Professional Documents
Culture Documents
Proposal penelitian
TAUFIK AKBAR
0402101010027
BAB 1. PENDAHULUAN
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengamati efektivitas penambahan vitamin E di dalam medium
pengencer susu skim kuning telur terhadap motilitas dan viabilitas
spermatozoa dalam proses pembekuan semen kambing peranakan Boer
3
Hipotesa penelitian
1. Penambahan vitamin E dalam medium pengencer susu skim kuning telur
dapat mempertahankan motilitas dan viabilitas spermatozoa dalam proses
pembekuan semen kambing peranakan Boer
2. Dosi vitamin E di ditambahkan dalam medium pengencer susu skim kuning
telur berpengaruh terhadap kualitas spermatozoa kambing peranakan Boer
Manfaat Penlitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih lanjut
tentang bahan pengenceran yang tepat pada proses pembekuan semen kambing
peranakan Boer dengan kualitas fungsional sperma yang tetap tinggi.
TINJAUAN PUSTAKA
enzim dan penyempurnaan peristiwa fusi membran dengan oosit. juga merupakan
substrat utama dari peroksidasi lipid. Hampir 90% dari tingkat peroksidasi lipid
pada spermatozoa dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi DHA terikat fosfolipid.
Oksidasi DHA terikat fosfolipid juga ditunjukan sebagai faktor utama yang
menentukan lama hidup spermatozoa motil in vitro (Alvarez and Storey, 1984),
merosotnya akrosom dan oksidasi DNA (Fraga dkk., 1996).
perbedaan motilitas spermatozoa pasca thowing (Anhar et al., 2002). Ada tiga
metode pemberian gliserol pada proses pembekuan yaitu metode 1; 2 dan 3 tahap.
Dutta et al. (1999) melaporkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara ketiga
metode tersebut terhadap motilitas sesudah thowing. Sedangkan menurut Anhar et
al. (2002) metode pemberian 8 % gliserol dengan 3 tahap memberikan motilitas
pasca thowing yang lebih baik.
Salah satu tahap dalam proses pembekuan semen adalah equilibrasi. Proses ini
diperlukan agar spermatozoa dapat menyesuaikan diri dengan pengencer dan
gliserol. Waktu equilibrasi yang umum digunakan untuk semen Kambing
Boerminimal adalah 5 – 6 jam agar diperoleh motilitas maksimal pasca thowing
(Singh et al., 1992). Pendinginan selama 1 jam dari 10 oC ke 5 oC menghasilkan
motilitas yang sangat nyata lebih rendah dibandingkan dengan pendinginan selama 2
jam dari suhu 30 oC ke 5 oC (Dhami dan Sahni, 2003). Angka fertilitas yang
diperoleh lebih baik pada pendinginan 2 jam dibandingkan dengan pendinginan 1
jam (Dhami et al., 1995). Selain faktor-faktor di atas motilitas setelah thowing juga
dipengaruhi oleh metode thowing. Ahmad (194) melaporkan bahwa metode thowing
dengan menggunakan suhu 37 oC selama 9 detik lebih tinggi motilitas
spermatozoanya dibandingkan dengan metode 37 oC selama 15 detik.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan semen kambing yang dikoleksi dari satu ekor kambing
Boer berumur ± 2 tahun, satu betina dewasa pemancing, pengencer semen (tris amino
methan, citric acid, fruktosa, kuning telur, aquades, streptomisin, penisilin, gliserol),
pewarna eosin 2%, NaCl 0,9%, gliserol, a-tokoferol, nitrogen cair, vaselin, alkohol 70%, dan
air.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: satu set vagina buatan kambing,
kontainer, mikroskop, spektrofotometer, termometer, termos, gelas obyek dan penutup,
tabung Eppendorf, labu erlenmeyer, beker glass, counter number, gelas ukur, timbangan
Ohauss, lemari es, pengaduk, kertas saring, kertas lakmus, pipet hisap, pipet ukur, dan
tabung reaksi.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium menggunakan
sejumlah sampel semen segar kambing peranakan Boer yang diencerkan dalam
pengencer susu skim kuning telur dengan penambahan vitamin E. Rancangan yang
8
digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) satu arah dengan lima kelompok
penambahan vitamin E (0,00 g/100 ml; 0,10 g/100 ml; 0,20 g/100 ml; 0,30 g/100 ml
dan 0,40 g/100 ml) yang di ulangi sebanyak 5 kali.
Prosedur Penelitian
2. Penampungan Semen
Sampel semen yang akan digunakan diambil dari Kambing Perananan Boer
Jantan, sehat berumur 4 – 5 tahun dengan cara penampungan menggunakan vagina
buatan. Penampungan semen dilakukan pada pagi hari jam 8.00 – 9.00 WIB,
sebanyak 1 kali dalam seminggu. Prosedur penampungan semen dilakukan
berdasarkan metode yang biasa dilakukan pada balai inseminasi Buatan.
Segera setelah penampungan semen dilakukan pemeriksaan kualitas secara
makroskopis (volume, warna, konsistensi, bau, dan pH) dan mikroskopis
(konsentrasi spermatozoa, persentase motilitas spermatozoa, persentase spermatozoa
hidup, persentase membran plasma spermatozoa utuh dan persentase tudung akrosom
spermatozoa utuh). Semen yang mempunyai konsentrasi spermatozoa > 600 x 10 6/ml
dan motilitas progresif > 70 % , abnormalitas < 20 % digunakan sebagai sampel.
3. Pengenceran Semen
Segera setelah dilakukan evaluasi terhadap kualitas semen segar, dibagi
dalam 5 kelompok perlakuan pengencer susu skim kuning telur yang telah
ditambahkan vitamin E berbagai dosis perlakuan. Semen yang diencerkan pada
pengencer dasar susu skim kuning telur (SSKT) tanpa penambahan vitamin E (To);
pengencer Susu skim kuning telur dengan penambahan vitamin E dosis 0,1 g/100 ml
(T1); pengencer Susu skim kuning telur dengan penambahan vitamin E dosis 0,2
g/100 ml (T2); pengencer Susu skim kuning telur dengan penambahan vitamin E
dosis 0,3 g/100 ml (T3) dan pengencer Susu skim kuning telur dengan penambahan
vitamin E dosis 0,4 g/100 ml (T4).
No Perlakuan Volume Komposisi Vitamin E
1 To 100 0,0
2 T1 100 0,1
3 T2 100 0,2
4 T3 100 0,3
5 T4 100 0,4
9
4. Penambahan Gliserol
Penambahan gliserol dilakukan pada saat semen sudah diencerkan, baik dengan
pengencer tris kuning telur; sitrat kuning telur atau susu skim (BIB Singosari, 2002).
Gliserol dicampur dulu dengan setengah volume larutan pengencer sampai mencapai
konsentrasi dua kali konsentrasi akhir, kemudian tuangkan ke dalam semen yang
sudah dilarutkan dalam setengah volume pengencer. Sebagai contoh setengah
volume yang kedua dalam pengencer kuning telur-sitrat harus mengandung 14%
gliserol, sehingga larutan akhir akan mengandung 7% gliserol. Kedua larutan
dicampurkan pada temperatur 4 ºC- 5 ºC, dimana larutan yang mengandung gliserol
dituangkan tetes demi tetes sambil dikocok secara hati-hati (Herliantin dkk., 2002).
jumlah seluruh spermatozoa yang tampak dalam satu lapangan pandang, dan
dinyatakan dalam persen (%).
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola searah dengan 5
kelompok perlakuan dosis vitamin E (0,0 g/100ml; 0,1 g/100ml; 0,2 g/100ml; 0,3
g/100ml dan 0,4 g/100ml), tiap kelompok diulang sebanyak 10 kali. Data persentase
kualitas spermatozoa, angka konsepsi dan kebuntingan yang diperoleh dianalisa
dengan uji beda ANAVA, dan bila terdapat perbedaan, maka selanjutnya dilakukan
uji berganda Duncant (Steel dan Torrie, 1990).
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, A., R. A. Saleh and M.A. Bedaiwy 2003. Role of reactive oxygen species
in the pathophysiology of human reproduction. Fertility and Sterility 79:
829 – 843
Alvarez, J.G., and B.T. Strorey, 1995. Differential incorporation of fatty acids into
and peroxidative loss of fatty acids from phospholipids of human
spermatozoa Mol. Reprod. Dev. 42 : 334 – 345
11
Anhar, M., E.F., Graham, and N. Iqbal. 1997. Post-thaw plasma membrane integrity
of bull spermatozoa separated with a sephadex ion – exchange column,
Theriogenology 10 (4) : 261 – 265
Anonimus, (2007). Laporan Tahunan Dinas Peternakan Propinsi Dearah Istimewa
Aceh..
Curry, M.R and P.F. Watson, 1995. Sperm structure and function in Gametes the
Spermatozoon. Gambridge Reviews in Human Reproduction, Ed. J.G.
Grudzinskas & J.L. Yovich, Cambridge University Press
Dasrul, 2005. Peran Senyawa Oksigen Reaktif Dalam Mekanisme Kerusakan
Integritas Membran Spermatozoa Kerbau Lumpur Hasil Sentrifugasi
Gradient Densitas Percoll. Disertasi, Program Studi Ilmu Kedokteran Pasca
Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya
De Lamirande. E., H. Jiang, A. Zini, H. Kodana and C. Gagnon, 1997. Reactive
Oxgyen species and sperm physiology. Rev. Reprod. Januari; 2 (1) : 48-54
Donnelly ET. N. McClure and S.E Lewis, !999. The Effects of ascorbate and alpha –
tocoperol supplementation in vitro on DNA integrity and hydrogen peroxide –
induced DNA damage ion human spermatozoa. Mutagenesis, Sep. 14 (5): 505
– 12
Darnell J., H. Lodish, and D. Baltimore, 1990. Moleculer Cell Biology. 2nd edition.
Sci. Am. Books. Pp. 491 – 527
Fraga, C.G., P. A. Motchnik, A.J. Wyrobek and M.K. Shigenaga, 1996. Smoking
and low antioxydant levels increase oxidation demage to sperm DNA. Mutat.
Res., 351, 199 - 203
Gangyi, X., Z. Hongping, Z. Chanju, X. Xinghi dan Z. Ming, Z. Yi and Z. Li. 2001.
Reserch on Quality, Preservation Dilutor, and Frozen Tecnology of Boer
Goat Semen. Conference on Boer Goat in China.
Goyal, R.L., R.K. Tuli, G.C. Georgie and D. Chand. 1996. Comparison of quality
and freezability of water buffalo semen after washing or sephandex filtration.
Theriogenology, 46 : 679 – 686
Herrero M. B., E. de Lamirande and C. Gagnon, 1999. Nitrit oxide regulates human
sperm capacitation and protein tyrosine. Bio of Reprod. 61 hal; 575 - 58
Halliwell, B. 1993. Free radicals and vascular disease; how much do we know ? Brit
Med. J. 307; 885
Halliwell, B and J.M.C.Gutteridge, 1999. Free radicals in Biology and Medicine.
Third edition, Oxford : Oxford University Press, pp: 1 – 35, 246 – 350; 664
– 667.
Herliantien, K. Zenichiro dan Sarastina. 2002. Teknologi Prosesing Semen Beku
Pada Sapi. Balai Inseminasi Buatan. Singosari.
12
Kelso, K.A. A. Redpath, R.C. Noble and B.K. Speake, 1997. Lipid and antioxidant
changes in spermatozoa and seminal plasma throughout the reproductive
period of bull. Journal or Reproduction and Fertility. 109 : 1 – 9
Krinsky, N. 1992. Mechanisme of Action of Biological Antioxidants, Proc Soc Exp
Biol and Med. 200.
Lu, C.D. 2001. Boer Goat Production: Progress and Perspective. www. Iga
goatworld. Org/publication/boer.htm
Mayes, P.A. 1995. Struktur dan Fungsi Vitamin yang larut dalam lemak. Dalam Edisi
20. Adji Dharma dan A.S. Kurniawan (Penterjemah). EGC Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta.
Ollero, M., E. Guzman, M. C. Lopez, R. K. Sharma, A. Agarwal, K. Larson, D.
Evenson, A. J. Thomas and J. G. Alvarez. 2001. Characterization of subsets of
human spermatozoa at different stages of maturation: implications in the
diagnosis and treatment of male infertility. J. Human Reprod. Vol. 16; No.9
pp. 1912 -1921
Salisbury. G. W, Vandemark. N. L,. Djanuar. R. 1985. Fisiologi Reproduksi dan
Inseminasi Buatan Pada Sapi, Gajah Mada Universitas Press, Jogjakarta
Singh, P., D. Chand and G.C. Georgic. 1992. Lipid peroxydation influence on release
of glutamate oxaloacetate transaminase, free fatty acid and fructolytic index
of buffalo (Bubalus Bubalis) spermatozoa. Indian Vet. J. 69: 718 – 720
Singh, D. M.K. Sharma and R.S. Panday. 1998. Changes in superoxyde dismutase
activity and estradiol –17 β content in folliceles of different size from
ruminants. Indian J. Exp Biol. 36: 358 – 360
Steel, R.G.D and Torrie, 1990. Prinsip dan prosedur satistika suatu pendekatan
biometrik. Alih bahasa Bambang Sumantri, PT. Gramedia Pustaka Utama;
Jakarta
13