Professional Documents
Culture Documents
RANCANGAN TEKNOKRATIK
RENCANA PEMBANGUNAN
JANGKA MENENGAH NASIONAL
2015-2019
BUKU I
AGENDA PEMBANGUNAN NASIONAL
ii
KATA PENGANTAR
iii
ARMIDA S. ALISJAHBANA
iv
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
BAB II
2.2.
2.3.
3.2.
Geo-ekonomi ........................................................................47
3.1.2.
Geo-politik ............................................................................52
3.1.3.
Bonus Demografi................................................................58
3.1.4.
4.2.
4.3.
BAB V
4.2.1.
4.2.2.
Moneter ..................................................................................85
4.2.3.
4.2.4.
5.2.
5.3.
5.4.
6.2.
vi
6.1.1.
6.1.2.
6.1.3.
B.
6.1.4.
6.1.5.
6.1.6.
C.
6.1.7.
6.1.8.
6.1.9.
6.1.10.
D.
6.1.11.
6.1.12.
6.1.13.
6.1.14.
6.1.15.
6.1.16.
6.3.
6.4.
6.5.
6.6.
6.2.1.
6.2.2.
6.2.3.
6.2.4.
6.3.2.
6.3.3.
6.3.4.
6.3.5.
6.3.6.
6.3.7.
6.4.2.
6.4.3.
6.4.4.
6.4.5.
6.5.2.
6.5.3.
6.5.4.
6.5.5.
vii
7.2.
7.3.
7.4.
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1
Gambar II.1
Gambar II.2
Gambar II.3
Gambar II.4
Gambar II.5
Gambar II.6
Gambar II.7
Gambar II.8
Gambar II.9
Gambar II.10 Tren Angka Kematian Bayi (AKB), Angka kematian Balita
(AKBA) dan Angka kematian Neonatal (AKN) per 1.000
kelahiran hidup .....................................................................................27
Gambar II.11 Tren jumlah kasus HIV dan AIDS ...................................................28
Gambar II.12 Perkembangan APM dan APK menurut jenjang pendidikan
Tahun 2004-2012.................................................................................30
Gambar II.13 Jumlah Penerima Beasiswa BSM Tahun 2008-2013..............32
Gambar II.14 Jumlah Kumulatif Pembangunan Unit Sekolah Baru SMP,
SMA, dan SMK Selama Periode 2005 2013.............................33
Gambar II.15 Jumlah Kumulatif Pembangunan Ruang Kelas Baru di SMP,
SMA, dan SMK Selama Periode 2005 2013.............................33
Gambar II.16 Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan Tahun
2009-2014 ...............................................................................................36
Gambar II.17 Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Tahun 2009-2012 ..........39
Gambar II.18 Perkembangan Opini WTP BPK atas LKKL dan LKPD 20092013 ...........................................................................................................40
Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019
ix
Gambar II.19 Perkembangan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Tahun (20042013) ......................................................................................................... 42
Gambar II.20 Perkembangan Persentase Penduduk Usia 15 Tahun yang
Berpendidikan SMP/MTs keatas Menurut Provinsi, 20042012 ........................................................................................................... 43
Gambar II.21 Pencapaian Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 20092012 ........................................................................................................... 44
Gambar II.22 Komposisi Pendapatan Daerah, Tahun 2008-2012 ............... 45
Gambar III.1
Gambar III.2
Gambar III.3
Gambar III.4
Gambar III.5
Gambar III.6
Gambar III.7
Gambar IV.1
Gambar IV.2
Gambar V.1
Gambar VI.1
Gambar VI.2
Gambar VI.3
Gambar VI.4
Gambar VI.5
Gambar VI.6
Gambar VI.7
Gambar VI.8
Gambar VI.9
Bauran Bahan Bakar Pembangkit PT. PLN Tahun 2013 ... 176
Gambar 0.2
Gambar 0.3
xi
xii
DAFTAR TABEL
Tabel II.1
Tabel II.2
Tabel II.3
Tabel II.4
Tabel III.1
Tabel III.2
Tabel IV.1
Tabel IV.2
Tabel IV.3
Tabel IV.4
Tabel IV.5
Tabel IV.6
Tabel IV.7
Tabel V.1
Tabel VI.1
Tabel VI.2
Tabel VI.3
Tabel VI.4
Tabel VI.5
Tabel VI.6
Tabel VI.7
xiii
Tabel VI.8
Tabel VI.9
Tabel VI.10
Tabel VI.11
Tabel VI.12
Tabel VI.13
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
Maju
Adil
Makmur :
2.
3.
5.
6.
7.
2.
BAB II
PENCAPAIAN PEMBANGUNAN NASIONAL
baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu aman juga
mencerminkan keadaan tenteram, tidak ada rasa takut dan khawatir.
Adapun damai mengandung arti tidak terjadi konflik, tidak ada kerusuhan,
keadaan tidak bermusuhan dan rukun dalam sistem negara hukum.
Misi Mewujudkan Indonesia yang Aman dan Damai dalam RPJMN
2005-2009 dilihat dari aspek peningkatan keamanan, ketertiban, dan
penanggulangan kriminalitas, secara umum menunjukkan hasil yang
memuaskan. Masyarakat dan dunia usaha dapat beraktivitas dengan aman
dan nyaman tanpa gangguan yang berarti. Hal tersebut diindikasikan
dengan jumlah dan nilai realisasi investasi baik berupa penamanan modal
asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang terus
meningkat. Jumlah kunjungan wisata asing ke dalam negeri yang terus
meningkat terutama untuk tujuan Pulau Bali sebagai tolok ukur utama
keamanan Indonesia juga mengindikasikan bahwa Indonesia di mata dunia
tetap dianggap aman sebagai negara tujuan wisata. Dunia internasional
juga tidak terlalu mengkhawatirkan terjadinya peledakan bom di Hotel J.W.
Marriot dan Ritz Carlton pada pertengahan Juli 2009. Mereka tidak
terburu-buru memberikan larangan perjalanan bagi warganegaranya
sebagaimana ketika terjadi peledakan bom Bali 2002. Hanya Australia yang
memberikan nasehat perjalanan, agar berhati-hati jika akan berkunjung ke
Indonesia.
Pencapaian Misi 1 Aman dan Damai juga ditandai dengan meredanya
ketegangan dan ancaman konflik antarkelompok masyarakat atau
antargolongan di daerah-daerah rawan konflik terutama di Papua, Maluku,
Maluku Utara, Sulawesi Tengah (Poso), Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur,
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), dan Kalimantan Barat. Pencapaian
lainnya yang menandai keberhasilan tersebut adalah semakin stabilnya
situasi aman dan damai di kalangan masyarakat. Selama kurun waktu
20052009, Pemerintah yang diketuai oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla telah berupaya tanpa kenal lelah menyelesaikan konflik-konflik di
beberapa daerah dan memelihara keadaan tenang. Pemulihan wilayah
pascakonflik dan peningkatan komitmen persatuan dan kesatuan nasional,
khususnya di NAD dan Papua, memperlihatkan hasil yang baik. Khusus di
Provinsi Papua masih menyisakan konflik antarsuku. Mediasi yang
melibatkan tiga unsur, yaitu agama, adat, dan Pemerintah, membuahkan
hasil berupa terjaganya situasi yang relatif aman dan damai. Dengan
demikian, secara umum kita dapat menyatakan bahwa stabilitas sosial
politik selama kurun waktu RPJMN 2005-2009 di beberapa daerah cukup
memberikan peluang bekerjanya proses pembangunan untuk
kesejahteraan rakyat.
Sampai dengan akhir tahun 2009, Pemerintah telah memfasilitasi
berbagai upaya dan memberikan dasar-dasar dan landasan bagi
Pemerintah Daerah dan masyarakat di beberapa daerah yang sempat
10
11
Sehingga kondisi adil dan demokratis secara garis besar tercermin dalam
masyarakat, bangsa, dan negara yang menjunjung tinggi hukum,
kesetaraan, dan hak asasi manusia (HAM).
Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24
mengamanatkan pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) yang
berkewenangan menguji materi suatu undang-undang terhadap UUD 1945
dan memutuskan sengketa pemilu/pemilu kada. Pengujian materi undangundang terhadap UUD 1945 merupakan upaya evaluasi terhadap
peraturan perundang-undangan nasional agar suatu peraturan perundangundangan tidak tumpang tindih dan bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan lainnya. Dalam rangka penanganan perkara
permohonan pengujian undang-undang oleh MK, jumlah perkara yang
dapat diselesaikan sekitar 69,62 persen dari seluruh permohonan yang
masuk. Namun yang menarik adalah bahwa dari perkara yang telah
diputus tersebut, persentase perkara yang diputus-kabulkan jumlahnya
lebih sedikit 28,43 persen dibandingkan dengan perkara yang diputusditolak sebesar 34,31 persen. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
telah semakin memahami hak-hak konstitusinya meskipun persentase
perkara yang ditolak oleh MK lebih besar.
Dalam rangka memperbaiki kinerja lembaga hukum juga dilakukan
upaya pembenahan kelembagaan baik manajemen penanganan perkara
maupun perbaikan remunerasi untuk peningkatan kesejahteraan pegawai
khususnya lembaga MA beserta jajaran di bawahnya. Namun demikian,
upaya reformasi birokrasi pada instansi tersebut masih perlu tindak lanjut.
Selain itu, Amandemen Ketiga UUD 1945 mengamanatkan pembentukan
Komisi Yudisial (KY) dengan fungsi menjalankan pengawasan terhadap
perilaku hakim tingkat pertama dan banding. KY juga mempunyai
kewenangan dalam proses pemilihan hakim agung dan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan hakim. Masih dalam upaya perbaikan
manajemen peradilan, MA telah menerbitkan SK Ketua MA Nomor
144/KMA/VII/2007 tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.
Ketentuan tersebut merupakan salah satu langkah penting dalam rangka
menciptakan transparansi dan akuntabilitas pengadilan.
Dalam bidang pemberantasan korupsi telah disahkannya UU Nomor 7
Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation Convention Against
Corruption 2003 (Konvensi PBB Anti Korupsi) dan UU Nomor 46 Tahun
2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR). Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia juga mengalami peningkatan secara
signifikan dari 2,2 (2005) menjadi 2,8 (2009). Sementara itu dalam rangka
penghormatan terhadap HAM, Indonesia telah meratifikasi beberapa
kovenan internasional, seperti UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenant on Economic, Social, and Culture Rights
(Pengesahan Internasional Kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan
12
13
jumlah penduduk miskin menjadi 8,2 persen pada akhir tahun 2009 belum
tercapai. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain: (1) laju
pertumbuhan ekonomi yang melambat akibat goncangan ekonomi global
yang menuntut naiknya harga BBM secara tajam dan berdampak pada
perekonomian domestik; (2) pertumbuhan penduduk, terutama di
kalangan penduduk miskin, masih tinggi; (3) kenaikan harga-harga dan
tingkat inflasi pada kebutuhan pokok berdampak besar terhadap daya beli
masyarakat miskin; dan (4) kondisi pemenuhan kebutuhan dasar dan
tingkat kesehatan masyarakat yang masih perlu ditingkatkan. Selain itu,
bencana alam yang melanda sejumlah daerah selama periode tersebut
turut menahan perbaikan kondisi perekonomian domestik. Oleh karena itu,
pada periode RPJMN 2005-2009, Pemerintah telah memperbaiki kebijakan
pembangunan yang peduli kepada penduduk miskin, pertumbuhan, dan
kesempatan kerja (pro poor, pro growth, dan pro job) serta meningkatkan
koordinasi penanggulangan kemiskinan agar program penanggulangan
kemiskinan secara nasional berjalan lebih efektif dan efisien.
Kesejahteraan rakyat juga berkaitan erat dengan aspek kesehatan dan
pendidikan. Selama periode RPJMN 2005-2009, Pemerintah meluncurkan
Program Jamkesmas dan meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan
guna meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan bagi penduduk
miskin. Sebagai program unggulan, pelaksanaan Jamkesmas terus
mengalami kemajuan, dan pemanfaatan program ini pun menunjukkan
peningkatan. Pada tahun 2005, jumlah peserta Jamkesmas adalah 36,1 juta
penduduk miskin. Jumlah ini terus meningkat pada tahun 2006 dengan
jumlah peserta sebanyak 60 juta penduduk miskin dengan alokasi
pembiayaan sebesar Rp 3,6 triliun. Untuk tahun 2007-2009, Pemerintah
menetapkan jumlah peserta Jamkesmas sebanyak 76,4 juta penduduk
miskin dengan anggaran sebesar Rp 4,58 triliun pada tahun 2007; Rp 4,6
triliun pada tahun 2008; dan Rp 4,46 triliun pada tahun 2009. Dengan
semakin membaiknya akses dan pelayanan kesehatan yang disediakan oleh
Pemerintah maka umur harapan hidup manusia Indonesia juga mengalami
peningkatan dari 70,0 tahun (2005) menjadi 70,7 tahun (2009).
Sementara itu untuk bidang pendidikan, pemerataan pendidikan
dilakukan Pemerintah dengan menyediakan Biaya Operasional Sekolah
(BOS) bagi sekolah-sekolah yang menyelenggarakan jenjang pendidikan
dasar dan menengah. BOS sekaligus mendukung penuntasan Program
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (Wajardikdas). Besaran
BOS terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun baik dalam hal
cakupan maupun satuan biaya. Peningkatan cakupan BOS ini sejalan
dengan jumlah peserta didik di satuan pendidikan. Pada tahun 2005, dana
BOS sebesar Rp 5,1 triliun diberikan kepada 39,6 juta siswa. Jumlah ini
meningkat terus sampai dengan tahun 2009, dana BOS yang disalurkan
mencapai sebesar Rp 19,2 triliun yang mencakup sebanyak 42,9 juta siswa.
Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019
15
Selain itu, pemerintah juga menyediakan beasiswa bagi siswa miskin untuk
melanjutkan pendidikan. Hasilnya tercermin dengan semakin menurunnya
persentase angka buta aksara penduduk usia 15 tahun ke atas dari 9,55
persen (2005) menjadi 5,97 persen pada tahun 2008 (Susenas, BPS), serta
meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) untuk jenjang
SD/MI/sederajat dari 111,20 persen (2005) menjadi 117,00 persen (2009),
dan jenjang SMP/MTs/sederajat dari 85,22 persen (2005) menjadi 98,30
persen (2009), serta jenjang SMA/SMK/MA/sederajat dari 52,20 persen
(2005) menjadi 69,60 persen (2009).
Sektor pertanian juga berkaitan erat dengan kesejahteraan rakyat,
mengingat sebagian besar rakyat Indonesia tinggal di perdesaan dan
bekerja di sektor tersebut. Dalam kurun waktu 2005-2009, pertumbuhan
PDB sektor pertanian mencapai rata-rata 3,7 persen per tahun atau
meningkat dari 2,72 persen (2005) menjadi 4,13 persen (2009). Sehingga
kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional pada tahun 2009
mencapai 15,3 persen. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, peningkatan
penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian (rata-rata 1,2 persen
pertahun) mampu diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan petani
dan nelayan. Pada kurun waktu 2005-2009, perkembangan Nilai Tukar
Petani (NTP) sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani dan
nelayan menunjukkan kecenderungan meningkat yaitu 100,97 (2005)
menjadi 110,2 (2008). Indikator kesejahteraan petani lainnya, yaitu
pendapatan petani dan nelayan, juga terus meningkat dengan rata-rata 3
persen per tahun. Pendapatan petani dan nelayan secara rata-rata
mencapai Rp 6,10 juta pada tahun 2005 dan meningkat menjadi Rp 6,89
juta pada tahun 2009. Keberhasilan di bidang pertanian tersebut salah
satunya juga tercermin dari perkembangan produksi beras dalam negeri
yaitu dari 34,12 juta ton beras (2005) menjadi 40,53 juta ton beras (2009),
dan ratio swasembada (produksi dibanding konsumsi) sebesar 96,75
persen (2005) menjadi 109,25 persen (2009).
Sementara itu, koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) juga memiliki peran yang sangat penting dalam rangka
mendorong terciptanya kesejahteraan masyarakat karena koperasi dan
UMKM menempati bagian terbesar dari seluruh aktifitas ekonomi
masyarakat Indonesia. Dalam hal ini pemberdayaan koperasi dan UMKM
merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional, terutama
dalam rangka mengurangi kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja.
Jumlah UMKM pada tahun 2008 tercatat mencapai 51,26 juta unit usaha,
meningkat dari 44,78 juta unit pada tahun 2004. Sementara itu jumlah
tenaga kerja yang terlibat dalam sektor ini mencapai 90,90 juta orang pada
tahun 2008 meningkat dari 80,45 juta orang pada tahun 2004. Jumlah
koperasi juga mengalami peningkatan dari 130.730 unit (2004) menjadi
154.964 unit (2008) dengan penyerapan tenaga kerja melalui koperasi
diperkirakan sebanyak 363.223 tenaga kerja pada tahun 2008.
16
17
3.
18
19
Gambar II.4
Pertumbuhan Ekonomi dan PDB Per Kapita Tahun 2009-2013
6,2
6,5
6,3
36,5
(Juta Rupiah)
35,0
30,0
5,8
30,7
25,0
20,0
6,0
33,6
4,6
27,0
23,8
7,0
5,0
4,0
3,0
15,0
10,0
2,0
5,0
1,0
0,0
0,0
2009
2010
2011
2012
PDB per kapita (juta Rupiah)
(Persen)
40,0
2013
Sumber: BPS
398,6
400
(Rp Triliun)
350
313,2
300
251,2
250
200
150
208,6
92,2
76,0
150,16
60,6
37,8
100
50
128,2
112,4
148,0
175,2
270,4
221,0
0
2009
PMDN
2010
2011
PMA
2012
2013
Total
Sumber: BKPM
20
21
juta orang
Gambar II.7
Perkembangan Pekerja formal-informal Tahun 2009-2014
80,0
70,0
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
73
74
32
34
2009
2010
73
72
43
38
2011
2012
Formal
70
70,68
46,18
47,49
2013
2014
Informal
Gambar II.8
Perkembangan Upah Sektoral Tahun 2009-2014
2.000
(ribu rupiah)
1.500
1.000
500
0
2009
Pertanian
Perdagangan
2010
2011
Industri
Transportasi
2012
2013
Kosntruksi
Gambar II.9
Laju Pertumbuhan Pengeluaran Per Kapita
23
Komoditi
Produksi Padi
Produksi Beras
Produksi Jagung
Produksi Kedelai
Produksi Gula
Produksi Daging
Sapi dan Kerbau
2009
64,399
40,404
17,630
0,975
2,517
0,279
2010
66,469
41,703
18,328
0,907
2,290
0,290
2011
65,757
41,256
17,643
0,851
2,268
0,290
2012
69,056
43,326
19,387
0,843
2,544
0,410
2013
70,867
44,462
18,510
0,808
2,817
0,420
Kegiatan
2009
2010
2011
2012
2013
86,02
87,00
87,22
90,82
92,50
212
273
296
345
402
12
21
41
74
213
65,8
67,2
72,95
76,56
80,51
135
81
216
319
816
90
94
118
130
138
12
32
105
175
509
47,71
44,19
63,48
65,05
67,73
51,19
174.909
55,54
92.431
55,60
114.201
57,82
64.785
59,71
102.714
2.000
2.000
16.403
16.544
29.810
16.875
20.000
36.738
201.469
184.333
24.051
(72,5%)
73.085
27.670
(83,4%)
115.000
30.413
(91,6%)
66.249
31.092
(93,7%)
94.792
32.918
(99,2%)
77.741
4,00
6,31
8,60
14,94
72,47
321,00
463,06
284,13
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
13,39
194,58
25
Gambar II.10
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Indonesia 1980-2010
dan Proyeksi sampai dengan 2020
300
250
200
2,32
1,97
150
1,45
1,49
100
1,38
1,19
50
147,5
179,4
205,1
237,6
255,5
271,1
1980
1990
2000
2010
2015
2020
2020
2030
29,9 juta orang pada tahun 2011 menjadi 11,5 persen atau 28,6 juta orang
pada tahun 2013.
Upaya menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata
melalui perbaikan derajat kesehatan dan gizi masyarakat ditandai dengan
perbaikan kesehatan ibu dan anak, perbaikan gizi masyarakat, dan
pengendalian penyakit. Angka kematian bayi mengalami penurunan dari
34 pada 2007 menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup (2012). Berbagai
indikator derajat kesehatan termasuk kesehatan reproduksi perlu
mendapat perhatian khusus kedepan karena angka kematian ibu
meningkat dari 228 (2007) menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup
(2012). Angka kelahiran total (Total Fertility Rate) masih cukup tinggi yaitu
2,6 kelahiran per wanita usia subur (15-49 tahun).
Gambar II.11
Tren Angka Kematian Bayi (AKB), Angka kematian Balita (AKBA) dan
Angka kematian Neonatal (AKN) per 1.000 kelahiran hidup
120
100
97
81
80
60
58
46
57
40
20
AKB
AKBA
AKN
68
32
30
26
46
44
40
32
35
34
20
19
19
2003
2007
2012
24
0
1991
1995
1999
2014
27
37,2
38,6
32,9
21,7
28,9
11,5
11,1
10,2
32,4
41,5
21591
21511
21031
20397
20000
Jumlah Kasus
15000
10000
9793
5686
2763
0
2009
2010
Jumlah Kasus HIV
28
7004
6845
5483
5000
2011
2012
2013
Jaminan Kesehatan Nasional sebagaimana diamanatkan oleh UndangUndang No. 40 tahun 2014 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
dilaksanakan secara bertahap, mampu memberikan perlindungan finansial
yang ditandai dengan meningkatnya akses terhadap pelayanan kesehatan
bagi 118,6 juta peserta (48 persen dari total penduduk) dan menurunnya
pengeluaran katastropik menjadi 2,7 persen pada tahun 2014.
Penyediaan layanan pendidikan yang merata dan berkulitas
ditunjukkan dengan makin meningkatnya taraf pendidikan penduduk
Indonesia. Pada tahun 2004, penduduk usia 15 tahun keatas yang
berpendidikan SMP/MTs/sederajat atau lebih baru mencapai 43,8 persen,
dan pada tahun 2013 menjadi 52,2 persen. Sementara itu penduduk dari
kelompok usia yang sama yang tidak pernah sekolah turun dari 9,0 persen
menjadi 5,6 persen.Capaian ini terutama merupakan keberhasilan Program
Wajib Belajar Pendidikan Sembilan Tahun.
Angka melek aksara penduduk usia 15 tahun keatas meningkat
signifikan dari 92,6 persen pada tahun 2009, menjadi 94,1 persen pada
tahun 2013. Jika dibedakan menurut kelompok usia, tampak bahwa
penduduk usia 45 tahun keatas yang melek aksara pada tahun 2013 baru
mencapai 84,8 persen; meskipun angka ini juga sudah mengalami
peningkatan dari 75,1 persen pada tahun 2004. Untuk kelompok usia 1544 tahun, angka melek aksara-nya sudah sangat tinggi, yaitu 98,4 persen
pada tahun 2013 yang meningkat dari 96,7 persen pada tahun 2004.
Pembangunan pendidikan juga telah mampu meningkatkan
pemenuhan hak penduduk usia sekolah dalam memperoleh layanan
pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya Angka Partisipasi
Murni (APM) SD/MI/Paket A dari 94,1 persen menjadi 95,8 persen, dan
APM SMP/MTs/Paket B meningkat dari 65,2 menjadi 78,8 persen pada
periode 2004-2012. Hal tersebut dapat ditunjukkan oleh meningkatnya
angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 7-12 tahun dan 13-15
tahun yang pada tahun 2013 secara berturut-turat mencapai 98,4 persen
dan 90,7 persen. Dengan kata lain, hanya sekitar 1,6 persen anak usia 7-12
tahun dan 9,3 persen anak usia 13-15 tahun yang tidak bersekolah.
Capaian ini perlu ditingkatkan lagi karena sesuai amanat Undang-Undang
No.20/2013 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, seluruh anak usia 7-15
dari latar belakang apapun mempunyai hak yang sama untuk mengikuti
pendidikan dasar.
29
Gambar II.13
Perkembangan APM dan APK menurut jenjang pendidikan
Tahun 2004-2012
120
100
80
60
117,0
116,2
103,9
95,8
78,8
78,7
112,5
98,1
94,1
81,2
95,2
74,2
65,2
69,6
48,3
40
18,4
20
27,9
14,6
0
2004
2005
2006
2007
APM SD/sedera ja t
APM SMP/sedera ja t
APK SMA/sedera ja t
2008
2009
2010
2011
2012
APK SD/sedera ja t
APK SMP/sedera ja t
APK PT
Selain itu, upaya penyiapan SDM yang produktif dan berdaya saing
terus dilakukan melalui pelaksanaan pendidikan menengah universal dan
perluasan pendidikan tinggi. Dalam kurun waktu 2004 sampai 2012, Angka
Partisipasi Kasar (APK) SMA/MA/SMK/Paket C berhasil ditingkatkan dari
48,3 persen menjadi 78,7 persen, dan APK PT meningkat dari 14,6 persen
menjadi 27,9 persen. Sejalan dengan meningkatnya angka partisiasi, upaya
peningkatan kualitas dan relevansi pada kedua jenjang pendidikan
tersebut juga dilakukan, sehingga lulusan yang dihasilkan diharapkan
dapat lebih berperan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia yang
berdaya saing.
Peningkatan partisipasi pendidikan atau peningkatan jumlah anak
yang bersekolah tersebut merupakan bagian dari upaya memenuhi hak
seluruh penduduk untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang
berkualitas. Beberapa terobosan besar yang telah dilakukan selama 10
tahun terakhir adalah disediakannya bantuan operasional sekolah (BOS);
ditingkatkannya keberpihakan pada anak-anak dari keluarga kurang
mampu untuk dapat bersekolah dengan penyediaan bantuan siswa miskin
(BSM); dan disediakannya penambahan daya tampung melalui
pembangunan berbagai sarana prasarana pendidikan, seperti unit sekolah
baru (USB), penambahan ruang kelas baru (RKB), dan rehabilitasi yang
berlangsung masif atas ruang-ruang kelas yang rusak.
Salah satu program besar yang dilaksanakandalam periode 2004-2009
adalah penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai sejak
tahun 2005. Bantuan ini merupakan perluasan dari beasiswa miskin pada
30
31
Gambar II.14
Jumlah Penerima Beasiswa BSM Tahun 2008-2013
10.000
4,6
7.000
2,9
2,5
3.000
2.000
1.000
5.224,7
4.405,0
1,7
5.094,3
2,2
5.000
4.000
2,4
3,5
3,0
7.081,0
6.000
4,0
2,5
2,0
1,5
1,0
8.738,0
4,5
8.000
2.971,3
9.000
5,0
0,5
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
32
3.000
2.500
1.356
2.000
500
300
1.000
101
191
212
237
247
262
272
324
410
766
1.500
46
111
251
466
661
801
856
924
1.054
1.856
2.033
2.248
2.448
2.488
2.558
Gambar II.15
Jumlah Kumulatif Pembangunan Unit Sekolah Baru SMP, SMA, dan SMK
Selama Periode 2005 2013
SMP
2005
2006
SMA
2007
2008
2009
2010
SMK
2011
2012
2013
21.298
23.941
Gambar II.16
Jumlah Kumulatif Pembangunan Ruang Kelas Baru di SMP, SMA, dan SMK
Selama Periode 2005 2013
10.000
5.000
6.918
10.574
11.574
15.831
15.000
1.200
2.550
3.537
5.377
7.377
7.777
8.477
9.349
10.349
20.000
174
267
2.267
25.000
2.284
4.672
6.244
7.051
7.831
8.456
12.530
17.648
19.621
30.000
SMP
2005
2006
SMA
2007
2008
2009
2010
SMK
2011
2012
2013
Pembangunan USB untuk jenjang SMP di atas termasuk sekolah SDSMP satu atap (SATAP) yang merupakan program yang baru diperkenalkan
pada tahun 2005 untuk meningkatkan partisipasi Wajib Belajar Pendidikan
Dasar Sembilan Tahun di daerah tertinggal atau terpencil. Keberadaan
SATAP terbukti mampu meningkatkan angka melanjutkan lulusan SD/MI
untuk mengikuti pendidikan pada jenjang SMP/MTs.
Peningkatan kualitas pendidikan antara lain tercermin pada
pemenuhan standar pelayanan pelayanan minimal (SPM). SPM pendidikan
dasar dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019
33
35
32,53
31,02
30,02
29,13
12,49
11,96
30
28,17
28,28
11,36
11,25
25
20
14,15
15
13,33
10
5
0
2009
2010
2011
Jumlah Penduduk Miskin
36
2012
2013
2014
Persentase Penduduk Miskin
25
20,62
19,93
18,97
20
15
17,35
11,91
10
10,72
16,56
11,09
9,87
15,72
11,05
9,23
18,48
15,12
10,65
8,78
17,78
14,28
10,39
8,42
17,77
14,17
10,51
8,34
0
2009
Sumber
Catatan
2010
2011
2012
2013
2014
37
38
2009
2010
Indek Demokrasi Indonesia
Hak-Hak Politik
2011
Kebebasan Sipil
69,28
46,33
77,94
62,63
74,72
47,57
80,79
65,48
63,11
82,53
47,87
63,17
62,72
54,60
86,97
67,30
Gambar II.18
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Tahun 2009-2012
2012
39
74%
76%
63%
57%
60%
52%
50%
41%
40%
33%
30%
30%
19%
18%
20%
10%
0%
8%
8%
3%
1%
0%
1%
2007
K/L
1%
2%
2008
0%
13%
7%
2%
2009
Provinsi
23%
2%
3%
2010
18%
9%
4%
2011
Kabupaten
2012
2013
Kota
41
Gambar II.20
Perkembangan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Tahun 2004-2013
42
Gambar II.21
Perkembangan Persentase Penduduk Usia 15 Tahun yang Berpendidikan
SMP/MTs keatas Menurut Provinsi, 2004-2012
43
Gambar II.22
Pencapaian Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2009-2012
100
65,77
66,51
66,99
67,48
20,19
5,84
19,86
6,00
19,15
6,08
18,31
6,16
2009
2010
2011
2012
50
0
Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi (%)
Indek Pembangunan Manusia (IPM)
Sumber: BPS (diolah)
Wilayah
2008
2009
2010
2011 *)
2012
**)
1
2
3
4
5
6
7
Sumatera
Jawa Bali
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku
Papua
22,9
64,9
1,3
10,4
4,2
0,2
1,8
22,7
59,9
1,5
9,2
4,5
0,6
2,0
23,1
59,3
1,5
9,1
4,5
0,3
2,2
23,6
58,8
1,3
9,5
4,6
0,3
1,9
23,8
58,9
1,3
9,3
4,7
0,3
1,8
44
Triliun rupiah
Gambar II.23
Komposisi Pendapatan Daerah, Tahun 2008-2012
400.000
350.000
300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50.000
-
2008
2009
2010
2011
2012
PAD
53.976
64.025
71.852
90.393
112.278
Dana Perimbangan
266.331
283.502
292.281
327.261
372.044
26.165
82.269
37.039
59.120
80.378
45
46
BAB III
LINGKUNGAN STRATEGIS DAN TANTANGAN UTAMA
PEMBANGUNAN
47
Bruto (PDB) negara berkembang terhadap PDB Dunia pada tahun 2019
diperkirakan akan mencapai 43,8 persen; dimana pada tahun 2010 hanya
sebesar 34,1 persen.
Gambar III.1
Perkiraan Kontribusi Terhadap PDB Dunia
48
Selain
itu,
Gambar III.3
pertumbuhan ekspor
Perkembangan dan Perkiraan Ekspor Dunia
negara
berkembang
Tahun 2011-2019
akan semakin kuat,
seiring
dengan
momentum pemulihan
perdagangan
global.
Rantai suplai global
dan regional pun akan
terus
berkembang,
karena perkembangan
teknologi
informasi
dan transportasi akan
menyebabkan
fragmentasi
rantai
produksi dapat meningkatkan efisiensi proses produksi. Kondisi ini
tentunya akan mempengaruhi dinamika FDI antar negara dan tren
integrasi perdagangan; sehingga akan mendorong ekonomi untuk
memperkuat rezim perdagangan dan investasinya.
Ketiga, tren perdagangan global ke depan tidak saja hanya
dipengaruhi oleh peranan perdagangan barang, tetapi juga oleh
perdagangan jasa yang diperkirakan akan terus meningkat dan menjadi
bagian penting dari mesin pertumbuhan global. Perkembangan jaringan
produksi regional dan global yang mendorong peningkatan intra-industry
trade antar negara pemasok, akan menjadi alasan utama terjadinya
peningkatan perdagangan jasa antar negara. Hal ini tentunya karena salah
satu peranan jasa adalah sebagaifaktor pendukung dan penunjang
prosesproduksi, seperti: jasa logistik dan distribusi, jasa transportasi, jasa
keuangan, dan lain-lain.
Keempat, harga komoditas secara umum diperkirakan
menurun, namun harga produk manufaktur dalam tren meningkat.
Bank Dunia memperkirakan indeks harga komoditas energi akan turun
dari 123,2 pada tahun 2015 menjadi 121,9 pada tahun 2019. Di sisi lain,
indeks harga komoditas non energi diperkirakan akan mengalami sedikit
kenaikan yang relatif konstan. Di sisi lain, indeks harga produk manufaktur
akan meningkat dari 109 pada tahun 2015 menjadi 115,4 pada tahun 2019
(Sumber: Bank Dunia, Commodity Price Forecast). Hal ini tentunya menjadi
alasan penting bagi Indonesia untuk segera menggeser struktur ekspornya,
dari ekspor berbasis komoditas menjadi berbasis manufaktur.
Kelima, semakin meningkatnya hambatan non tarif di negara
tujuan ekspor. Hal ini merupakan salah satu akibat dari krisis global yang
Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019
49
Multilateral
Trading System
Kebutuhan
putaran
doha
Bilateral
Trading
Arrangment
Noodle
Bowl
Syndrome
Plurilateral/Regional
Trading Arrangment
Contoh: AEC, ASEAN+1FTA
WTO
Sebagai first best
option of Global
Trading System
50
51
Geo-politik
53
55
57
58
Gambar III.6
Perbandingan Rasio Ketergantungan Antar-Negara
Ekonomi dan
Tenaga Kerja
Kebijakan Strategis
Menjaga penurunan tingkat fertilitas;
Meningkatkan jaminan kesehatan
Memperluas pendidikan menengah universal
Meningkatkan akses dan akses kualitas pendidikan tinggi
Meningkatkan pelatihan ketrampilan angkatan kerja
melalui kualifikasi dan kompetensi, memperbanyak
lembaga pelatihan dan relevansi pendidikan dengan pasar
kerja
Meningkatkan kewirausahaan, pendidikan karakter
pemuda
Memperluas lapangan kerja
Meningkatkan iklim investasi dan promosi ekspor
Meningkatkan sinergi arah kebijakan industri
59
Bidang
Pembangunan
Kebijakan Strategis
Pembangunan
Wilayah, Tata
Ruang dan Sarana
Prasarana
Penduduk usia
0-14 th, juta
Usia Kerja (1564 th), juta
Penduduk
Lansia (60+),
60
Perubahan
2010-2035
-3,6
2010
2015
2020
2025
2030
2035
68,1
69,9
70,7
70,0
67,9
65,7
158,5
171,9
183,5
193,5
201,8
207,5
30,9
18,0
21,7
27,1
33,7
41,0
48,2
167,2
Perubahan
2010-2035
2010
2015
2020
2025
2030
2035
238,5
255,5
271,1
284,8
296,4
305,7
67,1
49,8
53,3
56,7
60,0
63,4
66,6
50,5
48,6
47,7
47,2
46,9
47,3
juta
Jumlah total,
juta
Penduduk di
perkotaan (%)
Rasio
Ketergantungan
(%)
61
63
Pertumbuhan Ekonomi
64
Gambar III.7
Indonesia antara Negara Berpenghasilan Rendah dan Berpenghasilan Tinggi
65
b.
c.
d.
e.
b.
67
b.
c.
d.
e.
68
3.
Keberlanjutan Pembangunan
69
anggotanya dengan fokus pada orientasi pelayanan publik, Polri akan dapat
tumbuh menjadi institusi yang disegani dipercaya oleh masyarakat.
Kekuatan pertahanan juga merupakan salah satu faktor yang
memengaruhi stabilitas politik dan keamanan. Semakin kuatnya
pertahanan Indonesia ditunjukkan dengan bertambahnya gelar kekuatan
Alutsista di seluruh matra. Dengan adanya peningkatan tersebut, tantangan
yang harus diantisipasi ke depan adalah pemenuhan pemeliharaan dan
perawatan bagi Alutsista tersebut sehingga kesiapan operasional dan
tempur dapat terjamin, serta peningkatan profesionalisme prajurit sebagai
elemen utama kekuatan pertahanan.
5. Tata Kelola: Birokrasi Efektif dan Efisien
Kualitas tata kelola pemerintahan belum dapat memberikan kontribusi
yang optimal untuk mendukung keberhasilan pembangunan dan
peningkatan daya saing nasional karena masih dihadapkan pada berbagai
tantangan. Oleh karena itu, agar dapat mendukung keberhasilan
pembangunan dan peningkatan daya saing nasional, tantangan utamanya
adalah meningkatkan integritas, akuntabilitas; efektifitas, dan efisiensi
birokrasi dalam menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, dan
pelayanan publik.
Proses demokratisasi, desentralisasi dan otonomi daerah yang terjadi
sejak reformasi telah merubah struktur hubungan antara berbagai
lembaga, khususnya antara legislatif dan eksekutif, antara pemerintah
pusat dan daerah, dan antara pemerintah dan masyarakat. Hubungan yang
terbentuk diantara lembaga-lembaga tersebut sampai saat ini masih
mencari bentuknya yang terbaik. Keputusan Mahkamah Konstitusi yang
membatalkan/mengurangi kewenangan DPR dalam proses pembahasan
APBN merupakan contoh mutakhir dari pola hubungan yang sedang
berubah tersebut. Karena itu tantangan yang dihadapi dalam tata kelola
pembangunan adalah bagaimana mempercepat proses transformasi
tersebut untuk mencapai keseimbangan antara parapihak dalam bentuknya
yang terbaik yang dapat mendukung proses pembangunan nasional
kedepan secara efektif dan efisien.
Untuk mempercepat proses tersebut, pemerintah harus proaktif dalam
mengembangkan terobosan dan inovasi pengelolaan pembangunan
khususnya mencari solusi yang optimum bagi kepentingan nasional dengan
melibatkan semua unsur pembangunan.
6.
Pemberantasan Korupsi
Tantangan
dalam pembangunan kependudukan dan keluarga
berencana (KB), yaitu mengendalikan laju pertumbuhan penduduk
dengan menurunkan angka fertilitas. Penurunan angka fertilitas
terutama dengan meningkatkan keinginan untuk ber-KB (demand
creation), meningkatkan angka pemakaian kontrasepsi (CPR),
menurunkan kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need).
Upaya ini didukung dengan penguatan advokasi dan Komunikasi
Informasi Edukasi (KIE) dan penguatan pembangunan keluarga, serta
penguatan kebijakan, kelembagaan, dan data-Informasi Kependudukan
dan KB.
b.
71
d.
8.
9.
Sebagai negara dengan luas wilayah laut yang sangat besar percepatan
pembangunan kelautan merupakan tantangan yang harus diupayakan
untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dalam kaitan ini penegakan
kedaulatan dan yurisdiksi nasional perlu diperkuat sesuai dengan konvensi
PBB tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi. Disamping itu, tantangan
utama lainnya adalah bagaimana mengembangkan industri kelautan,
industri perikanan, dan peningkatan pendayagunaan potensi laut dan dasar
laut bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Disamping itu upaya menjaga
daya dukung dan kelestarian fungsi lingkungan laut juga merupakan
tantangan dalam pembangunan kelautan.
73
74
BAB IV
KERANGKA EKONOMI MAKRO
75
77
global Lehman Bothers. Dengan adanya isu ini, neraca arus modal secara
total turun menjadi USD22,7 Miliar pada tahun 2013 dibanding USD24,9
Miliar pada tahun 2012.
Untuk mengendalikan ketidakseimbangan eksternal ini, pemerintah
telah meluncurkan Paket 23 Agustus 2013 dengan empat pilar kebijakan.
Bersamaan dengan itu, memasuki Triwulan IV tahun 2013, perekonomian
global mulai menunjukkan perbaikan yang dimotori oleh Amerika Serikat
dan Jepang, serta indikasi pemulihan kawasan Eropa, Tiongkok dan India.
Dengan kondisi ini, pada Triwulan IV tahun 2013 neraca pembayaran
membaik, dan bergeser menjadi surplus sebesar USD4,4 miliar, setelah tiga
triwulan sebelumnya mengalami defisit. Surplus tersebut menurun
kembali menjadi USD2,1 miliar pada Triwulan I tahun 2014. Tren
perbaikan neraca pembayaran ini ditopang oleh defisit transaksi berjalan
yang turun menjadi USD4,2 miliar, atau 2,1 persen per PDB pada Triwulan
I tahun 2014, lebih rendah dari defisit Triwulan III tahun 2013, yang
besarnya USD 8,6 miliar, atau 3,9 persen PDB.
Ditengah masih berlanjutnya ketidakpastian global, transaksi modal
dan finansial Triwulan IV tahun 2013 surplus sebesar USD8,8 miliar,
meningkat dibandingkan surplus sebesar USD5,5 miliar pada triwulan
sebelumnya, dan terus meningkat hingga mencapai USD7,8 miliar pada
Triwulan I tahun 2014. Kenaikan surplus transaksi modal finansial
terutama didorong oleh meningkatnya komponen investasi portofolio yang
ditopang oleh bertambahnya pembelian investor asing pada instrumen
portofolio berdenominasi rupiah (saham dan SUN) dan adanya penerbitan
obligasi global pemerintah. Investasi portofolio asing juga mencatat
surplus namun tidak jauh berbeda dari Triwulan IV tahun 2013. Terkait
dengan membaiknya neraca transaksi berjalan dan aliran modal masuk
tersebut, cadangan devisa terus meningkat dari USD95,7 miliar pada
Triwulan III tahun 2013 menjadi USD99,4 miliar pada Triwulan IV tahun
2013, dan mencapai USD102,6 miliar pada Triwulan I tahun 2014.
Tekanan pada neraca pembayaran berdampak kepada nilai tukar
rupiah terutama pada periode akhir Mei hingga Agustus 2013, sehingga
Rupiah melemah sebesar 20,8 persen (y-o-y) selama tahun 2013 ke level
Rp.12.189 per dollar Amerika Serikat. Namun demikian, sejalan dengan
terus membaiknya neraca pembayaran pada Triwulan IV 2013, dampak
kebijakan Paket Agustus 2013, serta upaya BI untuk terus menjaga
stabilitas rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya, tekanan terhadap
rupiah mulai menurun dan sampai dengan 9 Juni 2014 menguat hingga
mencapai Rp.11.779 per USD.
Sejalan dengan itu, IHSG pada tahun 2013 bergerak dengan tren
menurun. Setelah mencapai Rekor IHSG tertinggi sebesar 5.215,0 yang
terjadi pada bulan Mei 2013 (meningkat 20,8 persen dibanding posisi akhir
2012), pada bulan Juli-Agustus 2013, IHSG anjlok dan menyentuh 3.994,5
78
79
14,6 persen per tahun dan menyumbang lebih dari 70 persen dari total
penerimaan dalam negeri. Capaian tersebut didorong oleh langkah-langkah
pembaruan kebijakan serta penyempurnaan sistem dan administrasi
perpajakan seperti penerapan sistem informasi perpajakan (SIDJP) serta
peningkatan perluasan basis pajak dalam rangka penggalian potensi
perpajakan.
Di sisi belanja negara, realisasi belanja negara dalam kurun waktu
yang sama naik rata-rata sebesar 15,8 persen per tahun atau meningkat
dari Rp1.042,1 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp1.638,9 triliun pada
tahun 2013 dan diperkirakan mencapai Rp1.876,9 triliun pada tahun 2014.
Peningkatan belanja negara tersebut didorong oleh peningkatan belanja
pemerintah pusat rata-rata sebesar 16,4 persen per tahun. Peningkatan
realisasi belanja pemerintah pusat tersebut utamanya didorong oleh
peningkatan belanja barang dan belanja modal serta kenaikan belanja
subsidi BBM dan listrik. Sejalan dengan semangat desentralisasi dan
otonomi daerah, alokasi belanja ke daerah juga mengalami peningkatan.
Dalam kurun waktu yang sama belanja ke daerah mengalami pertumbuhan
rata-rata sebesar 14,7 persen per tahun yaitu meningkat dari Rp344,7
triliun pada tahun 2010 menjadi Rp513,3 triliun pada tahun 2013 dan
diperkirakan mencapai Rp596,5 triliun pada tahun 2014.
Sepanjang kurun waktu 2010-2014 defisit anggaran cenderung
sedikit longgar yakni dari 0,8 persen PDB pada tahun 2010 dan
diperkirakan menjadi 2,4 persen PDB pada tahun 2014. Adapun
pembiayaannya diprioritaskan dari optimalisasi sumber-sumber
pembiayaan utang dalam negeri. Sedangkan rasio utang pemerintah
terhadap PDB berhasil dijaga pada kisaran dibawah 30,0 persen PDB
sehingga pada tahun 2013 stok utang pemerintah mencapai 23,8 persen
PDB dan diperkirakan menjadi 25,7 persen PDB pada tahun 2014.
Meskipun secara umum selama periode tahun 2010-2014 kinerja
perekonomian cukup baik dan pemerintah berhasil meredam berbagai
dampak yang ditimbulkan oleh tekanan dan tingginya ketidakpastian
global, dalam lima tahun kedepan masih banyak tantangan yang harus
dihadapi. Tantangan tersebut bersumber baik dari sisi eksternal maupun
internal.
Secara spesifik, permasalahan dan tantangan yang dihadapi bidang
keuangan negara dapat dibagi berdasarkan fungsi-fungsi sebagai berikut.
Yang pertama adalah yang terkait dengan pendapatan negara. Pendapatan
negara bersumber dari penerimaan perpajakan, penerimaan bea dan cukai,
serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dari sisi penerimaan
perpajakan, salah satu permasalahan yang dihadapi adalah realisasi
penerimaan yang masih di bawah potensi penerimaannya sehingga tax
coverage ratio-nya masih rendah. Kondisi ini disebabkan oleh (i) masih
rendahnya kualitas SDM yang memenuhi harapan organisasi dan
80
81
2011
2012
2013
Perkiraan
2014
6,2
27.029
5,1
6,5
30.659
5,4
6,3
33.531
4,3
5,8
36.508
8,4
5,5
40.560
5,3
8.991
-7,5
9.068
-1,33
9.670
4,09
12.189
17,65
11.600
-8,11
0,7
30,7
38,9
0,2
25,7
24,8
-2,8
-6,0
9,3
-3,8
-2,1
-3,6
-2,6
3,8
3,0
96,2
110,1
112,8
99,4
107,7
0,6
0,1
-0,6
-1,1
-1,1
-0,8
-1,2
-1,9
-2,3
-2,4
11,2
11,8
11,9
11,8
12,0
26,2
24,4
23,6
23,8
25,7
16,6
16,0
16,4
17,3
18,8
9,6
8,4
7,3
6,4
6,8
7,1
6,6
6,1
6,2
5,7
Tingkat Kemiskinan
13,3
12,4
11,96
11,47
10,5
82
83
4.2.2. Moneter
Mengacu kepada permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi,
serta tujuan yang ingin dicapai, kebijakan di bidang moneter diarahkan
untuk tetap fokus pada upaya menjaga stabilitas ekonomi dan sistem
keuangan melalui penguatan bauran kebijakan sehingga tetap kondusif
bagi pengembangan sektor riil guna mendukung strategi re-industrialisasi
dalam rangka transformasi ekonomi. Kebijakan moneter akan tetap
diarahkan pada pencapaian sasaran inflasi dan penurunan defisit transaksi
berjalan ke tingkat yang lebih sehat melalui kebijakan suku bunga dan
stabilisasi nilai tukar sesuai fundamentalnya. Penguatan operasi moneter,
pengelolaan lalu lintas devisa, dan pendalaman pasar keuangan akan
diintensifkan untuk mendukung efektivitas transmisi suku bunga dan nilai
tukar, sekaligus untuk memperkuat struktur dan daya dukung sistem
Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019
85
86
87
89
penjaminan investasi dalam satu wadah untuk membiayai kegiatankegiatan beresiko tinggi; serta (vi) implementasi manajemen kekayanutang (Asset Liability Management ALM) untuk mendukung pengelolaan
utang dan kas negara.
Dalam hal reformasi kelembagaan, maka mendesak untuk dilakukan
rekonfigurasi fungsi-fungsi keuangan negara sebagi berikut: (i)
pengumpulan pendapatan (revenue collection) yang dikelola secara
mandiri langsung di bawah Presiden namun tetap dalam koordinasi dan
kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan; (ii) perbendaharaan
(treasury) yang menyatu dengan fungsi pengelolaan kebijakan fiskal; serta
(iii) pengalokasian anggaran/belanja (budget allocation) yang menyatu
dengan fungsi perencanaan agar terjadi harmonisasi dan sinergi antara
keduanya.
Sebagai salah satu bentuk pelaksanaan kebijakan fiskal di atas,
kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara dalam RPJMN 2015-2019
didasari oleh perkembangan asumsi dasar ekonomi untuk menyesuaikan
antara kebutuhan pendanaan dengan kapasitas pendanaan. Dengan
kapasitas pendanaan yang terbatas serta di sisi lain tingginya kebutuhan
pendanaan, maka diperlukan beberapa strategi di dalam alokasi belanja
pemerintah.
Alokasi belanja diarahkan pertama untuk mendanai belanja yang
mendukung kebutuhan dasar operasionalisasi pemerintahan seperti gaji
dan upah serta belanja yang diamanatkan perundangan (mandatory
spending) seperti Pendanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional, Anggaran
Pendidikan, Penyediaan Dana Desa dan lainnya. Kedua, alokasi untuk
mendanai isu strategis jangka menengah yang memegang peran penting
dalam pencapaian prioritas nasional seperti pembangunan infrastruktur
konektivitas, pemenuhan alutsista TNI, ketahanan pangan dan energi.
Ketiga, alokasi mendanai prioritas pada Kementerian/Lembaga sesuai
dengan tugas dan fungsinya.
Dalam implementasi pelaksanaannya, peningkatan kualitas belanja
melalui efisiensi dan efektifitas sangat dibutuhkan. Untuk mendukung,
upaya tersebut, secara berkesinambungan terus dilakukan reformasi
perencanaan dan penganggaran melalui penerapan prinsip-prinsip
kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure) serta
memperkuat anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting)
yang telah diterapkan di RPJMN sebelumnya.
Dengan berbagai kebijakan yang akan diambil dalam lima tahun ke
depan tersebut, prospek keuangan negara dalam jangka menengah periode
ketiga adalah sebagaimana dalam Tabel IV.5. Prospek keuangan negara
tersebut sejalan dengan arahan RPJPN 2005-2025 yang menuntut
Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019
91
2014
2015
2016
2017
2018
2019
5,5
40.560
5,8
45.188
6,4
50.629
7,0
57.046
7,4
64.136
7,9
72.444
5,3
5,0
5,0
5,0
4,5
4,5
11.600
12.000
12.000
12.000
12.000
12.000
-8,11
0,36
-2,81
-2,66
-2,17
-2,17
-2,6
-2,0
-1,5
-0,5
-0,1
0,3
3,8
6,8
10,3
11,6
13,1
14,3
3,0
5,9
10,6
10,3
12,6
13,8
107,7
115,9
122,7
133,6
151,9
177,4
-1,1
-0,5
-0,2
0,0
0,3
0,4
-2,4
-2,0
-1,6
-1,3
-0,9
-0,8
12,0
12,1
12,6
12,9
13,6
14,0
25,7
24,8
23,6
22,1
20,6
19,0
18,8
18,8
18,3
17,5
16,6
15,5
6,8
6,0
5,2
4,6
4,0
3,5
Tingkat Pengangguran
5,7
5,5-5,8
5,3-5,6
5,2-5,5
5,1-5,4
5,0-5,5
Tingkat Kemiskinan
10,5
9,0-10,0
8,5-9,5
7,5-8,5
7,0-8,0
6,0-8,0
93
Tabel IV.3
Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran, Produksi
dan Perkiraan Struktur Ekonomi
Indikator
Perkiraan
2014
2015
5,5
5,8
6,4
7,0
7,4
7,9
5,3
5,2
5,5
1,4
0,2
5,1
1,8
5,5
4,6
1,6
5,3
2,0
6,7
6,7
4,3
5,4
4,0
8,1
9,0
7,4
5,5
4,2
9,3
10,5
9,6
5,6
6,2
11,3
12,5
13,3
3,3
3,5
3,6
3,7
3,8
4,0
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan
0,8
0,9
1,1
1,3
1,5
1,8
5,5
5,8
6,5
7,3
7,8
8,2
5,1
5,5
6,4
6,8
6,9
7,1
6,1
6,2
7,4
8,3
8,7
10,3
Perdagangan, Hotel,
dan Restoran
Pengangkutan dan
Komunikasi
Keuangan, Real Estate,
dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
5,4
6,3
7,0
7,5
8,0
8,2
9,7
9,7
10,1
11,5
12,1
13,2
7,1
7,1
7,5
7,5
7,5
7,5
5,1
5,1
5,7
5,8
5,8
5,8
Pertanian
15,0
14,8
14,6
14,3
14,2
14,0
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan
11,2
11,3
11,2
11,2
11,3
11,2
23,6
23,9
24,3
24,6
24,9
25,1
0,9
0,8
0,8
0,8
0,8
0,8
9,7
9,7
9,8
9,7
9,7
9,7
Perdagangan, Hotel,
dan Restoran
Pengangkutan dan
Komunikasi
Keuangan, Real Estate,
dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
14,4
14,3
14,3
14,4
14,4
14,4
7,2
7,3
7,4
7,5
7,5
7,5
7,7
7,5
7,3
7,2
7,0
7,0
10,3
10,3
10,3
10,3
10,3
10,3
Pertumbuhan PDB
sisi Pengeluaran (%)
Pertumbuhan Ekonomi
Konsumsi
- Masyarakat
- Pemerintah
Investasi
Ekspor
Impor
Pertumbuhan PDB
(%)
Pertanian
2019
94
Tabel IV.4
Perkiraan Neraca Pembayaran (US$ Miliar)
Indikator
Perkiraan
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Migas
32,3
35,0
49,0
52,2
56,0
60,6
Nonmigas
150,3
160,6
177,1
197,6
223,5
255,5
4,0
8,6
9,2
12,5
13,9
Ekspor
(Pertumbuhan)
11,0
Impor
Migas
42,7
44,0
51,2
54,6
58,5
63,4
Nonmigas
133,5
141,4
156,5
172,6
194,3
221,2
2,3
6,2
5,2
8,8
11,2
12,9
-2,8
-2,9
-3,0
-3,1
-3,2
-3,3
Transaksi Berjalan
-22,2
-19,5
-12,9
-6,5
-1,1
4,8
(Pertumbuhan)
Jasa-jasa
-1,7
-4,6
-4,5
-4,8
-5,0
-5,3
Arus Keluar
12,5
12,5
12,0
12,6
13,2
13,9
PMA Neto
15,3
17,9
20,2
22,2
24,7
27,5
Portofolio
11,9
11,9
11,4
12,0
12,6
13,2
Lainnya
3,3
-2,1
-1,7
-1,8
-1,9
-2,0
Swasta
Surplus/Defisit
(Overall Balance)
Cadangan Devisa
(Dalam Bulan Impor)
8,3
8,2
17,2
26,0
34,3
43,5
107,7
115,9
122,7
133,6
151,9
177,4
5,6
6,0
6,0
6,1
6,1
6,2
95
Tabel IV.5
Perkiraan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (% PDB)
Indikator
Perkiraan
2014
16,0
2015
16,4
16,0
16,4
16,5
16,5
16,7
16,9
12,2
12,5
12,9
13,1
13,6
14,0
2. Penerimaan Negara
Bukan Pajak
II. Hibah
3,8
3,9
3,6
3,3
3,1
2,9
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
B. Belanja Negara
18,4
18,4
18,2
17,8
17,9
17,9
12,5
11,6
11,5
11,2
11,1
11,1
5,8
6,7
6,8
6,7
6,7
6,8
-1,0
-2,4
-0,6
-2,0
-0,4
-1,7
-0,1
-1,4
0,0
-1,2
0,1
-1,0
2,4
2,0
1,7
1,4
1,2
1,0
C. Keseimbangan Primer
D. Surplus/Defisit
E. Pembiayaan
2019
16,9
I. Dalam Negeri
2,5
2,1
1,7
1,4
1,2
1,0
-0,1
-0,1
0,0
0,0
0,0
0,0
96
Tabel IV.6
Kebutuhan Investasi (Triliun Rupiah)
Perkiraan
Jumlah
2014
2015
2016
2017
2018
2019
(2015-19)
Kebutuhan Investasi
(triliun Rp)
a. Pemerintah
3307
3848
4506
5182
6096
7177
26809
340
480
631
770
951
1117
3949
persentase terhadap
PDB (%)
b. Masyarakat
3,3
4,2
4,9
5,2
5,7
5,9
5,3
2967
3368
3875
4412
5145
6060
22860
29,0
29,3
29,8
29,9
30,7
31,7
30,5
Sumber Pembiayaan
(triliun Rp)
1.Tabungan Dalam
Negeri
persentase terhadap
PDB (%)
a. Pemerintah
3307
3848
4506
5182
6096
7177
26809
3127
3743
4497
5305
6259
7412
27215
30,6
32,6
34,6
35,9
37,4
38,8
36,3
-357
-260
-86
89
286
411
440
persentase
terhadap PDB (%)
b. Masyarakat
-3,5
-2,3
-0,7
0,6
1,7
2,2
0,6
3485
4003
4583
5216
5973
7000
26776
34,1
34,9
35,3
35,3
35,7
36,7
35,7
179,6
104,9
9,3
-122,9
-162,7
-234,9
-406,3
1,8
0,9
0,1
-0,8
-1,0
-1,2
-0,5
Tabungan - Investasi
(S-I)
Rasio Terhadap PDB
(%)
a. Pemerintah
-1,8
-0,9
-0,1
0,8
1,0
1,2
-6,8
-6,4
-5,5
-4,6
-4,0
-3,7
b. Masyarakat
5,1
5,5
5,5
5,4
4,9
4,9
persentase terhadap
PDB (%)
persentase
terhadap PDB (%)
2.Tabungan Luar
Negeri
Persentase terhadap
PDB (%)
97
Tabel IV.7
Sumber Pembiayaan (Triliun Rupiah)
Perkiraan
Sumber Pembiayaan
Investasi (triliun Rp)
a. Kredit Perbankan
persentase
terhadap PDB (%)
b. Luar Negeri
persentase
terhadap PDB (%)
c. Penerbitan Saham
persentase
terhadap PDB (%)
d. Penerbitan
Obligasi
persentase
terhadap PDB (%)
e. Dana Internal
Masyarakat
persentase
terhadap PDB (%)
98
Jumlah
2014
2015
2016
2017
2018
2019
(2015-19)
2967
3368
3875
4412
5145
6060
22860
680,4
816,5
979,8
1195,3
1470,3
1793,7
6255,5
6,7
7,1
7,5
8,1
8,8
9,4
8,3
518,6
601,1
674,7
757,8
846,8
940,8
3821,3
5,1
5,2
5,2
5,1
5,1
4,9
5,1
75,0
105,1
132,2
164,3
209,3
259,7
870,6
0,7
0,9
1,0
1,1
1,2
1,4
1,2
78,0
109,3
137,6
170,9
213,8
270,1
901,7
0,8
1,0
1,1
1,2
1,3
1,4
1,2
1615,0
1735,9
1950,6
2124,1
2404,6
2795,4
11010,6
15,8
15,1
15,0
14,4
14,4
14,6
14,7
BAB V
TEMA, KERANGKA DAN SASARAN POKOK
RPJMN 2015-2019
Hasil pembangunan yang cukup baik tersebut pada periode 20102014, belum dapat memenuhi aspirasi segenap rakyat Indonesia secara
optimal. Secara ekonomi dan sosial, bangsa Indonesia, ingin tingkat
kesejahteraan yang terus meningkat dan berkelanjutan, yang dinikmati
oleh lebih banyak penduduk di seluruh Indonesia dengan kesenjangan
Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019
99
100
Gambar V.1
Kerangka Rancangan Teknokratis RPJMN 2015-2019
101
103
105
106
107
108
5.4.
Ekonomi
Lingkungan
Politik
109
Hukum
Kesejahteraan Rakyat
yang dibangun juga harus mempunyai karakter dan jati diri bangsa yang
kuat serta menjaga dan mengembangkan kebudayaannya.
8.
Kewilayahan
Kelautan
Pengangguran
Katahanan Pangan
a.
Produksi Padi
b.
Produksi Jagung
c.
Produksi Kedelai
d.
Produksi Gula
e.
Produksi Daging
f
Produksi Ikan (diluar rumput laut)
Ketahanan Energi
a.
Produksi Minyak Bumi
b.
c.
d.
e.
Produksi Batubara
Penggunaan Gas Bumi Dalam Negeri
Penggunaan Batubara Dalam Negeri
Baseline
2014
SASARAN
2019
5,5 % (perkiraan)
Rp. 40.560
11,25 %
Maret 2014
5,6-5,9
6-8 %
Rp. 72.444
6-8%
5-5,5
Ketahanan Air
111
Baseline
2014
108
PEMBANGUNAN
a.
b.
c.
d.
Kapasitas/Daya tampung
Ketersediaan air irigasi yang bersumber dari waduk
Pengembangan dan pengelolaan Jaringan Irigasi
(permukaan, air tanah, pompa, rawa, dan tambak)
Rata-rata kapasitas Desain Pengendalian Struktural dan
Non Struktural Banjir
e.
4.
a.
b.
c.
Politik
Tingkat Partisipasi Politik Pemilu
Angka Indeks Demokrasi Indonesia
Kualitas Penyelenggaran Pemilu 2019
Peringkat Indonesia dalam Mengirimkan Pasukan
Perdamaian Indonesia di PBB
Penegakan Hukum
Penegakan Hukum
(Indeks Penegakan Hukum)
Pemberantasan Korupsi
(Indeks Persepsi Korupsi)
Budaya Anti-Korupsi
(Indeks Perilaku Anti Korupsi)
112
15,8 miliar m3
11%
9,136 Juta Ha
SASARAN
2019
180
(kumulatif)
19 miliar m3
20%
10 Juta Ha
5-25 tahun
10-100 tahun
81,5%
70 %
60,5%
10.1%
81,6%
38.470 km
94%
784 km
5.434 km
6-7 hari
237
75%
82%
95,9%
100%
100%
0%
90%
43.670km
100%
1.979 km
8.692 km
3-4 hari
252
95 %
100%
15,5%
63,0-64,0
2 juta ha (dalam
dan luar kawasan)
26%
66,5-68,5
750 ribu ha (dalam
kawasan)
75,11%
62,63 *
Aman, adil dan
demokratis
80%
75
Aman, adil dan
demokratis
Peringkat 18
Peringkat 10
N.A.
75%
32
(2013)
3,63
65
7,37
6,82
4,00
(skala 5)
9
8,0
PEMBANGUNAN
b.
c.
d.
e.
Kesehatan
a.
Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup
b.
Angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup
c.
Prevalensi stunting pada anak baduta (dibawah 2 tahun)
Baseline
2014
SASARAN
2019
74 %
52 %
21 %
44,25
33,48
95 %
85 %
60 %
76,25
83,48
7,37
6,82
9
8,0
30%
10%
60%
50%
10%
20%
48%
Min. 95%
29,5 juta
1,3 juta
62,4 juta
3,5 juta
1,49%/tahun
2,6 (2012)
62% (2012)
1,19%/tahun
2,3
66%
8,14 tahun
(2013)
94,1%
(2013)
50,4%
(2013)
68,7% (2013)
62,5% (2013)
73,5% (2013)
48,2% (2013)
8,8 tahun
346 (2009)
32 (2012)
32,9% (2013)
306
24
28%
96,1%
68,4%
84,2%*
81%*
84,6%*
65%*
113
PEMBANGUNAN
8. Pembangunan Kewilayahan
a.
Peran Luar Jawa dalam pembentukan PDB
b.
Jumlah Kabupaten Tertinggal yang dientaskan
Baseline
2014
SASARAN
2019
41
113*
45-47%
75
(Kumulatif 5 tahun)
9. Pembangunan Kelautan
a.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat di pulau-pulau
5 pulau
31 pulau
kecil terluar
b.
Peningkatan dan pengembangan jumlah kapal perintis
15 unit
75 unit
c.
Luas kawasan konservasi laut
15,7 juta ha
20 juta ha
Keterangan: *) Angka sementara. Merupakan persentase dari jumlah lembaga pada tahun
baseline (2013)
**) perkiraan jumlah kabupaten tertinggal
2.
114
3.
4.
5.
6.
7.
115
116
BAB VI
AGENDA PEMBANGUNAN
117
Gambar VI.1
Agenda Pembangunan Ekonomi
118
A.
6.1.1.
2.
3.
Komoditi
PDB Industri Pengolahan
Makanan dan Minuman (%)
Produksi Perkebunan (ribu ton)
(i) Kelapa Sawit
(ii) Karet
(iii) Kakao
(iv) Teh
(v) Kopi
(vi) Kelapa
Hortikultura (ribu ton)
(i) Mangga
(ii) Nenas
(iii) Manggis
(iv) Salak
(v) Kentang
(vi) Tomat
2014
(baseline)
2019
2015-2019
(rata-rata
per tahun
dalam %)
2,4
2,6
2,6
29.513
3.204
817
148
711
3.263
36.420
3.810
913
163
778
3.491
4,3
3,5
2,3
2,0
1,8
1,4
2.447
2.125
156
1.058
1.122
970
2.947
2.762
204
1.206
1.190
1.147
3,8
5,4
5,6
2,7
1,2
3,4
119
2.
3.
4.
120
Peningkatan aksesibilitas petani terhadap teknologi, sumbersumber pembiayaan, serta informasi pasar dan akses pasar
termasuk pengembangan infrastruktur pengolahan dan pemasaran
melalui: (1) diseminasi informasi teknologi melalui penyuluhan dan
media informasi; (2) penyediaan skim kredit yang mudah diakses oleh
petani dan pelaku usaha pertanian; (3) pengembangan jaringan pasar,
dan pelayanan informasi pasar, pasar lelang komoditi, dan market
intelligence; serta (4)fasilitasi infrastruktur ekspor.
6.
2.
3.
121
3.
4.
122
2.
b.
b.
c.
d.
123
Tabel VI.2
Sasaran Peningkatan Kualitas Tata Kelola dan Produksi Kayu
Tahun 2015-2019
Indikator
KPHP*)
Produksi kayu bulat HA*)
Produksi kayu bulat HT*)
Hutan Rakyat
Nilai Ekspor Produk Kayu
Satuan
unit
juta m3
juta m3
juta m3
US$ miliar
2014
2019
80
267
5,5
26
3
5,7
13
35
22
6,5
Rata-rata Produksi
Per Tahun
Tambahan kumulatif
dalam 5 tahun
10
32
20
6,5
2.
3.
124
2.
2.
125
4.
6.1.2.
Sasaran
Pertumbuhan industri Tahun 2015-2019 ditargetkan lebih tinggi dari
pertumbuhan PDB yang dimaksudkan agar kontribusi sektor industri
dalam PDB dapat semaki meningkat. Akselerasi pertumbuhan ditunjukkan
peningkatan pertumbuhan industri dari tahun ke tahun, sebagai berikut.
Tabel VI.3
Sasaran Pembangunan Industri Tahun 2015 -2019
INDIKATOR
Pertumbuhan PDB (%)
Pertumbuhan Industri (%)
2014*)
5,50
5,50
2019
7.90
8.20
23,60
25.668
25.10
34.870
126
2.
b.
c.
d.
127
b.
c.
Penghasil bahan baku, bahan setengah jadi, komponen, dan subassembly (pendalaman struktur).
d.
e.
f.
128
b.
c.
d.
6.1.3.
2.
129
2.
3.
Dalam hal ini sektor jasa prioritas meliputi: (i) jasa pendorong ekspor
nonmigas, yaitu: jasa transportasi, jasa pariwisata, dan jasa konstruksi;
serta (ii) jasa yang mendukung fasilitasi perdagangan dan produktivitas
ekonomi, yaitu: jasa logistik, jasa distribusi, dan jasa keuangan.
Rincian strategi sektor jasa tersebut di atas akan dibahas lebih lanjut
pada subbidang yang terkait sektor masing-masing.
1.
2.
130
2.
3.
131
2.
3.
4.
5.
2.
3.
132
5.
133
Tabel VI.4
Sasaran Pertumbuhan Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
URAIAN SASARAN
Baseline *)
2014
2019**)
6,2 %
9,5 juta
11.176
1.165
248,0
7%
8%
11 %
2%
2%
6,0 %
11,9
5,4
128,4
110
7%
2%
0,5 %
7%
4%
KEPARIWISATAAN
1
2
3
4
5
EKONOMI KREATIF
6
7
8
9
10
2.
dan
2.
134
3.
4.
135
6.1.4.
Ketahanan Pangan
2.
3.
4.
137
Rata-Rata
Pertumbuhan
2015-2019 (%)
Baseline
2014
2019
82,0
23,4
1,02
3,4
459,9
2,9
Juta Ton
Juta Ton
Juta Ton
Ribu Ton
69,9
18,6
0,89
2,8
395,1
Juta Ton
12,4
18,7
8,5
Juta Ton
2,5
3,3
7,2
kkal
kg/kapit
a/tahun
1.967
2.150
38,0
54,5
7,4
81,8
92,5
Satuan
Juta Ton
4,0
2,7
4,1
3,1
138
1.
b.
c.
d.
e.
b.
139
hewan nasional
zoonozis;
c.
d.
e.
b.
140
2.
c.
d.
Aksesibilitas
141
3.
4.
a.
b.
142
5.
6.
b.
c.
d.
dan
b.
c.
d.
e.
f.
g.
143
6.1.5.
Ketahanan Energi
2.
3.
4.
144
5.
2014
2019
Keterangan
710
Rata-rata produksi
harian dalam kurun
5 tahun adalah 824
818
1.224
1.272
397
421
53
24
81,5
75
40
95,9
b. FSRU (unit)
7*
c. Regasifikasi Onshore
(unit)
6*
514
2.676
(6.792)
43
88
20.000
1,12 juta
Angka Kumulatif 5
tahun
Angka Kumulatif 5
tahun
(Angka Kumulatif 5
tahun)
Angka Kumulatif 5
tahun
Angka Kumulatif 5
tahun
145
3.
4.
5.
6.
146
7.
6.1.6.
Ketahanan Air
147
Sasaran
Berdasarkan kondisi di atas, sasaran utama pembangunan ketahanan
air adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Pengelolaan kualitas air, baik di sungai, waduk, danau, situ, muara
sungai, pantai, dengan indikator membaiknya kualitas air di 15 danau,
5 wilayah sungai
148
Tabel VI.7
Sasaran Ketahanan Air Tahun 2015-2019
Indikator
1. Pemenuhan kebutuhan
dan jaminan kualitas
air untuk kehidupan
sehari-hari
a. Peningkatan
kapasitas air baku
nasional
b. Penyediaan air
baku untuk Pulaupulau kecil
2. Air untuk kebutuhan
sosial dan ekonomi
produktif,
a. Peningkatan suplai
irigasi waduk
b. Pembangunan dan
Peningkatan
Jaringan Irigasi Air
Permukaan
c. Pembangunan dan
Peningkatan
Jaringan Irigasi
Rawa
d. Pembangunan dan
Peningkatan
Jaringan Irigasi Air
Tanah
e. Pembangunan dan
Peningkatan
Jaringan Irigasi
Tambak
f. Peningkatan
Kapasitas PLTA
3. Pemeliharaan dan
pemulihan sumber air dan
ekosistem
a. Peningkatan
kualitas air sungai
sebagai sumber air
baku
2014
2019
Keterangan
51,44 m3/det
118,60
m3/det
10 lokasi
60 lokasi
Peningkatan
kapasitas :67,16
m3/det
Dukungan
penduduk dan
pariwisata
11%
20%
7,145 juta Ha
7,745 juta Ha
1,643 juta Ha
1,775 juta Ha
Tambahan 132
ribu Ha
113.600 Ha
124.200 Ha
Tambahan
10.600 Ha
189.747 Ha
304.747 Ha
Tambahan
115.000 Ha
3.94 GW
16.48 GW
Program
Percepatan PLTA
sesuai RUPTL
Baku mutu
rata-rata air
sungai Kelas
III
Baku mutu
rata-rata air
sungai kelas II
Penyediaan
sistem
monitoring dan
pemantauan
Cakupan dari
total area irigasi
Tambahan 600
ribu Ha.
149
b.
Pengendalian
sedimentasi di
waduk dan danau
prioritas
c. Pengelolaan
terpadu di danau
prioritas nasional
d. Peningkatan
kapasitas
tampungan
nasional sebagai
adaptasi
lingkungan
e. Revitalisasi
Sungai Tepadu.
4. Ketangguhan
masyarakat dalam
mengurangi risiko daya
rusak air
a. Peningkatan
kapasitas desain
pengendalian
banjir
b. Pengamanan
pantai
berwawasan
lingkungan.
c. Peningkatan
sistem data dan
informasi banjir
(Flood Forecasting
Warning System)
d. Penurunan
frekuensi kejadian
banjir
e. Konservasi air
tanah melalui
pengelolaan
sumber air tanah
berkelanjutan
f. Penerapan
manajemen
pengelolaan banjir
terintegrasi
150
Laju
sedimentasi
1,7%/tahun
Laju
sedimentasi
0,3%/tahun*
2 danau
15 danau
Implementasi
RAN Danau.
15.8 Milliar
m3
19 Milliar m3
Peningkatan
storage per
capita
1 Wilayah
Sungai
5 Wilayah
Sungai
Termasuk
Penataan
Sempadan Sungai
sesuai PP Sungai.
5-25 tahun
10-100 tahun
279,36 km
942,80 km
1 Balai
Wilayah
Sungai
33 Balai
Wilayah
Sungai
302
<286
Menigkatkan
level of safety
secara structural
dan non
structural.
Tambahan
663,44 km
pengamanan
pantai yang
dibangun
Setiap balai
memiliki 1 Flood
Forecasting
Warning System
(FFWS)
Berdasarkan data
BNPB tahun 2014
3 Lokasi
(Jakarta,
Bandung dan
Semarang)
33 Kota
1 Wilayah
Sungai
33 Wilayah
Sungai
Melalui
pendekatan
Integrated Flood
Management
g. Pembangunan dan
Pengelolaan
Daerah Pesisir
Terpadu
5. Kelembagaan
Pengelolaan Sumber Daya
Air
a. Updating dan
revitalisasi stasiun
hidrologi dan
klimatologi
b. Peningkatan
partisipasi
masyarakat dalam
pengelolaan
daerah tangkapan
sungai dan danau
c. Pembentukan
jaringan informasi
sumber daya air
d. Kecukupan Angka
Nyata Kebutuhan
Operasi dan
Pemeliharaan
(AKNOP) dan
kapasitas
operasional dan
pemeliharaan
Sumber Daya Air
1 Wilayah
Sungai
3 Wilayah
Sungai
NCICD,
Semarang, dan
Bali
2 Wilayah
Sungai
8 Wilayah
Sungai
Pilot Project di
PJT I dan PJT II
3 Wilayah
Sungai
10 Wilayah
Sungai
Revitalisasi
kelembagaan dan
capacity building.
2 Wilayah
Sungai
8 Wilayah
Sungai
Pilot Project
33 Wilayah
Sungai (Full
AKNOP)
Pemenuhan
AKNOP Irigasi
direncanakan
tahun 2015
151
2.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
b.
c.
d.
e.
152
3.
b.
Percepatan
pembangunan
dan
pengelolaan
sumber/tampungan air seperti waduk serbaguna, embung,
situ dengan penekanan :
o
Menyelesaian
hambatan
perizinan,
pembiayaan,
penyediaan lahan termasuk lahan hutan, dan
penanggulangan masalah sosial penduduk;
153
4.
b.
c.
d.
154
5.
e.
f.
g.
Peningkatan
kapasitas
kelembagaan,
ketatalaksanaan,
dan
keterpaduan dalam pengelolaan sumber daya air yang terpadu, efektif,
efisien dan berkelanjutan, termasuk peningkatan ketersediaan dan
kemudahan akses terhadap data dan informasi, melalui strategi:
a.
155
b.
C.
c.
d.
e.
f.
Gambar VI.3
Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Dalam Infrastruktur (1997 2013)
10%
5%
0%
5%
-10%
-15%
157
Penguatan
Konektivitas
Nasional
Keseimbangan Pembangunan
untuk
Mencapai
Konektivitas:
Legend:
Pusat Distribusi Provinsi
By sea / by rail
Harga koneksi broadband juga masih tinggi. Harga koneksi 512 kbps
mencapai hingga 23 persen pendapatan per bulan, jauh lebih tinggi dari
target yang ditentukan Broadband Commission sebesar 5 persen.
158
b.
c.
d.
e.
f.
159
Gambar VI.5
Target Pembangunan Jalur Kereta Api dan Jalan Nasional
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Terselenggaranya pelayanan
konektivitas ASEAN.
160
transportasi
dalam
kerangka
h.
b.
Rasio kecelakaan transportasi udara pada AOC 121 dan AOC 135
turun menjadi kurang dari 3 kejadian/1 juta flight cycle.
c.
d.
161
4,95 persen dengan usaha sendiri, atau 9,66 persen ditambah dengan
bantuan asing dari BAU hingga tahun 2020.
5.
b.
6.
b.
c.
7.
b.
8.
9.
b.
2.
b.
c.
untuk
163
3.
4.
b.
c.
b.
164
5.
a.
b.
c.
Pemenuhan
persyaratan
internasional.
keselamatan
sesuai
standar
b.
6.
7.
b.
c.
d.
e.
165
8.
9.
f.
g.
h.
b.
c.
d.
Mempercepat
implementasi
e-Government
dengan
mengutamakan prinsip keamanan, interoperabilitas dan cost
effective melalui:
a.
b.
c.
b.
166
c.
d.
6.1.8.
167
Gambar VI.7
Konsep Pengembangan Sistem Transportasi Perkotaan
Sasaran
Berdasarkan berbagai kondisi tersebut, Pengembangan angkutan
umum massal yang modern dan maju dengan orientasi antara lain kepada
BRT, LRT, maupun MRT dengan fasilitas alih moda terpadu dipilih sebagai
bagian utama dari struktur transportasi perkotaan dengan sarana
transportasi angkutan umum yang rendah emisi dan mengurangi
penggunan kendaraan pribadi.
Sementara Sasaran serta indikator
Prioritas Pembangunan Transportasi Massal Perkotaan sebagai berikut:
168
1.
2.
b.
b.
2.
b.
c.
Pengembangan
Teleworking).
d.
Virtual
Mobility
(E-Comerce,
Teleconfrence,
169
3.
4.
b.
c.
d.
b.
Pengembangan
kapasitas
dan
mempertimbangkan
aksesibilitas
transportasi publik.
c.
kualitas
jalan
yang
masyarakat
terhadap
b.
6.1.9.
2.
171
4.
172
c.
d.
e.
f.
g.
173
2.
b.
c.
d.
3.
Penerapan tarif atau iuran bagi seluruh sarana dan prasarana air
minum dan sanitasi terbangun yang menuju prinsip tarif
pemulihan biaya penuh (full cost recovery)/memenuhi kebutuhan
untuk Biaya Pokok Produksi (BPP). Pemberian subsidi dari
pemerintah bagi penyelenggara air minum dan sanitasi juga
dilakukan sebagai langkah jika terjadi kekurangan pendapatan
dalam rangka pemenuhan full cost recovery.
b.
c.
174
4.
5.
b.
c.
d.
e.
b.
175
Gambar VI.8
Target Penerima Manfaat Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Tahun 2015-2019
2.
Pembangunan Ketenagalistrikan
176
177
2.
b.
c.
d.
Penerapan
open
access
dan
restrukturisasi
BUMN
Ketenagalistrikan (PT. PLN) yang mengakomodasi kebutuhan
perkembangan wilayah, potensi energi dan sosial ekonomi,
perkembangan teknologi serta kondisi pasar domestik dan global.
1.
2.
3.
4.
b.
c.
d.
b.
b.
b.
179
c.
d.
Gambar VI.10
Strategi Implementasi Pembiayaan Infrastruktur
180
1.
2.
3.
181
183
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
b.
184
c.
d.
2.
185
a.
b.
c.
186
Perbaikan
kerangka
hubungan
industrial
untuk
meningkatkan perkembangan serikat pekerja
dan
perundingan bersama;
2.
3.
187
b.
c.
d.
2.
3.
b.
4.
5.
6.
b.
c.
188
d.
2.
b.
c.
b.
c.
d.
5.
a.
b.
investasi
antara
189
2.
190
191
2.
192
193
b.
c.
194
2.
b.
Dengan strategi tersebut, prakarsa utama dalam perioda 20152019 adalah a.l.:
a.
b.
c.
195
penyakit HIV; (2) Vaksin demam berdarah; dan (3) Obat penyakit
TBC; dll.
2.
d.
e.
f.
g.
4.
196
5.
Pengembangan
Teknopreneur:
dengan
strategi
fasilitasi
entrepreneur pemula lewat science and technology park, inkubator,
dan modal ventura.
2.
a.
b.
Membangun fasilitas konservasi yang mencakup konservasi exsitu (kebun raya), gedung koleksi flora, fauna dan mikroba, serta
gedung koleksi biota laut.
c.
d.
197
3.
4.
2.
198
3.
2.
3.
4.
199
2.
3.
2.
3.
4.
5.
200
201
2.
3.
Operasionalisasi 579 KPH yang terdiri dari 347 KPHP, 182 KPHL dan
50 KPH;
4.
5.
2.
3.
4.
5.
202
203
2.
3.
4.
5.
b.
c.
204
2.
2.
3.
4.
5.
6.
multi-pihak
dalam
2.
3.
4.
5.
205
7.
8.
9.
2.
3.
206
penanganan
2.
3.
Politik,
Hukum,
Pertahanan,
dan
207
6.3.1. Percepatan
Reformasi
Pemerintahan
Birokrasi
dan
Tata
Kelola
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Indikator
Satuan
208
Baseline
2014
Target
2019
74
52
21
32
95
85
60
65
39,3
27,3
0,8
33,48
85
75
50
83,48
7,37
6,82
9
8,0
90
209
210
8.
2.
211
213
pencegahan
dan
1.
2.
214
3.
2.
3.
215
4.
2.
216
4.
217
5.
218
Sasaran
Sasaran pembangunan sub bidang politik luar negeri terutama
ditujukan bagi terwujudnya kepemimpinan dan peran Indonesia dalam
kerja sama internasional. Sasaran utama ini dicapai melalui sasaransasaran antara sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
219
1.
2.
3.
4.
220
6.
221
222
3.
4.
223
2.
3.
penyalahgunaan
dan
225
6.4.1.
1.
2.
3.
4.
Tabel VI.10
Sasaran Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Sasaran
2014
Target 2019
Menurunnya angka kelahiran (Total Fertility
2,6
2,3
Rate/TFR) per perempuan usia reproduktif 1549 tahun
Meningkatnya
pemakaian
kontrasepsi
62%
66%
(contraceptive prevalence rate/CPR) semua cara
Menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak
11,4
8,5
terpenuhi (unmet need dengan perhitungan
baru)
Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi
18,3
23,5
jangka panjang (MKJP)
2.
Penyediaan sarana dan prasarana serta alat dan obat kontrasepsi yang
memadai di setiap fasilitas kesehatan KB dan jejaring pelayanan;
3.
226
4.
5.
6.
7.
8.
6.4.2.
Indikator
II
2014
Target
2019
346
306
32
24
37,1
28
10,2
41,5
60
19,6
17
227
III
IV
VI
VII
228
2.
b.
c.
d.
e.
b.
c.
d.
e.
229
f.
3.
4.
Meningkatkan
Pengendalian
Lingkungan melalui:
Penyakit
dan
Penyehatan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
b.
c.
230
5.
6.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
b.
c.
d.
e.
f.
Meningkatan Akses
Berkualitas melalu:
Pelayanan
Kesehatan
Rujukan
yang
a.
b.
231
7.
8.
c.
d.
e.
f.
b.
c.
Peningkatan
kualifikasi
tenaga
kesehatan
termasuk
pengembangan dokter spesialis dan dokter layanan primer;
d.
e.
b.
c.
d.
e.
232
9.
f.
g.
b.
c.
d.
e.
f.
6.4.3.
Pendidikan
233
Tabel VI.12
Sasaran Pembangunan Pendidikan
Jenjang/Komponen
A. Partisipasi Pendidikan*)
I. Pendidikan Dasar
a. SD/MI/SDLB/Paket A
Angka Partisipasi Murni SD/MI
Angka Partisipasi Kasar SD/ MI/
SDLB/ Paket A
b. SMP/MTs/SMPLB/Paket B
Angka Partisipasi Murni SMP/MTs
Angka Partisipasi Kasar SMP/MTs/
Paket B
II. Pendidikan Menengah
Angka Partisipasi Murni SMA/MA/SMK
Angka Partisipasi Kasar SMA/ MA/
SMK/Paket C
III.Pendidikan Tinggi
Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi
IV.Pendidikan Anak Usia Dini
Angka Partisipasi PAUD
Satuan
2013
Target
2019
%
%
91,3
111,0
94,8
114,1
%
%
79,9
102,2
82,2
106,9
%
%
52,2
79,2
67,5
91,6
28,5
36,7
66,7
77,2
*) angka partisipasi merupakan angka perkiraan, dihitung menggunakan jumlah penduduk sesuai
hasil proyeksi penduduk berdasarkan SP 2010
**) angka tahun 2016 s.d. 2019 masih dalam proses penghitungan
2.
3.
4.
5.
6.
234
7.
8.
9.
LPTK
yang
mampu
melaksanakan
235
1.
2.
3.
b.
c.
d.
Melaksanakan wajib
berkualitas, melalui:
belajar
pendidikan
12
tahun
yang
a.
Peningkatan ketersediaan SMA/SMK/MA di kecamatankecamatan yang belum memiliki satuan pendidikan menengah,
dengan pembangunan USB, penambahan RKB, dan pembangunan
SMP/mts-SMA/MA Satu Atap;
b.
c.
d.
Peningkatan pemahaman
pendidikan menengah;
e.
Penyediaan pendidikan
menengah; dan
f.
masyarakat
layanan
tentang
khusus
pada
pentingnya
pendidikan
b.
c.
d.
e.
236
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
237
o.
5.
6.
b.
c.
d.
Evaluasi
kurikulum
berkelanjutan;
b.
c.
d.
Pengembangan
profesi
berkelanjutan
tentang
pembelajaran di kelas untuk guru dan kepala sekolah;
e.
f.
238
secara
ketat,
komprehensif
dan
praktek
7.
8.
9.
b.
c.
d.
e.
b.
c.
d.
Berkesinambungan
b.
c.
d.
e.
239
f.
b.
c.
d.
b.
c.
Peningkatan kualitas pendidikan non-formal, khususnya kursuskursus keterampilan bagi angkatan kerja muda;
d.
e.
f.
g.
240
efisiensi
dan
b.
c.
d.
6.4.4.
Kebudayaan
Sasaran
Sasaran pembangunan kebudayaan yang akan dicapai pada tahun
2015-2019 adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
241
1.
2.
3.
b.
c.
Pendidikan kepramukaan;
d.
e.
f.
g.
b.
c.
pengembangan
dan
a.
b.
c.
6.4.5.
September tahun 2013 atau penduduk miskin berkurang lebih dari enam
juta jiwa. Kondisi ini menunjukkan bahwa berbagai program
penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan dalam bentuk empat
kelompok program (klaster): bantuan dan jaminan sosial, pemberdayaan
masyarakat, pemberdayaan usaha mikro-kecil, dan program-program
prorakyat, telah berjalan cukup baik. Meskipun demikian, kecepatan
penurunan kemiskinan dalam beberapa tahun belakang ini mengalami
perlambatan. Oleh karena itu, melalui sinergi keseimbangan ekonomi
makro dan pelaksanaan kebijakan afirmatif yang optimal diharapkan
tingkat kemiskinan ini dapat diturunkan lebih jauh.
Gambar VI.12
Perkembangan Tingkat Kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin 2004-2013
243
2.
3.
Sasaran
1.
2.
3.
4.
244
Perlindungan Sosial
2.
b.
c.
d.
e.
b.
c.
245
d.
3.
B.
b.
c.
Pelayanan Dasar
b.
246
2.
C.
c.
d.
e.
kependudukan
bagi
b.
c.
d.
247
1.
2.
b.
c.
d.
e.
b.
c.
d.
e.
248
3.
c.
d.
249
2.
3.
250
2.
3.
251
4.
pembangunan
daerah
tertinggal
1.
2.
2.
3.
4.
5.
252
menengah,
dan
meningkatkan
kemampuan
kelembagaan
pemerintahan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Papua dan Papua
Barat.
B.
2.
3.
4.
5.
6.
253
2.
3.
4.
5.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas, serta standarisasi saranaprasarana pengamanan perbatasan laut dan darat, serta melibatkan
peran aktif masyarakat dalam mengamankan batas dan kedaulatan
negara;
6.
Penegasan batas wilayah negara di darat dan laut melalui Prainvestigation, refixation, maintanance (IRM), pelaksanaan IRM,
penataan kelembagaan diplomasi perundingan yang didukung oleh
kelengkapan data/peta dukung dan kapasitas peran dan fungsi
kelembagaan yang kuat; dan
7.
254
Pembangunan Perkotaan
255
1.
2.
3.
4.
2.
3.
4.
257
dan
pemeliharaan
5.
B.
Pembangunan Perdesaan
2.
3.
Terwujudnya pemanfaatan
berkelanjutan;dan
dan
pengelolaan
SDA
desa
yang
259
4.
Terwujudnya
keterkaitan
ekonomi
desa
dengan
kota
melalui:pengembangan 20 Kawasan Perkotaan Baru (KPB) menjadi
kota kecamatan/kota kecil; 50 persen Satuan Permukiman (SP)
berkembang menjadi Satuan Kawasan Pengembangan (SKP) sebagai
pusat pengolahan hasil pertanian dan perikanan di kawasan
transmigrasi; serta 37 kawasan agropolitan, kawasan minapolitan, dan
kawasan pariwisata menjadi pusat pertumbuhan baru.
Tabel VI.13
Sebaran Kawasan Keterkaitan Kota dan Desa Per Wilayah Pulau
No.
Wilayah
Kawasan
Perkotaan
Baru (KPB)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Papua
Maluku
Sulawesi
Kalimantan
Nusa Tenggara
Jawa - Bali
Sumatera
Total
1
1
6
5
7
20
Kawasan
Transmigrasi
19
6
7
22
10
7
71
Kawasan
Agropolitan,
Minapolitan, dan
Pariwisata
5
5
6
5
5
6
5
37
Catatan: Rincian Lokasi Prioritas Kawasan Keterkaitan Kota dan Desa dapat dilihat di Buku
III RPJMN 2015-2019
260
3.
4.
5.
6.
261
luas yang berbasis koperasi dan usaha kecil dan menengah, (b)
meningkatkan akses terhadap modal usaha, pemasaran, teknologi, dan
informasi, (c) menerapkan teknologi dan inovasi di tingkat lokal untuk
meningkatkan nilai tambah, (d) meningkatkan kelembagaan dan tata
kelola ekonomi daerah, dan (e) mengembangkan kerjasama antar
daerah dan kerjasama pemerintah-swasta.
6.5.4. Pembangunan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Pertanahan
Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan landasan utama dalam
rencana pengembangan wilayah Indonesia. Sebagaimana diuraikan dalam
RPJPN, bidang tata ruang diamanatkan untuk mewujudkan keserasian
rencana pembangunan dengan rencana tata ruang, sehingga kemudian
rencana tata ruang dijadikan sebagai acuan kebijakan spasial lintas sektor.
Untuk mencapai hal tersebut, perlu dilakukan peningkatan kompetensi
sumber daya manusia dan kelembagaan di bidang penataan ruang, kualitas
rencana tata ruang, dan efektivitas penerapan serta penegakan hukum
dalam perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan
ruang.
Memperhatikan amanat UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang
(UUPR), sebenarnya masih banyak produk Rencana Tata Ruang (RTR) yang
belum terselesaikan. Di sisi lain, Rencana Rinci Tata Ruang dan peraturan
zonasi yang menjadi landasan perizinan juga belum seluruhnya disusun.
Permasalahan lain yang dihadapi yaitu masih belum memadainya
kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Tata Ruang yang
berdampak pada cenderung rendahnya kualitas RTR. Selain itu, belum
optimalnya peran Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) juga
menyebabkan banyak permasalahan tata ruang di daerah melimpah ke
Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). Sebagai peraturan
perundangan yang mewadahi seluruh sektor bidang penataan ruang, UUPR
harus terintegrasi dengan aturan sektoral lain dan dalam mengakomodir
aturan sektoral tersebut seringkali mengakibatkan semakin tertundanya
penyelesaian produk rencana tata ruang.
Secara konstitusional, Pasal 33 (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa
bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat, merupakan landasan berpijak bagi negara untuk melakukan
pengelolaan pertanahan yang berorientasi pada kemakmuran rakyat.
Kemudian hal ini dituangkan lebih lanjut dalam UU No. 5/1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan pada tahun 2001
melalui Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam, bahwa MPR mengamanatkan untuk
melakukan baik penataan peraturan perundang-undangan maupun
262
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
263
2.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
b.
c.
d.
e.
264
3.
4.
5.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Mengevaluasi Penyelenggaraan
tersebut dicapai melalui strategi.
Penataan
Ruang.
Kebijakan
a.
b.
c.
Publikasi
Positif.
a.
b.
c.
d.
265
6.
b.
Identifikasi P4T;
c.
d.
e.
f.
7.
8.
266
Sasaran
Sasaran pengembangan tata kelola pemerintahan dan otonomi daerah
pada tahun 2015-2019, meliputi:
1.
b.
c.
d.
2.
Peningkatan
Kapasitas
Aparatur
Pemerintah
Daerah.
Meningkatnya kualitas manajemen sumber daya manusia aparatur,
melalui: pengadaan, pemanfaatan dan pengembangan aparatur
pemerintah daerah yang profesional dan berintegritas sehingga
mampu mendukung perbaikan pelayanan dan tata kelola
pemerintahan daerah yang baik.
3.
4.
a.
b.
c.
b.
267
2.
3.
4.
269
b.
271
3.
4.
5.
dan
a.
b.
272
b.
c.
d.
273
2.
b.
274
c.
275
d.
3.
b.
c.
d.
276
5.
b.
c.
d.
e.
277
278
BAB VIII
KAIDAH PELAKSANAAN
279
sistem pengadaan barang dan jasa yang efisien dan akuntabel untuk
mendorong tata kelola pemerintahan yang baik dalam rangka perwujudan
reformasi birokrasi terutama dalam bidang keuangan negara/belanja
pemerintah. Oleh karena itu, di dalam manajemen pembangunan terdapat
peran strategis Kementerian PPN/Bappenas, Badan Pusat Statistik (BPS),
dan Lembaga Kebijakan Penagadaan Barang dan Jasa (LKPP) di samping
aktor-aktor pembangunan yang lain, seperti sektoral, daerah, dan
masyarakat luas.
Dalam kaitannya dengan kaidah pelaksanaan ini, berdasarkan UndangUndang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan
Nasional, Kementerian PPN/Bappenas memiliki peran vital dalam proses
pembangunan, yaitu antara lain: (a) Mengkoordinir antar pelaku
pembangunan; (b) Menjamin adanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi
antar daerah, antar ruang , antar waktu, dan antar fungsi pemerintah; (c)
Menjamin keterkaitan dan konsistensi perencanaan, penganggaran, dan
monitoring-evaluasi
(siklus
manajemen
pembangunan);
(d)
Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan (e) Menjamin tercapainya
penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan
berkelanjutan.
7.1.
Kerangka Pendanaan
281
2.
3.
4.
2.
3.
282
283
285
Kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri dalam pembiayaan isuisu strategis dilaksanakan dengan menurunkan Debt toGDPRatio dan tetap
menjaga negative nettransfer. Dengan kondisi tersebut, pemanfaatan
pinjaman luar negeri harus lebih selektif, diutamakan pemanfaatannya
pada sektor Infrastruktur dan Energi. Selain itu, pemanfaatan pinjaman
luar negeri dilaksanakan dalam kerangka transfer of knowledge, baik dari
sisi substansi kegiatan maupun dalam pengelolaan kegiatannya. Namun
demikian, dalam pemanfaatan pinjaman luar negeri perlu diperhatikan
aspek biaya dan resiko termasuk terms and conditions dan resiko nilai
tukar.
Kebijakan pemanfaatan pembiayaan dalam negeri dapat bersumber
dari penerbitan surat berharga negara/surat berharga syariah negara
(SBN/SBSN) dan Pinjaman Dalam Negeri (PDN). Penerbitan SBN selama ini
digunakan untuk pembiayaan program-program Pemerintah melalui
belanja Kementerian/Lembaga. Penerbitan SBSN untuk pembiayaan
proyek infrastruktur sudah dimulai sejak tahun 2012, sedangkan PDN telah
dimanfaatkan dari tahu 2010 untuk pembiayaan Alutsista TNI dan
Almatsus Polri. Hal ini sejalan dengan peraturan perundangan yang
mensyaratkan pemanfaatan PDN dalam rangka mendorong industri dalam
negeri. Pemanfaatan pembiayaaan dalam negeri ke depan masih dengan
fokus yang sama dengan periode sebelumnya. SBSN akan digunakan untuk
pembiayaan infrastruktur dan PDN digunakan untuk pembiayaan Alutsista
TNI dan Almatsus Polri. Perluasan pemanfaatan pembiayaan dalam negeri,
utamanya SBSN dan PDN harus dijalankan dengan memperhitungkan
aspek biaya dan resiko serta mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dan
menghindari terjadinya dampak crowding out yang akan melemahkan
kontribusi swasta dalam pembangunan.
Pengembangan potensi pendanaan.Untuk lebih menjamin ketersediaan
pendanaan dalam pembiayaan isu-isu strategis pembangunan nasional,
perlu dikembangkan sumber dan mekanisme pembiayaan yang lainnya.
Beberapa sumber dan mekanisme pembiayaan yang mungkin untuk
dikembangkan adalah pemanfaaatan skema Kerjasama Pemerintah
Swasta/Public Private Partnership (KPS/PPP) untuk sektor sosial,
peningkatan peran swasta melalui kegiatan Corporate Social Responsibility
(CSR), pinjaman langsung (direct lending) dari mitra pembangunan kepada
BUMN, Municipal Development Fund (MDF), dan penerbitan obligasi daerah
untuk pembiayaan infrastruktur daerah.
Pemanfaatan KPS untuk pembangunan nasional dapat diperluas dan
dikembangkan untuk sektor sosial, antara lain seperti pendidikan,
kesehatan, dan lain-lain. Pengembangan pemanfataat KPS di sektor sosial
perlu disertai dengan penyesuaian terhadap peraturan perundangan yang
berlaku.
286
Kerangka Regulasi
7.2.1. Umum
Situasi perkembangan dunia dalam lima tahun ke depan tidak saja
memperlihatkan persaingan yang semakin kuat antar negara-negara baik
pada tingkat regional maupun internasional, namun sekaligus juga
memperlihatkan kebutuhan untuk bekerjasama, saling membutuhkan satu
dengan lainnya, terutama pada bidang ekonomi. Hal ini dikarenakan
sumber daya alam yang semakin langka, banyak terjadi kerusakan
lingkungan yang berimplikasi pada perubahan iklim, dan kebutuhan untuk
menciptakan keadilan sosial sehingga semakin banyaknya rakyat di dunia
yang menjadi miskin, tidak berdaya dan jauh dari berbagai akses
pembangunan yang seharusnya diberikan oleh Negara.Selanjutnya, dalam
tata perekonomian dunia saat ini, pemberlakuan pasar bebas yang
Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019
287
289
peraturan
2.
3.
2.
3.
4.
5.
melibatkan
291
6.
Gambar
GambarVIII.2
7.2
Keterkaitan Antara RPJMN 2015-2019 dengan Program Legislasi
Nasional (Prolegnas) 2015-2019 Pemerintah
RPJMN
2015-2019
PROLEGNAS 2015-
293
Gambar VIII.3
Ilustrasi Perencanaan Kerangka Regulasi Berdasarkan MTEF
dan Renstra K/L dalam Sistem Perencanaan
Kerangka Kelembagaan
2.
3.
4.
295
2.
3.
kerangka
kelembagaan
bagi
keberhasilan
297
2.
299
3.
b.
c.
d.
e.
f.
juga
dilakukan
dengan
a.
b.
c.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Penguatan peran dan fungsi institusi (badan, balai, dan unit) bidang
kebudayaan di pusat dan daerah guna meningkatkan perlindungan,
penyelamatan, pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya;
Bidang Ekonomi
8.
301
9.
303
Kerangka Evaluasi
TujuanPelaksanaan Evaluasi
Evaluasi kinerja pembangunan dilaksanakan dengan tujuan :
a.
b.
305
2.
Waktu Pelaksanaan
Evaluasi RPJMN 2015-2019 dilakukan minimal 2x (dua kali), yaitu :
3.
4.
a.
b.
c.
Sumber Data
a.
b.
Metode Evaluasi
6.
7.
a.
b.
Mekanisme evaluasi
307
Gambar VIII.5
Keterkaitan Program/Kegiatan Antar Dokumen Perencanaan
308
BAB IX
PENUTUP
309