You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gerakan mahasiswa tumbuh subur ketika lembaga-lembaga politik yang ada
tidak mampu memainkan fungsi dan perannya secara optimal. Partai-partai
politik, pihak eksekutif, legislative, yudikatif dan lain-lain di Indonesia belum
mampu menjalankan tugasnya secara maksimal sehingga proses-proses politik
meluber ke jalanan.
Pada saat transisi demokrasi yang disertai kemandulan lembaga-lembaga
politik yang ada, masyarakat membutuhkan reartikulator aspirasi dan kepentingan
masyarakat. Harapan masyarakat biasanya tertumpu pada lembaga akademis
(kampus) yang masih dianggap steril dan obyektif dalam memandang masalah.
Harapan masyarakat ini bisa dijawab oleh mahasiswa yang mampu memainkan
peran reartikulator aspirasi ini secara optimal ketika gerakannya terorganisir
secara rapi dan masif.
Mahasiswa merupakan bagian integral dari perguruan tinggi yang dikenal
sebagai simbol intelektualitas, maka pengabdian kepada masyarakat sesuai
kompetensi intelektualnya merupakan tanggungjawabnya secara moral dan secara
intelektual. Gerakan mahasiswa juga pada hakikatnya adalah gerakan intelektual
karena intelektualitas merupakan ciri khas yang inheren dalam diri mahasiswa
sebagai kelas menengah terdidik. Oleh karena itu pergerakan mahasiswa dituntut
untuk mampu menunjukkan kadar intelektualnya. Gerakan mahasiswa harus
menjadi gerakan ilmiah yang dibangun diatas basis rasionalitas yang tangguh.
Gerakan mahasiswa bukanlah gerakan emosional yang dibangun diatas
romantisme sejarah masa lalu sekaligus sarana penyaluran agresi gejolak muda.
Partisipasi mahasiswa dalam gerakan merupakan respon spontan atas situasi
social yang tidak sehat, bukan atas ideology tertentu, melainkan atas nilai-nilai
ideal.

1
Gerakan mahasiswa bersifat independen dari kelompok kepentingan tertentu,
tetapi tidak menutup kemungkinan ada langkah bersama . ini bisa terjadi lantaran
sifat gerakan mahasiswa itu sendiri yang merupakan reartikulator aspirasi rakyat
dan gerakan moral. Dalam perjuangannya gerakan mahasiswa hari ini dituntut
untuk mampu mengembangkan jejaring dengan elemen manapun sebagai bagian
dari membangun gerakan yang massif untuk kepentingan masyarakat.

1.2 Tujuan Penulisan


Dari latar belakang di atas tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mendapatkan gambaran yang lengkap tentang pergerakan mahasiswa dalam
demokrasi.

1.3 Metode Penulisan


Metode penulisan dalam makalah ini adalah dengan menggunakan studi
pustaka. Penulis mencari buku-buku yang terkait dengan judul makalah ini dan
menambah referensi dengan melakukan pencarian melalui internet demi
kesempurnaan makalah ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN
PERAN MAHASISWA DALAM DEMOKRASI

Demokrasi berasal dari kara demos dan kratos/katein yang berarti sistem
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam sejarah panjang
pemerintahan Indonesia selalu mengalami pasang surut dalam tatanan demokrasi
mulai dari pemerintahan orde lama, orde baru, dan kini orde reformasi. Dalam
perubahan tatanan demokrasi di Indonesia selalu diwarnai dengan derap
perjuangan pelajar dan mahasiswa. Pemuda, pelajar, dan mahasiswa secara
naluri selalu menjadi agen pengontron (agent of control) dan agen perubahan
(agent of change) demokrasi yang mewarnai percaturan politik di Indonesia.
Karena pentingnya peran mahasiswa dalam mengontrol demokrasi di Indonesia,
tidak mengherankan jika pemerintah orde baru berupaya menekan pergerakan
mahasiswa yang selalu mengkritisi pemerintah melalui berbagai usaha yang pada
intinya membatasi pergerakan mahasiswa dalam bidang politik dan
memposisikan pelajar dan mahasiswa duduk manis dalam organisasi intra
kampus dengan peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Namun hal itu hanya
bertahan dalam era orde baru hingga tahun 1998. Pada bulan mei tahun 1998
mahasiswa kembali turun ke jalan menduduki gedung DPR, menggulingkan rezim
orde baru dan menggulirkan orde reformasi. Sejak orde reformasi mahasiswa
kembali bebas mengekspresikan dirinya sebagai agen kontrol dan agen
perubahan tatanan demokrasi hingga dihasilkan tatanan politik Indonesia pasca
reformasi yang lebih demokratis yang diakui oleh dunia internasional.
Pemuda secara umum didefinisikan sebagai mahasiswa atau kaum terpelajar
yang memiliki potensi besar dalam proses perubahan. Mahasiswa adalah sosok
yang suka berkreasi, idealis dan memiliki keberanian serta menjadi inspirator
dengan gagasan dan tuntutannya. Namun, format kehidupan mahasiswa saat ini,
sedikit banyak telah terpengaruh oleh sistem kehidupan yang berlaku sekarang,
yaitu sistem demokrasi kapitalis.

3
Indonesia sebagai Negara demokrasi masih dianggap gagal karena terlalu
prosedural dan pengaruh uang masih sangat kuat di dalam kultur politik. Sehingga
berpolitik dianggap sebagai tempat untuk mencari uang.
Kalau memperhatikan apa yang terjadi di kampus-kampus di negeri ini, secara
umum, paling tidak kita akan menemukan adanya beberapa kelompok mahasiswa
muslim yang pemahaman dan kecenderungannya relatif berlainan. Citra dan cita-
cita mereka juga relatif berbeda sesuai dengan landasan pemikiran yang
mendasarinya.
Melihat perkembangan saat ini adalah mereka (mahasiswa) yang cuek
terhadap kondisi kehidupan masyarakat. Yakni, mereka yang tidak peduli dengan
penderitaan dan kesengsaraan masyarakat.
Memang sistem kapitalis yang menyetir pola kehidupan sekarang melahirkan
penurunan nilai-nilai kemanusiaan. Sistem ini memang berhasil memberikan nilai
materi yang cukup berlimpah. Namun, ternyata keberhasilan itu hanya diraup oleh
segelinitr orang yang kuat, sementara mayoritas rakyat hidup dalam kesengsaraan.
Lapangan pekerjaan semakin sempit, pengangguran kian membludak, dan
berbagai tindak kriminal mulai menjadi wabah sosial kemanusiaan.
Kondisi seperti ini hanya akan melahirkan sistem individualis yang semakin
tajam. Setiap manusia termasuk mahasiswa- lalu berpikir pintas untuk
menyelamatkan diri, dan akhirnya tidak peduli dengan keadaan lingkungan.
Standar perbuatan mereka adalah manfaat. Bagi mereka, yang penting bermanfaat
dirinya dan tidak merugikan orang lain. Bagi mereka pacaran tidak menjadi
masalah, asal tidak hamil dan tidak menimbulkan masalah. Kelompok ini memang
benar-benar ingin menikmati dan hidup tenteram dalam kondisi sekarang. Mereka
tidak peduli kenikmatan hidupnya itu diraih di atas penderitaan orang lain.

Krisis Mahasiswa Indonesia


Peran Mahasiswa Indonesia sekarang ini sedang dalam taraf yang bisa
dibilang cukup membingungkan, penuh dengan pertanyaan serta keragu-raguan.
Setelah arus reformasi 1998 bergulir, mahasiswa yang menjadi salah satu simpul
perubahan besar bangsa ini mencoba menemukan lagi bentuknya. Tentunya

4
sebuah format yang peran serta fungsinya memang sesuai dengan kondisi
Indonesia saat ini.
Tahun 2008 ini hadir dengan sederet momentum peringatan yang cukup
penting bagi bangsa Indonesia: 100 tahun Kebangkitan Nasional, 80 tahun
Sumpah Pemuda dan 10 tahun Reformasi. Namun yang datang kemudian
bukanlah selebrasi yang mewah-meriah-membahana menghinggapi bangsa ini,
akan tetapi sebuah kenyataan pahit yang menghampar di depan: Krisis.
Sudah tidak ada lagi pihak yang bisa lagi mengelak: Krisis benar-benar
terjadi! Kita semua dikagetkan oleh meroketnya harga-harga terutama minyak
dunia. Analis memperkirakan $ 200 per barel adalah angka yang mungkin dicapai.
Lebih dari 50 negara di dunia mengalami lonjakan tingkat inflasi di atas satu digit
termasuk Indonesia. Namun dalam sekejapan mata semua berubah drastis. Di
awali oleh apa yang dikenal sebagai krisis sub prime morgage, harga-harga
berjatuhan. Minyak jatuh hingga menembus angka di bawah $ 50 per barel.
Kontraksi dan resesi ekonomi melanda hampir seluruh pusat kapitalisme dan tentu
daerah-daerah pinggirannya. Semua panik, pasar finansial bergejolak jatuh, para
pemimpin berkumpul merunding sambil merinding, dan mereka kaum penjual
tenaga memandang lesu masa depannya yang memang tak pernah terang.
Ekonomi yang mengangkangi politik terjungkal deras, saatnya yang politik
kembali ke muka!
Jalannya sungguh tak mudah! Di negeri kita sendiri, perpolitikan terus saja
berpusat pada kepentingan elit untuk mendapatkan kekuasaan semata.
Pelembagaan politik dan reformasi birokrasi terus diabaikan. Partai-partai yang
bermunculan untuk Pemilu 2009 pun lebih berbau kendaraan politik daripada
sebuah perangkat demokrasi. Pendidikan politik mati! Maka hasilnya pun jelas:
himpunan massa yang lebih dominan bahkan menelan habis kemenjadian
(existence) warga negara. Kekisruhan pilkada di berbagai tempat kami kira cukup
menjelaskan bahwa kekuasaan di negara ini tidak disandingkan dengan kebijakan,
dan bagi massa yang dominan itu kekerasan sudah menjadi bahasa utama ketika
memperjuangkan kepentinganya.

5
Mahasiswa adalah salah satu katalisator bagi perubahan bangsa. Berdiam diri
tentunya bukanlah pilihan. Sayangnya dalam proses mencari bentuk setelah
Reformasi 1998, mahasiswa pada akhirnya terhimpit pada dua masalah kecil yang
dibesar-besarkan, pada dirinya sendiri, yaitu apatisme dan banalitas aksi. Kutipan
pembuka dalam tulisan ini kami kira cukup menggambarkan tentang kondisi
apatis mahasiswa Indonesia saat ini. Sistem pendidikan di kampus-kampus di
alam demokrasi lebih berorientasi pada kepentingan pasar dan mengutamakan
transaksi ilmu pengetahuan (teks) semata serta mengabaikan transaksi nilai (yang
politik). Depolitisasi kampus gaya ‘demokrasi ‘ yang positivistik macam ini
membuat kondisi apatis menjadi semakin sahih. Keberpihakan adalah kesia-sian
jika bukan dosa. Ketiadaan atau kerancuan nilai-nilai (yang politik) akan
mencerabut (disembeded) mahasiswa dari akar masyarakatnya. Kampus harus
direbut kembali untuk terus di isi, diuji dan dimaknai dalam nilai-nilai dan
semangat baru. Jika kampus tak juga beranjak berubah, jangan berani berharap
seorang ‘Obama’ dapat lahir dari kampus semacam itu.
Bertolak dari apatisme mahasiswa tadi, dapat kita temui juga kelompok
mahasiswa yang tetap mencurahkan perhatianya pada kondisi bangsa. Namun
banyak dari aksi yang mereka lakukan akhirnya terjebak pada banalitas. Mereka
lebih bersifat reaktif daripada responsif. Lebih bersifat massa yang marah dari
pada warga negara yang sadar. Lalu terjerumus pada heroisme-heroisme dangkal
yang meniadakan pemahaman mendalam. Dalam demokrasi kita dituntut untuk
menemukan kemungkinan-kemungkinan akan bentuk perjuangan yang lebih
kreatif, berimajinasi dan tidak monoton apalagi mengutamakan kekerasan. Suatu
bentuk yang lebih apresiatif bagi masyarakat sekarang walau tidak pula berarti
menurunkan bobot spririt dan daya dobraknya. Sebuah tesis terkenal dari Marx
bahwa “bukan saatnya lagi untuk meneliti dunia, akan tetapi saatnya untuk
mengubah dunia” seringkali digunakan sebagai pembenaran banyak kawan-
kawan. Jika saja Marx masih hidup tidak salah juga ketika kita menyeletukinya:
“Bisakah kita secara benar mengubahnya, bila kita tidak cukup memahaminya?”
Apatisme dan banalitas menempatkan mahasiswa pada kondisi yang serba
salah. Seakan-akan tidak bisa tidak harus jatuh pada salah satunya. Di saat

6
bersamaan perkembangan-perkembangan keadaan apakah itu politik, ekonomi,
sosial , budaya dan lainnya terasa benar semakin mencemaskan. Pertumbuhan
ekonomi terakhir boleh jadi masih menunjukan positif di atas 6 % (November 08)
namun suasana krisis begitu membayangi bagai awan mendung nan buram kelabu
di atas langit Jakarta yang rawan banjir. Menjadi pertanyaan kemudian apakah
bangsa ini atau malah mahasiswa Indonesia yang sedang berada di tengah krisis?
Ketika kita membicarakan tentang mahasiswa kita tidak bisa mengacuhkan
akan sifat kesementaraan yang dimilikinya. Status mahasiswa yang diperoleh
seseorang tidak akan bisa berlangsung selamanya. Kita bisa melihat ini sebagai
kelemahan mahasiswa sebagai kelompok penekan. Sebaliknya ini juga menjadi
kelebihan tersendiri. Dengan sifat kesementaraan ini, seorang mahasiswa
dihadapkan kesadaran akan batas yang dimilikinya, bahwa mereka sebenarnya
juga tak lebih dari warga negara yang mempunyai privileges menggunakan baju
mahasiswa. Tak terlalu berlebihan jika dapat lebih jernih dalam tuntutanya akan
kebenaran.
Lalu apa yang dapat kita lakukan di tengah himpitan apatisme dan banalitas
aksi, sifat sementara serta tuduhan kerapkali ditunggangi? Jawabannya sungguh
tidaklah mudah. Namun satu hal yang perlu diingat bahwa mahasiswa Indonesia
tidak boleh tercerabut dari hakikatnya sebagai Intelektual muda, warga negara
serta bagian dari masyarakat (yang membedakanya dari kekuasaan). Itulah posisi
mahasiswa . Dengan tidak diingkarinya ketiganya tersebut maka peran mahasiswa
dalam situasi krisis ini pun semakin jelas. Seorang cendekiawan Indonesia (Alm.)
Soedjatmoko dalam buku Cendekiawan dan Politik (1983) membahas secara baik
akan sumbangan yang dapat diberikan: Perombakan pada pencerapan bangsanya
terhadap permasalahan yang dihadapi, merombak kemampuan bangsa untuk itu,
untuk memberikan jawab terhadap masalah-masalah baru, dalam merombak
syarat-syarat yang akan digunakan untuk menetapkan besar dan macamnya bea
yang harus dibayar di dalam perjuangan politik, dalam merumuskan persoalan di
sekitar kekuatan-kekuatan politik dan menentukan anak tangga kekuatan
politiknya sendiri, merombak kriteria pemimpin serta merombak syarat-syarat
evaluasi perbuatan pemimpin.

7
Dari sini kita bisa mengatakan bahwa masih banyak sekali peran mahasiswa
yang bisa dipenuhi daripada sekedar terjebak pada apatisme dan banalitas.
Masalah pendidikan politik kepada warga negara yang lain sebenarnya bukan
murni tugas dari partai politik, pemerintah maupun media saja. Mahasiswa harus
berperan serta dalam pendidikan tersebut. Dalam perjuangan nilai yang
diembannya, mahasiswa tidak bisa hanya terpaku pada satu cara saja. Keluwesan-
keluwesan berupa ktreatifitas, imajinasi serta melihat lebih dalam akan kondisi
masyarakat pun diperlukan di sini. Selain itu, mahasiswa pun diharapkan bisa
mendorong perjuangan baikdi tingkat komunal maupun inter-komunal. Jadi tidak
hanya menyatukan banyak organisasi dalam satu komando, melainkan malah
mendorong (encourage) agar lebih banyak terbentuk alat-alat perjuangan yang
lebih sesuai dengan kondisi sosio-kultural masing-masing elemen sosial. Dan
yang terakhir melalui jalan dialog, suatu strategi diskursus mengupayakan
menggagas suatu platform bersama, suatu cita-cita bersama untuk menyatukan
gagasan dan perjuangan dari berbagai macam elemen kekuatan sosial yang ada.
Pada akhirnya, jika kita mahasiswa Indonesia dapat memenuhi mandat
kediriannya, maka dengan hati yang lebih yakin kita pun dapat menjawab
tanggapan dari seorang mahasiswa Indonesia pada sebuah kelas mata kuliah
Kewarganegaraa di atas. Seperti yang dikatakan Albert Camus: “Saya ingin dapat
mencintai negeri saya dan tetap mencintai keadilan. Karena tidak tiap orang bisa
pindah ke negara lain”.

Mahasiswa Dalam Realitas Negara Demokrasi


Sejak gerakan Reformasi tahun 1998, tapatnya 20 Mei 1998 yang
menyebabkan jatuhnya kekusaan orang nomer satu di tanah air yakni suharto.
Dari sanalah gerakan mahasiswa berperan penting dalam membuka wacana dan
tindakan protes terhadap berlansungnya kekuasaan nergeri yang korup di negeri
ini. Hingga kini perjuangan mahasiswa masih berperan aktif dalam pengawasi dan
memantau perjalanan negeri ini yang di jalakan oleh pemerintah yang kiranya
sesuai dengan keinginan dan kemauan hati nurani rakyat Indonesia.

8
Namun, amat disanyangkan orde baru yang sudah lewat dan era reformasi
masih terus berjalan hingga kini. Selalu ada kekuasaan yang memegang loyalitas
refomasi yang mengatasnamankan rakyat, golongan atau kelompok terntentu dan
mahasiswa. Hal ini di lakukan agar bisa menyikut lawan pesaing yang lain dalam
memperebutkan simpatis terhadap rakyat sendiri. Sekarangpun beragam
golongan, kelompok dan berpuluh-puluh partai yang mengerti arti reformasi,
konstitusi dan reformasi total berdasarkan pancasila. Meski perubahan mungkin
banyak terjadi tapi tak banyak yang mampu memperbaiki kehidupan rakyat tanah
air sendiri.
Dalam buletin Mahasiswa sebuah kampus swata di jogjakarta pada November
tahun 1998. mengatakan, terkait dengan runtuhnya era suharto peran mahasiswa
hanya 5% sedangkan sebagian besar di mainkan oleh (pialang binis) internasional
sebanyak 50% dan sisanya ialah para penyandang dana (Funding) internasioanal
45%. Sungguh ironis memang mahasiswa yang turun kejalan, bersuarakan atas
nama rakyat. Namun, selalu ada pihak baik dalam negeri maupun luar
memafaatkan kesempatan dalam kesempitan. Untuk mengambil keuntungan peran
politis nya.
Melihat kondisi mahasiswa yang dulunya berperan penting dalam pergerakan
reformasi. Kita dapat melihat dua hal yang menjadi kelemahan Mahasiswa.
Pertama aksi reformasi mahasiswa yang turun kejalan ialah bentuk dari reakreasi
politik atau trend demokrasi atas ketidak puasaan pemerintah kepada rakyatnya,
dan tidak jarang sikap anarkis seolah-olah merupakan bentuk dari komunikasi
demontrasi yang Gagal. Kedua, mahasiswa terpisah dari potensi kekuatan rakyat,
dan inilah yang merupakan yang paling pokok yang di lupakan oleh mahasiswa.
Untuk memulai suatu pergerakan, tentunya Mahasiswa harus membentuk
golongan mahasiswa yang benar-benar mengerti tentang peran mahasiswa dalam
membangun Pemerintah yang demokratis. Kemudian memahami aspek-aspek
penting dalam berinteraksi sosial dalam masyarakat dalam sudut padang ekonomi
menyeluruh. Yang kemudian mencari nilai-nilai sejauh mana pemerintah
memberikan pelayanan terhadap rakyatnya. Serta mengkrucutkan ragam bentuk
keinginan suara hati rakyat suatu bangsa yang dalam bentuk satu misi dan visi

9
memperjuangkan rakyat dalam kaitan membangun pemerintah yang demokratis
bagi rakyatnya. Mahasiswa sebagai pemuda bangsa yang nantinya akan kembali
ke masyarakat juga tentu harus mampu dan bisa memberikan pengaruh yang baik
untuk setiap kelompok dan golongan masyarakt untuk tetap bersatu. Dan
Bernaung dalam satu atap bangsa ini.
Posisi sosial Mahasiswa di Indonesia, sejak tahun 1971 hingga sekarang.

Berdasar dokumen yang diterbitkan oleh Program Pengelolaan dan

Pengembangan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Yang pertama kali meluncurkan

program ini ialah UGM (Univesitas Gajah Mada). Hingga tahun kuliah 1973-1974

yang melibatkan 13 universitas di 13 propinsi yang ambil aktif dalam program

ini.Hal ini adalah salah satu langkah peran mahasiswa untuk berkesempatan

melihat lansung dan berinterkasi dengan kehidupan masyarakat secara

menyeluruh. Dengan manggalakan program yang dikiranya tepat untuk lokasi

KKN, diharapakan mahasiswa mampu memberikan arahan dan bimbingan serta

metode dalam menerapkan pikiran-pikiran sosialnya terhadap masyarakat.

Jika kita melihat kilas balik pendidikan bangsa ini, pendidikan hanya mampu

dirasakan oleh keturunan belanda dan kalangan bangsawan. Dan kondisi yang

sekarang tentu lebih baik, dimana semua element golongan apapun berhak

mendapatkan pendidikan. Namun, tetap saja pendidikan di negeri ini masih

berlum merata. Hingga masih dirasakan pendidikan hanya mampu di rasakan

oleh masyarakat yang relative mampu secara ekonomi.

Dengan menyadari hal demikian. Mahasiswa harus lebih memperkuat

perjuangan organisasi dalam lingkup mahasiswa sendiri, mahasiswa harus mulai

mengorganisasikan dan memperkuat organisasi-organsisi karena telah tebukti

perjuangan dari organisasi mahaiswa yang teroganisir sudah mampu membuat

10
perubahan bagi bangsa dan rakyat secara menyeluruh. Oleh karena itu mahasiswa

harus menyusun kekuatan dan memperbanyak silaturhami antar organisasi sesama

Universitas baik negeri dan swsta di tanah air ini. Kekalahan mahasiswa dan

raktyat adalah kuranganya organisasi yang tangguh, padahal yang di hadapi ialah

kekuatan luar biasa teroganisir.

Dengan demikian terbentuknya kekuatan dari mahasiswa yang mampu

menyuarakan suara rakyat akan mampu memberikan peran mahasiswa sendiri

dalam membangun pemerintahan yang benar-benar adil terhadap rakyatnya secara

menyeluruh.

11
BAB II
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Demokrasi berasal dari kara demos dan kratos/katein yang berarti sistem
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam sejarah panjang
pemerintahan Indonesia selalu mengalami pasang surut dalam tatanan demokrasi
mulai dari pemerintahan orde lama, orde baru, dan kini orde reformasi. Dalam
perubahan tatanan demokrasi di Indonesia selalu diwarnai dengan derap
perjuangan pelajar dan mahasiswa. Pemuda, pelajar, dan mahasiswa secara
naluri selalu menjadi agen pengontron (agent of control) dan agen perubahan
(agent of change) demokrasi yang mewarnai percaturan politik di Indonesia.
Melihat fakta sejarah, mahasiswa era tahun 2000 an seakan-akan mempunyai
beban sejarah yang sangat berat. Dari mulai tahun 1908 sampai 1998 mahasiwa
dan pelajar telah terbukti mampu membuat perubahan dan arah perkembangan
demokrasi (dengan berbagai dampaknya) di Indonesia. Selain itu Mahasiswa
Indonesia juga sangat identik sebagai agent of change alias agen perubahan.
Anggapan itu merujuk pada sejarah aksi mahasiswa semasa reformasi yang bisa
menggulingkan Soeharto ataupun era Orde Lama yang menjatuhkan Soekarno.
Lalu bagimana sikap mahasiswa dan pelajar ketika negeri ini sudah lebih
demoktratis. Menurut penulis mahasiswa dan pelajar cukup mengawal dan
mengawasi proses demokrasi ini, tidak perlu terjun langsung ke dalam kancah
politik praktis. Mahasiswa dan pelajar ada baiknya kembali ke khitahnya untuk
fokus study. Perlu kita ingat bahwa saat ini kita mengalami ketertinggalan
dalam dunia pendidikan dibanding negara tetangga (sebut Malaysia dan
Singapura). Walau beban sejarah terus membayangi, pelajar dan mahasiswa
jangan terus dibebani peran sebagai agen perubahan politik dinegeri ini. Beban
mahasiswa sebagai agen perubahan politik harus dikurangi dan kita percayakan
kepada lembaga trias politica, yaitu eksekutif, legistatitif dan yudikatif, namun
sebagai agen pengontrol, mahasiswa masih tetap diperlukan. Rakyat akan
menilai apakah lembaga negara sanggup menjadi agent of change. Jika tidak

12
sanggup, mahasiswa akan kembali tampil sebagai agen pembaharu yang
meluruskan kembali hakikat demokrasi yang seutuhnya

3.2 Saran
Semoga makalah ini berguna untuk menambah pengetahuan kita mengenai peran
mahasiswa dalam demokrasi.

13
MAKALAH

PERAN MAHASISWA DALAM


DEMOKRASI

OLEH
1. ELISABETH TANDE S.
2. ELISABETH NONA MARLIN
3. MARIA NUR KAMELIA
4. THERESIA WATI
5. ARKADIUS WARIAMIN
6. YOHANES MANTI
7. SILVESTER D.N. BOE

PROGRAM STUDI PGSD


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS FLORES
ENDE
2010

14

You might also like