Professional Documents
Culture Documents
ANALISA VEGETASI
Analisa Kualitatif
1. Sosiabilitas
menggambarkan keberadaan suatu spesies pada ruang yang ditempatinya.
Kriteria sosiabilitas meliputi :
Sos. 1 : Individu spesies tumbuhan hidup soliter.
Sos. 2 : Individu hidup berkelompok kecil.
Sos. 3 : Individu hidup dalam kelompok besar/ berderet.
Sos. 4 : Individu hidup dalam koloni kecil menutup permukaan tanah.
Sos. 5 : Individu hidup berkelompok sangat besar (populasi murni).
2. Vitalitas
menggambarkan tingkat kesuburan suatu spesies dalam perkembangannya
sebagai respon terhadap lingkungan, diperlukan untuk mengetahui
keberhasilan hidup suatu spesies. Kriteria vitalitas meliputi:
Vit. 1: Berkembang baik, ada kecambah, sapihan, tiang, pohon dan siklus
hidup lengkap.
Vit. 2: Siklus hidup sering lengkap tetapi tidak teratur.
Vit. 3: Siklus hidup jarang lengkap.
Vit. 4: Kadang lengkap, kecambah sedikit dan jarang yang bertahan
(survive).
3. Periodesitas
menyatakan keadaan yang ritmis dalam kehidupan tumbuh-tumbuhan.
Keadaan ini dinyatakan dengan adanya daun, tunas, bunga, buah dan daun
yang melakukan fotosintesis (atau yang tidak berdaun).
4. Stratifikasi
akibat adanya persaingan, suatu spesies tertentu akan lebih dominan dari
lainya sehingga membentuk struktur vertikal disamping akibat perbedaan
umur dan jenis vegetasi yang ditentukan berdasarkan tinggi vegetasi.
Analisa Kuantitatif
1. Frekuensi (F)
a. Pohon dewasa yaitu pohon yang mempunyai akar, batang dan tajuk
yang jelas dengan tinggi minimum 5 m serta mempunyai diameter batang >
35 cm atau keliling batang > 110 cm.
b. Tiang (pole) yaitu pohon muda, diameter batang 10-35 cm atau keliling
batang antara 31,4 - 110 cm.
c. Sapihan atau pancang (sapling) serta perdu lainnya yaitu permudaan
vegetasi dengan tinggi > 1,5 m sampai dengan pohon-pohon muda dengan
diameter batang < 10 cm.
d. Semai (seedling) serta tumbuhan bawah lainnya yaitu permudaan
vegetasi mulai dari kecambah sampai mempunyai tinggi < 1,5 m.
1. Petak Tunggal
Menggunakan satu petak contoh yang diharapkan mewakili seluruh
vegetasi, ukuran minimum petak contoh tergantung kerapatan tegakan dan
jumlah jenis. Ukuran minimum petak contoh diperoleh dari "spesies area curve"
yang dibentuk dari hubungan antara jumlah komulatif jenis yang tercatat
dengan luas petak yang semakin besar. Cara sampling dengan menggunakan
petak tunggal disebut juga sebagai metode Releve (Baarbour et al., 1980).
Teknik Pelaksanaan
a. Pertama kali dibuat petak contoh kecil (untuk padang rumput digunakan
(0,5 x 0,5) m). Kemudian dicatat semua spesies yang ada di dalam petak
contoh kecil tersebut.
b. Petak contoh diperluas 2 kali, 4 kali, 8 kali dan seterusnya,
sehingga penambahan spesies yang dicatat setiap kali perluasan
menjadi sangat kecil (sedikit) atau penambahan luas petak contoh
tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada banyaknya jenis.
1 2 4
Keterangan:
1,2,3…5 adalah
5 petak contoh yang
tumpang tindih
1. Costing (1958)
Kriteria yang dijadikan dasar penentuan luas area minimum,
adalah penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan ju mlah
jenis lebih dari 5 - 10 % (Oosting, 1958). Contoh penentuan luas pe tak
contoh minimum tersaji dalam Tabel 1.
Keterangan :
A = Lebar jalur 20 m dengan ukuran petak (20 x 20) m atau (20 x 50) m
B = Lebar jalur 10 m dengan ukuran petak-petak (10 x 10) m.
C = Lebar jalur 5 m dengan ukuran petak-petak (5 x 5) m.
D = Lebar jalur 2 m dengan ukuran petak-petak (2 x 2) m atau (2 x 5) m.
Teknis Pelaksanaan
1. Menentukan letak jalur rintis pada hutan yang akan dianalisis dengan
memotong garis kontour atau topografi.
2. Membuat petak-petak sepanjang jalur.
3. Mengisi data lapangan pada tabel kerja, contoh tabel kerja tersaji pada
Table 2.
4. Mengolah data lapangan contoh pada Tabel 3.
5. Menghitung Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Dominasi (D),
Dominasi Relatif (DR), Kerapatan (K), Kerapatan Relatif dan Indek Nilai
Penting (INP) serta menyusun hasil analisis vegetasi berdasarkan nilai INP
tertinggi ke yang rendah
TANGGAL : KEADAAN :
LOKASI : MUSIM :
ALTITUDE : LEBAR DAN PANJANG JALUR:
Jalur / Nama Diameter
No. Tinggi (m) Keliling (m) LBDS (m2)
Petak Spesies (m)
...../.... ..... .......... .......... .......... ..........
...../.... ..... .......... .......... .......... ..........
...../.... ..... .......... .......... .......... ..........
...../.... ..... .......... .......... .......... ..........
Jumlah .........
TANGGAL : KEADAAN :
LOKASI : MUSIM :
ALTITUDE : LEBAR DAN PANJANG JALUR:
No. Nama spesies F K D FR KR DR INP
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
Jumlah ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
Metode garis berpetak merupakan modifikasi dari cara transek atau jalur.
Sebagai modifikasi metode transek atau jalur, pada cara ini dilakukan dengan
melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur. Jadi sepanjang jalur rintis
terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Bentuk metode garis
berpetak tersaji pada Gambar 4.
20 m 20 m 20 m
Petak contoh I Petak contoh II
A
10m Dilompati
20 m
5m 10 m B
5m C
2m D
Keterangan:
A = Lebar jalur 20 m dengan ukuran petak-petak (20 x 20) m atau (20 x 50) m.
B = Lebar jalur 10 m ukuran petak-petak (10 x 10) m.
C = Lebar jalur 5 m ukuran petak-petak (5 x 5) m.
D = Lebar jalur 2 m ukuran petak-petak (2 x 5) m.
Teknis Pelaksanaan
1. Menentukan letak jalur rintis pada hutan yang akan dianalisis dengan
memotong garis kontour atau topografi, sungai atau garis pantai.
2. Menentukan letak petak-petak sepanjang contoh sesuai dengan jarak
yang sama dalam jalur dan membuat petak-petak dengan ukuran seperti
dalam Gambar 4.
3. Mengisi data lapangan pada tabel kerja di lapangan, contoh tabel kerja
tersaji pada Table 1.
4. Mengolah data lapangan dan disajikan dalam tabel analisis vegetasi
contoh pada Tabel 2.
5. Menghitung Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Dominasi (D),
Dominasi Relatif (DR), Kerapatan (K), Kerapatan Relatif dan Indek Nilai
Penting (INP) serta menyusun hasil analisis vegetasi berdasarkan nilai INP
tertinggi ke yang rendah
Menggunakan Titik (Point)
1. Metode Kwadran
Teknis Pelaksanaan
JUMLAH
Gambar 5. Bentik Metode Kuadran
Keterangan ;
I ∼ IV = Kuadran
A ∼ D = Pohon yang diamati
dA ∼ dD = Jarak antara titik pusat dengan pohon yang diamati
o = Titik pusat
9. Metode Bitterlich
a. Studi Literatur
Studi literatur merupakan salah satu pekerjaan sebelum sensus
dilaksanakan dengan mengumpulkan data-data hasil penelitian sebelumnya
ataupun teori-teori yang sudah ada. Studi literatur harus mencakup
pengenalan jenis, habitat, waktu aktif, tingkah laku satwa, maupun
kesensitifan satwa (tingkat sensitif).
Jenis Satwa
Pengenalan jenis satwa seperti tanda-tanda morfologinya, dengan
mengetahui tanda-tanda tersebut akan dapat dikenali dan dibedakan jenis
dalam suatu kelompok atau golongan satwa. Untuk keperluan pengenalan
jenis satwa dipermudah oleh kamus satwa. Selain i t u juga perlu diketahui
jejak satwa seperti bekas tapak kaki di tanah, bagian-bagian satwa yang
ditinggalkan, suara, sarang, bau-bauan, bekas cakaran atau tanda-tanda
lainnya.
Habitat
Pengenalan habitat yang disukai satwa akan memudahkan
pelaksanaan sensus. Habitat di sini dimaksudkan sebagai suatu tempat
yang digunakan satwa untuk melakukan kegiatannya.
Tingkah Laku
Pengenalan terhadap kebiasaan satwa dalam aktifitas hidupnya seperti
sifat pengelompokan, waktu aktif, cara mencari makan, membuat sarang
dan sebagainya. Berdasarkan waktu aktif, satwa liar digolongkan
menjadi 3 yaitu (a) diurnal atau aktif pada siang hari; (b) nocturnal atau
aktif pada malam hari; dan (c) crespucular atau aktif pada senja dan
pagi hari.
Macam Sensus
Berdasarkan obyeknya, maka sensus dapat dibagi menjadi tiga macam,
yaitu : (1) sensus langsung; (2) sensus tidak langsung; dan (3) kombinasi
antara sensus langsung dan sensus tidak langsung. Dalam hal ini diperlukan
pengetahuan pengenalan jenis-jenis satwa dari tanda-tanda fisik, baik bentuk
ukuran, warna dan lain-lainnya. Sedangkan sensus tidak langsung, yaitu
perhitungan satwa berdasarkan tanda-tanda khas satwa yang ditinggalkan di
tempat tinggal (tempat mencari makan, tempat mencari minum, tempat
bersarang maupun jalan yang dilaluinya).
Sensus Langsung
1. Metode Penghalauan (Drive Count)
a. Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan antara lain: kompas bidik, kamera (jika ingin
mengambil gambar satwa), alat tulis, alat hitung (Kalkulator), serta table
pengamatan.
Metode ini termasuk dalam sampel sensus dan bisa juga seluruh
kawasan populasi satwa di areal sampel dapat dihitung berdasarkan jumlah
satwa yang terlihat pencatat karena ada penghalauan.
b. Syarat-syarat sebelum melakukan sensus antara
lain :
• Areal yang digunakan sebagai tempat kegiatan biasanya
merupakan areal hutan yang luas dan terbuka, misalnya savana.
• Penyensus harus memahami medan penghalauan.
• Memperhatikan kondisi iklim.
• Memperhatikan waktu aktifitas satwa.
• Penyensus jangan memakai pakaian yang mencolok dan
memakai wangi-wangian.
• Memperhatikan juga mengenai arah angin.
c. Teknis Pelaksanaan
Teknik pelaksanaan secara lengkap tersaji dalam Gambar dibawah ini.
Analisis Data
Jumlah satwa/kerapatan satwa dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut: :
Hitunglah jumlah populasi total satwa bila diketahui luas petak contoh
kawasan 600 ha dan panjang jalur rintis 0,8 Km ?
Jawaban :
Jumlah Jarak
No. Jenis Satwa
(ekor) (m)
1 Banteng 5 10
2 Rusa 6 5
3 Babi hutan 3 7
4 Kera 7 15
Total 21 37
Rata-rata 5,25 9,25
Daerah sensus dibagi menjadi beberapa jalur dengan jarak antar jalur 1
km. Penyensus berjalan serentak menurut jalur sensus yang ditetapkan
sepanjang 10 Km. Data-data yang dikumpulkan antara lain jarak pengamat
dengan satwa, jenis dan jumlah satwa yang terlihat, umur, jenis kelamin dan
behaviour satwa.
Contoh analisa data sensus satwa
Metode King’s
A = 10 ekor C = 5 ekor
da = 5 m dc = 3 m
na = 100 m nc = 200 m
…….…………... …...….…….…......
< > < >
O P
<…….……………>
nb = 200 m
db = 6 m
B = 9 ekor
Apabila jarak dari titik O ke titik P adalah 600 m, hitunglah kepadatan populasi satwa
tersebut:
Jawaban:
Diketahui : Satwa A =10 ekor
Satwa B = 9 ekor
Satwa C = 5 ekor
na = 100 m da = 5 m
nb = 200 m db = 6 m
nc = 200 in dc = 3 m
Jarak titik O ke P = 600 m