You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hasil pertanian yang diolah secara baik dan seimbang akan menghasilkan
olahan yang kualitas dan kuantitasnya sangat baik. Sebuah pabrik pengolahan
hasil pertanian selalu mempertimbangkan bahan yang akan diolah dan produk
yang dihasilkan. Memaksimalkan bahan yang akan diolah menjadi produk yang
berkualitas dan berkuantitas tinggi memang butuh ilmu yang mendukungnya.
Dasar – dasar ilmu seperti kesetimbangan massa menjadi ilmu pendukung
dalam proses pengolahan hasil pertanian. Mahasiswa yang belajar di jurusan
teknologi pengolahan wajib mempelajari ilmu tersebut karena sebagai penunjang
dalam aplikasi ilmunya kepada masayarakat atau pabrik dan perusahan
pengolahan tertentu.
Ilmu kesetimbangan massa tidak cukup dipelajari dalam teori saja.
Namun, harus dipelajari melalui praktikum pula. Dengan adanya praktikum yang
mempelajari kesetimbangan massa diharapkan mampu membuktikan sebuah teori
dari kesetimbangan massa dan mampu mengaplikasikannya di dalam kehidupan.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan dari praktikum kesetimbangan massa ini adalah


a. Mempelajari keadaan sistem steady dan unsteady state dengan contoh
larutan gula dan larutan madu
b. Menentukan model neraca massa steady state pada alir massa dan
unsteady state pada komponen gula dan madu
c. Mengetahui proses pengentalan dan pengenceran larutan gula dan
larutan madu

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesetimbangan Massa


Konsep kesetimbangan penting dalam industri pengolahan pertanian
(pangan). Konsep kesetimbangan merupakan parameter pengendali dalam proses
penanganan (khususnya kesetimbangan massa dapat dipakai untuk mengetahui
hasil yang diperoleh dari suatu proses). Penerapan konsep kesetimbangan massa
digunakan dalam mengkaji tahapan proses baru dan memperbaiki percobaan
dalam pilot plant.
Prinsip hukum kekekalan massa menerangkan bahwa massa tidak dapat
terbentuk atau dihilangkan didalam suatu proses fisis atau kimia.
Kesetimbangan massa menjelaskan mengenai massa bahan yang melewati
operasi pengolahan. Setiap bentuk kesetimbangan didasari oleh hukum konservasi
dimana jika proses berlangsung tanpa terjadi akumulasi, maka massa yang masuk
ke dalam sistem akan sama dengan massa yang ke luar sistem. Berdasarkan rumus
dapat dituliskan sebgai berikut :
• Massa masuk = massa ke luar + massa terkumpul
• Bahan Baku = Produk + Sisa + Bahan baku tertumpuk
• Jlh mR = Jlh mP + Jlh mW + Jlh m S
• Jlh mR = mR1 + mR2 + mR3 (Total bhn baku)
• Jlh mP = mP1 + mP2 + mP3 (= total produk)
• Jlh mW = mW1 + mW2 + mW3(Total sisa)
• Jlh mS = m S1 + mS2 + mS3 (Total bahan baku terakumulasi)
Jika tidak terjadi perubahan kimia selama proses berlangsung, hukum konservasi
massa tetap digunakan sehigga bahan yang masuk (mA) akan sama dengan bahan
yang ke luar (mA) di tambah dengan bahan di dalam proses (mA)

2.2 Refraktometer
Refractometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar /
konsentrasi bahan terlarut misalnya : Gula, Garam, Protein dsb. Prinsip kerja dari
refractometer sesuai dengan namanya adalah dengan memanfaatkan refraksi

2
cahaya. Refractometer ditemukan oleh Dr. Ernst Abbe seorang ilmuwan dari
German pada permulaan abad 20 (Raharjo, 2010).
Refraktometer adalah alat untuk mengukur nilai kadar garam pada air. Alat
ini sangat mudah dalam penggunaan dan perawatannya. Untuk menjaga ke
akuratan pembacaan dari refraktometer ini maka kita harus mengenal tiap bagian-
bagian dari alat ini. Alat ini terdiri dari :
      1.   Probe Refraktometer : Probe berwarna biru ini merupakan bagian yang
paling sensitif dari refraktometer. Probe berfungsi untuk membaca kadar
garam pada air. Jangan biarkan probe tergores, karena akan mengurangi ke
akuratan pembacaan.
      2.   Penutup Probe Refraktometer : Penutup probe berwarna putih transparan,
berfungsi untuk melindungi probe dari debu, atau benda-benda lain yang
dapat membuat probe tergores. Selain itu penutup probe juga berfungsi
untuk menjaga air tidak tergeser/jatuh saat di teteskan ke dalam probe.
Saat digunakan untuk pengukuran buka penutup probe ke arah atas
tetaskan air yang akan di ukur lalu turunkan penutup probe secara
perlahan.
      3.   Mur Kalibrasi : Mur kalibrasi berfungsi untuk menyesuaikan nilai bacaan
dari refraktometer, di gunakan apabila refraktometer ketika membaca air
aquades tidak menunjukkan nilai nol.
      4.   Handle/Pegangan : Handle/Pegangan berupa grid yang memanjang dari
bagian mur kalibrasi sampai pengatur cahaya. Handle/ pegangan berfungsi
untuk memegang refraktometer. Grid membuat refraktometer mudah
dipegang.
      5.   Pengatur Cahaya : pengatur cahaya berfungsi untuk mengatur cahaya yang
masuk, sehingga dalam melihat hasil bacaan menjadi lebih jelas.
      6.   Lensa  : lensa berfungsi untuk mata dalam melihat hasil bacaan dari kadar
garam pada air.
Setelah kita mengenal bagian – bagian dari refraktometer, kita dapat
dengan mudah menggunakan dan merawat refraktometer. Untuk membersihkan
probe refraktometer yang telah di gunakan dapat dilakukan dengan menggunakan

3
tissue yang di basahi oleh air aqudes. Tissue yang telah basah di sapukan ke probe
secara perlahan dan searah.
2.3 Satuan Brix
Satuan brix merupakan satuan yang digunakan untuk menunjukan kadar
gula yang terlarut dalam suatu larutan. Semakin tinggi derajat brix nya maka
semakin manis larutan tersebut. Sebagai contoh kasus dalam pengolahan nira
bahwa nilai Brix adalah gambaran seberapa banyak zat pada terlarut dalam nira. 
Di dalam padatan terlarut tersebut terkandung gula dan komponen bukan
gula. Sebagai gambaran,   bila diperoleh nilai Brix 17% maka dalam setiap 100
bagian nira terdiri dari 17 bagian Brix dan 83 bagian air.  
Brix ialah zat padat kering terlarut dalam suatu larutan (gram per 100 gram
larutan) yang dihitung sebagai sukrosa. Zat yang terlarut seperti gula (sukrosa,
glukosa, fruktosa, dan lain-lain), atau garam-garam klorida atau sulfat dari kalium,
natrium, kalsium, dan lain-lain merespon dirinya sebagai brix dan dihitung setara
dengan sukrosa (Risvan, 2009).
Brix adalah jumlah zat padat semu yang larut (dalam gr) setiap 100 gr
larutan. Jadi misalnya brix nira = 16, artinya bahwa dari 100 gram nira, 16 gram
merupakan zat padat terlarut dan 84 gram adalah air. Untuk mengetahui
banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan (brix) diperlukan suatu alat ukur.
(Risvan,2008).
Menurut Diding Suhandy (2008) derajat Brix merupakan satuan yang
umum digunakan untuk mengukur KPT dalam suatu larutan. Sebagian besar
kandungan padatan terlarut (KPT) pada buah terdiri atas gula-gula sederhana
seperti fruktosa, glukosa dan sukrosa.

2.4 Pengentalan dan Pengenceran

Pengentalan merupakan proses meningkatnya konsentrasi suatu larutan


akibat adanya pencampuran bahan terlarut (gula, gula, dan lain - lain). Sedangkan
pengenceran adalah proses menurunnya konsentrasi suatu larutan akibat adanya
pencampuran bahan pelarut (air). Semakin tinggi konsentrasi maka ikatan antar
partikelnya semakin kuat, sebaliknya semakin rendah konsentrasi maka ikatan
antar partikelnya semakin lemah (Ariani, 2004)

4
5
BAB III
METODOLOGI PENGAMATAN DAN PENGUKURAN

3.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan saat praktikum diantaranya :


a. Refraktometer untuk mengukur kadar larutan gula dan air
b. 2 buah Toples Plastik ukuran diameter 25 cm sebagai tempat larutan
gula dan air
c. 2 buah pipet sebagai alat untuk pengambilan sampel bahan untuk di uji
kadarnya dengan refraktometer
d. 2 buah batang pengaduk sebagai alat untuk mengaduk larutan
e. Selang plastik digunakan untuk saluran perpindahan dari larutan gula
ke air dalam toples dan sebaliknya
f. Gelas ukur digunakan untuk mengukur jumlah pelarut yang digunakan
g. Penggaris digunakan untuk mengukur tinggi cairan yangada dalam
toples
h. Stopwatch untuk timer saat larutan akan diukur dengan refractometer
i. Timbangan digunkaan untuk menimbang gula

Bahan yang digunakan saat praktikum diantaranya:


1. Gula putih sebagai zat terlarut
2. Air sebagai pelarut
3. Tissue
4. Madu sebagai Pelarut

3.2 Prosedur Percobaan


Langkah – langkah percobaan yang harus dilakukan saat praktikum, yaitu :
a. Memasang selang dan 2 toples sehingga menjadi satu kesatuan alat
b. Melipat selang sehingga tidak ada air yang mengalir melalui selang
tersebut
c. Menentukan kadar gula dalam larutan pada satuan brix

6
d. Menghitung jumlah gula yang harus ditimbang
e. Menimbang gula yang akan dilarutkan
f. Melarutkan gula dalam air panas
g. Mencampur larutan gula pekat dengan air yang ada dalam toples 1
h. Mengisi air pada toples 2 sehingga jumlah air atau tinggi air pada kedua
toples sama besar
i. Mengambil sampel dalam larutan gula untuk diuji kembali kadarnya
dengan menggunkaan refractometer
j. Melepasakan lipatan selang sehingga aliran tidak terhambat. Kemudian
memulai menghitung 3 menit pertama sambil mengaduk kedua cairan
dalam toples menggunakan batang pengaduk
k. Melipat selang kembali setelah 3 menit pertama. Kemudian mengambil
sampel larutan dari toples 1 untuk diuji kadarnya dengan refractometer.
Setelah itu, melakukan pengujian kadar larutan pada toples 2 setelah toples
1 di uji kadarnya
l. Mengulang kembali langkah j dan k sehingga kadar larutan pada toples 1
dan 2 sama besar

7
BAB IV
HASIL PERCOBAAN

Hasil dari melakukan Praktikum diantaranya :


a. Menentukan kadar dan jumlah gula yang dilarutkan
Jika kadar 12% brix, dan volume air awal 2500 ml mka massa gulanya adalah
Xf = (Xg)/(Xg + Xa)
0,12 = (Xg)/(Xg+2500)
0.12 Xg + 300 = Xg
0.88Xg = 300
Xg = 340.91 ml
Xg = 340.91 gram
Jadi, jumlah gula yang ditimbang dan akan dilarutkan adalah 340.91 gram
Pengujian kadar larutan gula dalam 2500 ml dengan menggunakan
refractometer ternyata hasil pembacan bukan 12% melainkan 11,2%.

b. Hasil pengamatan Pengenceran dan Pengentalan Gula


Kadar Bahan ( 0Brix) Fungsi [ ln (X0-Xt)]
t
Pengentalan Pengenceran Pengentalan Pengenceran
0 0 11 In (11 – 0) = 2.398 In (11-11) = ~
3 0.4 10.6 In (11 – 0.4) = 2.361 In (11 – 0.4) = -0.916
6 0.4 10.6 In (11 – 0.4) = 2.361 In (11 – 0.4) = -0.916
9 0.5 10.4 In (11 – 0.5) = 2.351 In (11 – 0.5) = -0.511
12 0.5 10.4 In (11 – 0.5) = 2.351 In (11 – 0.5) = -0.511
15 0.8 10.2 In (11 – 0.8) = 2.322 In (11 – 0.8) = -0.223
18 0.9 10.2 In (11 – 0.9) = 2.313 In (11 – 0.9) = -0.223
21 1 10.0 In (11 – 1) = 2.303 In (11 –1) = 0
24 1.4 10.0 In (11 – 1.4) = 2.262 In (11 – 1.4) = 0
27 1.8 9.6 In (11 – 1.8) = 2.219 In (11 – 1.8) = 0.336
30 2 9.2 In (11 – 2) = 2.197 In (11 – 9.2) = 0.588

c. Penyajian Hasil Pengamatan Pengenceran dan


Pengentalan Gula ke dalam Bentuk Grafik

8
Grafik pengentalan gula pada
waktu tertentu

2,5
2

Kadar (Brix)
1,5
1
0,5
0
0 10 20 30 40
Waktu (Menit)

Grafik Pengenceran gula pada


waktu tertentu

12
10
Kadar (Brix)

8
6
4
2
0
0 10 20 30
Waktu (Menit)

9
Grafik Perbandingan pengenceran dan
pengentalan larutan gula

10
8
kadar (brix)

6 Pengentalan
4 Pengenceran
2
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (menit)

Grafik fungsi pengentalan


terhadap waktu tertentu

2,450
2,400
in (X0 - Xt)

2,350
2,300
2,250
2,200
2,150
0 10 20 30 40
Waktu (Menit)

10
Grafik fungsi pengenceran
terhadap waktu tertentu

0,8
0,6

Fungsi (In (X0 - Xt)


0,4
0,2
0
-0,2 0 10 20 30 40
-0,4
-0,6
-0,8
-1
Waktu (menit)

Grafik fungsi pengenceran dan pengentalan


terhadap waktu tertentu

3
2,5
2
1,5
In (X0 - Xt)

1 Pengenceran
0,5 Pengentalan
0
-0,5 0 5 10 15 20 25 30 35
-1
-1,5
Waktu (menit)

11
Kadar Bahan ( 0Brix) Fungsi [ ln (X0-Xt)]
t
Pengentalan Pengenceran Pengentalan Pengenceran
0 0 22 In (22 – 0) = 3.091 In (22-22) = ~
3 0.1 22 In (22 – 0.1) = 3.086 In (22 – 22) = ~
6 0.2 21.9 In (22 – 0.2) = 3.082 In (22 – 21.9) = -2.303
9 0.6 21.6 In (22 – 0.6) = 3.063 In (22 – 21.6) = -0.916
12 1 21.5 In (22 – 1) = 3.045 In (22 – 21.5) = -0.693
15 1 21.5 In (22 – 1) = 3.045 In (22 – 21.5) = -0.693
18 1.05 21.2 In (22 – 1.05) = 3.042 In (22-21.2) = -0.223
21 1.3 20.8 In (22 – 1.3) = 3.03 In (22 –20.8) = 0.182
24 1.7 20.7 In (22 – 1.7) = 3.011 In (22 – 20.7) = 0.262
27 1.8 20.6 In (22 – 1.8) = 3.006 In (22 – 20.6) = 0.336
30 2 20.5 In (22 – 2) = 2.996 In (22 – 20.5) = 0.405
d. Hasil Pengamatan Pengenceran dan Pengentalan Madu

e. Penyajian Data Hasil Pengamatan Pengenceran dan


Pengentalan Gula dalam Bentuk Grafik

Grafik Pengentalan Madu

2,5

2
Kadar (%Brix)

1,5

0,5

0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (Menit)

Pengentalan

12
Grafik Pengenceran Madu

22,2
22
21,8

Kadar (%Brix)
21,6
21,4
21,2
21
20,8
20,6
20,4
0 10 20 30 40
Waktu (menit)

Pengenceran

Grafik Pengenceran dan Pengentalan Madu

25

20
Kadar (%brix)

15

10

0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (Menit)

Pengentalan Pengenceran

Grafik Fungsi Pengentalan Madu

3,1

3,08
Fungsi ln (Xo - Xt)

3,06

3,04

3,02

2,98
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (Menit)

13
Grafik Fungsi Pengenceran Madu
1

0,5

Fungsi ln (X0-Xt)
0
0 10 20 30 40
-0,5

-1

-1,5

-2

-2,5
Waktu (Menit)

Grafik Fungsi Pengenceran dan Pengentalan


Madu

4
3
Fungsi ln (X0-Xt)

2
1
0
-1 0 10 20 30 40
-2
-3
Waktu (Menit)

Pengentalan Pengenceran

14
BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum kali ini membahas mengenai kesetimbangan massa dan lebih


membahas tentang pengentalan dan pengenceran. Pada awalanya praktikan
diminta untuk menentukan kadar awal untuk melarutkan gula. Kadar yang
ditentukan mulanya 15% brix. Namun setelah dihitung jumlah gula yang
dibutuhkan untuk dilarutkan dalam 3000 ml dan kadar larutannya sebesar 0,15
maka kebutuhan gulanya adalah 529, 4 gram. Gula pasir yang tersedia hanya 1 kg
saja sehingga jika gula yang dibutuhkan 529, 4 gram hanya cukup untuk 2
kelompok shift saja. Padahal kelompok praktikum yang ada jumlahnya ada 4
kelompok shift. Oleh karena itu, praktikan diminta untuk mengurangi kadar dan
jumlah volum pelarut. Praktikan mencoba untuk mengurangi kadarnya menjadi
12% brix dan volum perlarut (air) menjadi 2500 ml. Jumlah gula yang dibutuhkan
untuk keadaan tersebut sebesar 340.91 gram.
Gula yang sudah ditimbang sebesar 340.91 gram dilarutkan kedalam 200
ml air panas agar cepat melarut. Setelah gula tersebut larut, dimasukkan kedalam
toples yang berisi air 2300 ml. Namun, sepertinya saat menunggu pelarutan gula,
air sudah saling mengalir dari toples ke toples. Sehingga air yang dalam toples
2300 ml terlihat lebih banyak dibandingkan dengan toples yang berisi 2500 ml.
Oleh karena itu, untuk memudahkannya, praktikan diminta tidak mengulang
kembali pengukuran volume air melainkan mengukur ketinggiannya saja saat
larutan pekat gula dimasukkan kedalam toples 1 sampai didapatkan volume tinggi
pada kedua toples sama. Sebelum memulai pengamatan, praktikan menguji kadar
air nya terlebih dahulu pada masing – masing toples dan catat keadaan awalnya.
Pada tples 1 (larutan gula) didapatkan kadarnya 11,2 0brix sedangkan pada toples
2(air) didapatkan kadarnya 0 0brix. 11,2 0brix artinya bahwa pada larutan tersebut
mengandung 11,2 gram gula dalam pelarut air.
Pengamatan dilakukan selama 3 menit sekali. Namun, praktikan tidak
dilakukan secara berurutan. Selain itu, setiap 3 menit, selang di lipat agar aliran
terhenti. Hasil 3 menit pertama, kadar larutan mengalami perubahaan yang sangat

15
signifikan yaitu kenaikan 0,4 0brix pada proses pengentalan dan mengalami
penurunan 0,4 0brix pada proses pengenceran. Saat 3 menit kedua, kadar larutan
tidak mengalami perubahan hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
kadar awal larutan yang tidak terlalu tinggi (konsentrasi fraksi kecil yaitu 0,12),
kondisi toples yang terlalu besar namun selang penyambung yang terlalu kecil,
rusaknnya selang penyambuang (terlipat, bocor), dan pengamatan yang kurang
teliti.
Rendahnya konsentrasi larutan gula saat awal pengamatan akibat dari
pencampuran gula yang terlalu banyak pelarutnya. Toples yang terlalu besar
ukurannya mengakibatkan jumlah air dan pelarut yang digunakan harus banyak.
Jika tidak, maka aliran kurang berjalan lancar bahkan tidak mengalir. Namun,
kendalanya terdapat pada terbatasnya jumlah gula yang tersedia. Sehingga
praktikan terpaksa melarutkan gula dalam pelarut dalam jumlah banyak.
Pada 3 menit ke-10, praktikan masih belum menemukan titik
kesetimbangan (equilibrium) namun praktikum harus sgera dihentikan karena
terbatasnya waktu praktikum dan lamanya persiapan di awal praktikum.
Seandainya praktikan diberikan lagi waktu sampai 30 menit kemungkinan besar
praktikan dapat menyelesaikannya dan menemukan titik equilibrium.
Dari hasil percobaan dapat terlihat bahwa kadar pengentalan larutan gula
semakin lama semakin tinggi namun berbeda dengan kadar pengenceran yang
semakin lama semakin rendah. Perubahan kadar yang tidak signifikan membuat
praktikum menjadi lebih lama. Nilai fungsi pengenceran dan pengentalan dalam
bentuk ln (X0-Xt) berbanding terbalik dengan kadar dalam satuan brix. Semakin
lama pengentalan maka nilai fungsi semaikn kecil sedangkan semakin lama
pengenceran maka nilai fungsi semakin besar.
Peristiwa pada proses pengentalan dan pengenceran madu memiliki
kesamaan dengan proses pengentalan dan pengenceran pada gula, semakin lama
aliran dibiarkan pada selang maka semakin tinggi kadar pengentalan. Begitu pula
dengan sebaliknya. Namun antara gula dengan madu memiliki perbedaan dalam
lamanya proses untuk mencapai kesetimbangan. Madu cenderung lebih lama dari
gula dalam proses menuju kesetimbangan (titik equilibrium). Oleh karena itu,
dilihat dari grafik pengenceran dan pengentalan gula dapat terlihat dalam waktu

16
30 menit, Larutan Gula hampir menemukan titik kesetimbanagn sedangkan
larutan madu masih terlalu jauh untuk mencapai kesetimbangan.
Refraktometer di dalam laboratorium terdapat 2 buah. Namun yang dapat
digunakan hanya 1 buah saja, sehingga saat melakukan pengamatan pada madu
dan gula, praktikan mengalami kesulitan dalam menentukan kadar karena
penggunaan alat refraktometer yang hanya 1 buah untuk semua orang (2
kelompok besar). Oleh karena itu waktu yang disediakan tidak mencukupi untuk
pengamatan proses pengenceran serta pengentalan gula dan madu agar mencapai
kesetimbangan. Selain itu, faktor pencucian yang kurang bersih pada kaca
refraktometer akibat dari saling bergantiannya uji coba kadar larutan gula dan
madu, membuat hasil dari pengamatan larutan madu tidak maksimal (tidak
beraturan/turun-naik)

17
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan pemabahsan dapat disimpulkan bahwa
a. Hasil Perhitungan kadar awal 12% Brix untuk gula 340,91 gram dan air
2500 ml, berbeda saat gula dan air telah dicampurkan yakni besar
kadarnya menjadi 11,2% brix.
b. Toples 1 yang dikenai larutan gula atau madu yang sangat pekat saat awal
pengamatan keadaan kadarnya akan semakin encer, sedangkan pada toples
2 akan semakin kental
c. Jika Pengamatan dilakukan lebih lama akan ditemukan titik pertemuan
atau titik keseimbangan. Diamana grafik pengenceran dan pengentalan
akan bertemu, maka pada saat itu titik equilibrium terbentuk
d. Dilihat dari bentuk grafik dalam fungsi dan kadar brix terdapat perbedaan
arah kenaikan dan penurunan. Misalnya pada grafik fungsi pengenceran
madu atau gula mengalami Kenaikan sedangkan pada grafik kadar brix
pengenceran madu atau gula mengalami penurunan

6.2. Saran
Dalam melakukan praktikum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
berjalannya praktikum. Faktor utama yang sangat berpengaruh adalah
ketersediaan alat dan bahan yang kurang memadai dan tidak layak pakai. Oleh
karena itu, diharapkan untuk kedepannya alat dan bahan praktikum harus
disediakan secara lengkap dan merupakan alat dan bahan yang layak pakai,
sehingga faktor penghambat berjalannya praktikum dapat sedikit teratasi.

18

You might also like