Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.4 Sistematika
A. Bagian Permulaan
- Judul
- Hal Kata Mutiara
1
- Kata Penghargaan
- Daftar Isi
B. Bagian Analisa
- Pendahuluan
- Analisa Landasan
- Analisa dan Penetapan Metode yang Digunakan
- Pengumpulan dan Penyajian Data
- Analisa Data
- Kesimpulan dan Saran
C. Bagian Akhir
- Daftar Pustaka
- Lampiran
2
BAB II
ANALISA LANDASAN
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi menjadi beberapa cabang menurut
lingkungan masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok
bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi
tentang segala sesuatu yang ada sedangkan kelompok kedua membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Misalnya hakikat
manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan,
tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden. Etika termasuk
kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi. dua kelompok yaitu etika umum dan
etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang
membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral
tertentu, atau bagaimana kita harus menggambil sikap yang bertanggung jawab
berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum merupakan
prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan etika khusus
membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek
kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika indi-
vidu yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial
yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup
masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus. Etika
berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pada umumnya
membicarakan masalah masalah yang berkaitan dengan predikat nilai "susila" dan
"tidak susila", "baik" dan "buruk". Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang
dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa
orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika
banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan
dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika
3
berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia.
Dan jika kemudian, jika yang hadir terlebih dahulu adalah badannya, maka kita
memang perlu melihat kembali sila-sila Pancasila. Sudahkan hal itu sesuai dengan
watak dan pribadi bangsa ini. Atau paling tidak sudah cukup dapat menampung
watak dan kepribadian itu.
4
2.3 Pernyataan Hipolesa
Filsafat teoritis membahas tentang makna hakiki segala sesuatu antara lain:
manusia, alam. benda fisik, pengetahuan bahkan tentang hakikat yang transenden.
Dalam hubungan ini filsafat teoritis pada akhirnya sebagai sumber.Pengembangan
ha1-hal yang bersifat praksis termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Filsafat
praksis sebagai bidang kedua yang membahas dan mempertanyakan aspek praksis
dalam kehidupan manusia yaitu etika yang mempertanyakan dan membahas
tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam hubungannya dengan sesama
manusia, masyarakat, bangsa dan negara lingkungan alam serta terhadap
Tuhannya (Suseno, 1987).
Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seseorang yang baik
secara yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut
negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan
yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika
politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia
sebagai manusia.
5
BAB III
ANALISA DAN PENETAPAN METODE
Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Secara sempit atau ke dalam, sila
ini dapat diartikan bahwa setiap warga negara Indonesia memperoleh perlakuan
yang adil dan beradab. Dan secara luas, bangsa Indonesia menjunjung tinggi nilai-
nilai kemanusian. Bahwa setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama
tanpa harus dibeda-bedakan.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia. Sila ini paling tidak menggambarkan bahwa
bangsa ini adalah satu keluarga besar yang di dalamnya didasari adanya kesadaran
perbedaan satu sama lain. Dari perbedaan inilah sebenarnya bangsa ini ada.
Bangsa ini adalah mozaik yang terdiri dari fragmen-fragmen yang membentuknya.
6
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan di sini
seperti yang dikatakan Abdul Hadi W.M., adalah Keadilan yang mencakup tiga
bentuk keadilan: (1) Keadilan distributif: menyangkut hubungan negara terhadap
warganegara, berarti bahwa negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam
membagi kemakmuran, kesejahteraaan penghasilan negara, yang terakhir ini
dalam bentuk bantuan, subsidi dan kesempatan untuk hidup bersama yang
didasarkan atas hak dan kewajiban yang setara dan seimbang; (2) Keadilan legal,
yaitu keadilan dalam kaitannya dengan hak dan kewajiban warganegara terhadap
negara, tercermin dalam bentuk ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku dalam negara; (3) Keadilan komutatif: yaitu suatu hubungan
keadilan antara warga dengan warga lainnya secara timbal balik.
7
masyarakat sebelum munculnya negara. Ia juga mencakup perlindungan dan
penghargaan terhadap budaya dan kebudayaan yang dikembangkan bangsa yang
beragam etnik dan golongan.
Sila ke-3: Persatuan Indonesia
Dalam sila ini adalah pemersatu seluruh rakyat Indonesia yang dapat dari berbagai
jenis suku, agama dan ras. Disila ketiga ini sangat berpengaruh bagi bangsa
Indonesia, karena tanpa adanya pesatuan antara rakyat Indonesia, walaupun
Indonesia besar dalam jumlah wilayah dan rakyat semua itu tidak akan berarti
tanpa adanya persatuan antara rakyat Indonesia.
Sila ke-4: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan didasari oleh sila Ketuhanan YME, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, serta Persatuan .
Dalam sila ini terkandung nilai demokrasi:
(1) Adanya kebebasan yang disertai tanggung jawab moral terhadap masyarakat,
kemanusiaan dan Tuhan
(2) Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
(3) Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup bersama.
(4) Mengakui perbedaan pandangan dan kepercayaan dari setiap individu,
kelompok, suku dan agama, karena perbedaan merupakan kodrat bawaan
manusia.
(5) Mengakui adanya persaamaan yang melekat pada setiap manusia dst.
(6) Mengarahkan perbedaan ke arah koeksistensi dan solidaritas kemanusiaan;
(7) Menjunjung tinggi asas musyawarah dan mufakat.
(8) Mewujudkan dan mendasarkan kehidupan berdasarkan keadilan social.
8
(2) Keadilan legal, yaitu keadilan dalam kaitannya dengan hak dan
kewajiban warganegara terhadap negara, tercermin dalam bentuk ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam Negara
(3) Keadilan komutatif: yaitu suatu hubungan keadilan antara warga dengan
warga lainnya secara timbal balik. Keadilan social tercermin bukan dalam
kehidupan social dan pelaksanaan hukum oleh negara, tetapi juga dalam
kehidupan ekonomi dan politik, serta lapangan kebudayaan dan pelaksanaan
ajaran agama.
9
2. Norma: wujud konkrit dari nilai, yang menuntun sikap dan tingkah laku
manusia. Norma hokum merupakan norma yang paling kuat keberlakuannya
karena dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atau
penegak hukum
3. Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika
4. Makna mora lyang terkandung dalam kepribadian seseorang akan tercermin
pada sikap dan tingkah lakunya. Norma menjadi penuntun sikap dan tingkah
laku manusia.
5. Moral dan etika sangat erat hubungannya. Etika adalah ilmu pengetahuan yang
membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.
Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta
bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk
menggolong-golongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat
beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka penggolongan
tersebut. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga maacam, yaitu:
1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani
manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohanimanusia nilai
kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam yaitu :
a) Nilai kebenaran
b) Nilai keindahan
c) Nilai kebaikan
d) Nilai religius
10
Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental Bagi Indonesia.
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 menyatakan: Pancasila seperti tercantum dalam
Pembukaan UUD 45 merupakan sumber hukum yang berlaku di negara RI dan karena
itu secara obyektif ia merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum,
serta cia-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan bangsa . Sebagai dasar
pandangan hidup bernegara dan sistem nilai kemasyarakatan, Pancasila mengandung 4
pokok pikiran, sebagai berikut:
1. Negara merupakan negara persatuan, yang bhinneka tunggal ika. Persatuan tidak
berarti penyeragaman, tetapi mengakui kebhinnekaan yang mengacu pada nilai-nilai
universal Ketuhanan, kemanusiaan, rasa keadilan dan seterusnya.
2. Negara Indonenesia didirikan dengan maksud mewuju dkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat , dan berkewajiban pula mewujudkan kesejahteraan serta
mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Negara didirikan di atas asas kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat tidak bisa
dibangun hanya berdasarkan demokrasi di bidang politik. Demokrasi harus juga
dilaksanakan di bidang ekonomi.
4. Negara didirikan di atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mengandung arti
bahwa negara menjunjung tinggi keberadaan agama-agama yang dianut bangsa.
11
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA
12
yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam
membangun etika bangsa ini sangat berandil besar.
Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun
secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Pancasila adalah
suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri
terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan.
Inti dan isi Pancasila adalah manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur
susunan kodrat (jasmani–rohani), sifat kodrat (individu-makhluk sosial),
kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.
Unsur-unsur hakekat manusia merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis dan
harmonis, dan setiap unsur memiliki fungsi masing-masing namun saling
berhubungan. Pancasila merupakan penjelmaan hakekat manusia monopluralis
sebagai kesatuan organis
13
BAB V
ANALISA DATA
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi, menjadi beberapa cabang menurut
lingkungan masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok
bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi
tentang segala sesuatu yang ada sedangkan kelompok kedua membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Misalnya hakikat
manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan,
tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden.
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi . dua kelompok yaitu
etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah
suatu ilmu yang membahass tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus menggambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987).
Etika umum merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika
khusus dibagi menjadi etika individu yang membahas kewajiban manusia
terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia
terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian
terbesar dari etika khusus.
Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pada umumnya
membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai "susila" dan
"tidak susila", "baik" dan "buruk". Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang
dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa
orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika
banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan
14
dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika
berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia.
Filsafat diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang
filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya "keberhargaan‘
(Worth) atau ‘kebaikan (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan
kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian, (Frankena,229)
Nilai berbeda dengan fakta di mana fakta dapat diobservasi melalui verifikasi
empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan,
dimengerti dan dihayati oleh manusia. Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita ,
keinginan, dan segala sesuatu pertimbangan internal manusia. Nilai ini bersifat
kongkrit yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia, dan nilai dapat bersifat
subjektif maupun objektif. Bersifat subjektif manakala nilai tersebut diberikan
oleh subjek dan bersifat objektif maka nilai tersebut telah melekat pada sesuatu
terlepas dari penilaian manusia.
Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku
manusia, maka perlu lebih dikongkritkan serta diformulasikan menjadi lebih
objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah
laku secara kongkrit. Terdapat berbagai macam norma dan berbagai macam norma
hukumlah yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan aleh suatu
kekusaan eksternal misalnya penguasa atau penegak hukum. Selanjutnya nilai
dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika.
15
Moral merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-
patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Adapun di
pihak lain etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut
(Krammer, 1988 dalam Darmodihardjo, 1996). Menurut De Vos (1987), bahwa
etika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan yaitu pengertian
moral, sehingga etika pada hakikatnya adalah sebagai ilmu pengetahuan yang
membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.
16
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Etika termasuk suatu kelompok filsafat praktis, yaitu suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral, merupakan ilmu
yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung
jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral. Etika berkaitan dengan pelbagai
masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah yang
berkaitan dengan predikat nilai “ susila” dan “tidak susila”, “baik dan buruk”.
Sebagaibahasab khusus etika membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang
dapat disebut susila atau bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang
dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukkan bahwa
orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Etika lebih banyak
bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran/dasar-dasar filosofis dalam
hubungan dengan tingkah laku manusia Pancasila Sebagai Suatu Sistem Etika
Pancasila sebagai suatu system filsafat pada hakekatnya merupakan suatu Nilai,
sehingga merupakan suatu sumber dari segala penjabaran norma, baik norma
hukum, norma moral. Dalam Filsafat pancasila terkandung di dalamnya suatu
pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar , rasional, sistematis dan
komprehensif dan system pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu
suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang
merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek kritis melainkan suatu nilai-
nilai yang bersifat mendasar. Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-
dasar bersifat foundamental dan Universal bagi manusia baik dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adapun manakala nilai-niilai tersebut
akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praktis / kehidupan yang nyata
dalam masyarakat,bangsa maupun Negara, maka nilai-nilai tersebut kemudian
dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas sehinga merupakan suatu
pedoman. Norma tersebut meliputi :
17
1) Norma Moral; yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat
diukur dari sudut baik dan buruk. Sopan ataupun tidak sopan, susila atau tidak
susila.Dalam kapasitas inilah nilai-nilai Pancasila telah dijabarkan dalam suatu
norma-norma moralitas atau norma-norma etika sehingga Pancasila
merupakan system etika dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
2) Norma Hukum; Suatu norma yang terkandung dalam system peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah,
maka Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hokum di
Negara Indonesia. Sebagai sumber dari segala sumber hokum nila-nilai
Pancasila yang sejak dulu telah merupakan suatu cita-cita moraal yang luhur
yang berwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum
membentuk Negara. Atas dasar pengertian inilah, maka nilai-nilai Pancasila
sebenarnya berasal dari bangsa Indonesia sendiri atau dengan lain perkataan
bangsa Indonesia sebagai asal mula materi ( kausa materialis) nilai-nilai
Pancasila. Jadi sila-sila Pancasila pada hakekatnya bukanlah merupakan suatu
pedoman yang langsung bersifat Normatif ataupun raktis, melainkan
merupakan suatu system nilai-nilai etika yang merupakan sumber norma, yang
pada gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika/moral
maupun norma hokum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain,
kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu merupakan
keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau
tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan nilai yang
dilakukan o1eh subjek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur jasmani,
akal, rasa, karsayang dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila
sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah dan baik
18
menjadi real yang bermakna normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-
hari yang merupakan fakta.
Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta
bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk
menggolong-golongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat
beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka
penggolongan tersebut.
1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani
manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.
2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohanimanusia nilai
kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam yaitu :
a) Nilai kebenaran
b) Nilai keindahan
c) Nilai kebaikan
d) Nilai religius
Nilai religius merupakan suatu ni!ai yang tertinggi dan mutlak, artinya nilai
religius tersebut heirarkhinya di atas segala nilai yang ada dan tidak.dapat.di
jastifikasi berdasarkan akal manusia karena pada tingkatan tertentu nilai tersebut
bersifat di atas dan di luar kemampuan jangkauan akal pikir manusia.
19
Dalam kaitannya dengan devisiasi maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi
tiga macam yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis:
a) Ni1ai Dasar
Nilai ini memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra manusia,
namun dalam realisasinya ini berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek
kehidupan manusia yang bersifat nyata namun nilai memiliki nilai dasar, yaitu
merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai
tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat
kenyataan obyektif
segala sesuatu misalnya hakikat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya.
Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan, maka nilai tersebut
bersifat mutlak karena hakikat Tuhan adalah kausa prima, sehingga segala sesuatu
diciptakan berasal dari Tuhan. Jika nilai dasar itu berkaitan dengan
hakikat manusia, maka nilai-nilai tersebut bersumber pada hakikat kodrat manusia
sehingga nilai-nilai dasar kemanusiaan itu dijabarkan dalam norma hukum maka
diistilahkan sebagai hak dasar. Hakikat nilai dasar itu berlandaskan pada hakikat
sesuatu benda, kuantitas, kualitas, aksi, relasi, ruang maupun waktu, sehingga
nilai dasar dapat disebut sebagai sumber norma pada gilirannya
direalisasikan.dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis. Walaupun dalam
aspek praksis dapat berbeda-beda namun secara sistematis tidak dapat berbeda-
beda namun secara sistematis tidak dapat bertentangan dengan nilai dasar yang
merupakan sumber penjabaran norma serta realisasai praksis tersebut.
b) Nilai Instrumental
Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka nilai dasar
tersebut harus memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai
instrumental merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan.
Bilamana nilai instrumental tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam
kehidupan sehari-hari maka suatu norma moral. Jika nilai
instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi ataupun negara maka nilai-nilai
instrumental merupakan suatu arahan kebijaksanaan atau strategis yang bersumber
20
pada nilai dasar sehingga dapat dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan
suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
c) Nilai praksis
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa nilai adalah kualitas dari suatu yang
bermaanfaat
bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai
dijadikan landasan, alasan, atau motivasi., dalam bersikapdan bertingkah laku baik
disadari maupun tidak.
21
Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seseorang yang baik
secara yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut
negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan
yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika
politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia
sebagai manusia.
22
Sebagaimana dipahami bahwa sebagai suatu norma hukum positif, maka Pancasila
dijabarkan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat eksplisit. Hal
ini secara kongkrit dijabarkan dalam tertib hukum Indonesia. Namun demikian
disamping tertib hukum, di dalam pelaksanaannya memerlukan suatu norma moral
yang merupakan dasar pijak pelaksanaan tertib hukum di Indonesia.
Bagaimanapun baiknya suatu peraturan perundang-undanagan jika tidak
dilandasai oleh moral yang luhur dalam pelaksanaan, penyelenggaraan Negara,
maka niscaya hukum tidak akan dapat mencapai suatu keadilan bagi kehidupan
kemanusiaan.
Dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan disamping dasar hukum yang
merupakan landasan formal bagi pelaksanaan dan penyelengaraan Negara, juga
harus dilandasi oleh norma-norma etika dan moral sebagaimana terkandung dalam
Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila merupakan paradigma dalam kehidupan politik dalam
prakteknya antara das sollen dan das sein tidak konsisten. Fakta menunjukkan
bahwa panggung politiki di Indonesia tidak mendasarkan kepada moral
sebagaimana terkandung dalam Pancasila yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan yang
implementasinya kemudian pada etika politik. Kalangan elit politik kenyataannya
lenih menekankan pada pembagian kekuasaan dan perebutamn kekuasaan dari
pada memperhatikan nasib rakyat yang semakin berat. Kepekaan wakil-wakil
rakyat terhadap nasib penderitaan rakyat menunjukkan kesenjangan yang semakin
jauh, yaitu rakyat semakin menderita namun kalangan elit politik dan wakil rakyat
senantiasa menuntut kesejahteraan yang berlebih. Selain dasar moral tersebut,
pelaksanaan politik juga harus memperhatikan dasar-dasar nasionalisme /
kebangsaan Indonesia yang terkandung dalam sila ketiga.
23
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadi W.M,“Pancasila sebagi Etika Politik dan Dasar Negara,” makalah ini
Widya, Jakarta.
Jakarta.
24