menurut Roxborough, teori imprealisme
memberikan perhatian utama pada ekspansi dan dominasi kekuatan imperealis. Imperealis yang
ada pada abad 20 pertama-tama melakukan ekspansi cara produksi kapitalis ke dalam cara
produksi kapitalis. Tujuan ekspansi tersebut ke negara ketiga pada mulanya hanyalah untuk
meluaskan pasar produknya yang sudah jenuh dalam negeri sendiri, serta untuk pemenuhan
bahan baku. Namun, pada pekembangan lebih jauh, ekspansi kapitalis ini adalah berupa cara-
cara produksi, sampai pada struktur ekonomi, dan bahkan idelologi.
eori Dependensi
Pendekatan teori dependensi pertama kali muncul di Amerika Latin. Pada awal kelahirannya,
teori ini lebih merupakan jawaban atas kegagalan program yang telah dijalankan oleh Komisi
Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Amerika Latin. (United Nation Economic
Commission for Latin Amerika)ECLA?KEPBBAL) pada masa awal tahun 1960-an. Pada tahun
1950-an banyak pemerintahan di Amerika Latin, yang dikenal cukup “populis”, mencoba untuk
menerapkan strategi pembangunan dari KEPBBAL yang menitik beratkan pada proses
industrialisasi melalui program industrialisasi subsitusi impor (ISI). Dari padanya diharapkan
akan memberikan keberhasilanyang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi sekaligus
pemerataan hasil pembangunan, peningkatan kesejahtaraan rakyat, dan pada akhirnya akan
memberikan suasana yang mendorong pembangunan politik yang lebih demokratis. Yang terjadi
adalah sebaliknya, ekspansi ekonomi amat singkat, dan segera berubah menjadi stagnasi
ekonomi.
Disamping itu, lahirnya teori dependensi ini juga dipengaruhi dan merupakan jawaban atas krisis
teori Marxis ortodoks di Amerika Latin. Menurut pandangan Marxis ortodoks, Amerika Latin
harus mempunyai tahapan revolusi industri “borjuis” sebelum melampaui revolusi sosialis
proletar. Namun demikian Revolusi Repuplik Rakyat Cina (RRC) tahun 1949 dan revolusi Kuba
pada akhir tahun 1950-an mengajarkan pada kaum cendikiawan, bahwa negara dunia ketiga tidak
harus mengikuti tahapan-tahapan perkembangan tersebut. Tertarik pada model pembanguan
RRC dan Kuba, banyak intelektual radikal di Amerika Latin berpendapat, bahwa negara-negara
Amerika Latin dapat saja langsung menuju dan berada pada tahapan revolusi sosialis.
v Keadaan ketergantungan dilihat dari satu gejala yang sangat umum, berlaku bagi seluruh
negara dunia ketiga. Teori dependensi berusaha menggambarkan watak-watak umum
keadaan ketergantungan di Dunia Ketiga sepanjang perkembangan kapitalisme dari
Abad ke-16 sampai sekarang.
v Ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh “faktor luar”, sebab
terpenting yang menghambat pembangunan karenanya tidak terletak pada persoalan
kekurangan modal atau kekurangan tenaga dan semangat wiraswasta, melainkan terletak
pada diluar jangkauan politik ekonomi dalam negeri suatu negara. Warisan sejarah
kolonial dan pembagian kerja internasional yang timpang bertanggung jawab terhadap
kemandekan pembangunan negara Dunia Ketiga.
v Situasi ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses polarisasi
regional ekonomi global. Disatu pihak, mengalirnya surplus ekonomi dari Dunia Ketiga
menyebabkan keterbalakangannya, satu faktor yang mendorong lajunya pembangunan
dinegara maju.
v Keadaan ketergantungan dilihatnya sebagai suatu hal yang mutlak bertolak belakang
dengan pembangunan. Bagi teori dependensi, pembangunan di negara pinggiran
mustahil terlaksana. Sekalipun sedikit perkembangan dapat saja terjadi dinegara
pinggiran ketika misalnya sedang terjadi depresi ekonomi dunia atau perang dunia. Teori
dependensi berkeyakinan bahwa pembangunan yang otonom dan berkelanjutan hampir
dapat dikatakan tidak mungkin dalam situasi yang terus menerus terjadi pemindahan
surplus ekonomi ke negara maju.
3. Warisan pemikiran
a. KEPBBAL
Proses perumusan kerangka teori dari perspektif dependensi, yang pada mulanya merupakan
paradigma pembangunan yang khas di Amerika Latin, berkaitan erat dengan KEPBBAL.
Dengan apa yang dikenal sebagai “Manifesto KEPBBAL”, Prebisch ketua KEPBBAL,
memberikan kritik tentang keusangan konsep pembagian kerja internasional (international
division of labour/IDL). Menurut skema IDL, Amerika Latin akan memperoleh banyak
keuntungan apabila di satu pihak, ia lebih memfokuskan pada upaya memproduksi bahan
pangan dan bahan mentah yang diperlukan oleh negara-negara industri. Dilain pihak, negara-
negara industrri tersebut menyediakan keperluan barang-barang industri yang dibutuhkan
Amerika Latin (tentu juga kebutuhan barang industri negara pinggiran yang lain). Pada garis
besarnya, Prebisch mengajukan gagasan dasar bahwa pembagian kerja internasional yang
hanya menguntungkan negara industri harus dihentikan, dan Amerika Latin harus melakukan
pembangunan industri untuk menjamin kebutuhan dalam negeri, disamping tetap
memperhatikan dan menjaga, paling tidak untuk sementara, kemampuan ekspor bahan
pangan dan bahan mentahnya.
Proses industrialisasi hendaknya dipercepat dengan cara memproduksi sendiri kebutuhan barang-
barang dalam negeri untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan sama sekali beban
penyediaan devisa negara yang selama ini diperlukan untuk membayar impor barang-barang
tersebut. Pada permulaannya, indusrei dala negeri harus dilindungi dan persaingan bebas
barang-barang luar negeri dengan penetapan tarif barang impor yang tinggi dengan cara
lainnya, tetapi jika kemampuannya bersaing telah meningkat dan dianggap sepadan, industri
dalam negeri harus mampu bersaing tanpa adanya proteksi.
Sejak awal garis kebijaksanaan KEPPBBAL ini diterima dengan tidak antusias oleh
Pemerintah Amerika Latin. Keengganan ini merupakan salah satu sebab mengapa
KEPBBAL tidak mampu merealisasikan beberapa gagasan lainnya yang lebih radikal,
diantaranya termasuk program pembagian tanah. Sayang program KEPBBAL ini tidak
berhasil. Stagnasi ekonomi dan represi politik muncul dipermukaan pada tahun 1960-an.
Dalam hal ini ditunjuk dan dijelaskan berbagai kelemahan dan kebijaksanaan industralisasi
subsitusi impor (ISI) yang dijalankan oleh Amerika Latin. Daya beli masyarakat terbatas
pada kelas sosial tertentu, pada pasar domestik ternyata tidak menunjukkan gejala ekspansi
setelah kebutuhan barang dalam negeri tersedia. Ketergantungan terhadap impor hanya
sekedar beralih dari barang-barang konsumsi ke barang-barang modal. Barang-barang ekspor
konvensional tidak terperhatikan dalam suasana hiruk pikuk industrialisasi. Akibatnya adalah
timbulnya masalah-masalah yang akut pada neraca pembayaran, yang muncul hampir
bersamaan waktunya, disatu negara diikuti segera oleh negar yang lain. Optimisme
pertumbuhan berganti depresi yang mendalam.
b. Neo-Marxisme
Ø Marxis ortodoks melihat imperialisme dari sudut pandang negara-negara utama (core
countries), sebagai tahapan lebih lanjut dari perkembangan kapitalisme di Eropa Barat,
yakni kapitalisme monopolistic, neo-marxisme melihat imperialisme dari sudut pandang
negara pinggiran, dengan lebih memberikan perhatian pada akibat imperilalisme pada
negara-negar dunia ketiga.
Ø Marxis ortodoks cenderung berpendapat tentang tetap perlu berlakunya pelaksanaan dua
tahapan revolusi. Revolusi borjuis harus terjadi lebih dahulu sebelum revolusi sosialis.
Marxis ortodoks percaya bahwa borjuis progresif akan terus melaksanakan revolusi
borjuis yang tengah sedang berlangsung dinegara Dunia Ketiga dan hal ini merupakan
kondisi awal yang diperlukan untuk terciptanya revolusi sosialis dikemudian hari. Dalam
hal ini neo Marxisme percaya, bahwa negara Dunia Ketiga telah matang untuk
melakukan revolusi sosialis.
Terakhir, jika revolusi soaialis terjadi, Marxisme ortodoks lebih suka pada pilihan
percaya, bahwa revolusi itu dilakukan oleh kaum proletar industri di perkotaan. Dipihak lain,
neo-Marxisme lebih tertarik pada arah revolusi Cina dan Kuba. Ia berharap banyak pada
kekuatan revolusioner dari para petani di pedesaan dan perang gerilya tentara rakyat.
4. Implikasi kebijiaksanaan teori dependensi klasik
Kedua teori ini berbeda dalam memberikan jalan keluar persoalan keterbalakangan negara
Dunia Ketiga. Teori modernisasi menganjurkan untuk lebih memperat keterkaitan negara
berkembang dengan negara maju melalui bantuan modal, peralihan teknologi, pertukaran
budaya dan lain sebagainya. Dalam hal ini, teori dependensi memberikan anjuran yang sama
sekali berbeda, yakni berupaya secara terus menerus untuk mengurangi keterkaitannya
negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga memungkinkan tercapainya pembangunan
yang dinamis dan otonom, sekalipun proses dan pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan
revolusi sosialis.
dunia ketiga.
7.Kebijaksanaan · Lebih mendekatkan o Mengurangi keterkaitan
pembangunan keterkaitan negara maju. dengan negara sentral
revolusi sosialis.
(pemecahan masalah).
Nampaknya ketiga hasil kajian tersebut memiliki asumsi yang sama, yakni ketergantungan
pembangunan yang terjagi di negara-negara tersebut disebabkan oleh faktor luar, yang tidak
berada didalam jangkauan pengendaliannya, yang pada akhirnya posisi ketergantungan ini
akan membawa akibat jauh berupa keterbelakangan pembangunan ekonomi.
c. Ketergantungan ekonomi.
Dengan merumuskan ketergantungan sebagai akibat dari adanya ketimpangan nilai tukar
barang dalam transaksi ekonomi, teori dependensi telah mampu mengarahkan para
pengikutnya untuk lebih memperhatikan dimensi ekonomi dari situasi ketergantungan.
Dalam hal ini, sekalipun teori dependensi sama sekali tidak mengesampingkan dimensi
politik dan budaya, persoalan ini hanya dilihat sebagai akibat lanjutan dari dimensi ekonomi.
Teori dependensi klasik hampir secara ”sempurna” menguraikan akibat negatif yang harus
dialami negara Dunia Ketiga sebagai akibat situasi ketergantungannya. Bahkan terkadang
tarasa agak berlebihan, ketika teori dependensi menyebutkan bahwa hanya dengan
menghilangkan sama sekali situasi ketergantungan, negara Dunia Ketiga baru akan mampu
mencapai pembangunan ekonomi.
Sejak tahun 1970-an, teori dependensi klasik telah demikian banyak menerima kritik. Pada
dasarnya kritik yang mereka ajukan mendasarkan diri pada ketidakpuasan mereka terhadap
metode kajian, konsep, dan sekaligus implikasi kebijaksanaan yang selama ini dimiliki oleh
teori dependensi klasik.
f. Metode pengkajian.
Teori dependensi menuduh ajaran teori modernisasi tidak hanya sekedar pola pikir yang
memberikan pembenaran ilmiah dari ideologi negara-negara barat untuk mengeksploitasi
negara dunia ketiga. Dalam menanggapai kritik ini, teori modernisasi membalas dengan tidak
kalah garangnya, dengan menunjuk bahwa teori dependensi hanya merupakan alat
propaganda politik dari ideologi revolusioner Marxisme. Baginya, teori dependensi bukan
merupakan karya ilmiah, melainkan lebih merupakan pamflet politik
g. Kategori teoritis.
Teori dependensi menyatakan, bahwa situasi ketergantungan yang terjadi di Dunia Ketiga
lahir sebagai akibat desakan faktor eksternal. Disinilah para penganut pola pikir neo-
Marxisme mengarahkan kritiknya. Mereka menuduh, bahwa teori dependensi secara
berlebihan menekankan pentingnya pengaruh faktor eksternal, dengan hampir melupakan
sama sekali dinamika internal, seperti misalnya peranan kelas sosial dan negara.
h. Implikasi kebijaksanaan.
Sejak dari awal penjelasannya, teori dependensi telah secara tegas dan detail menguraikan
akibat buruk dari kolonialisme dan pembagian kerja internasional. Teori ini berpendapat,
selama hubungan pertukaran yang tidak berimbang ini tetap bertahan sebagai landasan
hubungan internasional, maka ketergantungan negara dunia ketiga tetap tak terselesaikan.
Oleh karena itu, teori dependensi mengajukan usulan yang radikal untuk mengubah situasi
ketimpangan ini, yakni dengan revolusi sosialis.
Pada masa krisis moneter dan krisis kepercayaan melanda bumi Indonesia tercinta
banyak sekali permasalahan yang timbul akibat dari hal ini. Dampaknya dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat adalah makin meningkatnya jumlah angka kemiskinan yang
seharusnya turun dengan adanya priogram-program yang dilaksanakan pemerintah bukan
menjadi semakin terpuruk.
Hal itupun dirasakan oleh pemerintah Indonesia sebagai masalah baru yang harus
diselesaikan secepatnya. Jika tidak kondisi atau keadaan akan semakin terpuruk dan akan
menimbulkan kekacauan, konflik, tIndak kriminal, dan lain sebagainya.
Pada awal-awal terjadinya krisis moneter pemerintah Indonesia sangat bergantung
sekali dengan pihak luar. Karena pemerintah harus membangun negara ini dari tahap yang
terkecil hingga tahap yang terbesar. Kebijakan pemerintah pada saat itu adaLah dengan
menerima bantuan dana dari IMF (International Monetary Foundation) berupa bantuan
pinjaman dana yang harus dikembalikan pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan
kesepakatan yang telah dibuat.
Setelah krisis moneter telah berlalu yang ditandai dengan membaiknya kondisi
ekonomi dan segala aspek kegiatan di segala bidang serta hutang bantuan dana yang telah
dilunasi, negara ini tetap masih mengantungkan perputaran roda pemerintahan ini kepada
negara-negara luar. Hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya investor asing yang
menduduki peringkat atas dalam pemegang kekuasaan di industri-industri. Saham-saham
yang dimiliki indonesia pun ada sebagian dijual kepiha asing misalnya, Indosat, HM
Sampoerna, dan lain-lainnya. Hal ini, dapat membuktikan bahwa perekonomian negara ini
masih bergantung dengan negara-negara asing, dalam ini mengenai penanaman dana investor
untuk industri-industri di Indonesia, yang berakibat pemerintah Indonesia sangat sulit lepas
dari ketergantungan.
Teori dependensi baru telah mengubah berbagai asumsi dasar yang dimilki oleh teori
dependensi klasik. Teori ini tidak lagi menganggap situasi ketergantungan sebagai suatu
keadaan yang berlaku umum dan memilki karakteristik yang serupa tanpa mengenal batas
ruang dan waktu. Situasi ketergantungan juga tidak lagi semata disebabkan oleh faktor
eksternal, lebih dari itu, teori dependensi baru ini tidak memberlakukan lagi situasi
ketergantungan sebagai persoalan ekonomi yang akan mengakibatkan adanya polarisasi
regional dan keterbelakangan, ketergantungan, menurut teori yang telah diperbaharui ini,
lebih dikonsepkan sebagai sesuatu yang memiliki batas ruang dan waktu yang karenanya
selalu memiliki ciri yang unik. Dengan kata lain, situasi ketergantungan merupakan situasi
yang memiliki kesejarahan yang spesifik. Lebih dari itu, faktor internal memilki andil
lahirnya suasana ketergantungan, dan karenanya ketergantungan juga merupakan persoalan
politik sosial.
Dengan perubahan pendekatan seperti yang telah diuraikan, tidak heran jika teori
dependensi baru ini telah melahirkan berbagai ketegori ilmiah baru yang sebelumnya tidak
dimiliki oleh teori dependensi klasik seperti misalnya adalah ”pembangunan yang
bergantung”, ”negara birokratik otoriter”, ”aliansi tiga kelompok” dan ”pembangunan yang
dinamis”. Sebagai akibatnya, pengartian-pengartian baru ini telah mampu membantu
membuka jendela untuk melihat persoalan baru, atau paling tidak dengan pisau analisa baru,
yang pada gilirannya telah menghasilkan tidak sedikitnya karya penelitian baru yang menguji
secra lebih teliti persoalan pembangunan dan ketergantungan di negara dunia ketiga.
pokok perhatian
2.Level analisa · Nasional o Sama
3.Konsep pokok implikasi · Sentral-pinggiran o Sama
· Ketergantungan
4.Kebijaksanaan · Ketergantungan bertolak- o Sama
belakang dengan
pembangunan
Oktober 8, 2008 - Ditulis oleh prari007luck | Uncategorized | asumsi dasar, ECLA, KEPBBAL,
ketergantungan, Neo-Marxisme, prayit, sejarah perkembangan, teori depedensi, teori dependensi
bar
PERSPEKTIF DEPENDENSI
Bab IV
Teori Dependensi Klasik
Sejarah Lahirnya
Pendekatan dependensi pertama kali muncul di amerika latin. Pada awal kelahirannya, teori ini
lebih merupakan jawaban atas kegagalan program yang di jalankan oleh komisi ekonomi
perserikatan Bangsa-bangasa untuk amerika latin (KEPBBAL). Teori ini lebih menitikberatkan
pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara dunia ketiga. Dalam hal ini, dapat
dikatakan teori dependensi mewakili “suara negara-negara pinggiran” untuk menantang
hegemoni ekonomi, politik, budaya dan intelektual dari negara maju.
Secara ringkas , teori ini lahir sebagai paradigma baru ntuk memberikan jawaban atas kegagalan
program KEPBBAL, krisis teori marxis ortodoks, dan menurunnya kepercayaan terhadap teori
modernisasi di Amerika serikat.
Asumsi Dasar Teori Dependensi Klasik
Mirip dengan teori modernisasi, teori dependensi juga sangat bervariasi . para pendukung nya
berasal dari berbagai disiplin ilmu sosial, mereka mempelajari berbagai negara di ameika latin
maupun negara di belahan benua yang lain.para penganutaliran dependensi cenderung memiliki
asumsi dasar sebagai berikut:
1. keadaan ketegantungan dilihat sebagai suatu gejala yang sangat umum, berlaku bagi seluruh
negara Dunia ketiga.
2. Ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang di akibatkan oleh faktor “luar”
3. permasalahan ketergantungan lebih dilihatnya sebagai masalah ekonomi, yang terjadi akibat
mengalirnya surplus ekonomi dari negara dunia ketiga ke negara maju
4. situasi ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses polarisasi regional
ekonomi global
5. keadan ketergantungan dilihatnya sebagai suatu hal yang mutlak bertolak belakang dengan
pembangunan.
Teori ini muncul di Amerika latin, yang menjadi kekuatan reaktif dari suatu kegagalan teori
moderenisasi dalam pembangunan yang sedang dijalankan, dalam konsp berfikir teori
ketergantungan, pembagian kerja secara internasional adalah yang menyebabkan
keteberlakangan negara-nagera pertanian.
Kemudian muncul pertanyaan mengapa pembagiana kerja internasional bila tiap-tiap negara
mempunyai sepesialisasi produksi sesuai keuntungan komparatif yang dimilikinya, ternyata tidak
menguntungkan semua negara ?
Teori moderenisasi menjawab masalah tersebut dengan kesalahan terletak pada negara-negara
tersebut yang melakukan moderenisasi dirinya, disini teori depedensi yang berlandaskan
sterukturalisme berpandapat bahwa kemiskinan yang terdapat dinegara dunia ketiga yang
mengkhususkan pada produksi pertanian adalah akibat setruktur perekonomian dunia yang
bersifat ekploitatif, dimana yang kuat melakukan ekploitasi terhadap yang lemah. Maka surplus
dari negara-negara dunia ketiga berpindah ke negara-negara maju.
Yang cukup menarik adalah dalam perkembangannya, teori ketergantungan ini justru menolak
teori maxsis klasik yang memuat asusmsi:
1. Nagara Dunia ketiga adalah negara yang tidak dinamis, yang memakai cara berproduksi orang
asia yang sangat berbeda dengan orang eropa yang mengahasikan modal kapitalisme.
2. Negara-negara duinia ketiga ini setelah berhubungan dengan sitem kapitalisme akan mengikuti
jejak negara-negara kapitalis yang telah maju. Di kalangan pemikir teori ketergantungan yang
berkembang lebih lanjut, mereka membantah kedua tesis diatas dan mengembangkan inti
pemikiran yang lebih maju yaitu:
1. Negara-Negara pinggiran (Dunia ke III) yang pra kapitalis sebenarnay memiliki dinamikanya
sendiri apabila tidak berhubungan dengan sistem kapitalisme akan berkembang dengan
sendirinya
2. Justru karena penagruh sistem kapitalisme negara maju, parkembangan negara pinggiran jadi
terhambat.
Hal tersebut adalah beberapa contoh ditinggakatan makro analisis teori depedensi sedangakan di
tingkatan mikro dapat kita lihat bagaimana hal tersebut dapat dibuktikan oleh terori depedensi
dimana beberapa fenomena hubungan yang bersifat ekploitatif
1. Bagaimana Kerdit yang diberikan kepada rakyat kecil terbentuk (Pedagang kecil dan petani)
denga terkesan memberikan kebebasan kepeda mereka untuk berusaha secara alamiah di pasar
bebas?. Bagaimana pula campur tangan pihak birokrasi pemerintah dan pihak perbank-kan
memberi pengaruh yang tidak kecil ketika mengucurkan kredit kepada petani. Bagaimana
bantuan mereka selalu melalui lingkaran aparat birokrasi pemerintahan sehingga terkesan sangat
tidak sehat, karena aparat birokrasi ikut mengerogoti besar bantuan tadi dalam bentuk pembinaan
yang tidak Fungsional.
Saatnya negara-negara berkembang berani mengatakan tidak kepada negara maju dengan
sejumlah paket kerja ekonomi yang timpang, di indonesia sendiri kita bisa lihat banyak
perusahaan Trans Nasional yang mengalai kekayaan alam di Indonesia tapi tidak ada dampak
positif untuk masyarakat, yang paling mencolok adalah PT Freeport yang mengambil gunung
emas, dengan meninggalkan lubang dalam sisa penggalian, tetapi masyarakat sekitar hanya bisa
mengigit jari ketika gunung emasnya dibawa pergi, Negara Dunia Ketiga harus menentukan
nasibnya sendiri untuk emngembalikan kejayaanya.