You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Penegasan Mengenai Judul


Judul ”FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI DASAR ETIKA DAN
PEMBENTUKANNYA DENGAN NILAI-NILAI PANCASILA DI
INDONESIA” ini di ambil sebagai judul makalah karena menurut penulis filsafat
pancasila sebagai sistem etika di Indonesia itu terbagi menjadi dua kelompok yaitu
etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Maka dari itu
kita harus mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus
menggambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai
ajaran moral.

1.2 Alasan Pemilihan Judul


Alasan penulis memilih judul ”FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI DASAR
ETIKA DAN PEMBENTUKANNYA DENGAN NILAI-NILAI PANCASILA DI
INDONESIA” karena pada saat sekarang ini etika kita dalam menjaga filsafat
pancasila sangat kurang diperhatikan bagi sebagian orang di Indonesia. Penulis
berharap dengan adanya makalah ini kita dapat lebih mengerti dan paham tentang
filsafah pancasila sebagai sistem etika.

1.3 Tujuan Research di Selenggarakan


Tujuan makalah ini dibuat agar lebih mengetahui dan paham tentang filsafah
pancasila sebagai sistem etika. Maka dari itu makalah ini sangatlah penting
kegunaannya bagi kita semua. Semoga berguna sampai kapanpun. Amien.

1.4 Sistematika
A. Bagian Permulaan
- Judul
- Hal Kata Mutiara

1
- Kata Penghargaan
- Daftar Isi

B. Bagian Analisa
- Pendahuluan
- Analisa Landasan
- Analisa dan Penetapan Metode yang Digunakan
- Pengumpulan dan Penyajian Data
- Analisa Data
- Kesimpulan dan Saran

C. Bagian Akhir
- Daftar Pustaka
- Lampiran

2
BAB II
ANALISA LANDASAN

2.1 Analisa Hasil-Hasil

Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi menjadi beberapa cabang menurut
lingkungan masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok
bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi
tentang segala sesuatu yang ada sedangkan kelompok kedua membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Misalnya hakikat
manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan,
tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden. Etika termasuk
kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi. dua kelompok yaitu etika umum dan
etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang
membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral
tertentu, atau bagaimana kita harus menggambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum merupakan
prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan etika khusus
membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek
kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika indi-
vidu yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial
yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup
masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus. Etika
berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pada umumnya
membicarakan masalah masalah yang berkaitan dengan predikat nilai "susila" dan
"tidak susila", "baik" dan "buruk". Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang
dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa
orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika
banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan
dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika

3
berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia.

2.2 Penampilan Anggapan

Sebenarnya tidaklah begitu penting apakah Pancasila hadir menjiwai terlebih


dahulu sebelum badannya dirumuskan, atau sebaliknya. Hanya saja ada implikasi
yang dapat digunakan untuk menganalisa masalah delegitimasi Pancasila akhir-
akhir ini dengan melihat itu mana yang hadir terlebih dahulu. Ketika melihat
Pancasila sebagai jiwa yang hadir terlebih dahulu, dengan melihat kondisi saat ini,
berarti bukan Pancasilanya yang bermasalah. Bahwa Pancasila tidak lagi relevan
adalah omong kosong belaka. Pancasila adalah tetap Pancasila yang tetap terbuka
bagi semua golongan dan nilai-nilainya akan terus termutakhirkan sesuai dengan
perkembangan zaman, seperti yang dikatakan oleh Prof. Dr. Nurcholish Madjid,
“Pancasila adalah sebuah ideologi, maka itu berarti terbuka lebar adanya
kesempatan untuk semua kelompok sosial guna mengambil bagian secara positif
dalam pengisian dan pelaksanaannya. Maka para pemuka Islam pun harus
tanggap kepada masalah ini.” Jadi manusia-manusianya yang kepribadiannya
tergerus.

Dan jika kemudian, jika yang hadir terlebih dahulu adalah badannya, maka kita
memang perlu melihat kembali sila-sila Pancasila. Sudahkan hal itu sesuai dengan
watak dan pribadi bangsa ini. Atau paling tidak sudah cukup dapat menampung
watak dan kepribadian itu.

Terakhir, yang bermasalah apakah Pancasila ataukah manusia-manusianya, masih


menjadi pekerjaan rumah, yang bukan hanya diteliti dalam tataran teoritis atau
sekedar wacana saja. Namun, juga dalam tataran praktisnya. Atau bahkan kita
melepaskan itu semua, didasari ketakberdayaan kita dalam menghadapi gerusan
arus globalisasi, dengan nilai-nilai positif dan negatifnya.

4
2.3 Pernyataan Hipolesa

Filsafat teoritis membahas tentang makna hakiki segala sesuatu antara lain:
manusia, alam. benda fisik, pengetahuan bahkan tentang hakikat yang transenden.
Dalam hubungan ini filsafat teoritis pada akhirnya sebagai sumber.Pengembangan
ha1-hal yang bersifat praksis termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Filsafat
praksis sebagai bidang kedua yang membahas dan mempertanyakan aspek praksis
dalam kehidupan manusia yaitu etika yang mempertanyakan dan membahas
tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam hubungannya dengan sesama
manusia, masyarakat, bangsa dan negara lingkungan alam serta terhadap
Tuhannya (Suseno, 1987).

2.4 Hasil yang Diharapkan

Pengelompokan etika sebagaimana dibahas di muka dibedakan atas etika umum


dan etika khusus. Etika umum membahas prinsip-prinsip dasar bagi segenap
tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip dalam
hubungannya dengan kewajiban manusia dalam berbagai lingkup kehidupannya.
Etika khusus dibedakan menjadi pertama etika individu yang membahas tentang
kewajiban manusia sebagai individu terhadap dirinya sendiri serta melalui suara
hati terhadap Tuhannya, dan kedua etika sosial membahas kewajiban serta norma-
norma moral yang , seharusnya dipatuhi dalam hubungan dengan sesama manusia.
masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial memuat banyak etika yang khusus
mengenai wilayah-wilayah kehidupan manusia tertentu, misalnya etika keluarga,
etika profesi, etika lingkungan, etika pendidikan, etika seksual dan termasuk juga
etika politik yang menyangkut dimensi politis manusia.

Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seseorang yang baik
secara yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut
negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan
yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika
politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia
sebagai manusia.

5
BAB III
ANALISA DAN PENETAPAN METODE

4.1 Sample, Prosedur Sampling

Mencermati Lima Sila.

Abdul Hadi W.M. dalam makalahnya menyatakan bahwa Pancasila adalah


landasan ideologis berdirinya NKRI merupakan sekumpulan sistem nilai. Sebagai
sistem nilai yang dijadikan pedoman hidup sebuah bangsa Pancasila adalah jiwa
yang menghidupi kehidupan bangsa ini. Sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa
ada pada puncak pedoman hidup bangsa Indonesia. Dan seperti apa yang
dikatakan Abdul Hadi W.M. sila ini menjadi pengayom bagi sila yang lain dalam
prakteknya. Semangat kemanusiaan, semangat persatuan, semangat kerakyatan,
dan dan semangat keadilan berjalan dengan berlandaskan pada Ketuhanan.

Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Secara sempit atau ke dalam, sila
ini dapat diartikan bahwa setiap warga negara Indonesia memperoleh perlakuan
yang adil dan beradab. Dan secara luas, bangsa Indonesia menjunjung tinggi nilai-
nilai kemanusian. Bahwa setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama
tanpa harus dibeda-bedakan.

Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Sila ini paling tidak menggambarkan bahwa
bangsa ini adalah satu keluarga besar yang di dalamnya didasari adanya kesadaran
perbedaan satu sama lain. Dari perbedaan inilah sebenarnya bangsa ini ada.
Bangsa ini adalah mozaik yang terdiri dari fragmen-fragmen yang membentuknya.

Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/Perwakilan. Satu nilai yang menjadi ciri bangsa ini adalah
kebersamaan dan suka bermusyawarah dalam menentukan satu kebijakan demi
kepentingan bersama. Di dasari oleh tiga sila sebelumnya.

6
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan di sini
seperti yang dikatakan Abdul Hadi W.M., adalah Keadilan yang mencakup tiga
bentuk keadilan: (1) Keadilan distributif: menyangkut hubungan negara terhadap
warganegara, berarti bahwa negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam
membagi kemakmuran, kesejahteraaan penghasilan negara, yang terakhir ini
dalam bentuk bantuan, subsidi dan kesempatan untuk hidup bersama yang
didasarkan atas hak dan kewajiban yang setara dan seimbang; (2) Keadilan legal,
yaitu keadilan dalam kaitannya dengan hak dan kewajiban warganegara terhadap
negara, tercermin dalam bentuk ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku dalam negara; (3) Keadilan komutatif: yaitu suatu hubungan
keadilan antara warga dengan warga lainnya secara timbal balik.

3.2 Metode dan Prosedur Pengolahan Data


Makna Nilai Setiap Sila Pancasila
Kehadiran pancasila yang memegang peranan penting dalam sistem etika bangsa
ini membuat penulis penasaran untuk mengulik makna nilai setiap sila pancasila.
Adapun makna nilai setiap pancasila telah diringkas penulis sebagai berikut :
Sila ke-1: Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Nilai-nilai keTuhanan sebagaimana
terkandung dalam agama-agama yang dianut bangsa mengandung nilai-nilai yang
mengayomi, meliputi dan menjiwai keempat sila yang lain. Segala sesuatu yang
berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, termasuk moral
penyelenggara negara, politik negara, pemerintahan negara dan peraturan
perundang-undangan negera, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikian pula dengan nilai-nilai etis dalam
sila pertama harus mendasari dan menjiwai nilai etis keempat sila yang lain.
Sila ke-2: Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila ini setidak-tidaknya memberi pengakuan bahwa manusia yang hidup di negeri
ini dan merupakan warga yang sah di negeri ini diperlakukan secara adil dan
beradab oleh penyelenggara negara, termasuk hak dan kebebasannya beragama.
Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai bahwa suatu tindakan yang
berhubungan dengan kehidupan bernagara dan bermasyarakat didasarkan atas
sikap moral, kebajikan dan hasrat menjunjung tinggi martabat manusia, serta
sejalan dengan norma-norma agama dan social yang teah berkembang dalam

7
masyarakat sebelum munculnya negara. Ia juga mencakup perlindungan dan
penghargaan terhadap budaya dan kebudayaan yang dikembangkan bangsa yang
beragam etnik dan golongan.
Sila ke-3: Persatuan Indonesia
Dalam sila ini adalah pemersatu seluruh rakyat Indonesia yang dapat dari berbagai
jenis suku, agama dan ras. Disila ketiga ini sangat berpengaruh bagi bangsa
Indonesia, karena tanpa adanya pesatuan antara rakyat Indonesia, walaupun
Indonesia besar dalam jumlah wilayah dan rakyat semua itu tidak akan berarti
tanpa adanya persatuan antara rakyat Indonesia.
Sila ke-4: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan didasari oleh sila Ketuhanan YME, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, serta Persatuan .
Dalam sila ini terkandung nilai demokrasi:
(1) Adanya kebebasan yang disertai tanggung jawab moral terhadap masyarakat,
kemanusiaan dan Tuhan
(2) Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
(3) Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.
(4) Mengakui perbedaan pandangan dan kepercayaan dari setiap individu,
kelompok, suku dan agama, karena perbedaan merupakan kodrat bawaan
manusia.
(5) Mengakui adanya persaamaan yang melekat pada setiap manusia dst.
(6) Mengarahkan perbedaan ke arah koeksistensi dan solidaritas kemanusiaan;
(7) Menjunjung tinggi asas musyawarah dan mufakat.
(8) Mewujudkan dan mendasarkan kehidupan berdasarkan keadilan social.

Sila ke-5: Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat .


Keadilan social yang dimaksud harus didasarkan pada empat sila sebelumnya.
Keadilan di sini lantas mencakup tiga bentuk keadilan
(1) Keadilan distributif: menyangkut hubungan negara terhadap
warganegara, berarti bahwa negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam
membagi kemakmuran, kesejahteraaan penghasilan negara, yang terakhir ini
dalam bentuk bantuan, subsidi dan kesempatan untuk hidup bersama yang
didasarkan atas hak dan kewajiban yang setara dan seimbang

8
(2) Keadilan legal, yaitu keadilan dalam kaitannya dengan hak dan
kewajiban warganegara terhadap negara, tercermin dalam bentuk ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Negara
(3) Keadilan komutatif: yaitu suatu hubungan keadilan antara warga dengan
warga lainnya secara timbal balik. Keadilan social tercermin bukan dalam
kehidupan social dan pelaksanaan hukum oleh negara, tetapi juga dalam
kehidupan ekonomi dan politik, serta lapangan kebudayaan dan pelaksanaan
ajaran agama.

3.3Metode dan Prosedur Penganalisaan Data

PENGERTIAN NILAI, NORMA dan MORAL


Dalam pembentukan sistem etika dikenal namanya nilai, norma dan moral. Penulis akan
coba membahas pengertian tiap-tiapnya, dan hubungan antaranya.
a. Pengertian
Nilai : Sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek, bukan obyek itu sendiri
Norma : Aturan tingkah laku yang ideal
Moral : Integritas dan martabat pribadi manusia
Sedangkan etika sendiri memiliki makna suatu pemikiran kritis dan mendasar
tentang ajaran dan pandangan moral.
b. Hubungan nilai, norma dan moral
Nilai, norma dan moral langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang
cukup erat, karena masing-masing akan menentukan etika bangsa ini. Hubungan
antarnya dapat diringkas sebagai berikut :
1. Nilai: kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (lahir dan
batin).
- Nilai bersifat abstrak hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan
dihayatiolehmanusia;
- Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan segala sesuatu
pertimbangan batiniah manusia;
- Nilai dapat bersifat subyektif bila diberikan olehs ubyek, dan bersifat
obyektif bila melekat pada sesuatu yang terlepasd arti penilaian manusia

9
2. Norma: wujud konkrit dari nilai, yang menuntun sikap dan tingkah laku
manusia. Norma hokum merupakan norma yang paling kuat keberlakuannya
karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atau
penegak hukum
3. Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika
4. Makna mora lyang terkandung dalam kepribadian seseorang akan tercermin
pada sikap dan tingkah lakunya. Norma menjadi penuntun sikap dan tingkah
laku manusia.
5. Moral dan etika sangat erat hubungannya. Etika adalah ilmu pengetahuan yang
membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.

Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta
bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk
menggolong-golongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat
beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka penggolongan
tersebut. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga maacam, yaitu:
1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani
manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohanimanusia nilai
kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam yaitu :
a) Nilai kebenaran
b) Nilai keindahan
c) Nilai kebaikan
d) Nilai religius

10
Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental Bagi Indonesia.
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 menyatakan: Pancasila seperti tercantum dalam
Pembukaan UUD 45 merupakan sumber hukum yang berlaku di negara RI dan karena
itu secara obyektif ia merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum,
serta cia-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan bangsa . Sebagai dasar
pandangan hidup bernegara dan sistem nilai kemasyarakatan, Pancasila mengandung 4
pokok pikiran, sebagai berikut:
1. Negara merupakan negara persatuan, yang bhinneka tunggal ika. Persatuan tidak
berarti penyeragaman, tetapi mengakui kebhinnekaan yang mengacu pada nilai-nilai
universal Ketuhanan, kemanusiaan, rasa keadilan dan seterusnya.
2. Negara Indonenesia didirikan dengan maksud mewuju dkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat , dan berkewajiban pula mewujudkan kesejahteraan serta
mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Negara didirikan di atas asas kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat tidak bisa
dibangun hanya berdasarkan demokrasi di bidang politik. Demokrasi harus juga
dilaksanakan di bidang ekonomi.
4. Negara didirikan di atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mengandung arti
bahwa negara menjunjung tinggi keberadaan agama-agama yang dianut bangsa.

11
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA

4.1 Uraian Secara Singkat


Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari
ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah ia membahas
sistem-sistem pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral.
Sebagai cabang ilmu ia membahas bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran moral tertentu. Etika sebagai ilmu dibagi dua, yaitu etika umum dan etika
khusus. Etika umum membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap
tindakan manusia. Dalam falsafah Barat dan Timur, seperti di Cina dan , seperti
dalam Islam, aliran-aliran pemikiran etika beranekaragam. Tetapi pada prinsipnya
membicarakan asas-asas dari tindakan dan perbuatan manusia, serta sistem nilai
apa yang terkandung di dalamnya.
Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial. Etika
indvidual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan dengan
kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya, kewajibannya dan
tanggungjawabnya terhadap Tuhannya. Etika sosial di lain hal membahas
kewajiban serta norma-norma social yang seharusnya dipatuhi dalam hubungan
sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
Etika sosial meliputi cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika
keluarga, etika profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika
kedokteran, etika jurnalistik, etika seksual dan etika politik. Etika politik sebagai
cabang dari etika sosial dengan demikian membahas kewajiban dan norma-norma
dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat
kenegaraan ( yang menganut system politik tertentu) berhubungan secara politik
dengan orang atau kelompok masyarakat lain. Dalam melaksanakan hubungan
politik itu seseorang harus mengetahui dan memahami norma-norma dan
kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi.
Dan pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang
baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk
beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “ kemanusian

12
yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam
membangun etika bangsa ini sangat berandil besar.
Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Pancasila adalah
suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri
terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan.
Inti dan isi Pancasila adalah manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur
susunan kodrat (jasmani–rohani), sifat kodrat (individu-makhluk sosial),
kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.
Unsur-unsur hakekat manusia merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis dan
harmonis, dan setiap unsur memiliki fungsi masing-masing namun saling
berhubungan. Pancasila merupakan penjelmaan hakekat manusia monopluralis
sebagai kesatuan organis

13
BAB V
ANALISA DATA

5.1 Analisa Kuantitatif

Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi, menjadi beberapa cabang menurut
lingkungan masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok
bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi
tentang segala sesuatu yang ada sedangkan kelompok kedua membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Misalnya hakikat
manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan,
tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden.

Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi . dua kelompok yaitu
etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah
suatu ilmu yang membahass tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus menggambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
Etika umum merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika
khusus dibagi menjadi etika individu yang membahas kewajiban manusia
terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia
terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian
terbesar dari etika khusus.

Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pada umumnya
membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai "susila" dan
"tidak susila", "baik" dan "buruk". Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang
dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa
orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika
banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan

14
dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika
berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia.

Filsafat diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang
filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya "keberhargaan‘
(Worth) atau ‘kebaikan (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan
kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian, (Frankena,229)

Didalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai


adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat
pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya
ada sifat atau kualitas yang melekat pada susuatu itu.

5.2 Kesimpulan dari Analisa

Nilai berbeda dengan fakta di mana fakta dapat diobservasi melalui verifikasi
empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan,
dimengerti dan dihayati oleh manusia. Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita ,
keinginan, dan segala sesuatu pertimbangan internal manusia. Nilai ini bersifat
kongkrit yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia, dan nilai dapat bersifat
subjektif maupun objektif. Bersifat subjektif manakala nilai tersebut diberikan
oleh subjek dan bersifat objektif maka nilai tersebut telah melekat pada sesuatu
terlepas dari penilaian manusia.

Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku
manusia, maka perlu lebih dikongkritkan serta diformulasikan menjadi lebih
objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah
laku secara kongkrit. Terdapat berbagai macam norma dan berbagai macam norma
hukumlah yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan aleh suatu
kekusaan eksternal misalnya penguasa atau penegak hukum. Selanjutnya nilai
dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika.

15
Moral merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-
patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Adapun di
pihak lain etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut
(Krammer, 1988 dalam Darmodihardjo, 1996). Menurut De Vos (1987), bahwa
etika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan yaitu pengertian
moral, sehingga etika pada hakikatnya adalah sebagai ilmu pengetahuan yang
membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.

Ajaran moral sebagai buku petunjuk tentang bagaimana kita memperlakukan


sebuah mobil dengan baik sedangkan etika memberikan pengertian pada kita
tentang struktur dan teknologi mobil itu sendiri.

16
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Ungkapan Kembali Secara Singkat

Etika termasuk suatu kelompok filsafat praktis, yaitu suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral, merupakan ilmu
yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung
jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral. Etika berkaitan dengan pelbagai
masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah yang
berkaitan dengan predikat nilai “ susila” dan “tidak susila”, “baik dan buruk”.
Sebagaibahasab khusus etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang
dapat disebut susila atau bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang
dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukkan bahwa
orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Etika lebih banyak
bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran/dasar-dasar filosofis dalam
hubungan dengan tingkah laku manusia Pancasila Sebagai Suatu Sistem Etika
Pancasila sebagai suatu system filsafat pada hakekatnya merupakan suatu Nilai,
sehingga merupakan suatu sumber dari segala penjabaran norma, baik norma
hukum, norma moral. Dalam Filsafat pancasila terkandung di dalamnya suatu
pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar , rasional, sistematis dan
komprehensif dan system pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu
suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang
merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek kritis melainkan suatu nilai-
nilai yang bersifat mendasar. Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-
dasar bersifat foundamental dan Universal bagi manusia baik dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adapun manakala nilai-niilai tersebut
akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praktis / kehidupan yang nyata
dalam masyarakat,bangsa maupun Negara, maka nilai-nilai tersebut kemudian
dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas sehinga merupakan suatu
pedoman. Norma tersebut meliputi :

17
1) Norma Moral; yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat
diukur dari sudut baik dan buruk. Sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak
susila.Dalam kapasitas inilah nilai-nilai Pancasila telah dijabarkan dalam suatu
norma-norma moralitas atau norma-norma etika sehingga Pancasila
merupakan system etika dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
2) Norma Hukum; Suatu norma yang terkandung dalam system peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah,
maka Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hokum di
Negara Indonesia. Sebagai sumber dari segala sumber hokum nila-nilai
Pancasila yang sejak dulu telah merupakan suatu cita-cita moraal yang luhur
yang berwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum
membentuk Negara. Atas dasar pengertian inilah, maka nilai-nilai Pancasila
sebenarnya berasal dari bangsa Indonesia sendiri atau dengan lain perkataan
bangsa Indonesia sebagai asal mula materi ( kausa materialis) nilai-nilai
Pancasila. Jadi sila-sila Pancasila pada hakekatnya bukanlah merupakan suatu
pedoman yang langsung bersifat Normatif ataupun raktis, melainkan
merupakan suatu system nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma, yang
pada gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika/moral
maupun norma hokum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

6.2 Nyatakan Kembali Metode yang Digunakan

Suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain,
kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu merupakan
keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau
tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan nilai yang
dilakukan o1eh subjek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur jasmani,
akal, rasa, karsayang dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila
sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah dan baik

Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-


dambaan dan keharusan. Maka nilai bermakna das Sollen, bukan das-Sein yang
artinya bahwa das Sollen harus menjelma menjadi das sein yang ideal harus

18
menjadi real yang bermakna normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-
hari yang merupakan fakta.

Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta
bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk
menggolong-golongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat
beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka
penggolongan tersebut.

Notonagoro membagi nilai menjadi tiga maacam, yaitu:

1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani
manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.

2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.

3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohanimanusia nilai
kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam yaitu :

a) Nilai kebenaran

b) Nilai keindahan

c) Nilai kebaikan

d) Nilai religius

Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong nilai-nilai


kerokhanian, tetapi nilai-nilai kerokhanian yang mengakui adanya nilai material
dan nilai vital. Dengan demikian nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik
nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau nilai estetis, nilai
kebaikan atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang sistematikaMaha Esa
sebagai dasar sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
sebagai tujuan hirarkhis yang dimulai dari sila Ketuhanan yang
(Darmodiharjo,1978).

Nilai religius merupakan suatu ni!ai yang tertinggi dan mutlak, artinya nilai
religius tersebut heirarkhinya di atas segala nilai yang ada dan tidak.dapat.di
jastifikasi berdasarkan akal manusia karena pada tingkatan tertentu nilai tersebut
bersifat di atas dan di luar kemampuan jangkauan akal pikir manusia.

19
Dalam kaitannya dengan devisiasi maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi
tiga macam yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis:

a) Ni1ai Dasar

Nilai ini memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra manusia,
namun dalam realisasinya ini berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek
kehidupan manusia yang bersifat nyata namun nilai memiliki nilai dasar, yaitu
merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai
tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat
kenyataan obyektif
segala sesuatu misalnya hakikat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya.
Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan, maka nilai tersebut
bersifat mutlak karena hakikat Tuhan adalah kausa prima, sehingga segala sesuatu
diciptakan berasal dari Tuhan. Jika nilai dasar itu berkaitan dengan
hakikat manusia, maka nilai-nilai tersebut bersumber pada hakikat kodrat manusia
sehingga nilai-nilai dasar kemanusiaan itu dijabarkan dalam norma hukum maka
diistilahkan sebagai hak dasar. Hakikat nilai dasar itu berlandaskan pada hakikat
sesuatu benda, kuantitas, kualitas, aksi, relasi, ruang maupun waktu, sehingga
nilai dasar dapat disebut sebagai sumber norma pada gilirannya
direalisasikan.dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis. Walaupun dalam
aspek praksis dapat berbeda-beda namun secara sistematis tidak dapat berbeda-
beda namun secara sistematis tidak dapat bertentangan dengan nilai dasar yang
merupakan sumber penjabaran norma serta realisasai praksis tersebut.

b) Nilai Instrumental

Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka nilai dasar
tersebut harus memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai
instrumental merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan.
Bilamana nilai instrumental tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam
kehidupan sehari-hari maka suatu norma moral. Jika nilai
instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi ataupun negara maka nilai-nilai
instrumental merupakan suatu arahan kebijaksanaan atau strategis yang bersumber

20
pada nilai dasar sehingga dapat dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan
suatu eksplisitasi dari nilai dasar.

c) Nilai praksis

Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari


nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata, sehingga nilai praksis ini
merupakan perwujudan dari nilai instrumental namun tidak bisa menyimpang atau
bahkan tidak dapat bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar, nilai
instrumental dan nilai praksis itu merupakan suatu sistem perwujudannya tidak
boleh menyimpang dari sistem tersebut.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa nilai adalah kualitas dari suatu yang
bermaanfaat
bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai
dijadikan landasan, alasan, atau motivasi., dalam bersikapdan bertingkah laku baik
disadari maupun tidak.

6.3 Utarakan Kembali Penggarapan Masalah

Pengelompokan etika sebagaimana dibahas di muka dibedakan atas etika umum


dan etika khusus. Etika umum membahas prinsip-prinsip dasar bagi segenap
tindakan manusia, sedangkan ertika khusus membahas prinsip-prinsip dalam
hubungannya dengan kewajiban ma,nusia dalam pelbagai lingkup kehidupannya.
Etika khusus dibedakan menjadi pertama etika individu yang membahas tentang
kewajiban manusia sebagai individu terhadap dirinya sendiri serta melalui suara
hati terhadap Tuhannya, dan kedua, etika sosial membahas kewajiban serta norma-
norma moral yang , seharusnya dipatuhi dalam hubungan dengan sesama manusia.
masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial memuat banyak etika yang khusus
mengenai wilayah-wilayah kehidupan manusia tertentu, misalnya etika keluarga,
etika profesi, etika lingkungan, etika pendidikan, etika seksual dan termasuk juga
etika politik yang menyangkut dimensi politis manusia.

21
Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seseorang yang baik
secara yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut
negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan
yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika
politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia
sebagai manusia.

6.4 Saran dan Rekomendasi yang Relevan


Norma-norma Etika serta aktualisasinya dalam kehidupan manusia, sebenarnya
tidak dapat dipisahkan dengan pandangan hidup, serta filsafat hidup dari suatu
masyarakat tertentu. Oleh karena itu berbagai aliran etika yang berkembang dalam
masyarakat senantiasa tidak dapat dilepaskan dengan dasar filsafat yang dianut
dalam masyarakat tersebut. Bagi masyarakat yang berpandangan filsafat
materialize, akan mendasarkan etika dalam hidupnya pada suatu prinsip bahwa
nilai etika yang tertinggi adalah terletak pada nilai Materialis Manusia senantiasa
diukur berdasarkan parameter materi. Materi adalah merupakan suatu prinsip
dasar tertinggi dalam kehidupan etika masyarakat.
Demikian juga bagi masyarakat yang mendasarkan kehidupannya pada filsafat
Ateisme, tidak mengakui adanya Tuhan, akan senantiasa mendasarkan kehidupan
etikanya dengan penolakan atas otoritas wahyu Tuhan. Agama tidak ada
hubungannya dengan perbuatan dan tingkah laku moral manusia. Oleh karena itu
moral ketuhanan tidak merupakan suatu norma tertinggi bahkan mereka menolak
keberadaan moral ketuhanan.Oleh karena itu apa yang baik bagi kehidupan
ketuhanan belum tentu baik bagi/ dianggap tidak baik menurut kehidupan moral
masyarakat. Manusia adalah makhluk yang otonom, bebas dan tidak mengakui
adanya dhat yang mutlak / tidak mengakui adanya Tuhan. Moral inilah yang
banyak dikembangkan pada Negara materialis dan komunis yang mendasarkan
filsafatnya pada ateisme, sehingga mereka berprinsip pada pembenaran atas segala
cara dalam mencapai tujuannya.
Pelaksanaan dan realisasi moral dalam kehidupan masyarakat tersebut merupakan
suatu fakta, atau secara terminologis disebut das sein , sedangkan prinsip nilai
yang merupakan dasar filsafat itu disebut sebagai das sollen / seharusnya.

22
Sebagaimana dipahami bahwa sebagai suatu norma hukum positif, maka Pancasila
dijabarkan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat eksplisit. Hal
ini secara kongkrit dijabarkan dalam tertib hukum Indonesia. Namun demikian
disamping tertib hukum, di dalam pelaksanaannya memerlukan suatu norma moral
yang merupakan dasar pijak pelaksanaan tertib hukum di Indonesia.
Bagaimanapun baiknya suatu peraturan perundang-undanagan jika tidak
dilandasai oleh moral yang luhur dalam pelaksanaan, penyelenggaraan Negara,
maka niscaya hukum tidak akan dapat mencapai suatu keadilan bagi kehidupan
kemanusiaan.
Dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan disamping dasar hukum yang
merupakan landasan formal bagi pelaksanaan dan penyelengaraan Negara, juga
harus dilandasi oleh norma-norma etika dan moral sebagaimana terkandung dalam
Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila merupakan paradigma dalam kehidupan politik dalam
prakteknya antara das sollen dan das sein tidak konsisten. Fakta menunjukkan
bahwa panggung politiki di Indonesia tidak mendasarkan kepada moral
sebagaimana terkandung dalam Pancasila yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan yang
implementasinya kemudian pada etika politik. Kalangan elit politik kenyataannya
lenih menekankan pada pembagian kekuasaan dan perebutamn kekuasaan dari
pada memperhatikan nasib rakyat yang semakin berat. Kepekaan wakil-wakil
rakyat terhadap nasib penderitaan rakyat menunjukkan kesenjangan yang semakin
jauh, yaitu rakyat semakin menderita namun kalangan elit politik dan wakil rakyat
senantiasa menuntut kesejahteraan yang berlebih. Selain dasar moral tersebut,
pelaksanaan politik juga harus memperhatikan dasar-dasar nasionalisme /
kebangsaan Indonesia yang terkandung dalam sila ketiga.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hadi W.M,“Pancasila sebagi Etika Politik dan Dasar Negara,” makalah ini

disampaikan pada mata kuliah Pancasila di ICAS Jakarta, 06 November 2006.

Djumhardjinis, 2008, Pendidikan Pancasila, Demokrasi dan Hak Azasi Manusia,

Widya, Jakarta.

Kumpulan Artikel-Artikel di Internet

Rahman, Budhi Munawar, Ensiklopedia Cak Nur, Jakarta; Paramadina, 2007

S. Soemarsono (Tim Lemhanas), 2004, Pendidikan Kewarganegaraan, Gramedia,

Jakarta.

Suseno, Franz-Magniz, Etika Politik; Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan

Modern, Jakarta: Gramedia, 2003

24

You might also like