You are on page 1of 34

PERBANDINGAN PENERAPAN PEMBELAJARAN

KONVENSIONAL DAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF


TIPE STAD DALAM PENCAPAIAN TUJUAN KOGNITIF
PADA SISWA KELAS VII B DAN VII C SMP NEGERI 28
SURABAYA TAHUN 2006/2007

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh
MOCH. HENDY BAYU PRATAMA
NIM 061494070

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGAJAR
2007
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan belajar mengajar di dalam kelas yang dilakukan guru bersama
murid akan menghasilkan sekelompok murid cepat belajar dengan prestasi baik,
sekelompok murid sedang dengan prestasi sedang, dan sekelompok murid rendah
dengan prestasi rendah pula. Biasanya, keadaan seperti ini membuat kelompok
murid rendah akan memunculkan reaksi-reaksi tertentu yang menimbulkan
masalah belajar, seperti membuat ramai. Kelompok ini melakukan hal tersebut
karena mereka mempunyai kesulitan belajar.
Kesulitan belajar ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam
proses belajar. Individu yang mengalami kesulitan belajar akan terhambatan
dalam proses belajarnya, terutama dalam mencapai tujuan. Kesulitan belajar
sebagai masalah sebenarnya terletak dalam hambatan ini, yaitu akibat yang
mungkin timbul, baik terhadap dirinya maupun lingkungannya jika hambatan-
hambatan ini tidak dapat diatasi. Oleh karena itu adanya kesulitan belajar
menuntut adanya usaha-usaha untuk memecahkannya.
Jenis masalah belajar ada bermacam-macam. Haditono (dalam Iskandar
dkk, 1995:276) mengelompokkan menjadi empat kategori, yakni dari kategori
biologi, psikologis, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dari keempat kategori
tersebut, salah satu masalah belajar yang paling nyata adalah cara mengajar yang
kurang tepat. Jika seorang guru mengajar siswanya dengan cara yang salah,
seperti memakai metode ceramah saja, maka yang terjadi adalah siswa menjadi
merasa bosan dan menjadi kurang termotivasi untuk mengikuti pelajaran. Jika hal
ini terjadi, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai dengan maksimal. Maka
dari itu, untuk menanggulangi hal tersebut, ada baiknya jika pada salah satu
kegiatan belajar mengajar memakai metode pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah mengupayakan peserta didik untuk
mampu mengajarkan kepada peserta lain. Pembelajaran kooperatif tipe STAD
adalah model pembelajaran yang paling sederhana. Guru yang menggunakan
STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi
akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau
teks (Ibrahim dkk, 2000:20).
Karena objek penelitian ini adalah sekelompok siswa dan sengaja
dilakukan oleh guru untuk menyempurnakan atau meningkatkan proses dan
praksis pembelajaran, maka penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas.
Menurut Arikunto (2006:91), penelitian tindakan kelas adalah suatu pencermatan
terhadap kegiatan yang sengaja dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas.
Adapun menurut Suyanto (1997), penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk
peneltian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu
agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas
secara profesional. Tujuan utama penelitian tindakan kelas adalah untuk
mengembangkan ketrampilan guru yang bertolak dari kebutuhan untuk
menanggulangi berbagai permasalahan pembelajaran aktual yang dhadap di
kelasnya. Selain itu, tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk meningkatkan
dan atau memperbaiki praktik pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru
(Sadikin dan Suranto, 2002).
Karena penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, maka harus ada
yang menjadi bahan penelitian. Adapun bahan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah karya fiksi yang berbentuk cerpen. Alasan dipergunakan
karya fiksi atau cerpen sebagai bahan penelitian tersebut, karena bermanfaat untuk
memberikan hiburan, sekaligus secara tidak langsung pembaca dapat belajar
berbagai permasalahan kehidupan yang secara sengaja ditawarkan oleh pengarang
Melihat besarnya manfaat fiksi sebagai karya sastra dalam mendukung
pengalaman dalam menjalani kehidupan, maka sudah selayaknya keberadaan
sastra mendapat perhatian dalam dunia pendidikan. Untuk membangkitkan
semangat siswa dalam menggemari sastra dapatlah ditempuh dengan cara
menghadirkan karya sastra dalam pengajaran bahasa dan sastra Indonesia.
Dalam dunia pendidikan, kegiatan memahami sastra dituangkan dalam
kurikulum sebagaimana yang dapat dilihat pada tujuan umum pengajaran bahasa
dan sastra Indonesia tahun 1994 butir keempat, yaitu: menikmati, menghayati, dan
memamfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas
wawasan kehidupan sastra, mengingkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa (GBPP, 1994).
Kreativitas guru sangat diperlukan dalam mencapai tujuan pengajaran
memahami sastra. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan
menghadirkan cerpen sebagai bahan pengajaran memahami karya sastra.
Cerpen dapat dimanfaatkan sebagai sarana perubahan minat sastra,
khususnya dalam bidang pengajaran sastra di sekolah, karena cerpen lebih
diminati dan mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya,
dengan bahan cerpen ini banyak mempunyai keuntungan-keuntungan praktis,
terutama dalam penyajiannya. Sebuah cerita pendek biasanya dapat sampai selesai
dalam sekali jam tatap muka, dan tugas-tugas yang berhubungan dalam cerita
pendek tersebut biasanya dapat selesai pula untuk dibaca dan ditelusuri bersama-
sama oleh seluruh siswa dalam sekelas (Rahmanto, 1988:88).
Berdasarkan gambaran diatas, dapat ditegaskan bahwa yang dipakai
sebagai bahan penelitian ini adalah prosa yang berbentuk cerpen. Dalam
penelitian ini juga hendak diungkapkan kemampuan siswa dalam mencapai tujuan
kognitif dalam memahami sebuah karya sastra (cerita anak terjemahan) yang
berjudul “Georgia Abbot” dengan metode pembelajaran konvensional dan
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Alasan peneliti menggunakan teori perbandingan penerapan pembelajaran
konvensional dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD, antara lain, (1) teori
kooperatif tipe STAD jarang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar
sekarang. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk menerapkannya; (2) sejauh
sepengetahuan peneliti, belum ada yang menggunakan kedua teori tersebut untuk
menganalisis hasil belajar siswa SMP Negeri 28 Surabaya.
Adapun alasan peneliti mengambil SMP Negeri 28 Surabaya, termasuk
siswa kelas VII B dan VII C, sebagai sampel penelitian, antara lain, (1) SMP
Negeri 28 Surabaya termasuk SMP favorit di Surabaya, khususnya di daerah
Lidah dan sekitarnya, (2) SMP Negeri 28 adalah tempat peneliti untuk
melaksanakan PPL 2, (3) sejauh sepengetahuan peneliti, hanya ada satu orang
yang menggunakan SMP Negeri 28 sebagai sampel penelitian, yakni penelitian
yang dilakukan oleh Yulis Nurfatna.

1.2 Rumusan Permasalahan


Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan
permasalahan yang berhubungan dengan topik penelitian, yakni bagaimana
perbandingan hasil belajar dengan metode pembelajaran konvensional dan
pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pencapaian tujuan kognitif pada siswa
kelas VII B dan VII C SMP Negeri 28 Surabaya tahun 2006/2007.

1.3 Tujuan Penelitian


Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian ini
adalah mendeskripsikan perbandingan hasil belajar dengan metode pembelajaran
konvensional dan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pencapaian tujuan
kognitif pada siswa kelas VII B dan VII C SMP Negeri 28 Surabaya tahun
2006/2007.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
model pembelajaran kooperatif, khususnya tipe STAD yang dikembangkan oleh
Robets Slavin. Dalam hal ini, sumbangan pada model pembelajaran kooperatif
dikhususkan pada tipe STAD.

1.4.2 Manfaat Praktis


Secara praktis, manfaat dalam penelitian ini, antara lain.
(1) Bagi Siswa
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan siswa mampu
mengembangkan keterampilan berpikir secara krisis dalam memahami
karya sastra, sehingga dapat meningkatkan prestasi siswa dalam mata
pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
(2) Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat membantu guru dalam meningkatkan
kualitas profesional guru dan menentukan pendekatan pelajaran yang tepat
dalam pembelajaran memahami karya sastra. Dengan demikian guru dapat
memperbaiki hal-hal yang masih kurang dalam mencapai tujuan yang
diharapkan.
(3) Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai
masukan dalam mengambil kebijakan pada proses pembelajaran di
sekolah.
(4) Bagi Peneliti
Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan tambahan
informasi sekaligus sebagai umpan untuk mengembangkan penelitian lain
yang berkaitan dengan pembelajaran yag lebi komples ataupun lainnya
dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan

1.5 Definisi, Asumsi, dan Keterbatasan


1.5.1 Definisi
Agar terhindar dari penafsiran yang kurang tepat terhadap permasalahan
khususnya terhadap penelitian ini, maka penulis memberikan secara operasional
dalam penelitian.
(1) Pembelajaran konvensional adalah salah satu model pembelajaran yang
hanya memusatkan pada metode pembelajaran ceramah. Pada model
pembelajaran ini, siswa diharuskan untuk menghafal materi yang
diberikan oleh guru dan tidak untuk menghubungkan materi tersebut
dengan keadaan sekarang.
(2) Pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran yang
mengupayakan peserta didik untuk mampu mengajarkan kepada peserta
lain.
(3) STAD adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang mengacu
kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru
kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks.
Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan
anggota 4—5 orang. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau
perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya
dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan
pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau melakukan diskusi.
(4) Kognitif adalah kemampuan atau proses pikir intelektual yang dimiliki
oleh setiap individu.

1.5.2 Asumsi
Menurut Surakhmad (dalam Arikunto, 2006:60), asumsi atau anggapan
dasar adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya dapat diterima oleh
penyelidik. Berdasarkan latar belakang yang ada, asumsi dalam penelitian ini
sebagai berikut:
(1) tiap individu mempunyai kemampuan dasar memahami unsur intrinsik
cerita
(2) tiap individu mempunyai tingkat kognitif yang berbeda-beda
(3) ada pengaruh penggunaan pembelajaran kontekstual terhadap pelajaran
menganalisis unsur intrinsik

1.5.3 Keterbatasan
Dalam setiap penelitian harus ada keterbatasan. Hal ini bertujuan untuk
menghindari meluasnya penjabaran analisis, tetapi langsung merujuk ke rumusan
dan tujuan permasalahan. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain:
(1) penelitian yang dilakukan terbatas hanya pencapaian tujuan kognitif yang
dilakukan oeh siswa dengan menerapkan metode pembelajaran
konvensional dan pembelajaran kooperatif tipe STAD
(2) penelitian ini terbatas pada siswa kelas VII C dan VII D di SMP Negeri 28
Surabaya
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penemuan yang Lalu


Menurut sepengetahuan peneliti, pada tingkat fakultas, pengkajian yang
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini hanya ada dua orang.
Gambaran kedua peneliti tersebut bisa dilihat pada tabel I.
Tabel I
Penelitian yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
No Peneliti Judul Tahun Kategori Inti Bahasan
1 Yulia Nurfatna Keefektifan Model 2006 Laporan Mendeskripsikan
(061494120) Pembelajaran keberhasilan model
Kooperatif Tipe pembelajaran kooperatif
STAD dalam tipe STAD dalam
Pencapaian Tujuan pencapaian tujuan
Kognitif dan kognitif dan afektif di
Afektif kelas VII F SMP Negeri
28 Surabaya.
2 Dina Ziadatul Peningkatan 2006 Skrirsi Mendeskripsikan
Wiyani Pembelajaran langkah-langkah,
Apresiasi Puisi peningkatan hasil belajar,
dengan Pendekatan dan peningkatan respon
Kontekstual model siswa dalam pembelajaran
Kooperatif tipe kooperatif tipe STAD
STAD Siswa X.2 dengan pendekatan
SMA Negeri 1 kontekstual Siswa X.2
Talun Blitar SMA Negeri 1 Talun
Blitar

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Yulis Nurfatna. Dalam


penelitiannya, ia mendeskripsikan keberhasilan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD dalam pencapaian tujuan kognitif dan afektif pada siswa kelas VII F
SMP Negeri 28 Surabaya. Dalam penelitian tersebut, Nurfatna (2006:15)
menyimpulkan, dari analisis data berupa analisis ketuntasan belajar tiap siswa
kelas VII F SMP Negeri 28 Surabaya pada kemampuan akademik, 92,5% siswa
telah mencapai ketuntasan belajar dan mencapai tingkat perkembangan
pengetahuan yang cukup besar. Dari segi pencapaian keterampilan sosial, dapat
diketahui juga bahwa siswa sudah berhasil dalam kegiatan kooperatif melalui
bertanya, bekerjasama dalam memberikan ide, menghormati pendapat orang lain,
namun masih perlu ditingkatkan lagi dalam keterampilan menyanggah.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Dina Ziadatul Wiyani. Dalam
penelitiaannya, ia mendeskripsikan langkah-langkah, peningkatan hasil belajar,
dan peningkatan respon siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan
pendekatan kontekstual siswa kelas X.2 SMA Negeri 1, Talun, Blitar. Dalam
penelitian tersebut, Wiyani (2006:52—53) menyimpulkan bahwa hasil belajar
siswa kels X.2 SMA Negeri 1, Talun, Blitar, mengalami peningkatan, yakni
sebesar 86,5%. Sedangkan respon siswa terhadap penerapan pembelajaran
kooperatif tipe STAD ini adalah banyak yang menyukainya, yakni 75,3%.
Adapun sebagian besar (84,3%) alasannya adalah bisa mengurangi rasa bosan,
dan juga bisa meningkatkan bersosialisasi dengan sesamanya dalam memahami
informasi atau materi.

2.2 Teori yang Mendasari


Berdasarkan judul penelitian, yakni “Perbandingan Penerapan
Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dalam
pencapaian Tujuan Kognitif pada Siswa kelas VII B dan VII C SMP Negeri 28
Surabaya Tahun 2006/2007,” maka dalam bab ini peneliti menggemukakan teori
yang berkaitan dengan variabel yang terdiri dari penerapan pembelajaran
konvensional dan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2.2.1 Pembelajaran Kooperatif
Menurut Suyanto (2005), pembelajaran kooperatif adalah suatu metode
pembelajaran yang mengupayakan peserta didik untuk mampu mengajarkan
kepada peserta lain. Pengorganisasian pembelajaran dicirikan siswa yang bekerja
dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerja sama pada suatu
tugas bersama, dan mereka akan berbagi penghargaan bila mereka berhasil
sebagai kelompok.
Pembelajaran kooperatif ini mengacu kepada metode pengajaran dimana
siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar.
Banyak terdapat pendekatan kooperatif yang berbeda antara satu dengan lainnya.
Kebanyakan melibatkan siswa dalam kelompok yang terdiri dari empat siswa
dengan kemampuan yang berbeda-beda (Slavin, dalam Nur dan Wikandari,
2000:25).
Lebih lanjut lagi, aktivitas pembelajaran kooperatif dapat memainkan
banyak peran dalam pelajaran. Dalam satu pelajaran tertentu, pembelajaran
kooperatif dapat digunakan untuk tiga tujuan berbeda. Pembelajaran kooperatif
dapat digunakan untuk memecahkan sebuah masalah yang kompleks.
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan metode diskusi yang biasanya
dilaksanakan dikelas karena didalamnya menekankan pembelajaran dalam
kelompok kecil dimana siswa belajar dan bekerja sama untuk mencapai tujuan
yang optimal. Pembelajaran kooperatif meletakan tanggung jawab individu
sekaligus kelompok sehingga percaya diri siswa tumbuh dan berkembang secara
positif. Kondisi ini dapat mendorong siswa untuk belajar, bekerja, dan
bertanggung jawab secara sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Suyanto, 2005).
Menurut Rustarmadi (2006) dan Ibrahim, dkk (2000:6—7), Pembelajaran
kooperatif memiliki ciri khusus, antara lain:
(1) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya,
(2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang,
dan rendah,
(3) siswa dituntut untuk bekerja sama dalam kesamaan dan perbedaan,
(4) pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi
yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa, sebagai
latihan hidup bermasyarakat,
(5) penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Menurut Ibrahim, dkk (2000:7), pembelajaran kooperatif dikembangkan
untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasl
belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan
ketrampilan sosial.
Menurut Lie (1999), pembelajaran kooperatif mempunyai banyak manfaat
bagi siswa. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:
(1) siswa dapat meningkatkan kemampuan bekerja sama,
(2) siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk menghargai perbedaan,
(3) partisipasi siswa dalam proses pembelajaran,
(4) mengurangi kecemasan siswa,
(5) menngkatkan motivasi, harga diri, dan sikap positif, dan
(6) meningkatkan prestasi akademis siswa.
Pada pembelajaran kooperatif dapat dilihat langkah-langkah model
pembelajaran kooperatif (Suharto, dkk, 2006:78) pada tabel II.
Tabel II
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
NO FASE PERAN GURU
1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
siswa yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar
2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan
3 Mengorganisasikan siswa ke dalam Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
kelompok belajar caranya membentuk kelompok belajar
4 Membimbing kelompok bekerja dan Guru membimbing kelompok belajar
belajar
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar dan
mempresentasikan hasil kerjanya
6 Memberi penghargaan Guru memberi penghargaan untuk upaya hasil
belajar individu dan kelompok

Pembelajaran kooperatif ini memiliki berbagai jenis atau tipe, antara lain:
STAD (Student Teams-Achievement Divisions), TGT (Teams-Games-
Tournament), TAI (Team-Assisted-Individualization), CIRC (Cooperative
Integraded Reading and Composition), Jigsaw, Learning Together, dan
Investigasi Kelompok. Tipe-tipe tersebut memiliki metode yang berbeda-beda,
walaupun memiliki ciri yang sama.

2.2.2 Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD


STAD merupakan salah satu sistem pembelajaran kooperatif yang
didalamnya siswa dibentuk ke dalam kelompok belajar yang terdiri dari 4 atau 5
anggota yang mewakili siswa dengan tingkat kemampuan dan jenis kelamin yang
berbeda. Guru memberikan pelajaran dan selanjutnya siswa bekerja dalam
kelompok masing-masing untuk memastikan bahwa anggota kelompok telah
menguasai pelajaran yang diberikan. Kemudian, siswa melaksanakan tes atas
materi yang diberikan dan mereka harus mengerjakan sendiri tanpa bantuan siswa
lainnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Ibrahim dkk (2000:20—21), yang
menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model
pembelajaran yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga
mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru
kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa
dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4—5
orang. Setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki dan perempuan yang
berasal dari berbagai suku, dan memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang
lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu
sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain
dan atau melakukan diskusi.
Lebih lanjut lagi, menurut Slavin (dalam Nur dan Wikandari, 2000:26),
dalam STAD, siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang
yang merupakan campuran mnurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru
menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.
Akhirnya, seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu, pada waktu kuis ini
mereka tidak dapat saling membantu.
Menurut Nur dan Wikandari (2000:31—32), STAD terdiri dari siklus
kegiatan pengajaran biasa seperti berikut ini:
• Mengajar: menyajikan pelajaran
• Belajar dalam tim: siswa bekerja di dalam tim mereka dengan dipandu
oleh lembar kegiatan siswa untuk menuntaskan materi pelajaran
• Tes: siswa mengerjakan kuis atau tugas lain secara individual
• Penghargaan tim: skor tim dihitung berdasarkan skor peningkatan anggota
tim, dan sertifikat, laporan berkala kelas, atau papan pengumuman
digunakan untuk memberi penghargaan kepada tim yang berhasil
mencetak skor tinggi.
Langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut (Nur dan
Wikandari, 2000:32—35):
1. Bagilah kelompok ke dalam kelompok-kelompok masing-masing terdiri
dari empat atau lima anggota. Sebaiknya empat anggota; membuat tim
terdiri dari lima anggota hanya apabila kelas tidak dapat dibagi habis
dengan empat anggota. Untuk menempatkan siswa dalam kelompok,
urutkan mereka dari atas ke bawah berdasarkan kinerja akademik tertentu
dan bagilah daftar siswa yang telah urut itu menjadi empat. Kemudian
ambil satu siswa dari tiap perempatan itu sebagai anggota tiap tim,
pastikan bahwa tim-tim yang terbentuk itu berimbang menurut jenis
kelamin dan asal suku.
2. Buatlah lembar kegiatan siswa (LKS) dan kuis pendek untuk pelajaran
yang anda rnerencanakan untuk diajarkan. Selama belajar kelompok (satu
atau dua periode kelas) tugas anggota tim adalah menguasai secara tuntas
materi yang anda presentasikan dan membantu anggota tim mereka
menguasai secara tuntas materi tersebut. Siswa mendapat LKS atau materi
pelajaran lain yang dapat mereka gunakan untuk latihan keterampilan yang
sedang diajarkan dan menilai mereka sendiri dan anggota tim mereka.
3. Pada saat anda menjelaskan STAD, kepada kelas anda, bacakan tugas-
tugas yang harus dikerjakan tim.
• Mintalah anggota tim bekerja sama mengatur bangku atau
meja-kursi mereka, dan berikan siswa kesempatan sekitar 10 menit
untuk memilih nama tim mereka.
• Bagilah LKS atau materi belajar lain (dua set untuk tiap
tim).
• Anjurkan agar siswa pada tiap-tiap tim bekerja dalam
duaan (berpasangan) atau tigaan. Apabila mereka sedang mengerjakan
soal, setiap siswa dalam suatu pasangan atau tigaan hendaknya
mengerjakannya diantara teman dalam pasangan atau tigaan itu.
Apabila ada siswa yang tidak dapat mengerjakan soal itu, teman satu
tim siswa itu memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan soal itu.
Apabila siswa-siswa itu sedang mengerjakan soal-soal jawaban
singkat, mereka dapat saling mengajukan pertanyaan di antara satu
tim, partner secara bergantian memegang lembar jawaban atau
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
• Beri penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh
mengakhiri kegiatan belajar sampai mereka yakin bahwa seluruh
anggota tim mereka dapat menjawab 100% benar soal-soal kuis
tersebut.
• Pastikan siswa memahami bahwa LKS itu untuk belajar,
bukan untuk diisi dan dikumpulkan. Oleh karena itu, penting bagi
siswa pada akhirnya diberi lembar kunci jawaban LKS untuk
mengecek pekerjaan mereka sendiri dan teman satu tim mereka pada
saat mereka belajar.
• Berikan kesempatan kepada siswa untuk saling
menjelaskan jawaban mereka, tidak hanya saling mencocokan jawaban
mereka dengan lembar kunci jawaban itu.
• Apabila siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka
mengajukan pertanyaan itu kepada teman satu timnya sebelum
mengajukan kepada anda.
• Pada saat siswa sedang bekerja dalam tim, berkelilinglah
di dalam kelas, berikanlah pujian kepada tim yang bekerja baik dan
secara bergantian duduklah bersama tiap tim untuk memperhatikan
bagaimana anggota-anggota tim itu bekerja.
4. Bila tiba saatnya memberikan kuis, bagikan kuis atau bentuk evaluasi yang
lain, dan berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan tes
itu. Jangan mengijinkan siswa untuk bekerja sama pada saat mengerjakan
kuis itu; pada saat ini mereka harus menunjukkan bahwa mereka telah
belajar sebagai individu. Mintalah siswa menggeser tempat duduknya
lebih jauh bila hal ini dimungkinkan. Salah satu cara dapat ditempuh,
meminta siswa saling menukarkan pekerjaan mereka dengan siswa
anggota tim lain atau mengumpulkan pekerjaan itu untuk anda periksa
sendiri apda kesempata lain.
5. Buatlah skor individual dan skor tim. Skor tim pada STAD didasarkan
pada peningkatan skor anggota tim dibandingkan dengan skor yang lalu
mereka sendiri. Sesegera mungkin setelah tiap kuis, anda seharusnya
menghitung skor peningkatan individual dan skor tim, dan mengumumkan
skor tim itu secara tertulis di papan pengumuman atau cara lain yang
sesuai. Apabila mungkin, pengumuman skor tim itu dilakukan pada
pertemuan pertama setelah kuis tersebut. Hal ini membuat hubungan
antara bekerja dengan baik dan menerima pengakuan jelas bagi siswa,
meingkatkan motivasi mereka untuk melakukan yang terbaik. Hitunglah
skor tim dengan menjumlahkan poin peningkatan yang diperoleh tiap
anggota tim dan membagi jumlah itu dengan jumlah anggota tim yang
mengerjakan kuis itu.
6. Pengakuan kepada prestasi tim. Segera setelah anda menghitung poin
untuk tiap siswa dan menghitung skor tim. Anda hendaknya
mempersiapkan semacam pengakuan kepada tiap tim yang mencapai rata-
rata peningkatan 20 atau lebih. Anda dapat memberikan sertifikat kepada
anggota tim atau mempersiapkan suatu peragaan dalam papan
pengumuman. Penting untuk membantu siswa menghargai skor tim. Minat
anda sendiri yang besar terhadap skor tim akan membantu. Apabila anda
memberikan lebih dari satu kuis dalam satu minggu, kombinasikan hasil-
hasil kuis itu ke dalam satu skor mingguan. Setelah 5 atau 6 minggu
penerapan STAD, aturlah ulang siswa ke dalam tim-tim baru. Hal ini
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan teman
sekelas yang lain dan menjaga program pengajaran tetap segar.
Setiap model-model pembelajaran, pasti mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Begitu juga pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Adapun
kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:
- dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar,
- dapat meningkatkan prestasi belajar siswa,
- dapat meningkatkan kreativitas siswa,
- dapat mendengar, menghormati, serta menerima pendapat siswa
lain,
- dapat mengurangi kejenuhan dan kebosanan,
- dapat mengidntifikasikan perasaannya juga perasaan siswa lain,
- dapat menyakinkan dirinya untuk orang lain dengan membantu
orang lain dan menyakinkan dirinya untuk saling memahami dan
saling mengerti.
Selain kelebihan, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga memiliki
kekurangan, antara lain:
- setiap siswa harus berani berpendapat atau menjelaskan kepada
teman-temannya,
- siswa akan sedikit ramai ketika perpindahan kelompok (dari
kelompok asal ke kelompok ahli dan sebaliknya),
- sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pembelajaran
kooperatif tipe STAD ini harus lengkap,
- pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga memerlukan banyak
waktu.

2.2.3 Pembelajaran Kovensional


Pembelajaran konvensional adalah salah satu model pembelajaran yang
hanya memusatkan pada metode pembelajaran ceramah. Pada model
pembelajaran ini, siswa diharuskan untuk menghafal materi yang diberikan oleh
guru dan tidak untuk menghubungkan materi tersebut dengan keadaan sekarang
(kontekstual). Berikut akan dijelaskan, perbedaan antara pembelajaran
konvensional dan pembelajaran kooperatif, pada tabel III.
Tabel III
Perbedaan antara Model Pembelajaran Konvensional dan Kooperatif
KONVENSIONAL KOOPERATIF
Menyadarkan pada hafalan Menyadarkan pada memori spasial
Pemilihan informasi atau materi ditentukan oleh Pemilihan informasi atau materi berdasarkan
guru kebutuhan individu siswa
Cenderung terfokus pada satu bidang tertentu Mengitegrasikan beberapa bidang disiplin
Memberikan tumpuan informasi atau materi Selalu mengaitkan informasi atau materi dengan
kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan pengetahuan awal yang dimiliki siswa
Memberikan hasi belajar hanya melalui Menerapkan penilaian autentik melalui
kegiatan berupa ujian atau ulangan penerapan praktis dalam pemecahan masalah

Adapun langkah-langkah dari model pembelajaran konvensional bisa


dilihat pada tabel IV sebagai berikut:
Tabel IV
Langkah-langkah Model Pembelajaran Konvensional
NO FASE PERAN GURU
1 Menyampaikan tujuan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut
2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa secara
tahap demi tahap dengan metode ceramah
3 Mencek pemahaman dan memberikan Guru mencek keberhasilan siswa dan
umpan balik memberikan umpan balik
4 Memberikan kesempatan latihan Guru memberikan tugas tambahan untuk
lanjutan dikerjakan di rumah.

2.3 Ringkasan dan kerangka berpikir

2.4 Hipotesis
Hipotesis yang dirumuskan dapat diterima atau ditolak berdasarkan hasil
dari penelitian. Artinya, hipotesis yang dikemukakan harus diuji kebenarannya.
Berdasarkan permasalahan dari kajian pustaka yang telah diuraikan, maka
hipotesis dari penelitian ini adalah “ada peningkatan pencapaian tujuan kognitif
yang dilakukan siswa ketika dilakukan metode pembelajaran kooperatif tipe
STAD”

3.1Pemilihan subjek (populasi, sampel (cuplikan) dan teknik smpling


(pencuplikan)
3.2 desain & pendekatan pen
3.3 pengumpulan data
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian memberikan rambu-rambu agar penelitian mempunyai


patokan atau memberi panduan pada penulis tentang melakukan penelitian dengan
uraian meupun teknik yang dapat dipertanggung jawabkan sehingga diperoleh
kejelasan ilmiah.
Pembahasan pada bab ini meliputi: jenis penelitian, penentuan populasi
dan sampel, tempat dan waktu penelitian, rancangan penelitian, variabel
penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data,
dan metode analisis data. Untuk lebih jelas, maka akan diuraikan satu persatu
tentang hal tersebut.
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Menurut Arikunto
(2006:91), penelitian tindakan kelas adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan
yang sengaja dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas. Adapun menurut
Suyanto (1997), penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk peneltian yang
bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat
memperbaiki atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara
profesional. Tujuan utama penelitian tindakan kelas adalah untuk
mengembangkan ketrampilan guru yang bertolak dari kebutuhan untuk
menanggulangi berbagai permasalahan pembelajaran aktual yang dihadapi di
kelasnya. Selain itu, tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk meningkatkan
dan atau memperbaiki praktik pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru
(Sadikin dan Suranto, 2002).

3.2 Penentuan Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi penelitian
Menurut Arikunto (2006:102), populasi adalah keseluruhan subjek yang
dijadikan penelitian. Adapun menurut Hadi (dalam Asnawati, 2006:16), populasi
adalah sekelompok penduduk yang dimaksud untuk diselidiki. Jadi dapat
disimpulkan bahwa populasi adalah sekelompok subjek dalam daerah atau
lingkungan tertentu yang menjadi subjek penelitian.
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII C dan VII D
SMP Negeri 28 Surabaya dengan jumlah siswa tiap kelas rata-rata 40 siswa,
sehingga jumlah keseluruhan populasi sebanyak 80 siswa. Siswa kelas VII C dan
VII D sama-sama mempunyai kemampuan tingkat kognitif atau akademik yang
heterogen. Dalam hal ini peneliti bertidak sebagai guru dan siswa kelas VII C dan
VII D SMP Negeri 28 Surabaya sebagai subjek penelitian.

3.2.2 Sampel
Menurut Hadi (dalam Asnawati, 2006:16), sampel adalah sebagian dari
populasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Arikunto (2006:117) yang menyatakan
bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII C dan VII D. Dalam
penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan teknik
random sampling. Adapun cara yang digunakan adalah teknik cara undian.
Menurut Riyanto (1996:71), teknik undian dilakukan dengan cara menuliskan
semua nomor subjek, kemudian diambil tanpa prasangka apapun sesuai dengan
sampel yang ditentukan. Dalam penelitian ini sampel yang dipakai adalah 30
responden tiap kelas. Alasan peneliti hanya mengambil 30 responden tiap kelas
adalah, karena peneliti menganggap dengan 30 responden sudah bisa mewakili
seluruh subjek penelitian.
.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 28 Surabaya pada semester genap
tahun ajaran 2006/2007. Implementasi penelitian ini dilakukan pada bulan Mei
2007, atau tepatnya pada tanggal 24 dan 26 Mei 2007.

3.4 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian one group pre test post
test desain. Menurut Arikunto (2006), rancangan penelitian tersebut digambarkan
sebagai berikut:
01 X 02
Keterangan:
01: Pre test, yaitu tes yang dilakukan di awal pokok bahasan yang bertujuan
untuk mengetahui pengetahuan awal siswa.
X: Perlakuan, yaitu pelaksanaan pembelajaran konvensional dan kooperatif
tipe STAD pada pokok bahasan memahami cerita anak terjemahan
02: Post test, yaitu tes di akhir pokok bahasan yang bertujuan untuk
mengetahui tingkat penguasaan materi siswa yang diketahui dari
ketuntasan hasil belajar.

3.5 Variabel Penelitian


Variabel yang akan diamati dalam penelitian ini adalah:
(1) Pelaksanaan metode pembelajaran konvensional
(2) Pelaksanaan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD
(3) Aktivitas guru dan siswa
(4) Penguasaan konsep materi Bahasa dan Sastra Indonesia (memahami cerita
terjemahan)

3.6 Prosedur Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan
pmbelajaran dan tahap pelaksanaan pembelajaran.
(1) Tahap Persiapan
(a) Analisis tujuan pembelajaran umum
Pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran yang mengacu
pada kompetensi dasar kurikulum 2004 (KBK) yang nantinya dikuasai
oleh siswa setelah proses belajar mengajar. Dalam penelitian ini,
kompetensi dasar pada pokok bahasan memahami cerita anak terjemahan
adalah “siswa dapat membaca buku cerita anak terjemahan dan
menganalisis unsur-unsurnya”.
(b) Analisis siswa
Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai subjek penelitian
adalah siswa kelas VII B dan VII C SMP Negeri 28 Surabaya yang pilih
secara acak dengan cara diudi, terdiri dari --- siswa laki-laki dan --- siswa
perempuan yang memiliki tingkat kemampuan akademik yang heterogen.
Selain itu, siswa latar belakang sosial ekonomi dan jenis kelamin yang
berbeda.
(c) Analisis konsep
Analisis konsep diilakukan dengan mengidentifikasi konsep-
konsep utama pada materi yang akan diajarkan. Hasil analisis konsep
tentang memahami cerita anak terjemahan berupa ringkasan materi
memahami cerita anak terjemahan yang dikerjakan siswa dalam bentuk
portofolio, meliputi:
1) Menemukan unsur intrinsik di dalam cerita anak
terjemahan yang disertai bukti yang mendukung
2) Mengungkapkan pikiran dan imajinasi berkenaan dengan
unsur pelaku dan latar dari cerita anak terjemahan yang dibaca
3) Mengaitkan isi buku cerita dengan kehidupan sekarang
(d) Merumuskan indikator hasil belajar
Merumuskan indikator hasil belajar berdasarkan analisis pokok
bahasan dan rumusan indikator hasil belajar selanjutnya akan digunakan
untuk mengembangkan perangkat pembelajaran dan menyusun tes hasil
belajar. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Mampu menemukan tema, latar, perwatakan, dan nilai
dalam cerita terjemahan disertai dengan bukti yang mendukung.
2) Mampu mengungkapkan pikiran dan imajinasi berkenaan
dengan unsur pelaku dan latar dari cerita anak terjemahan yang
dibaca
3) Mampu mengaitkan isi buku cerita dengan kehidupan
sekarang
Selanjutnya dari indikator tersebut, akan dijabarkan lagi menjadi
beberapa subindikator, yaitu:
1) Mampu menemukan tema dalam cerita anak terjemahan.
2) Mampu menemukan latar dalam cerita anak terjemahan
yang disertai dengan bukti yang mendukung.
3) Mampu menemukan perwatakan dalam cerita anak
terjemahan yang disertai dengan bukti yang mendukung.
4) Mampu menemukan nilai moral dalam cerita anak
terjemahan yang disertai dengan bukti yang mendukung.
5) Mampu menemukan plot dalam cerita anak terjemahan.
6) Mampu menemukan sudut pandang dalam cerita anak
terjemahan yang disertai dengan bukti yang mendukung.
7) Mampu mengungkapkan pikiran dan imajinasi berkenaan
dengan unsur pelaku dari cerita anak terjemahan yang dibaca
8) Mampu mengungkapkan pikiran dan imajinasi berkenaan
dengan unsur latar dari cerita anak terjemahan yang dibaca
9) Mampu mengaitkan isi buku cerita dengan kehidupan
siswa atau sekarang
(e) Mengelompokkan indikator hasl belajar sesuai dengan rencana
pembelajaran
(f) Memilih pendekatan pembelajaran
Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
(g) Memilih materi dan media
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil materi memahami cerita
anak terjemahan yang terdiri dari sub pokok bahasan: menemukan tema,
latar, perwatakan, dan nilai dalam cerita terjemahan disertai dengan bukti
yang mendukung; mengungkapkan pikiran dan imajinasi berkenaan
dengan unsur pelaku dan latar dari cerita anak terjemahan yang dibaca;
dan mengaitkan isi buku cerita dengan kehidupan sekarang.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran konvensional adalah
metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. Sedangkan metode
yang digunakan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah metode
ceramah, tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, dan pemberian tugas.
Media yang digunakan untuk mendukung proses belajar mengajar
yakni: Kumpulan Kegiatan Siswa (KKS), dan lembar tugas.
(h) Menyusun perangkat pembelajaran yang meliputi:
1) Silabus, sebagai pedoman pengajaran bagi guru yang terdiri dari
standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan
pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, sumber belajar.
2) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), adalah rencana dan
pelaksanaan pembelajaran yang dibuat untuk setiap kali tatap muka.
RPP untuk penelitian ini disusun sebanyak 2 buah, yakni satu memakai
metode pembelajaran konvensional dan satunya lagi memakai metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
3) Kumpulan Kegiatan Siswa (KKS) yang digunakan dalam
penelitian ini adalah KKS yang ditulis oleh Tumarni dkk, tahun 2006,
pada bab 11, halaman 168—172. KKS ini digunakan untuk
mengetahui hasil dari pre tes siswa.
4) Lembar Tugas, adalah lembar yang dibuat sendiri oleh guru dengan
mengutip dari buku paket Bahasa Indonesia SMP karangan Alex
Suryanto dan Anita Verly, tahun 2004, pada bab 12, halaman 164—
168. Lembar Tugas ini digunakan untuk mengetahui hasil post tes
siswa.
5) Mampu menemukan nilai moral dalam cerita anak terjemahan yang
disertai dengan bukti yang mendukung
(i) Telaah perangkat pembelajaran yang meliputi Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) oleh
dosen pembimbing tugas akhir dan oleh guru pamong.
(j) Pengembangan instrumen penelitian
Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil
belajar yang terdiri dari tes awal (pre tes) dan tes akhir (post tes).
(k) Telaah instrumen penelitian, yaitu kisi-kisi soal oleh dosen
pembimbing tugas akhir dan oleh guru pamong.
(l) Menetapkan pengamat, yaitu satu orang mahasiswa akta mengajar
angkatan XIII, sedangkan peneliti berperan sebagai guru pengajar.

(2) Tahap Pelaksanaan


a) Waktu
Waktu yang digunakan pada penelitian ini adalah dua kali tatap
muka di kelas yang berbeda dengan metode yang berbeda. Di kelas VII B
dilaksanakan metode pembelajaran konvensional, dan di kelas VII C
dilaksanakan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD. Setiap
pertemuan terdiri dar 2 jam pelajaran (2 x 45 menit). Alokasi tersebut
didasarkan pada ketentuan yang digunakan oleh SMP Negeri 28 Surabaya
yang digunakan sebagai tempat penelitian.
b) Pelaksanaan proses belajar mengajar
Langkah-langkah pembelajaran konvensional adalah sebagai
berikut:
1) menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
2) memberikan pre tes kepada siswa
3) menyajikan informasi atau materi
4) memberikan post tes kepada siswa
5) evaluasi
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
sebagai berikut:
1) menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
2) memberikan pre tes kepada siswa
3) menyajikan informasi atau materi
4) mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar
5) memberikan post tes kepada siswa
6) membimbing dalam kelompok
7) evaluasi
8) penghargaan
c) Pengamatan
Pengamatan dilakukan oleh satu orang pengamat, yaitu mahasiswa
akta mengajar angkatan XIII. Pengamat mengamati kelompok yang terdiri
dari 5—6 orang siswa.
d) Pemberian tugas LKS setiap tatap muka dan tes di akhir pelajaran pokok
bahasan memahami cerita anak terjemahan

3.7 Instrumen Penelitian


Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini digunakan intrumen
penelitian adalah tes hasil belajar siswa. Instrumen ini terdiri dari tes awal (pre
tes) dan tes akhir (post tes). Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data
tentang tingkat penguasaan siswa terhadap konsep materi yang diketahui melalui
ketuntasan belajar siswa sebelum dan sesudah dilaksanakannya kegiatan metode
pembelajaran konvensional dan kooperatif tipe STAD.

3.8 Metode Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data yang diinginkan, pada penerapan metode
pembelajaran konvensional dan pembelajaran kooperatif tipe STAD, peneliti
hanya menggunakan satu metode, yakni metode tes. Metode tes ini digunakan
untuk mengetahui hasil belajar siswa. Tes yang dilakukan oleh peneliti terbagi
menjadi dua macam, yakni:
(1) Tes Awal (Pre tes)
Tes awal dilakukan pada awal pembelajaran yang bertujuan untuk
mengetahui kemampuan awal siswa sebelum PBM.
(2) Tes Akhir (Post tes)
Tes akhir dilakukan setelah satu pokok bahasa selesai disampaikan.
Tes ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah PBM.

3.9 Metode Analisis Data


Hasil belajar siswa, pre tes dan post tes dianalisis berdasarkan ketuntasan
belajar siswa, yakni 70. Dalam penelitian ini peneliti dalam menganalisis data
menggunakan metode Analisis Deskriptif Presentase. Hasil-hasil post tes
pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional dengan memakai uji t.

Md
t=
∑x 2
d
N ( N −1)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Hasil pre tes siswa terlihat pada tabel 2, sedangkan hasil post tes siswa
pada tabel 3. Hasil pre tes siswa menunjukkan bahwa masih terdapat iswa yang
memperoleh di bawah standar kelulusan minimal, sedangkan pada hasil post tes
siswa setelah silakukan siklus II, 100% telah memenuhi standar ketuntasan
minimal.
Tabel 2
Hasil Pre Tes Siswa Kelas VII C
No Nama Hasil Pre Tes Siswa

Hasil pre tes pada siklus I terlihat bahwa nilai siswa yang belum
memenuhi standar kelulusan minimal yaitu 70, maka perlu dilaksanakan kegiatan
siklus II. Pada siklus II diatur sesuai dengan siklus I, sedangkan materi
pembelajaran ditukar antar siswa dalam kelompok.
Tabel 3
Hasil Post Tes Siswa Kelas VII C setelah Pelaksanaan Siklus II
No Nama Hasil Post Tes Siswa
Hasil post tes siswa setelah dilakukan siklus II diperoleh nilai siswa
mencapai standar kelulusan minimum, yaitu 70 (tabel 3).

4.2 Pembahasan
Pencapaian tujuan kognitif siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw pada siklus I ada yang belum mencapai standar ketuntasan minimal, yakni
70, sehingga perlu dilakukan siklus II. Kegiatan pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw dihentikan pada siklus II, karena telah 100% menunjukkan standar
ketuntasan minimal.
Tes akhir merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi pencapaian
tujuan kognitif dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw selama
pembelajaran berlangsung. Banyak yang dapat dilihat mengenai kemampuan
siswa, terutama dalam hal partisipasi siswa dalam proses pembelajaran.
Catatan penulis tentang respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif
pada umumnya memberkan respon yang positif, yakni siswa lebih mandiri,
mempunyai kemampuan berkomunikasi, berdiskusi serta mengemukakan
pendapat lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Kenyataan ini terjadi
karena siswa belum pernah mengikuti pembelajaran kooperatif. Selain itu, waktu
yang ada untuk kegiatan sosialisasi sangat terbatas untuk memperoleh hasil yang
baik. Maka dari itu, pembelajaran kooperatif, khususnya tipe Jigsaw, perlu
dibudayakan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Setelah membaca, memahami, dan menganalisis aspek psikologi
kepribadian tokoh utama dalam novel Frida karya Barbara Mujica, maka, peneliti
dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

5.2 Saran
Berkaitan dengan hal itu, saran yang disampaikan dalam penelitian ini
ditujukan kepada para sastrawan, para peneliti, dan pecinta sastra serta para
pendidik khususnya guru bahasa dan sastra indonesia. Adapun saran-sarannya
adalah sebagai berikut.
BAHAN PENUNJANG

Iskandar, dkk.
1995. Belajar dan Pembelajaran, buku II. Surabaya: University Press
IKIP.

Suyanto, K.
1997. Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas, Bagian Kesatu,
Pengenalan PTK. Jakarta: Dirjen Dikti, Depdikbud
2005. “Pengajaran dan Pembelajaran CTL”. Makalah Work Shop Tim
Pengembang Kurikulum SMP Makasar, 16 Juli 2005.

Arikunto, Suharsimi.
2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Runeka
Cipta.

Sadikin, Basrowi, dan Suranto.


2002. Managemen Tindakan Kelas. Jakarta: Insan Cendekia.

Rahmanto, B.
1989. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Nur, Mohammad, dan Prima Retno Wikandari.


2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis
dalam Pengajaran (edisi 3). Surabaya: UNESA Press.

Ibrahim, dkk.
2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA Press.

Lie, A.
1999. “Strategi Peningkatan Mutu SLTP Melalui Cooperatif Learning”.
Jurnal Gentengkali. Edisi 2 Th II/1998.

Rustarmaji.
2006. “CTL (Contextual Teaching and Learning) dan Model-model
Pembelajaran”. Makalah disajikan pada waktu kuliah Perencanaan
Pengajaran II, 18 November 2006.
Suharto, dkk.
2006. Buku Pedoman Program Pengalaman Lapangan (PPL)
Universitas Negeri Surabaya. Surabaya: Unesa Press.

Riyanto, Yatim.
1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC.

Wiyani, Diana Ziadatul.


2006. “Peningkatan Pembelajaran Apresiasi Puisi dengan Pendekatan
Kontekstual model Kooperatif STAD Siswa X.2 SMA Negeri 1
Talun Blitar”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: JBSI,
Universitas Negeri Surabaya.

Asnawati, Atik.
2006. “Hubungan Percaya Diri dengan Pengambilan Keputusan pada
Siswa SMA Kelas X Tahun 2006/2007”. Skripsi tidak diterbitkan.
Surabaya: JPPB, Universitas Negeri Surabaya.

Fudyartanta, RBS.
2005. Psikologi Kepribadian Neo Freudianisme. Yogyakarta: Zenith
Publisher.

Hall, Calvin S., dan Gardner Lindzey.


1993. Teori-teori Psikodinamik (Klinis), (penerjemah: A. Supratiknya).
Yogyakarta: Kanisius.

Hardjana, Andre.
1994. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.

Indarti, Titik.
2004. “Sikap Perempuan Bali terhadap Tradisi, Adat, Agam, dan
Dominasi Laki-laki dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini”
dalam Prasasti Vol 54, Bulan Agustus 2004. Surabaya: Unesa
Press

Jabrohim, Dkk.
2000. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita

Kartono, Kartini.
1989. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar
Maju.
1996. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju.

Koeswara, E.
1991. Teori Teori Kepribadian. Bandung: PT Eresco.

Mayasari, Irene Dwi.


2005. “Tokoh Utama Mandar dalam Novel Cinta Seorang Psikopat karya
V. Lestari (Kajian Psikoanalisis)”. Skripsi tidak diterbitkan.
Surabaya: JBSI, Universitas Negeri Surabaya.

Milner, Max.
1992. Freud dan Interpretasi Sastra, (penerjemah: Sri Widaningsih dan
Laksmi). Jakarta: Intermasa.

Mujica, Barbara.
2004. Frida, (penerjemah: Nuraini Juliastuti). Bandung: Bentang

Nadjid, Moh.
2003. Apresiasi Prosa Fiksi. Surabaya: Unesa Press.

Niswah, Anis Choirun.


2003. “Analisis Mimpi dan Realita Tokoh Aston dalam Novel Pol karya
Putu Wijaya (Kajian Psikoanalisis Sigmund Freud)”. Skripsi tidak
diterbitkan. Surabaya: JBSA, Universitas Negeri Surabaya.

Nurgiyantoro, Burhan.
1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press.

Palmquist, Stephen.
2005. Fondasi Psikologi Perkembangan, menyelami mimpi, mencapai
kematangan diri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pradopo, Rachmat Djoko.


2003. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Poduska, Benard.
2000. Empat Teori Kepribadian. Jakarta: Restu Agung.

Rahmani.
2004. “Kecemasan Tokoh Firdaus dalam Novel Perempuan di Titik Nol
karya Nawal el-Saadawi (Kajian Psikoanalisis)”. Skripsi tidak
diterbitkan. Surabaya: JBSA, Universitas Negeri Surabaya.

Rahmawati, Tutik.
2005. “Novel Imipramine karya Nova Riyanti Yusuf (Kajian
Psikoanalisis Sigmund Freud)”. Skripsi tidak diterbitkan.
Surabaya: JBSA, Universitas Negeri Surabaya.

Ratna, Nyoman Kutha.


2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Rubiyanti, Ellysa.
2005. “Mimpi dan Dampak Mimpi bagi Tokoh Maya Amanita dalam
Novel Cala Ibi karya Nukila Amal. Skripsi tidak diterbitkan.
Surabaya: JBSA, Universitas Negeri Surabaya.

Satoto, Soediro.
1986. Metode Penelitan Sastra. Surakarta: Sebelas Maret University
Press.

Satriya, Andik.
2003. “Dinamika Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Melanie karya
V. Lestari (Tinjauan Psikologis)”. Skripsi tidak diterbitkan.
Surabaya: JBSA, Universitas Negeri Surabaya.

Syafiq, Muhammad.
2004. “Menggapai Pesona Frida Kahlo”. Artikel di harian Jawa Pos,
Tanggal 28 November 2004.

Wardani, Farah.
2004. “Membaca Frida: Sang Wanita dan Wanita Lain di Belakangnya”.
dalam Barbara Mujica. 2004. Frida. Yogyakarta: Bentang.
Wellek, Rene & Austin Warren.
1990. Teori Kesusastraan, (Penerjemah: Melani Budianta). Jakarta: PT
Gramedia.

You might also like