You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan yang sering didapatkan dalam klinik,
walaupun istilah “sakit” ini tampaknya sulit didefinisikan. Persepsi tiap orang akan
berbeda – beda, karena keluhan ini berasal dari pengalaman subjektif seseorang yang
sulit dilakukan pengukurannya. Reaksi dan sikap individu terhadap stimulasi yang
identik yang menyebabkan sakit akan berbeda pula. Oleh karena itu, dokter pemeriksa
diharapkan pada tugas untuk mendapatkan informasi yang selengkap mungkin dari
pasien dan juga harus dapat membayangkan bagaimana pasien bereaksi terhadap rasa
sakitnya itu.

Ada banyak rasa sakit yang dijumpai pada pasien salah satunya adalah sakit
kepala. Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala
yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit ( sumber : Neurology and
neurosurgery illustrated Kenneth).

Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau


45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut
merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang
berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.

Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf,
(3) gigi – geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di
kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala.

Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala
sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala
primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type headache, cluster headache

1
dengan sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala
sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada
kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit
kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat
adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan
homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher,
telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala
akibat kelainan psikiatri.(sumber : ICHD – II).

Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas learning issues satu persatu
dimulai dengan anatomi sakit kepala, fisiologi sakit kepala, sakit (nyeri) kepala,
tension type headache, dan migren.

2
BAB II
PEMICU

S, seorang perempuan, berusia 30 tahun, datang berobat ke poliklinik saraf


RSUP H.Adam Malik Medan dengan keluhan nyeri kepala.Nyeri kepala telah dialami
os selama ± 4 bulan. Lamanya nyeri kepala ± 1 – 2 jam / kali dan muncul 4 – 5 kali
dalam serminggu. Rasa seperti tertekan, terutama di daerah atas dan belakang kepala.
Mual (-) dan muntah (-). Kejang (-) demam (-). Tidur cukup. Riwayat trauma kepala
(-).Riwayat penyakit sebelumnya (-).

Apa yang terjadi pada perempuan ini?

3
BAB III
MORE INFO

Dari anamnese diketahui bahwa S bekerja di perusahaan yang penuh dengan


tantangan ( stressful job).
Dari pemeriksaan klinis dijumpai tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80
x/menit. Pernafasan 20 x/menit, suhu 36,8 C. Pemeriksaan neurologis dalam batas
normal.
Bagaimana hubungan data ini dengan keluhan S?

4
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Anatomi Sakit Kepala


Sebelum membahas anatomi sakit kepala maka penulis akan membahas
anatomi otak secara garis besar terlebih dahulu. Walaupun merupakan keseluruhan
fungsi, otak disusun menjadi beberapa daerah yang berbeda. Bagian – bagian otak
dapat secara bebas dikelompokkan ke dalam berbagai cara berdasarkan perbedaan
anatomis, spesialisasi fungsional, dan perkembangan evolusi. Otak terdiri dari (1)
batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medulla, (2) serebelum, (3) otak depan
(forebrain) yang terdiri atas diensefalon dan serebrum. Diensefalon terdiri dari
hipotalamus dan talamus. Serebrum terdiri dari nukleus basal dan korteks serebrum
(lihat gambar 1).

Masing – masing bagian otak memiliki fungsi tersendiri. Batang otak


berfungsi sebagai berikut: (1) asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer, (2) pusat
pengaturan kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan, (3) pengaturan refleks otot yang
terlibat dalam keseimbangan dan postur, (4) penerimaaan dan integrasi semua
masukan sinaps dari korda spinalis; keadaan terjaga dan pengaktifan korteks
serebrum, (5) pusat tidur. Serebellum berfungsi untuk memelihara keseimbangan,
peningkatan tonus otot, koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunter yang
terlatih.

Hipotalamus berfungsi sebagai berikut: (1) mengatur banyak fungsi


homeostatik, misalnya kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan
makanan, (2) penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin, (3) sangat terlibat
dalam emosi dan pola perilaku dasar. Talamus berfungsi sebagai stasiun pemancar
untuk semua masukan sinaps, kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat
kesadaran, berperan dalam kontrol motorik.

5
Nukleus basal berfungsi untuk inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan yang
lambat dan menetap, penekanan pola – pola gerakan yang tidak berguna. Korteks
serebrum berfungsi untuk persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa, sifat
pribadi, proses mental canggih misalnya berpikir, mengingat, membuat keputusan,
kreativitas dan kesadaran diri.

Korteks serebrum dapat dibagi menjadi 4 lobus yaitu lobus frontalis, lobus,
parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis. Masing – masing lobus ini memiliki
fungsi yang berbeda – beda. ( lihat tabel 1).

Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan


nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua
aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1
– 3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari
tiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil
diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan
transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang
berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu (lihat gambar 2)

Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen
dari C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen
C3 juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya
nyeri alih dari pada kepala dan leher bagian atas.

Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari
kepala dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan
mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang
meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen
saraf ini meluas ke pars kaudal.

6
Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus,
menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan
falx cerebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini.
V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan
duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah
duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi
temporomandibular dan otot menguyah (lihat gambar 3).

Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi
meatus auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi
rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.

Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus
dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior,
obliquus inferior dan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari
C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior,
longissimus capitis dan splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi
greater occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus
inferior, dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang melalui semispinalis
capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit kepala melalui lengkungan
yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the aponeurosis of trapezius. Melalui
oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser occipital yang mana merupakan
cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala melalui pinggiran posterior
dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke
longissimus capitis dan splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang
superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3
zygapophysial bagian lateral dan posterior (lihat gambar 3).

Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks
serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa

7
posterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari
orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar,
gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim
otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.

4.2 Fisiologi Sakit Kepala


Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat
bila ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah,
seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.

Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh
stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia.
Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat
mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan ( iskemia jaringan), meningkatkan
metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif
mekanik.

Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi
dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan
kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya
yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu
45 C, jaringan – jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada
sebagian besar populasi.

Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti
bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik.
Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja
dengan meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi
P tidak langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah
dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan
nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat
dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang

8
sirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih permeabel
terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada keadaan
iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik.

Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings.
Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan
internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan
tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve
endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul
akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow
– chronic- aching type pain.

Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeri
akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan.
Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini
ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat Aδ dengan
kecepatan mencapai 6 – 30 m/s. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah
glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan
pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki durasi kerja selama beberapa
milliseconds.

Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam wkatu lebih
dari 1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya
stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus
kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui
serat C dengan kecepatan mencapai 0,5 – 2 m/s. Neurotramitter yang mungkin
digunakan adalah substansi P.

Meskipun semua reseptor nyeri adalah free nerve endings, jalur yang
ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan

9
slow- chronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis,
serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya
akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu
adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain.

Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat Aδ yang
mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada
lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order
neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang
menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus
akan berakhir pada: (1) area retikular dari batang otak (sebagian kecil), (2) nukleus
talamus bagian posterior (sebagian kecil), (3) kompleks ventrobasal (sebagian besar).
Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir
pada daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan
memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut
diberikan.

Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain


mentransmisikan sinyal dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal
dari serat Aδ. Pada traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya nerakhir pada
lamina II dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan
substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau
beberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalu
kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari
fast-sharp pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan
menghubungkan sinyal ini ke otak pada jaras anterolateral.

Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang


otak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung
diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area
yaitu : (1) nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon, (2) area tektum

10
dari mesensefalon, (3) regio abu – abu dari peraquaductus yang mengelilingi
aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri.
Dari area batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal ke
arah atas melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area
tertentu dari hipotalamus dan bagian basal otak.

4.3 Sakit Kepala


4.3.1 Definisi dan Etiologi Sakit Kepala
Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan
kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit ( sumber : Neurology and
neurosurgery illustrated Kenneth).

Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf,
(3) gigi – geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak di
kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yang
telah disebutkan diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan perubahan
lokasi (cuaca, tekanan, dll.). Untuk lebih jelas lihat tabel 2.

4.3.2 Faktor resiko dan Epidemiologi Sakit Kepala


Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit,
jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor
genetik.

Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau


45 juta orang menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut
merupakan wanita. 75 % dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang
berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %.

Menurut IHS, migren sering terjadi pada pria dengan usia 12 tahun
sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia besar dari 12 tahun. HIS juga

11
mengemukakan cluster headaache 80 – 90 % terjadi pada pria dan prevalensi sakit
kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.

4.3.3 Klasifikasi Sakit Kepala


Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit kepala
sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya. Sakit kepala
primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type headache, cluster headache
dengan sefalgia trigeminal / autonomik, dan sakit kepala primer lainnya. Sakit kepala
sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang disebabkan oleh karena trauma pada
kepala dan leher, sakit kepala akibat kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit
kepala yang bukan disebabkan kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat
adanya zat atau withdrawal, sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan
homeostasis, sakit kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher,
telinga, hidung, dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala
akibat kelainan psikiatri (lihat tabel 3 dan 4).

4.3.4 Patofisiologi Sakit Kepala


Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu
nyeri kepala adalah sebagai berikut(Lance,2000) : (1) peregangan atau pergeseran
pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3)
kontraksi otot kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum
(nyeri lokal), (4) degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus
servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak
mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin).

4.3.5 Terapi Sakit Kepala


Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri
kepala sangat berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin).
Bila perlu dapat diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat
atau ergotamin 0,5 mg. Preparat Cafergot ( mengandung kafein 100 mg dan 1 mg
ergotamin) diberikan 2 tablet pada saat timbul serangan dan diulangi ½ jam
berikutnya.

12
Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan
preparat Bellergal (ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2
– 3 kali sehari selama beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat
ditambahkan pemberian ACTH (40 u/hari) atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3
– 4 minggu.

Preparat penyekat beta,seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat


mencegah timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi
kranial. Tetapi penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak
mempunyai efek teraupetik untuk migren, sehingga mekanisme kerjanya disangka
bukan semata – mata penyekat beta saja. Preparat yang efektif adalah penyekat beta
yang tidak memiliki efek ISA ( Intrinsic Sympathomimetic Activity).

Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot.


Untuk varian Cluster headache umumnya membaik dengan indometasin. Tension
type headache dapat diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat
digunakan sebagai pencegahan timbulnya serangan.

Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan,


dan durasi sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari
atau lebih serangan dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi
ini harus digunakan setiap hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta
bloker, botox, kalsium channel blokers, dopamine reuptake inhibitors, SSRIs,
serotonin atau dopamin spesifik, dan TCA.

4.3.6 Pencegahan Sakit Kepala


Pencegahan sakit kepala adalah dengan mengubah pola hidup yaitu
mengatur pola tidur yang sam setiap hari, berolahraga secara rutin, makan makanan
sehat dan teratur, kurangi stress, menghindari pemicu sakit kepala yang telah
diketahui.

4.3.7 Prognosis dan Indikasi Rujuk Sakit Kepala

13
Prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan
indikasi merujuk adalahsebagai berikut: (1) sakit kepala yang tiba – tiba dan timbul
kekakuan di leher, (2) sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran, (3) sakit
kepala setelah terkena trauma mekanik pada kepala, (4) sakit kepala disertai sakit
pada bagian mata dan telinga, (5) sakit kepala yang menetap pada pasien yang
sebelumnya tidak pernah mengalami serangan, (6) sakit kepala yang rekuren pada
anak.

4.4 Tension Type Headache (TTH)


4.4.1 Definisi Tension Type Headache (TTH)
Merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus
menerus otot- otot kepala dan tengkuk ( M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter,
M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula).

4.4.2 Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH)


Etiologi dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress,
depresi, bekerja dalam posisi yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata,
kontraksi otot yang berlebihan, berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan
neurotransmitter seperti dopamin, serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.

4.4.3 Epidemiologi Tension Type Headache (TTH)


TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache
episodik terjadi 63 % dan Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type
Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71%
sedangkan pada pria sebanyak 56 %. Biasanya mengenai umur 20 – 40 tahun.

4.4.4 Klasifikasi Tension Type Headache (TTH)


Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension
Type Headache kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan
tidak mencapai 15 hari setiap bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat
berlangsung selama 30 menit – 7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH)
apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari setiap bulan dan berlangsung lebih dari 6
bulan.

14
4.4.5 Patofisiologi Tension Type Headache (TTH)
Patofisiologi TTH masih belum jelas diketahui. Pada beberapa literatur
dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan yang berhubungan dengan
terjadinya TTH sebagai berikut : (1) disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan
daripada sistem saraf perifer dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah
pada ETTH sedangkan disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH, (2)
disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen tanpa
disertai iskemia otot, (3) transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis
pars kaudalis yang akan mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal
dan kornu dorsalis ( aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif
pada jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer
yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan
pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial, (4) hiperflesibilitas neuron sentral
nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus, dan korteks serebri yang diikuti
hipesensitifitas supraspinal (limbik) terhadap nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri
( tekanan, elektrik, dan termal) akan menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu,
terdapat juga penurunan supraspinal decending pain inhibit activity, (5) kelainan
fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi info
pada otak yang diartikan sebagai nyeri, (6) terdapat hubungan jalur serotonergik dan
monoaminergik pada batang otak dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi
kadar serotonin dan noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet,
penurunan beta endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan
maseter, (7) faktor psikogenik ( stres mental) dan keadaan non-physiological motor
stress pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan
aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi dan
ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan sensitisasi
sentral pada jalur transmisi nyeri, (8) aktifasi NOS ( Nitric Oxide Synthetase) dan NO
pada kornu dorsalis.

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada
beberapa teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu (1) adanya stress fisik (kelelahan)
akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi sehingga kadar CO2 dalam darah

15
menurun yang akan mengganggu keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium
masuk ke dalam sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga
terjadilah nyeri kepala. (2) stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi
pembuluh darah otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen
gamma trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida
ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons). (3) stress dapat dibagi menjadi 3
tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan stage of exhausted. Alarm
reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan mengakibatkan
kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme anaerob. Metabolisme
anaerob akan mengakibatkan penumpukan asam laktat sehingga merangsang
pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik yang selanjutnya akan menstimulasi
jaras nyeri. Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari
glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron akan
menjaga simpanan ion kalium. Stage of exhausted dimana sumber energi yang
digunakan berasal dari protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi
K+. Deplesi ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.

4.4.6 Diagnosa Tension Type Headache (TTH)


Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang –
kurangnya dua dari berikut ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas
ringan – sedang, (3) lokasi bilateral, (4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak
dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.

Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti
ditekan atau diikat, tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulit
kepala, oksipital, dan belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,
insomnia, kelelahan kronis, iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, dan
rasa tidak nyaman pada bagian leher, rahang serta temporomandibular.

4.4.7 Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH)


Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan
pemeriksaa neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak
memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.

16
4.4.8 Diferensial Diagnosa Tension Type Headache (TTH)
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis
deformans, sakit kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal,
migren klasik, migren komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis
temporalis, sakit kepala pada desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit
kardiovasikular, dan sakit kepala pada anemia.

4.4.9 Terapi Tension Type Headache (TTH)


Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk
mengetahui arti dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest, massage, dan/ atau
latihan biofeedback. Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan/atau mucles
relaxants. Ibuprofen dan naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk
kebanyakan orang. Jika pengobatan simpel analgesia(asetaminofen, aspirin,
ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein ( dalam bentuk
kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.Daftar
analgesia yang biasa digunakan lihat pada tabel 5.

4.4.10 Prognosis dan Komplikasi Tension Type Headache (TTH)


TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi
tidak membahayakan.Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan
menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa
pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia.
TTh biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik, dan dengan
penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat disembuhkan.

Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang


disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll
yang berlebihan.

4.4.11 Pencegahan Tension Type Headache (TTH)

17
Pencegahan TTH adalah dengan mencegah terjadinya stress dengan
olahraga teratur, istirahat yang cukup, relaksasi otot (massage, yoga, stretching),
meditasi, dan biofeedback. Jika penyebabnya adalah kecemasan atau depresi maka
dapat dilakukan behavioral therapy. Selain itu, TTH dapat dicegah dengan mengganti
bantal atau mengubah posisi tidur dan mengkonsumsi makanan yang sehat.

4.5 Migren
4.5.1 Definisi Migren
Menurut International Headache Society (IHS), migren adalah nyeri
kepala dengan serangan nyeri yang berlansung 4 – 72 jam. Nyeri biasanya unilateral,
sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang samapai berat dan diperhebat oleh
aktivitas, dan dapat disertai mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

4.5.2 Etiologi dan Faktor Resiko Migren


Etiologi migren adalah sebagai berikut : (1) perubahan hormon (65,1%),
penurunan konsentrasi esterogen dan progesteron pada fase luteal siklus menstruasi,
(2) makanan (26,9%), vasodilator (histamin seperti pada anggur merah, natrium
nitrat), vasokonstriktor (tiramin seperti pada keju, coklat, kafein), zat tambahan pada
makanan (MSG), (3) stress (79,7%), (4) rangsangan sensorik seperti sinar yang terang
menyilaukan(38,1%) dan bau yang menyengat baik menyenangkan maupun tidak
menyenangkan, (5) faktor fisik seperti aktifitas fisik yang berlebihan (aktifitas
seksual) dan perubahan pola tidur, (6) perubahan lingkungan (53,2%), (7) alkohol
(37,8%), (7) merokok (35,7%).

Faktor resiko migren adalah adanya riwayat migren dalam keluarga,


wanita, dan usia muda.

4.5.3 Epidemiologi Migren


Migren terjadi hampir pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75 %
diantaranya adalah wanita. Migren dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya
muncul pada usia 10 – 40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50
tahun. Migren tanpa aura lebih sering diabndingkan migren yang disertai aura dengan
persentasi 9 : 1.

18
4.5.4 Klasifikasi Migren
Migren dapat diklasifikasikan menjadi migren dengan aura, tanpa aura,
dan migren kronik (transformed). Migren dengan aura adalah migren dengan satu atau
lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan atau tanpa
disfungsi batang otak, paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur – angsur
lebih dari 4 menit, aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, dan sakit kepala mengikuti
aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit. Migren tanpa aura adalah
migren tanpa disertai aura klasik, biasanya bilateral dan terkena pada periorbital.
Migren kronik adalah migren episodik yang tampilan klinisnya dapat berubah
berbulan- bulan sampai bertahun- tahun dan berkembang menjadi sindrom nyeri
kepala kronik dengan nyeri setiap hari.

4.5.5 Patofisiologi Migren


Terdapat berbagai teori yang menjelaskan terjadinya migren. Teori
vaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak
berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan
menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjuta dan menyebabkan fase nyeri
kepala dimulai. Teori cortical spread depression, dimana pada orang migrain nilai
ambang saraf menurun sehingga mudah terjadi eksitasi neuron lalu berlaku short-
lasting wave depolarization oleh pottasium-liberating depression (penurunan
pelepasan kalium) sehingga menyebabkan terjadinya periode depresi neuron yang
memanjang. Selanjutnya, akan terjadi penyebaran depresi yang akan menekan
aktivitas neuron ketika melewati korteks serebri.

Teori Neovaskular (trigeminovascular), adanya vasodilatasi akibat


aktivitas NOS dan produksi NO akan merangsang ujung saraf trigeminus pada
pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP akan
berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang pengeluaran
mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP juga bekerja pada
arteri serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan peningkatan aliran darah.
Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site second order neuron yang
bertindak sebagai transmisi impuls nyeri (lihat gambar 4).

19
Teori sistem saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus
sereleus sehingga terjadi peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga
mengaktifkan nukleus dorsal rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin.
Peningkatan kadar epinefrin dan serotonin akan menyebabkan konstriksi dari
pembuluh darah lalu terjadi penurunan aliran darah di otak. Penurunan aliran darah di
otak akan merangsang serabut saraf trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang
maka dapat terjadi aura. Apabila terjadi penurunan kadar serotonin maka akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial yang akan
menyebabkan nyeri kepala pada migren.

4.5.6 Diagnosa Migren


Anamnesa riwayat penyakit dan ditegakkan apabila terdapat tanda – tanda
khas migren. Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan bahwa
harus terdapat paling tidak tiga dari empat karakteristik berikut : (1) migren dengan
satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi serebral korteks dan
atau tanpa disfungsi batang otak, (2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk
berangsur – angsur lebih dari 4 menit, (3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit, (4)
sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit

Kriteria diagnostik IHS untuk migren tanpa aura mensyaratkan bahwa


harus terdapat paling sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang
memenuhi kriteria berikut : (a) berlangsung 4 – 72 jam, (b) paling sedikit memenuhi
dua dari : (1) unilateral , (2) sensasi berdenyut, (3) intensitas sedang berat, (4)
diperburuk oleh aktifitas, (3) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

4.5.7 Pemeriksaan Penunjang Migren


Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain ( jika ada indikasi) adalah
pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.

4.5.8 Diferensial diagnosa Migren


Diferensial diagnosa migren adalah malformasi arteriovenus, aneurisma
serebri, glioblastoma, ensefalitis, meningitis, meningioma, sindrom lupus
eritematosus, poliarteritis nodosa, dan cluster headache.

20
4.5.9 Terapi Migren
Tujuan terapi migren adalah membantu penyesuaian psikologis dan
fisiologis, mencegah berlanjutnya dilatasi ekstrakranial, menghambat aksi media
humoral ( misalnya serotonin dan histamin), dan mencegah vasokonstriksi arteri
intrakranial untuk memperbaiki aliran darah otak.

Terapi tahap akut adalah ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM


diberikan sebanyak 0,25 – 0,5 mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam. Secara
oral atau sublingual dapat diberikan 2 mg segera setelah nyeri timbul. Dosis tidak
boleh melewati 10 mg/minggu. Dosis untuk pemberian nasal adalah 0,5 mg (sekali
semprot). Dosis tidak boleh melewati 2 mg (4 semprotan). Kontraindikasi adalah
sepsis, penyakit pembuluh darah, trombofebilitis, wanita haid, hamil atau sedang
menggunakan pil anti hamil. Pada wanita hamil, haid atau sedang menggunakan pil
anti hamil berikan pethidin 50 mg IM. Pada penderita penyakit jantung iskemik
gunakan pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg sehari. Selain ergotamin juga bisa obat –
obat lain (lihat tabel 6). Terapi profilaksis menggunakan metilgliserid malead,
siproheptidin hidroklorida, pizotifen, dan propanolol (lihat tabel 7)

Selain menggunakan obat – obatan, migren dapat diatasi dengan


menghindari aktor penyebab, manajemen lingkungan, memperkirakan siklus
menstruasi, yoga, meditasi, dan hipnotis.

4.5.10 Komplikasi Migren


Komplikasi Migren adalah rebound headache, nyeri kepala yang
disebabkan oleh penggunaan obat – obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll
yang berlebihan.

4.5.11 Pencegahan Migren


Pencegahan migren adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup,
mengatasi hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya
matahari, mengurangi makanan (seperti keju, coklat, alkohol, dll.), makan teratur, dan
menghindari stress.

21
BAB V
ULASAN

Ada beberapa hal masih belum jelas dalam hal, neurotransmitter eksitatorik
dan inhibitorik mana yang berperan dalam nyeri? Setelah mendapat penjelasan dari
pakar maka diketahui bahwa neurotransmitter eksitatorik adalah glutamat sedangkan
neurotransmitter inhibitorik adalah GABA.

Apabila pasien dengan TTH tidak respon terhadap NSAIDs sederhana, apa
yang akan kita berikan? Jika pengobatan simpel analgesia (asetaminofen, aspirin,
ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah butalbital dan kafein ( dalam bentuk
kombinasi seperti Fiorinal) yang akan menambah efektifitas pengobatan.

Kenapa ada nyeri kepala yang berdenyut dan ada yang tidak berdenyut?
Setelah mendapat penjelasan dari pakar maka diketahui bahwa pada nyeri kepala yang
berdenyut terdapat keterlibatan pembuluh darah (kontraksi vaskular).

Pengobatan apa yang sesuai pada kasus? Pada kasus didapati bahwa pasien
menderita tension type headache kronik yang ditandai dengan adanya > 15 kali
serangn dalam sebulan, sehingga pengobatan yang sesuai adalah pemberian analgesia
simpel dengan antidepresan seperti amiltriptilin.

22
BAB VI
KESIMPULAN

S mengalami tension type headache akibat stressful job.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bogduk,N.Anatomy and physiology of headache.Australia : faculty of medicine and


health science, University of Newcastle and University Drive.1995. available at
Elsevier, Paris.

Lindsay, Kenneth W,dkk. Headache.Neurology and Neurosurgery Illustrated.


London: Churchill Livingstone.2004.66-72.

ISH Classification ICHD II ( International Classification of Headache Disorders)


available at http://ihs-classification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc

McPhee, Stephen J, Maxine A. Papadakis, dkk.Nervous System disorders. Current


Medical Diagnosis and Treatment 2009. San Fransisko : McGraw-Hill
Companies.2009.

Patestas, Maria A. dan Leslie P.Gartner. Cerebrum. A Textbook of Neuroanatomy.


United Kingdom: Blackwell.2006.69-70.

Price, Sylvia dan Lorraine M.Wilson.Nyeri. Huriawati,dkk.Patofisiologi edisi


6.Jakarta : EGC.2003.

Reksodiputro, A.Hariyanto,dkk. Migren dan Sakit Kepala. Aru W.sudoyo, Bambang


Setyohadi, dkk.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2007.934-936.

24
Reskin, Neil H. Headache. Harrison, T.R, dkk. Harrison’s Internal Medicine. United
states of Amerika : McGraw-Hill Companies.2005. 85- 93.

Sherwood, laura.Susunan Saraf Pusat.Beatricia I.Santoso.Fisiologi Manusia dari Sel


ke Sistem. Jakarta : EGC.2001;115-119.

Siebernagl, Stefan dan Florian Lang.Pain. Color Atlas of Pathophysiology.New


York : Thieme.2000.320-321.

Simon, Roger P, David A.Greenberg, dan Michael J.Aminoff.Headaches and facial


pain.Clinical Neurology. United states of Amerika : Lange.2009.69-93.

25

You might also like