You are on page 1of 14

c 


  c 



 
   

 
 c 




 !"!

#$%&  


Pulau-pulau kecil secara harfiah merupakan kumpulan pulau yang berukuran
kecil yang secara fungsional salaing berinteraksi dari sisi ekologi, ekonomi, sosial,
dan budaya. Interkasi ini menyebabkan pulau-pulau kecil tersebut jauh terpisah dari
pulau induknya. (Mustafa, 2006) Seperti halnya pulau Miangas yang merupakan
bagian dari kepulaan sangihe talaud yang merupakan pulau-pulau kecil yang terpisah
jauh dari pulau sulawesi. Sehubungan dengan itu pulau miangas juga merupakan
daerah perbatasan. Daerah perbatasan mempunyai karakteristik yang unik
dibandingkan dengan daerah lainnya yang dekat dari pusat pemerintahan. Oleh
karena itu pemerintah negara yang berkewajiban untuk melindungi segenap bangsa
indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dalam bentuk keutuhan NKRI. Dengan
demikian kemampuan ketahan wilayah perbatasan sangat ditentukan oleh
kemampuan pemerintah pusat bersama pemerintah daerah dalam menangani
permasalahan wilayah perbatasan tersebut. (Salamete, 2006) Dalam hal ini
pemerintah melakukanya dengan menugaskan aparatur negaranya untuk menegaskan
bahwa daerah itu bagian dari Negara Indonesia.
Adanya kepentingan-kepentingan pemerintah dalam upaya memperjelas
daerah perbatasan ini sebagai bagian dari NKRI. (Asy'arie, 2005) dengan adanya TNI
AD maupun AL di daerah tersebut sebagai bentuk bagaimana negara ada didaerah
tersebut. Dengan begitu akan terjadi hubungan sosial antara TNI dan masyarakat di
Miangas demi terwujudnya rasa nasionalisme di Miangas yang secara geografis
sangat jauh dari kepulauan indonesia pada umumnya. Dalam proses nation-building
tidaklah berdiri sendiri, tapi terkait dengan nasionalisme. Nasionalisme merupakan
produk dari sejarah bangsa itu sendiri. Nasionalisme sebagai fenomena historis,
timbul sebagai jawaban terhadap kondisi-kondisi historis, politik ekonomi dan sosial
tertentu. Kondisi-kondisi yang dimaksudkan adalah munculnya kolonialisme dari
suatu negara terhadap negara lainnya. Hal ini terjadi sebab nasionalisme itu sendiri
muncul sebagai suatu reaksi terhadap kolonialisme, reaksi yang berasal dari sistem
eksploitasi yang selalu menimbulkan pertentangan kepentingan secara terus menerus.
Dan hal ini tidak hanya dalam bidang politik, tapi juga dalam bidang ekonomi sosial
dan kultural (Kartodirdjo, 1972 : 56-57).
Peran dan tugas TNI terus berlangsung dengan berbagai cara, sampai kita
semua lupa bahwa TNI adalah alat negara yang merupakan bagian penting dari
Pertahanan dan keamanan negara, yang harus ditempatkan, dibangun ,dibina dan
digunakan secara proporsional dan profesional. (Bakrie, 2007). Hubungan sosialyang
dibangun oleh para actor yang secara porposional dan profesional ini membentuk
jaringan kepentingan yang bermakana pada ¶tujuan-tujuan¶ tertentu atau khusus yang
ingin dicapai oleh pelaku. (Agusyanto, 2007) Dalam hal ini tujuan yang diinginkan
oleh para aparatur negara yang berada di pulau Miangas adalah TNI AD, AL dan
pegawai pemerintahan.
Oleh karena itu pertukaran atau negosiasi terjadi dalam jaringan kepentingan
ini diatur oleh kepentingan-kepentingan para pelaku yang terlibat di dalamnya dan
serangkaian norma-norma yang umum atau general. Negoisiasi ini dalam jaringan
kepentinan ini terjadi antara aparatur negara dengan masyarakata miangas terjadi
pertukaran atau negosiasi dalam mewujudkan kepentinganya. Dengan begitu
hubungan sosial yang seharusnya dapat memupuk rasa nasionalisme ini disertai
dengan kepentingan lainnya yang saling tumpang tindih. Karena pada dasarnya tiap
hubungan sosial memiliki jaringannya tersendiri. Sehingga akan banyak jaringan
sosial yang terbentuk dari tiap-tiap hubungan sosial yang terjadi di pulau Miangas ini.
Adanya perbedaan pandangan terhadap wilayah perbatasan antara negara
modern dan aspek-aspek yang bersifat kultural ini ditentukan oleh pusatnya bukan
oleh wilayah perbatasan itu sendiri. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa
pemerintahan negara memberikan perhatian yang lebih kepada pusat dibandingkan
dengan wilayah-wilayah perbatasan.(Anderson, 1983). Dalam hal ini kepentingan
dari para aktor-aktor TNI AD, AL dan pegawai pemerintah adalah sebagai memupuk
rasa nasionalisme akan NKRI. Tetapi dengan banyaknya kepentingan lainya ini yang
membuat banyaknya negosiasi-negosiasi lainya diantara aktor-kator dalam jaringan
sosial yang terbentuk oleh hubungan-hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Hubungan sosial ini dapat dilihat dari interaksi yang dilakukan oleh aktor-aktor yang
berada di dalam jaringan kepentingan tersebut. Hal ini menjadi menarik karena
jaringan kepentingan oleh aktor-aktor ini berlatar belakangi daerah perbatasan pulau
kecil. Jaringan kepentingan terbentuk atas dasar hubungan-hubungan sosial yang
bermakna pada tujuan-tujuan tertentu atau khusus yang ingin dicapai oleh para
pelaku. Bila tujuan-tujuan tersebut sifatnya spesifik dan konkret seperti memperoleh
barang, pelayanan, pekerjaan, dan sejenisnya setelah tujuan-tujuan tersebut tercapai
biasanya hubungan-hubungan tersebut tidak berkelanjutan (Agusyanto, 2007: 35).

#$' 
(
Manusia sebagai makhluk sosial juga membutuhkan interaksi social dengan
sesamanya. Interaksi yang dilakukan antar manusia membutuhkan wadah yang dapat
memfasilitasinya. Dengan demikian, ruang-ruang atau wadah-wadah yang bisa
memfasilitasi interaksi sosial manusia dengan manusia lainnya menjadi penting.
Dengan kata lain, kehidupan manusia bergantung kepada ada atau tidaknya interaksi
sosial yang bisa dilakukannya. Hubungan sosial ini dapat dilihat dari interaksi yang
dilakukan oleh aktor-aktor yang berada di dalam jaringan kepentingan tersebut. Hal
ini menjadi menarik karena jaringan kepentingan oleh aktor-aktor ini berlatar
belakangi daerah perbatasan pulau miangas ini.
Dengan Jaringan Sosial yakni memfokuskan diri pada ikatan-ikatan di antara
individu dibandingkan hanya kualitas yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan
mendorong kita untuk berpikir tentang ketidakleluasaan-ketidakleluasaan perilaku
individual atau kolektif sebab ketidakleluasaan itu inheren dalam cara-cara hubungan
yang diorganisasikan. Meskipun hubungan-hubungan sosial yang terwujud belum
tentu disadari oleh para pelakunya, hubungan sosial yang terjadi itu sistematik; ada
pengulangan dalam kondisi dan situasi atau konteks yang sama. Di satu pihak, hal ini
menunjukkan bahwa pada konteks sosial (muatan sosial) membentuk satu jaringan
sosial (¢    ) (Barnes, 1969)
Bagaimana pola-pola hubungan sosial antara aktor-aktor yang memiliki
kepentingan di daerah perbatasan yang membentuk jaringan sosial sebagai upaya
memupuk rasa nasionalisme di daerah perbatasan sebagai bentuk menjaga keutuhan
NKRI di pulau Miangas. Terutama pada kebijakan, ekonomi dan sosial budaya,
pertahanan dan keamanan, pengelolaan sumber daya alam, kelembagaan dan
kewenangan pengelolaan, serta kerjasama antarnegara yang memuat arah,
pendekatan, dan strategi pengembangan kawasan perbatasan yang bersifat
menyeluruh dan mengintegrasikan fungsi dan peran seluruh stakeholders kawasan
perbatasan, baik di pusat maupun daerah, secara menyeluruh dan terpadu.
(Nainggolan. 2004)
Dari perumusan masalah yang umum di atas, penulis membuat rumusan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana dibentuknya jaringan sosial yang berkaitan dengan kepentingan aktor-
aktor di daerah di perbatasan?
2. Bagaimana hubungan sosial antar aktor yang ada dalam nasionalisme di daerah
perbatasan, khususnya di miangas?

#$)  * 


Nasionalisme mulai menyebar ke belahan dunia melalui proses kolonialisasi
oleh bangsa eropa. Proses ini memberikan dampak berupa batasan-batasan di wilayah
tanah jajahan. Batasan-batasan ini mungkin dibuat oleh bangsa eropa sesuai dengan
kebutuhan administratif mereka saja. Dari pandangan ini muncul pandangan bahwa
melihat perbatasan sebagai suatu yang harus dijaga secara presisi dan dieksklusifkan.
Dengan kata lain batas-batas negara dianggap sebagai penanda nyata yang memutus
jaringan sosial, baik kekeluargaan ataupun kepentingan lainnya pada masyarakat
perbatasan. Bagi negara-negara bekas jajahan seperti asia tenggara, nasionalisme
hanya hadir dalam bentuk imajinasi; pembanyangan akan jati diri sebagai sebuah
bangsa yang ada apada kenyataannya terdiri dari pandangan dari beragam kelompok
yang berbeda satu sama lain. (Anderson, 1988)
Dalam halini terhadi perdebatan antara negara sebagai otoritas dan wujud dari
nasionalisme dengan jaringan komunitas-komunitas lokal yang sudah ada sebelum
berdirinya negara bangsa.

at the outset, nationalism was an inclusive and liberating force. It broke
down the various localism of region, dialect costum and clan, and helped to create
large and powerful nation-states, which centerlised markets and system of
administration, taxation, and education.(smith,1998;2)

Adanya usaha penyederhanaan negara terhadap realitas yang ada dalam usaha
penyederhanaan tersebut dilakukan oleh negara untuk mempermudah pengelolaan
dan pengawasaan. Hal ini mengakibatkan runtuhnya pola-pola hubungan social yang
telah lama terbentuk di tengah masyarakat serta hilang bentuk mata pencaharian dan
interaksi dengan alam yang sebenarnya telah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
sebelumnya. Dua hal tersebut kemudian di gantikan oleh negara dengan formula µsatu
ukuran untuk semua¶ yang mengingkari pengetahuan adaptif local.(scott, 2006;16).
Kehadiran institusi negara telah memberikan pengaruh dalam kehidup individu dan
bermasyarakat yang tinggal didalamnya. Apa-apa yang diciptakan negara dan
program-program kesejahteraannya merupakan apa yang harus kita terima.
Kesejahteraan di konstruksi oleh kategori-kategori administratif yang menuntun
tindakan kita.(foucault dalam zakarian&lonela 2002)
Selanjutnya penyederhanaan yang dilakukan negara tersebut berhimpitan
dengan munculnya negara sebagai wujud dari nasionalisme dengan segala
kepentingannya. Penyederhanaan yang dilakukan negara ini berlangsung secara
ekstrim dengan mengatas namakan pembangunan nasional, kebijakan-kebijakan yang
di buat oleh negara disusun atas model-model kebudayaan jawa sebagai budaya
dominan kaum elit kekeuasaaan untuk kemudian di terapkan di seluruh pelosok
negara dari sabang hingga marauke.(scott, 2006). Hal ini mengakibatkan reaksi-
reaksi lokal terhadap perubahan sosial dan politik dalam konteks yang lebih besar
sifatnya khas; bertahan, menghindar, dan kemudian tidak menghasilkan apa-apa lalu
melemah. Terutama setelah pola-pola hubuangan sosial yang lama tidak dapat di
pertahankan dengan penyesuain apapun.(geertz, 1986:6)
Dengan segala otoritas dan kekuasaanya, negara melakukan pembatasan-
pembatasan terhadap teritorinya sendiri. Hal ini di lakukan sebagai bentuk
penyederhanaan kompleks realita yang ada. Terutama jika dalam sebuah teritori
terdapat wilayah-wilayah yang secara ekologi, geografi, dan politik dianggap tidak
penting dan tidak menjadi prioritas pengembangan.(scott, 2006) Letaknya yang
sangat jauh dari pusat pemerintahan dengan kondisi ekologis serta geografi yang
terpencil dan sulit dijangkau, menjadikan wilayah perbatasan sebagai wilayah
pinggiran. Dalam hal ini negara mendefinisikan wilayah perbatasan sebagai orang-
orang yang terbelakang yangg tinggal di daerah blank spots dan rawan secara politis
karena sangat dekat dengan orang-orang dari negara tetangga. Karena itu peran
negara di wilyah perbatasan hanya terasa pada momen-momen tertentu saja, yang
berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam ataupun berkaitan dengan usaha
mempertahankan kofigurasi garis-garis perbatasan.
Untuk itu dengan adanya batasan-batsan yang ditentukan oleh negara
membuat banyak perubahan sosial, politik, dan kultural. Perubahan basis hubungan
dalam masyarakat dari basis keturunan dan kekerabatan menjadi hubungan yang
berbasis non-keturunan dan kekerabatan. Konsep pertemanan, pertetanggan, Afiliasi
komunitas, agama, dan sebagainya menjadi semakin penting. Isu jaringan sosial
menjadi relevan dan semakin penting (Boissevain, 1972). Pergeseran orientasi teori
antropologi dari paradigma struktur-fungsi ke paradigma proses yang memosisikan
manusia sebagai subjek- menjadikan pendekatan jaringan sosial yang memandang
sentral manusia sebagai aktor atau subjek relevan untuk dibaca dalam
konstruktivisme. Subjektivikasi manusia terjadi dalam konteks konstruktivisme,
yakni dunia teori yang memandang manusia sebagai sentral kehidupan sosial
sehingga dalam kajian sosial manusia harus dijadikan pusat analisis gejala sosial
budaya.
Perubahan, dinamika, dan gerak sosial yang secara metodologis berpusat pada
analisis hubungan-hubungan sosial menjadikan jaringan sosial sebagai pendekatan
penting dan relevan kembali berdasarkan teori. Pendekatan jaringan sosial merupakan
alternatif teoritis dan metodologis yang mampu menerjemahkan pemikiran
konstruktivisme seperti, identitas, representativitas, validitas, kolektivitas,
refleksivitas, dan sebagainya terbaca dengan baik dalam bahasa jaringan sosial.
(Fedyani, 2006). Jaringan sosial adalah suatu pengelompokan yang terdiri atas
sejumlah orang, paling sedikit tiga orang, yang masing-masing mempunyai identitas
yang tersendiri dan yang masing-masing dihubungkan antara yang satu dengan yang
lainnya, melalui hubungan-hubungan sosial tersebut mereka itu dapat dikelompokkan
sebagai suatu kesatuan sosial (Suparlan: 1980) dalam (Agusyanto: 1990).
Tujuan-tujuan dari hubungan-hubungan sosial yang terwujud spseisifik dan
konkret seperti ini, struktur sosial yang lahir dari jaringan sosial tipe ini juga sebentar
dan berubah-berubah. Namun, bila tujuan-tujuan tersebut tidak sekonkret dan spesifik
seperti itu atau ada kebutuhan-kebutuhan untuk memperpanjang tujuan, struktur yang
terbentuk pun menjadi relatif stabil. Oleh karena itu, tindakan dan interaksi yang
terjadi dalam jaringan tipe ini selalu dievaluasi berdasarkan tujuan-tujuan relasional.
Pertukaran (negosiasi) yang terjadi dalam jaringan kepentingan ini diatur oleh
kepentingan-kepentingan para pelaku yang terlibat di dalamnya dan serangkaian
norma-norma yang sangat umum. Dalam mencapai tujuan-tujuannya, para pelaku
bisa memanipulasi hubungan-hubungan kekuasaan dan emosi. Pada jaringan
kepentingan ini terdapat ruang bagi tindakan yang lebih besar sehingga sering kita
lihat banyak kemungkinan si pelaku yang bersangkutan memanipulasi hubungan-
hubungan sosial yang dimilikinya guna mencapai tujuan-tujuannya (Agusyanto,
2007: 36).
Bahwa jaringan kepentingan terbentuk atas dasar hubungan-hubungan sosial
yang bermakna pada tujuan-tujuan tertentu atau khusus yang ingin dicapai oleh para
pelaku, dalam jaringan kepentingan terdapat ruang bagi pelaku untuk memanipulasi
hubungan-hubungan sosial guna mencapai tujuan-tujuannya. Sedangkan hubungan
sosial atau saling keterhubungan merupakan interaksi sosial yang berkelanjutan
(relatif cukup lama atau permanen) yang akhirnya diantara mereka terikat satu sama
lain dengan atau oleh seperangkat harapan yang relatif stabil. Sedangkan dalam suatu
hubungan yang lain, yang melibatkan pelaku atau pelaku-pelaku yang lain yang
berbeda dari pelaku-pelaku yang semula, jatidirinya bisa berbeda dari yang semula;
sesuai dengan corak hubungan dan sesuai dengan saling pengakuan mengenai
jatidirinya oleh para pelaku dalam hubungan yang lain tersebut (Suparlan, 2005).

#$+*(
› Menjelaskan pola-pola hubungan sosial aktor-aktor yang membentuk jaringan
sosial dalam proses memupuk rasa nasionalisme

› Menghadirkan pembahasan alternatif mengenai studi perbatasan dalam hal ini


adalah pulau miangas melalui jaringan sosial sebagai alat analisisnya.

› Studi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagaimana masyarakat di


perbatasan dalam hal ini miangas bertindak dan berinteraksi

#$! 
(
Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemahaman aplikatif
terhadap konsep jaringan sosial. Secara khusus, penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi masukan, dengan menggunakan analisa jaringan sosial yang di dalamnya
terdapat hubungan sosial antar individu/aktor, dalam memahami masyarakat di
daerah perbatasan dalam hal ini adalah masyarak pulau miangas.
Melalui pemahaman mengenai masyarakat perbatasan dalam hal ini adalah
masyarakat pulau miangas pada konteks pada hubungan-hubungan sosial yang dibina
oleh aktor tersebut. Dalam hal ini kepentingan dari para aktor-aktor TNI AD, AL dan
pegawai pemerintah adalah sebagai memupuk rasa nasionalisme akan NKRI

#$  (
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif.
Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan terlibat (¢ 
¢ 
  ) dan wawancara (). Dengan ¢ 
¢     peneliti
tidak hanya mengobservasi masyarakat yang dipelajari (dengan usaha untuk objektif).
(Borofsky, 1994:15). Penelitian ini di lakukan dengan penelitian langsung
dilapangan. Dengan begitu dapat melakukan observasi langsung dengan melakukan
pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya natural dan menulis langsung apa yang dilihat
dan didengar. Dengan melakukan wawancara seseorang juga dapat membantu dalam
penelitian ini, tetapi harus adanya ³cross-check terhadapa informasi yang didapat
untuk menghindarkan dari informasi yang kurang dan mencocokan informasi yang
telah didapat sebelumnya.( Creswell, 1994)
Subjek yang dikaji peneliti adalah:
%$ Aktor-aktor yang berperan dalam membangun nasionalisme
'$ Hubungan-hubungan sosial yang terbangun diantara aktor yang terlibat dalam
jaringan sosial membangun nasionalisme
)$ Aktivitas-aktivitas dalam jaringan membangun nasionalisme
Dalam pendekatan Jaringan Sosial yang digunakan oleh peneliti akan
mengkaji pola-pola hubungan sosial yang berlaku. Dari pola-pola hubungan sosial ini
kemudian peneliti dapat mendeskripsikan jaringan sosialnya berdasarkan atas
perwujudan dari gejala-gejala yang terwujud dari masyarakat yang diteliti. Untuk
dapat memperoleh data mengenai pola-pola hubungan sosial yang ada, sesuai dengan
masalah penelitian, maka penulis mencari informasi yang selengkap dan sedalam
mungkin mengenai gejala-gejala yang ada (tindakan, benda, peristiwa, dan lain-lain).
Gejala-gejala yang ada tersebut terlihat sebagai satuan yang saling berdiri sendiri,
akan tetapi saling terkait satu sama lain, dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan
menyeluruh (holistik).

#$$%*(c
Peneliti akan mendeskripsikan hubungan sosial yang dimiliki oleh para aktor
dalam kasus ini. Hubungan sosial menjadi penting sewaktu menggunakan pendekatan
jaringan sosial, sebab jaringan sosial didapat dari keterkaitan antar aktor dan yang
menghubungkan satu aktor dengan aktor yang lainnya adalah hubungan sosial.
Mendeskripsikan hubungan sosial atau yang biasa disebut dengan etnografi hubungan
sosial pada akhirnya akan mengungkap muatan sosial yang ada di dalam suatu
jaringan social.

#$$'*  c,(-
#$$'$%- 

Paradigma Jaringan Sosial, struktur dibangun berdasarkan relasi yang
dibangun oleh para aktor yang terlibat, sehingga pengumpulan data dan analisis yang
dilakukan adalahtergantung dari data-data relasi yang dibangunnya. Data relasi
didapatkan dari bagaimana aktor-aktor melakukan hubungan sosial dengan
sesamanya dan berada pada satu muatan kepentingan yang seragam.(John Scott
1994:4) Metode pengamatan dan wawancara ini digunakan untuk mengikuti actor-
aktor yang memiliki muatan hubungan sosial yang sama. Konteks suatu hubungan
sosial sangat ditentukan oleh muatan sosial yang membentuknya dan dalam kasus ini

#$$'$'*  c  
Pengidentifikasian aktor yang terlibat dalam jaringan sosial adalah melibatkan
semua aktor yang terlibat dalam jaringan. Yang juga terpenting dalam teknik
penentuan aktor ini adalah bukanlah mengenaibagaimana kita menemukan aktor yang
tepat, tetapi lebih kepada bisakah kita membuat aktor percaya kepada kita. Aktor
yang diteliti jika memiliki kepercayaan kepada diri peneliti, akan memudahkan
peneliti untuk mendapatkan konten apa yang ada didalam jaringan sosial tersebut.
Aktor yang sudah mempercayai kita akan dengan mudahnya membawa kita kepada
aktor-aktor lainnya yang berada dalam hubungan dan muatan sosial yang sama,
sehingga kita bisa dibawa kepada aktor-aktor lain yang memang merupakan bagian
dari jaringan tersebut
#$.& 
 c
 Penelitian di lakukan di pulau miangas dan beberapa wilayah lainnya yang
terkait oleh penelityian ini, dimana peneliti mengkhususkan kepada jaringan
kepentingan yang terbentuk dalam permasalahan ini. Hal terkait dengan adanya
beberapa aktor yang memliki kepentingan dan muatan sosial yang kemudian
mempengaruhi Jaringan sosial yang terbentuk, disiniah maka peneliti cenderung
untuk memlih pendekatan analisa jaringan sosial dalam melihat permasalahan ini.
Penelitian ini akan dilakukan pada 1 maret 2010 sampai 31 mei 2010. Dimulai
dengan melakukan pengamatan terlibat dan wawancara. Dengan participant
observation peneliti tidak hanya mengobservasi masyarakat yang dipelajari. Dimulai
dengan melakukan pengamatan peneliti dapat melihat siapa-siapa dana bagaimana
hubungan-hubungan ini terjalin. sampai pada akhirnya bertemu dengan beberapa
aktor yang berperan dalam membangun nasionalisme di miangas ini
























- (
 

Agusyanto,ruddy. ³jaringan social dalam organisasi. Rajagrafindo persada, Jakarta


2007

Asy'arie, Musa . ³NKRI, budaya politik dan pendidikan. Lesfi. Yogyakarta, 2005.

Bakrie, Connie Rahakundini. ³Pertahanan negara dan postur TNI ideal. Yayasan
obor indonesia. Jakarta 2007

Barnes, J. A. C  C         . Human


Relations, 7, 39-58. 1954

Benedict, Anderson Imagined communities: reflections on the origin and spread of


nationalism. London. Verso, 1983

Borofsky, Robert. ³Assessing cultural anthropology. New York. McGraw-Hill


Companies. 1994

Bossevian, Jeremy. ³Preface,        


 Paris:
Mouton & Co. 1972
Creswell, John W.µResearch Design Qualitative and Quantitative Approach¶. London:
Sage Publications. Hlm. 148.1994

Fedyani, Achmad Saifuddin. ³Antropologi Kontemporer, Suatu Pengantar Kritis


Paradigma Kencana. Jakarta ,2006

Kartodirdjo, Sartono. Kolonialisme dan Nasionalisme di Indonesia pada abad 19 dan


20. Yogjakarat. Seksi penelitian jurusan sejarah, fakultas sastra dan
kebudayaan. Universitas Gajah Mada.1972

Mustafa, Abubakar. ³menata pulau-pulau kecil perbatasan. kompas. Jakarta 2006

Nainggolan, Poltak Partogi ³Batas wilayah dan situasi perbatasan Indonesia :


ancaman terhadap integritas territorial Tiga Putra Utama, Jakarta. 2004.

Suparlan, Parsudi. ³Kemiskinan Di Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan


Penerbit Sinar Harapan. 1984

Scott, James C.  peneyederhanaan-penyederhanan negara. sejumlah penerapan


untuk asia tenggara. terj farabi fakih dan A munjid. Jurnal wacana insist edisi
10. tahun II 2002; pp. 16-56. 2002

Scott, John. ³Social Network Analysis: A Handbook. Second edition. London:


Sage.1994

Smith, anthony D. nationalism and modernism: A critical survey of recent theories


of nation and nationalism. London. Routledge. 1998

Suparlan, Parsudi. Suku Bangsa dan Hubungan Antar Sukubangsa. Jakarta :


Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian. 2005
Salamete, B jusak. ³peran pemerintah dalam memupukketahanan wilayah
perbatasan. Program pasca sarajana strategi ketahanan nasional .depok. 2006

Zakaria, R, Yando & Anu lounela. menuju kontrak sosial baru. jurnal wacana insist
edisi 10 tahun III 2002: pp. 3-15. 2002

You might also like