You are on page 1of 26

I.

JUDUL PENULISAN HUKUM :

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN JASA SIMPANAN


”SETIA” DANA PENSIUN LEMBAGA KEUANGAN DI PT. BANK JATENG
CABANG UTAMA SEMARANG

II. PELAKSANA PENELITIAN

a. Nama Mahasiswa : MICHAEL EDWARD

b. N.I.M : B2A 004 147

c. Jumlah SKS : 148

d. IP Kumulatif : 2,99

e. Nilai Metodologi Penelitian Hukum : B

III. DOSEN PEMBIMBING I : Rinitami Njatrijani, SH. MHum

DOSEN PEMBIMBING II : Herni Widanarti, SH. MH

IV.RUANG LINGKUP/BIDANG MINAT :

Hukum Perdata

V. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Dunia bisnis, merupakan dunia yang paling ramai dibicarakan di berbagai forum, baik

yang bersifat nasional maupun internasional. Ramainya pembicaraan masalah ini


disebabkan, salah satu tolak ukur kemajuan suatu negara adalah dari kemajuan

ekonominya, dan tulang punggung dari kemajuan ekonomi adalah dunia bisnis.1

Perbankan sebagai lembaga keuangan (dalam dunia bisnis) dalam kegiatan

operasionalnya sangat tergantung dari kemampuannnya untuk menghimpun dana

masyarakat yang akan disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit. Sehingga

salah satu kunci keberhasilan manajemen bank adalah seberapa jauh bank mampu

menguasai pangsa pasar dana masyarakat yang beredar di wilayah operasionalnya.

Jenis pelayanan bank yang umumnya dilakukan dunia perbankan antara lain

menghimpun dana dan pemberian kredit. Pelayanan jasa perbankan tidak hanya

menghimpun dana dan pemberian kredit tetapi bank juga memberikan pelayanan dalam

hal pengurusan dan pendirian dana pensiun. Jenis dana pensiun yang dikelola oleh bank

adalah termasuk jenis dana pensiun lembaga keuangan.

Pelayanan dalam hal pengurusan dan pendirian dana pensiun berarti bank dapat

menerima kepercayaan untuk mengelola administrasi kepesertaan program pensiun,

pengelolaan dana, penerimaan pensiun, dan atau pembayaran uang pensiun bagi yang

berhak. Tidak semua bank bisa mendirikan program dana pensiun, karena untuk

mendirikan dan pengesahan dana pensiun, bank umum yang bersangkutan harus

memenuhi persyaratan yang ada dalam ketentuan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 228/KMK.017/1993 tentang Tata Cara Permohonan Pengesahan.

PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah yang beralih nama menjadi Bank Jawa

Tengah merupakan salah satu bank yang telah mendapatkan pengesahan untuk

mendirikan program dana pensiun yaitu Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Program

1
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Edisi Revisi 2001), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001),
halaman 1.

2
Dana Pensiun Lembaga Keuangan PT Bank Jawa Tengah mempunyai 3 fungsi dan

merupakan gabungan dari program pensiun, tabungan, dan asuransi. Fungsi program

tabungan menjadi salah satu sumber dana bagi PT Bank Jawa Tengah, sehingga dengan

adanya program Dana Pensiun Lembaga Keuangan di PT. Bank Jawa Tengah dapat

meningkatkan sumber dana bagi PT. Bank Jawa Tengah tersebut.

Iuran dana pensiun, sebagai fungsi tabungan dapat dijadikan sumber dana sama

seperti jasa simpanan yang lain yang dijadikan sumber dana. Sumber dana dari pihak ke-

3 tersedia banyak di masyarakat dan persyaratan untuk mencapainya juga tidak sulit, asal

bank dapat menarik minat para penyimpan dengan segala strategi, seperti dengan

memberikan pelayanan yang baik dan semaksimal mungkin. Bank harus tetap

mempertahankan kredibilitasnya di hadapan nasabahnya sebagai konsumen yang harus

dilindungi kepentingannya dengan pelayanan yang memuaskan.

Hubungan antara nasabah dengan bank merupakan hubungan kontraktual yang di

dalam hubungan tersebut lahir hak dan kewajiban dalam masing-masing pihak,

sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, Pasal 1 angka 2 yang merumuskan: Konsumen adalah setiap orang pemakai

barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen menyatakan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Dari

pernyataan definisi tentang perlindungan konsumen tersebut membuktikan bahwa adanya

jaminan untuk mendapatkan perlindungan hukum yang ditujukan kepada para nasabah

3
oleh undang-undang, sehingga dari hal itu menimbulkan pergerakan konsumen

(consumers movement) untuk memperjuangkan apa yang menjadi haknya.

Pergerakan konsumen (consumers movement) tersebut membawa akses yang positif

yaitu munculnya peraturan hukum konsumen itu sendiri dan perlindungan konsumen

yang pengertian dan permasalahan yang dibicarakan didalamnya jelas berbeda, pada

kenyataannya justru batasan antara hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen

tersebut dianggap sama. Pembatasan yang ada pada hukum perlindungan konsumen, yang

merupakan salah satu cabang ilmu hukum yang baru, namun bercorak universal. Dalam

pelaksanaannya masih banyak kekurangan yang ada maka akan lebih jelas apabila kita

lihat batasannya.

Prinsipnya dari hukum perlindungan konsumen itu adalah memberikan

perlindungan atau pengayoman terhadap konsumen. Tipis sekali perbedaan antara hukum

konsumen dengan hukum perlindungan konsumen, sehingga menimbulkan persamaan

penafsiran atau kesulitan dalam memberikan batasan-batasan.

Kesulitan di dalam memberikan batasan-batasan hukum konsumen dan hukum

perlindungan konsumen, menimbulkan berbagai masalah. Masalah tentang perlindungan

konsumen semakin disoroti oleh masyarakat luas, seiring dengan keadaan pasar yang

kompetitif, kelangsungan suatu usaha mutlak tergantung dari ada tidaknya perhatian yang

besar terhadap kebutuhan pelanggan juga hak dari pengguna barang dan atau jasa

tersebut. Upaya ini tampaknya mahal, sulit dan justru membelenggu para pelaku bisnis.

Perkembangan perekonomian yang pesat menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari

masing-masing jenis barang dan atau jasa yang dapat dikonsumsi namun, fenomena

tersebut pada sisi lain mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi

4
tidak seimbang, dimana konsumen pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi obyek

aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha

melalui kiat promosi, cara penjualan serta penerapan perjanjian standar yang merugikan

konsumen.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen yaitu tingkat kesadaran konsumen

akan haknya yang masih rendah, oleh karena itu selain melalui pembentukan undang-

undang sebagai instrumen yuridis untuk melindungi kepentingan konsumen juga

diperlukan upaya pemberdayaan konsumen, pembinaan sikap, baik dari pelaku usaha

maupun konsumen. Pembinaan sikap dapat dilakukan melalui pendidikan sebagai salah

satu media sosialisasi.

Keseimbangan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha diperlukan dalam

perlindungan konsumen yaitu hak dari konsumen merupakan kewajiban dari pelaku

usaha begitu juga kewajiban konsumen merupakan hak dari pelaku usaha. Hak konsumen

diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, sedangkan untuk kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 5 Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga

mengatur apa saja yang menjadi hak dan kewajiban dari para pelaku usaha, yang masing-

masing dicantumkan dalam Pasal 6 dan 7.

Nasabah merupakan konsumen kategori pengguna jasa, karena sama-sama termasuk

dalam kategori konsumen maka semua apa yang menjadi hak dan kewajiban dari

konsumen yang disebutkan dalam Pasal 4 dan 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen

juga berlaku untuk nasabah, adanya hak bagi nasabah sebagai konsumen jasa bank maka

5
bank sebagai pelaku usaha mempunyai keharusan untuk memberi perlindungan hukum

terhadap nasabahnya. Adanya masalah mengenai perlindungan hukum menimbulkan

alasan bagi penulis untuk mencoba menelaah melalui penelitian dengan judul :

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Jasa Simpanan ”SETIA” Dana Pensiun

Lembaga Keuangan di PT Bank Jateng Cabang Utama Semarang .

VI. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian tersebut dalam latar belakang penelitian diatas maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen jasa simpanan

”SETIA” dana pensiun lembaga keuangan di PT Bank Jateng Cabang Utama

Semarang?

2. Hambatan apa saja yang dihadapi oleh PT. Bank Jateng Cabang Utama Semarang

dalam rangka pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen jasa simpanan

”SETIA”?

VII. TUJUAN PENELITIAN

Perumusan tujuan penulisan merupakan pencerminan arah dan penjabaran strategi

terhadap masalah yang muncul dalam penulisan, sekaligus agar penulisan hukum yang

sedang dilaksanakan tidak menyimpang dari tujuan semula. Kemudian dirumuskanlah

tujuan dari penulisan hukum ini yaitu sebagai berikut :

6
1. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen jasa

simpanan “SETIA” dana pensiun lembaga keuangan di PT. Bank Jateng Cabang

Utama Semarang.

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan perlindungan hukum

terhadap konsumen jasa simpanan “SETIA” di PT. Bank Jateng Cabang Utama

Semarang.

VIII. MANFAAT PENELITIAN

Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai

perlindungan konsumen nasabah bank dana pensiun lembaga keuangan serta hak-

hak dan kewajiban-kewajiban dari para pihak.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini, yaitu:

2.1 Bagi akademis

Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan yang kelak dapat diterapkan

dalam dunia nyata sebagai bentuk partisipasi dalam pembangunan negara

dan masyarakat Indonesia berdasarkan Pancaila dan UUD 1945 serta dalam

kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat internasional.

2.2 Bagi masyarakat umum

7
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai

perlindungan konsumen terutama nasabah bank karena nasabah bank

merupakan bagian dari masyarakat.

2.3 Bagi pemerintah

Dapat memberikan masukan dalam menyikapi kasus-kasus perlindungan

konsumen khususnya yang berkaitan dengan nasabah bank

2.4 Bagi bank

Diharapkan agar tidak terjadi pelanggaran hak-hak konsumen dan dapat

menerapkan perlindungan konsumen ke dalam peraturan bank.

IX. TINJAUAN PUSTAKA

A. BANK

1. Pengertian bank

Pengertian bank ditelusuri dari sejarah mengenai terminologi bank, ditemukan bahwa
kata bank berasal dari bahasa Italy, yang berarti bence, yaitu suatu bangku tempat
duduk, sebab pada zaman pertengahan pihak bankir Italy yang memberikan
pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku
halaman pasar.2

Menurut kamus istilah hukum Fockema Andrea menyebutkan yang dimaksud


bank ialah suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan
dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga.
Berhubungan dengan adanya cek yang hanya dapat diberikan kepada bankier
sebagai tertari, maka bank dalam arti luas adalah orang atau lembaga yang dalam
pekerjaannya secara teratur menyediakan uang untuk pihak ketiga.3

2
Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003),
halaman 13
3
Zainal Asikin, Pokok-pokok Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), halaman
4

8
G.M. Stuart juga mengemukakan pengeritan bank yang tidak jauh berbeda

dengan pengertian diatas dimana, bank yaitu badan yang bertujuan memuaskan

kebutuhan kredit baik dengan alat-alat pembayaran sendiri maupun yang diperoleh

dari orang lain atau dengan jalan mengeluarkan alat-alat penukaran baru yang berupa

uang giral.

Berdasarkan pengertian diatas,maka bank adalah suatu badan yang menerima

kredit (berupa giro, deposito, dan tabungan), memberikan kredit (jangka pendek,

menengah, dan panjang) serta memberikan jasa-jasa perbankan lainnya, misalnya

kiriman uang atau transfer, wessel, letter of credit atau L/C, bank garansi dan

sebagainya. Keuntungan bank semacam ini adalah hasil selisih bunga dan provisi

atau komisi atau jasa-jasa bank yang telah diberikan.

Berdasarkan pengertian mengenai bank yang dikemukakan oleh para sarjana

diatas jelaslah bahwa usaha bank pada dasarnya suatu usaha simpan pinjam untuk

kepentingan pihak ketiga tanpa memperhatikan bentuk hukumnya, apakah suatu

perusahaan pereorangan ataupun badan hukum (recht persoon). Pengeritan mengenai

bank yang dikemukakan diatas berlanjut sampai keluarnya Undang-undang Nomor 14

Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan yang memberikan definisi bank sebagai

lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa

dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.

Melihat definisi bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14

Tahun 1967 diatas, maka akan memberikan kesan bahwa bank tersebut dapat

berbentuk usaha peseorangan. Oleh sebab itu sejak keluarnya Undang-undang Nomor

9
7 Tahun 1992 sampai diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, barulah diberikan definisi mengenai bank secara tegas.

Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1992, dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa:

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Berdasarkan pengertian bank diatas jelaslah bahwa usaha perbankan haruslah

didirikan dalam bentuk badan usaha yang berbadan hukum bukan usaha perorangan.

Penegasan seperti itu dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 21 Undang-undang Nomor

10 Tahun 1998 yang menentukan beberapa bentuk badan hukum bank yaitu

Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan daerah, dan Koperasi.

Ketiga badan hukum tersebut, terlihat bahwa bank merupakan subyek hukum

sehingga bank dapat membuat perjanjian (overenkomst) atau perikatan (verbentenis)

dengan badan hukum lainnya maupun dengan perorangan (manusia).

2. Macam-macam bank

1. Bank Sentral yaitu Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar 1945 (penjelasan Pasal 23 ayat 3), yang kemudian diatur dengan

Undang-undnag Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (telah diubah

dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia).

10
2. Bank Umum yaitu bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima

simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya terutama

memberikan kredit jangka pendek.

3. Bank Tabungan yaitu bank yang didalam pengumpulan dananya terutama

menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya

terutama memperbungakan dananya dalam kertas atau surat berharga.

4. Bank Pembangunan yaitu bank yang dalam pengumpulan dananya terutama

menerima simpanan dalam bentuk deposito dan atau mengeluarkan surat kertas

berharga jangka menengah dan jangka panjang dan dalam usahanya terutama

memberikan kredit jangka menengah dan jangka panjang di bidang pembangunan.

5. Bank-bank lain yang ditetapkan Undang-undang.

Berdasarkan pembagian bank baik menrut Undang-ndang Nono 7 Tahun 1992

dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 diatas dimana dilihat dari segi fungsinya

jelaslah bahwa bank sentral tidak termasuk kedalam dua jenis bank karena fungsi,

tugas, dan peranan bank sentral adalah sebagai lembaga otoritas moneter yang

bertugas menjaga kestabilan moneter serta melakukan pengawasan dan pembinaan

bank. Pembagian macam bank diatas hanya mendasarkan pada segi fungsi bank,

sehingga memperjelas ruang lingkup dan batas kegiatan yang dapat

diselenggarakannya. Penyederhanaan lain dari macam-macam bank dapat dilihat dari

kepemilikannya, bisa dibedakan lagi satu sama lainnya.

3. Pelayanan / jasa bank

11
Ketentuan pasal 6 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 menentukan bahwa usaha

dari bank umum meliputi:

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,

deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/ atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu;

b. Memberikan kredit;

c. Menerbitkan surat pengakuan hutang;

d. Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan

dan atas perintah nasabahnya:

1. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak

lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang dimaksud;

2. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih

lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;

3. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;

4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI);

5. Obligasi;

6. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

7. Instrument surat berharga lainnya yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.

e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan

nasabah;

f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada

bank lain, bank dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun

dengan wesel tunjuk, cek, atau sarana lainnya;

12
g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu

kontrak;

j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk

surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

k. Telah dihapus dengan keluarnya UU Nomor 10 Tahun 1998;

l. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat;

m. Telah diubah dengan keluarnya UU Nomor 10 Tahun 1998, menjadi:

menyediakan pembiayaan dan/ atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip

Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;

n. Melakukan kegiatan lainnya yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundangan yang

berlaku.

B. DANA PENSIUN

Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun, Pasal 2

disebutkan jenis dana pensiun adalah:

a. Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK)

b. Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)

Pengertian dari Dana Pensiun Pemberi Kerja, menurut Pasal 1 angka 2 Undang-

undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun adalah dana pensiun yang

13
dibentuk oleh orang atau badan yang memperkerjakan karyawan, selaku pendiri,

untuk menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti atau Program Pensiun Iuran

Pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh karyawannya sebagai peserta, dan yang

menimbulkan kewajiban terhadap pemberi kerja.

Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana

Pensiun Lembaga Keuangan adalah sebagai berikut Dana Pensiun Lembaga

Keuangan adalah Dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi

jiwa untuk menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti bagi perorangan, baik

karyawan maupun pekerja mandiri yang terpisah dari Dana Pensiun Pemberi Kerja

bagi karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.

Pengertian DPLK adalah badan hukum yang dibentuk oleh Bank atau Perusahaan
Asuransi Jiwa, yang menyelenggarakan Program Pensiunan Iuran Pasti (PPIP) bagi
pesertanya, yaitu suatu program yang tidak memerlukan Past Service Liabilities
(PSL) dan dapat diikuti oleh karyawan suatu perusahaan swasta maupun pekerja
mandiri4

Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 menyebutkan bahwa yang ditunjuk untuk

menyelenggarakan program DPLK adalah Bank atau Perusahaan Asransi Jiwa dengan

batasan bahwa kekayaan, pengelolaan dana maupun program-programnya terlepas dari

badan pendirinya. Bank yang dimaksud adalah pengertian bank menurut Peraturan

Pemerintah Nomor 77 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan yaitu bank

umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan.

Asas-asas dana pensiun

4
PT. Bank Jateng, Buku Pedoman DPLK Bank Jateng, halaman 7

14
Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun,

penyelenggaraan program pensiun didasarkan pada asas-asas sebagai berikut:

a. Asas keterpisahan kekayaan dana pensiun dari kekayaan badan hukum

pendirinya.

Dana pensiun didukung oleh badan hukum tersendiri dan diurus serta dikelola

berdasarkan ketentuan undang-undang. Berdasarkan asas ini kekayaan dana pensiun

yang terutama bersumber dari iuran terlindungi dari hal-hal yang tidak diinginkan

yang dapat terjadi pada pendirinya.

b. Asas penyelenggaraan dalam sistem pendanaan

Penyelenggaraan program pensiun berdasarkan asas ini baik bagi karyawan maupun

bagi pekerja mandiri, haruslah dengan pemupukan dana yang dikelola secara terpisah

dari kekayaan pendiri, sehingga cukup memenuhi pembayaran hak peserta. Dengan

demikian pembentukan cadangan dalam perusahaan guna membiayai pembayaran

manfaat pensiun karyawan tidak diperkenankan.

c. Asas pembinaan dan pengawasan

Agar terhindarkan penggunaan kekayaan dana pensiun dari kepentingan-kepentingan

yang dapat mengakibatkan tidak tercapainya maksud utama pemupukan dana yaitu

untuk memenuhi hak peserta, maka perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan.

Pembinaan dan pengawasan meliputi sistem pendanaan dan pengawasan atau

investasi kekayaan dana pensiun.

d. Asas penundaan manfaat

Penyelenggaraan program dana pensiun dimaksudkan agar kesinambungan

penghasilan yang menjadi hak peserta, maka berlaku asas penundaan manfaat yang

15
mengharuskan pembayaran hak peserta hanya dapat dilakukan setelah peserta pensiun

yang pembayarannya dilakukan secara berkala.

e. Asas kebebasan untuk membentuk atau tidak membentuk dana pensiun

Pembentukan dana pensiun dilakukan atas prakarsa pemberi kerja untuk menjanjikan

manfaat pensiun. Konsekuensinya pendanaan dan pembiayaan merupakan suatu

komitmen yang harus dilakukannya sampai dengan pada saat dana pensiun terpaksa

dibubarkan.

C. PERLINDUNGAN KONSUMEN

1. Pihak-pihak dalam perlindungan konsumen

Secara umum dapat dikatakan bahwa ada banyak pihak yang terlibat dalam

perlindungan konsumen, yaitu pihak konsumen, pelaku usaha, organisasi yang

bergerak dalam perlindungan konsumen, dan organisasi pelaku usaha.

Dalam praktek di masyarakat secara umum ada tiga pihak atau pelaku utama

dalam perlindungan konsumen yaitu :

a. Konsumen

Adalah setiap orang yang menggunakan barang dan/ atau jasa dan bahan alamiah

dari segala lapisan masyarakat sejak janin sampai meninggal dunia.

b. Pelaku usaha

Adalah pihak yang mentransformasikan masuknya bahan baku, bahan penolong

dan lain-lain melalui proses yang menggunakan teknologi tertentu menjadi

keluaran berupa barang jadi untuk memenuhi atau memuaskan kebutuhan

masyarakat konsumen.

16
c. Pemerintah

Adalah pihak yang mempunyai wewenang untuk membuat peraturan,

melaksanakan dan menegakkan pelaksanaan peraturan yang dibuat tersebut

untuk ditaati oleh masyarakat.

Prakteknya pelaksanaan perlindungan konsumen melibatkan beberapa pihak

antara lain :

a. Departemen atau instansi yang berwenang

Yang dimaksud adalah Departemen atau instansi yang berkait dengan produk

(Departemen Teknis) yang menangani produk yang bersangkutan, misalnya

pemberian ijin, penentuan standar mutu, dan sebagainya. Departemen terkait

dengan bidang perbankan adalah Departemen Keuangan, Bank Indonesia yang

berwenang dalam penentuan kebijakan moneter dan perbankan.

b. Organisasi pelaku usaha atau pengusaha

Pelaku usaha dalam keanggotaan sebuah organisasi pengusaha wajib mentaati

peraturan yang dikeluarkan oleh organisasi pengusaha, dalam dunia perbankan,

bank milik pemerintah dan swasta tunduk pada Bank Indonesia sebagai lembaga

pengawas dan pembina bank-bank.

2. Hukum perlindungan konsumen

Sifat dan tujuan dari hukum itu, salah satunya adalah memberikan perlindungan/

pengayoman kepada masyarakat. Hukum perlindungan konsumen dan hukum

konsumen sama-sama memberikan perlindungan sehingga sulit untuk ditarik

batasannya5.

5
Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2000), hal 14

17
Definisi dari hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan

kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan

dan masalahnya dengan para penyedia barang dan atau jasa konsumen6.

Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa

yang dimaksud perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Pengertian hukum perlindungan konsumen tersebut merupakan pengertian

hukum perlindungan konsumen sebagai badan khusus dari hukum konsumen.

Sumber-sumber hukum perlindungan konsumen

Pasal 64 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

menentukan bahwa segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan

melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan,

dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/ atau tidak

bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini.

Ketentuan diatas secara eksplisit menerangkan bahwa Undang-undang

Perlindungan Konsumen digunakan sebagai hukum umum (general law) dalam

mengatasi masalah perlindungan konsumen , karena Undang-undang Nomor 8 tahun

1999 bukan merupakan awal dan akhir dari peraturan yang mengatur perlindungan

konsumen. Penggunaan hukum umum, yang penerbitannya tidak khusus ditujukan

untuk perlindungan konsumen mempunyai segi-segi positif disamping segi negaifnya.

Segi positifnya, adalah dengan peraturan-peraturan yang ada:

66
Az Nasution, Op cit halaman 66

18
a. Dapat ditanggulangi hubungan-hubungan hukum dan masalah-masalah yang

berkaitan dengan konsumen dan pelaku usaha.

b. Berarti kedudukan konsumen dan pelaku usaha adalah sama didepan hukum.

Segi negatifnya adalah:

a. Pengertian dan istilah yang digunakan didalam perturan perundang-undangan

yang ada tidak selalu sesuai dengan kebutuhan konsumen;

b. Kedudukan yang sama antara konsumen dan pelaku usaha menjadi tidak

berarti apa-apa, karena posisi konsuemn tidak seimbang, lemah dalam

pendidikan, kemampuan ekonomi, dan daya tawar dibandingkan pelaku

usaha, konsumen amatir berhadapan dengan pelaku usaha profesional;

X. METODE PENELITIAN

1.Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris yaitu suatu

penelitian yang menekankan pada peraturan-peraturan yang berlaku, dengan

melakukan penelaahan kaidah-kaidah hukum yang berlaku yang berkenaan dengan

masalah yang diteliti, selanjutnya bagaimana pelaksanaannya dalam praktek.7 Metode

pendekatan yuridis empiris ini digunakan, mengingat bahwa permasalahan yang

diteliti berlandaskan pada UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

dan peraturan perundang-undangan lain yang relevan dengan obyek penelitian, juga

7
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penulisan Hukum Dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982),
Halaman 34

19
penelitian di lapangan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, yaitu Bank

Jawa Tengah Cabang Utama Semarang.

2.Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu suatu penelitian yang

berisi penggambaran bagaimana suatu peraturan perundang-undangan dilaksanakan

apabila kita mengkaitkan antara aturan tersebut dengan teori-teori hukum lain serta

menganalisanya berdasarkan semua data yang diperoleh dalam praktek.8

Penelitian yang berbentuk deskripsi analitis ini hanya akan melukiskan keadaan

obyek atau persoalan dan tidak dimaksudkan mengambil atau menarik kesimpulan

yang berlaku umum,9 mengenai pelaksanaan perlindungan konsumen dana pensiun

lembaga keuangan (studi di PT. Bank Jateng Cabang Utama Semarang).

3.Metode Penentuan Sampel

Penarikan sampel merupakan suatu proses dalam memilih suatu bagian yang

representatif dari sebuah populasi. Penarikan sampel berguna untuk menentukan

bagian-bagian yang akan diteliti atau yang akan mewakili populasi.

Suatu populasi untuk sebuah penelitian biasanya sangat besar dan sangat luas,

sehingga sering tidak mungkin untuk meneliti seluruh populasi tersebut. Untuk itu

dalam suatu penelitian sebenarnya tidak perlu meneliti semua unit untuk memperoleh

gambaran yang tepat dan benar mengenai keadaan populasi, tetapi cukup diambil

sebagian sebagai sampel.10

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non random sampling

karena tidak semua individu dalam populasi diberi kesempatan untuk menjadi anggota
8
Ibid, Halaman 64
9
Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
1997), Halaman 8
10
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1991), Halaman 43

20
sampel. Metode penentuan sampel dilakukan berdasarkan purposive sampling, yaitu

metode pemilihan sampel yang berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang

diperkirakan mempunyai hubungan erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang ada dalam

populasi yang sudah ada sebelumnya.11

Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah sebagai

berikut:12

1. Harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang

merupakan ciri-ciri utama dari populasi;

2. Subjek yang diambil sebagai sampel harus benar-benar merupakan subjek

yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi;

3. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan teliti dalam studi

pendahuluan.

Populasi yang dimaksud adalah PT. Bank Jateng Cabang Utama Semarang

sebagai salah satu pihak yang melaksanakan perlindungan konsumen di Propinsi Jawa

Tengah sedangkan sampel yang digunakan adalah pihak-pihak yang berkaitan langsung

dengan pelaksanaan perlindungan konsumen dalam hal ini adalah para nasabah dana

pensiun lembaga keuangan.

4.Metode Pengumpulan Data

Keberhasilan dan efektifitas penelitian ini, juga ditunjang dengan pengadaan

penelitian lapangan guna mendapatkan data primer, disamping itu diadakan penelitian

kepustakaan untuk mendapaatkan data sekunder, adapun data-data tersebut dapat

diperoleh dengan:

11
Cholid Nabuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2002), Halaman
114-116
12
Ronny Hanitijo Soemitro,Op.Cit, Halaman 10

21
1. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh dengan cara melakukan penelitian di

lapangan, yaitu melakukan penelitian langsung pada instansi atau lembaga terkait

yang menjadi obyek penelitian ini, sehingga dapat diperoleh data secara langsung

dari sumbernya. Adapun data primer ini diperoleh dengan cara wawancara

langsung

Salah satu metode pengumpulan data dengan cara komunikasi, yakni melalui

kontak antara peneliti (pewawancara) dengan sumber data (responden).

Wawancara dilakukan secara langsung, artinya peneliti (pewawancara)

berhadapan langsung dengan responden untuk menanyakan secara lisan hal-hal

yang diinginkan, dan jawaban responden dicatat oleh pewawancara.13

Wawancara langsung ini dilakukan dengan metode bebas terpimpin yaitu

dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan akan tetapi masih ditambah

variasi-variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi pada saat

melakukan wawancara.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan.

Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara mengumpulkan dan meneliti

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu

literatur-literatur, pendapat-pendapat atau tulisan-tulisan para ahli dan pihak-pihak

yang berwenang serta sumber bacaan lainnya yang berhubungan dengan masalah
13
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004), halaman 72

22
yang diteliti, yaitu pelaksanaan perlindungan konsumen dana pensiun lembaga

keuangan di PT. Bank Jateng Cabang Utama Semarang.

5.Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses pengolahan data ke dalam bentuk yang lebih mudah

dimengerti dan diinterpretasikan. Dalam penelitian ini, digunakan metode kualitatif.

Tujuan penggunaan metode kualitatif adalah untuk memperoleh pemahaman

pengembangan teori, dimana analisis ini dilakukan secara terus menerus sejak awal

sampai akhir dengan melakukan pendekatan secara umum dari tujuan penelitian.14

14
Soerjono Soekamto, dan H. Abdurrahman, Metode penelitian suatu pemikiran dan penerapan,
(Jakarta : Rineka Cipta) Halaman 28-29

23
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

Buku

Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Granit, 2004)

Badrulzaman, Mariam D, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Citra


Aditya Bakti, 2001)

Cholid Nabuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT.Bumi


Aksara, 2002)

C.Smith Jr, Datus, Penuntun Penerbitan Buku, (Jakarta: Pusat Penerbitan Grafika
Indonesia, 1975)

Hadikusuma, Hilman, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,
(Bandung : Mandar Maju, 1995)

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Edisi Revisi 2001), (Jakarta:
Rajawali Pers, 2001)

Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia, 1997)

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Buku Kesatu, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 2003)

Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penulisan Hukum Dan Jurimetri, (Jakarta:


Ghalia Indonesia, 1982)

Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo,


2000)

Zainal Asikin, Pokok-pokok Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Raja


Grafindo Persada)

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

24
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentan Perbankan

Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun

JADWAL WAKTU PELAKSANAAN PENELITIAN

Jadwal waktu yang direncanakan :

• Persiapan : 10 hari

• Pengumpulan data : 20 hari

• Pengolahan data : 20 hari

• Analisa data : 20 hari

• Penulisan laporan : 30 hari+

100 hari

25
Semarang, 8 April 2009

Mengetahui

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Rinitami Njatrijani, SH. MHum Herni Widanarti,SH. MH

Pelaksana

Michael Edward

26

You might also like