You are on page 1of 4

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25,28A dan 29

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25,28A dan 29


_________________________________________________________________
2.1

PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 (PPh pasal 24)


Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh pasal 25)merupakan besarnya angsuran pendahuluan pajak yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak yang melakukan usaha,kegiatan atau pekerjaan bebas untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan tersebut adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutangg menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurang dengan kredit pajak Antara lain PPh pasal
21,PPh pasal 22,PPh pasal 23 dan PPh pasal 24.
Contoh dalam implementasi praktiknya adalah sebagai berikut :
Pajak penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun
2011
Rp.50.000.000,00
Dikurangi dengan PPh dipotong/dipungut pihak lain :
PPh pasal 22
Rp.15.000.000,00
PPh pasal 23
Rp.15.000.000,00
PPh pasal 24
Rp._8.000.000,00
Total Kredit Pajak
Rp.38.000.000,00
Selisih
Rp.12.000.000,00
Maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2012 (PPh pasal 25 tahun 2012)
sebesar Rp.12.000.000,00 : 12 = Rp.1.000.000,00
Pajak Penghasilan pasal 25 ini terlihat berbeda dengan jenis pajak-pajak yang lain.Apabila pada perhitungan pajak
terutangnya ditentukan berdasarkan nilai transaksi yang terjadi,misalnya atas penyerahan Jasa Kena Pajak sebesar
Rp.100.000.000,00 dipotong PPh pasal 23 sebesar Rp.2.000.000,00 (2% dari nilai penyerahan) atau atas penyerahan
Barang Kena Pajak ke Bendaharawan sebesar Rp.500.000.000,00 dipungut PPh pasal 22 sebesar Rp.7.500.000,00 (1.5%
dari nilai penyerahan),namun PPh pasal 25 dihitung berdasarkan perhitungan pajak selama satu tahun pajak yang
bersangkutan setelah dikurangi dengan pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak lain dalam tahun pajak tersebut.
Mengingat batas waktu penyampain Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi Wajib Pajak Badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak
berikutnya,maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayyar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bualn-bulan sebelum Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Paenghasilan disampaikan belum dapat dihitung,sehingga besarnya angsuran pajak untuk
bulan-bulan tersebut sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lain.
Sebagai contoh,apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
pada bulan Februari 2012,besarnya angsuran pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut untuk
bulan Januari 2012 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2011.Apabila diasumsikan dalam bulan September
2011 diterbitkan keputusan pengurangan angsuran pajak menjadi nihiil,maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar
Waajib Pajak untuk bulan Januari 2012 tetap sama dengan angsuran bulan Desember 2011 yakni nihil.
Filosofi Pajak Penghasilan Pasal 25 ini adalah melakukan angsuran pembayaran pajak berdasarkan penghasilan pada
tahun sebelumnya dimana diharapkan pada tahun berikutnya penghasilan yang diperoleh oleh Wajib Pajak semakin
meningkat sehingga pajak terutangnya semakin meningkat pula.Agar tidak terlalu memberatkan Wajib Pajak membayar
pajak pada tahun berikutnya,perlu dilakukan angsuran pembayaran pajak seperti tercermin pada angsuran Pajak
Penghasilan pasal 25,sehingga pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun
berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada kahir tahun.
Dalam melakukan penghitungan angsuran Pajak Penghasilan pasal 25,sebagai dasar perhiitungan pajaknya adalah
hanya penghasilan yang bersifat teratur,misalnya pada tahun 2011 Wajib Pajak X mempunyai penghasilan teratur sebesar
Rp.48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah) dan penghasilan tidak teratur sebesar Rp.72.000.000,00 (tujuh puluh
dua juta rupiah),maka penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan Pajak Penghasilan pasal 25 dari Wajib Pajak
X pada tahun 2012 adalah hanya dari penghasilan teratur yaitu Rp.48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah) saja
tanpa ditambah dengan penghasilan tidak teratur sebesar Rp.72.000.000,0 (tujuh puluh dua juta rupiah).

2.2

TIMBULNYA PAJAK PENGHASILAN PASAL 28A DAN PASAL 29 (PPh Pasal 28A dan PPh Pasal 29)
Pajak Penghasilan pasal 29 akan terjadi apabila pajak terutang pada tahun pajak berjalan melebihi jumlah kredit pajak
yang telah dipotong atau dipungut pihak lain maupun yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.Dengan kata lain PPh
pasal 29 ini adalah Pajak Penghasilan Kurang Bayar yang harus disetor oleh Wajib Pajak ke Kas Negara melalui Bank
Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.
Sebaliknya apabila pajak terutang pada tahun pajak berjalan kurang dari jumlah kredit yang telah dipotong atau
dipungut pihak lain maupun yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak,maka akan timbul lebih bayar pajak dan lebih
bayar pajak ini disebut sebagai Pajak Penghasila pasal 28A.
Sebagai contoh,pada thaun 2011 PT Amanah mencatat peredararan bruto sebesar Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan Penghasilan Kena Pajaknya sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).Apabila pada tahun 2011
perusahaan telah dipotong dan dipungut PPh pasal 22 sebesar Rp.2.000.000,00 (dua juta rupiah), PPh Pasal 23 sebesar
Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah),maka bisa dilihat perhitugan PPh pasal 25 dan PPh pasal 28A atau PPh pasal 29-nya
sebagai berikut:
Penghasilan Kena Pajak
Rp.100.000.000,00
PPh Terutang : 25% x Rp.100.000.000,00
Rp. 25.000.000,00
Kredit Pajak :
PPh pasal 22
Rp.2.000.000,00
PPh pasal 23
Rp.3.000.000,00
Total Kredit Pajak
Rp. 5.000.000,00
Pajak Kurang Bayar (PPh pasal 29)
Rp. 20.000.000,00
Apabila penghasilan yang diterima oleh PT Amanah seluruhnya bersifat teratur,maka angsuran PPh pasal 25 tahun
2012 sebesar Rp.20.000.000,00 : 12 = Rp.1.666.667,00.
Diasumsikan pada contoh diatas,selain transaksi yang telah terjadi, dari peredaran bruto tersebut terdapat pula
penyerahan Barang Kena Pajak ke Kementrian Sosial sebesar Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), sehingga terdapat
pemungutan PPh pasal 22 yang dilakukan oleh Bendaharawan Kemenntrian Sosial sebesar 1,5% x Rp.2.000.000.000,00 =
Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah),sehingga penghitungan Pajak Terutang Tahunan PT Amanah akan berubah
menjadi sebagai berikut :
Penghasilan Kena Pajak
Rp.100.000.000,00
PPh Terutang : 25% x Rp.100.000.000,00
Rp. 25.000.000,00
Kredit Pajak :
PPh pasal 22
Rp.32.000.000,00
PPh pasal 23
Rp._3.000.000,00
Total Kredit Pajak
Rp. 35.000.000,00
Pajak Lebih Bayar (PPh pasal 28A)
(Rp. 10.000.000,00)
Dalam kondisi Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha dalam tahun pajak berjalan kurang dari 12 (dua belas) bulan
maka perhitungan PPh pasal 25 untuk tahun berikutnya bagi Wjib Pajak tersebut diperoleh dari selisih atas Penghasilan
Kena Pajak dikurangi dengan Kredit Pajak yang dipotong oleh pihak lain dibagi dengan jumlah bulan dalam tahun
berjalan.
Sebagai contoh,pada tahun 2011 PT Pilar melakukan kegiatan usaha sejak tanggal 1 Juli dan pada tahun tersebut
melaporkan Pajak Penghasilan Terutangnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebesar
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain sejumlah Rp.35.000.000,00
(tiga puluh lima juta rupiah),sehingga PPh kurang bayarnya Rp.15.000.000,00(lima belas juta rupiah).Pajak Penghasilan
pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh PT Pilar pada tahun 2012 adalah sebesar Rp.15.000.000,00 : 6 =
Rp.2.500.000,00.

PENDAHULUAN
Apakah PPh Pasal 29 terdengar asing di telinga Anda? PPh Pasal 29 merupakan bagian dari
rangkaian sejumlah Pajak Penghasilan yang harus Anda tahu. Namun berbeda dengan pasal
yang lain, PPh Pasal 29 hanya dihitung dan dibayar SEKALI dalam tahun pajak.
Mengenal PPh Pasal 29
Pajak Penghasilan Pasal 29 adalah pajak yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
dan/atau Wajib Pajak Badan sebagai akibat PPh Terutang dalam Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan Pajak Penghasilan lebih besar dari pada kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut
oleh pihak lain dan yang telah disetor sendiri.
PPh Pasal 29 harus disetor menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat sebelumSPT
Tahunan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak atau akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya
untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan bagi Wajib Pajak badan adalah akhir bulan keempat tahun
pajak berikutnya.
PENUTUP
Kesimpulannya adalah PPh Pasal 29 merupakan sisa pembayaran pajak yang masih harus
dibayarkan. Untuk wajib pajak yang memiliki usaha seharusnya tiap bulan rutin membayar dan
melapor PPh Pasal 25. Dari PPh Pasal 25 yang disetor inilah yang pada akhir tahun disebutkredit
pajak, dan kekurangannya disebut PPh Pasal 29.
Dan yang perlu Anda tahu, untuk Pegawai atau KARYAWAN biasanya tidak perlu menghitung PPh
Pasal 29 karena besar pajaknya biasanya konsisten, KECUALI Anda mendapat bonus gaji, dll.
Persiapan Pengisian SPT Tahunan PPh Badan 1771
Tahun Pajak 2014
Persiapan yang harus dilakukan oleh Wajib Pajak Badan sebelum mengisi SPT Tahunan PPh Badan 1771 Tahun
2014 adalah sebagai berikut :

Menyiapkan arsip SPT Tahunan PPh Badan 1771 Tahun 2013.


Menyiapkan arsip SPT Masa PPN termasuk semua faktur pajak masukan dan faktur pajak keluaran Januari s/d
Desember 2014.
Menyiapkan arsip SPT Masa PPh Pasal 21 Januari s/d Desember 2014.
Menyiapkan arsip bukti Pemotongan PPh Pasal 23 masa Januari s/d Desember 2014.
Menyiapkan arsip bukti pemungutan PPh Pasal 22 dan SSP Pasal 22 impor masa Januari s/d Desember 2014.
Menyiapkan arsip bukti pemotongan PPh Pasal 4 (2) masa Januari s/d Desember 2014.
Menyiapkan arsip SSP PPh Pasal 25 Masa Januari s/d Desember 2014. Apabila termasuk Wajib Pajak dengan
kewajiban berdasarkan PP nomor 46 Tahun 2013, maka yang disiapkan adalah SSP PPh Pasal 4 ayat 2 Masa Januari s/d
Desember 2014.
Menyiapkan arsip SSP atas STP PPh Pasal 25 Masa Januari s/d Desember 2014.
Menyiapkan Laporan Keuangan (Rugi Laba, Neraca), termasuk Laporan Keuangan hasil audit akuntan publik,
serta data pendukungnya seperti :
1. Buku besar pendukung Laporan Keuangan.
2. Buku besar pembantu pendukung laporan keuangan.
3. Rekening Koran/tabungan (rekening Koran/tabungan harus terpisah dengan kegiatan usaha lainnya dan
milik pribadi, jadi rekening Koran/tabungan khusus transaksi perusahaan tersebut).
4. Bukti penerimaan dan pengeluaran (kwitansi, bon, nota dan lain-lain).

Menyiapkan arsip akte pendirian dan atau akte perubahannya


Menyiapkan lampiran SPT Tahunan PPh Badan tahun 2014 seperti Daftar Penyusutan, Perhitungan Kompensasi
Kerugian, daftar nominatif biaya entertainment, biaya promosi dan lain-lain.
Yang harus diperhatikan dalam pengisian SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2014 adalah :
Wajib Pajak harus melakukan equalisasi / pencocokan atas peredaran usaha antara lain:
1. Peredaran usaha yang akan dilaporkan di SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2014 dengan Dasar Pengenaan
Pajak dan Faktur Pajak Keluaran pada SPT Masa PPN Masa Januari s/d Desember 2014.
2. Peredaran usaha yang akan dilaporkan di SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2014 dengan Objek PPh Pasal
22 atas peredaran usaha dan bukti pemungutan/SSP PPh Pasal 22 Masa Januari s/d Desember 2014.
3. Peredaran usaha yang akan dilaporkan di SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2014 dengan Objek PPh Pasal
23 atas peredaran usaha dan bukti pemungutan PPh Pasal 23 dari pihak lain Masa Januari s/d Desember
2014.
4. Peredaran usaha yang akan dilaporkan di SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2014 dengan Objek PPh Pasal 4
(2) atas peredaran usaha dan bukti pemungutan/SSP PPh Pasal 4 (2) dari pihak lain Masa Januari s/d
Desember 2014.
5. Khusus untuk Wajib Pajak yang mempunyai kewajiban pajak sesuai PP 46 Tahun 2013, maka perlu juga
di equalisasi antara Peredaran usaha PPh Badan yang akan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan
dengan objek PPh Pasal 4 ayat 2 masa pajak masa Januari s/d Desember 2014.

Wajib Pajak harus melakukan equalisasi/pencocokan atas pembelian dan biaya usaha antara lain :
1. Pembelian dan biaya dengan faktur pajak masukan pada SPT Masa PPN Masa Januari s/d Desember
2014.
2. Pembelian dan biaya dengan Objek PPh Pasal 21/26 pada SPT Masa PPh Pasal 21/26 Masa Januari s/d
Desember 2014.
3. Pembelian dan biaya dengan Objek PPh Pasal 23/26 pada SPT Masa PPh Pasal 23/26 yang menjadi
kewajiban pemotongan PPh Pasal 23/26 oleh wajib pajak Masa Januari s/d Desember 2014.
4. Pembelian dan biaya dengan Objek PPh Pasal 4 (2) pada SPT Masa PPh Pasal 4 (2) yang menjadi
kewajiban pemotongan PPh Pasal 4 (2) oleh wajib pajak Masa Januari s/d Desember 2014.

Wajib Pajak harus melakukan equalisasi/pencocokan atas komponen neraca antara lain :
1. Posisi kas di neraca dengan buku kas per 31 Desember 2014.
2. Posisi Bank di neraca dengan buku rekening koran per 31 Desember 2014.
3. Posisi piutang di neraca dengan buku piutang per 31 Desember 2014.
4. Posisi persediaan akhir di neraca dengan buku persediaan per 31 Desember 2014 dan dengan persediaan
akhir di laporan laba rugi.
5. Posisi aktiva di neraca dengan buku aktiva per 31 Desember 2014.
6. Posisi hutang di neraca dengan buku hutang per 31 Desember 2014.
7. Posisi modal di neraca dengan buku modal per 31 Desember 2014 dan dengan modal pada akte pendirian
atau akte perubahan.

Wajib Pajak harus melakukan equalisasi / pencocokan atas persediaan awal dengan persediaan akhir pada SPT
Tahunan PPh Badan Tahun 1771 Tahun 2013.

You might also like