You are on page 1of 8

Nama

: Sudi Didi Wahyono

NIM

: 3401413067

Rombel

:1

Tugas/Makul

: UAS/ Teori Sosiologi Modern

Ali Syariati
(1933-1977)

A. Riwayat Hidup Ali Syariati


Ali Syariati dilahirkan pada 1933 di Mazinan, pinggiran kota
Sabzevar,Iran. Ayahnya seorang orator nasionalis progresif yang kelak ikut
serta dalamgerakan-gerakan politik anaknya. Ketika belajar di Sekolah
Pendidikan

Keguruan,Syariati

bergaul

dekat

dengan

para

pemuda

golongan ekonomi lemah(mustadafin), sehingga ia menyaksikan dan


merasakan sendiri kemiskinan dankehidupan yang berat yang ada di Iran
pada masa itu.
Saat beliau berusia 18 tahun,beliau

mulai mengajar. Pada saat

yang sama Ali Syariati berkenalan dengan banyak aspek pemikiran filsafat
dan politik Barat, seperti yang terlihat dar beberapa hasili tulisantulisannya. Ia berusaha menjelaskan dan memberikan solusibagi masalah
yang

dihadapi

masyarakat

Muslim

Iran

melalui

prinsip-prinsip

Islamtradisional yang terjalin dan dipahami dari sudut pandang sosiologi


dan filsafatmodern. Syariati juga sangat dipengaruhi oleh pemikiran
Maulana JalaluddinRumi dan Muhammad Iqbal.

Syariati lalu pergi ke Tehran dan mulai mengajar di Institut


HosseiniyeErshad. Kuliah-kuliahnya kembali sangat populer di antara
mahasiswa-mahasiswanya dan akibatnya berita menyebar dari mulut ke
mulut hingga kesemua lapisan ekonomi masyarakat, termasuk kelas
menengah dan atas yangmulai tertarik akan ajaran-ajaran Syariati.
Pihak

Kekaisaran

Iran

kembali

menaruh

perhatian

khusus

terhadapkeberhasilan Syariati yang terus berlanjut. Akhirnya, pihak


kepolisian

pun

segermenahannya

bersama

banyak

mahasiswanya.

Tekanan yang luas dari pendudukIran dan tekanan internasional akhirnya


mengakhiri

masa

penjaranya

selama

18bulan.

Ia

dilepaskan

oleh

pemerintah Shah Pahlevi pada 20 Maret 1975 dengansyarat-syarat khusus


yang menyatakan bahwa ia tidak boleh mengajar,menerbitkan, atau
mengadakan pertemuan-pertemuan, baik secara umum maupunsecara
pribadi.

Aparat

keamanan

dan

intelejen

SAVAK

mengawasinya

denganketat. Syariati menolak syarat-syarat ini dan memutuskan hijrah


meninggalkannegaranya dan pergi ke Inggris. Tiga minggu kemudian,
pada 19 Juni1977, ia matisyahid dibunuh oleh agen-agen SAVAK.
Syariati

dianggap

sebagai

salah

satu

pemimpin

filosofis

palingberpengaruh dari Iran di masa pra-revolusi Islam. Pengaruh dan


popularitaspemikirannya terus dirasakan di seluruh masyarakat Iran
bertahun-tahunkemudian.

B. Pemikiran humanisme Ali Syariati


Disamping tema keagamaan dan politik pemerintahan,tema
kemanusiaan mendapat perhatian khusus dari Ali Syariati.Aspek
humanisme dalam konteks perbincangan seputar kehidupan manusia
menjadi batu loncatan untuk membentuk masyarakat yang
maju.Memaknai manusia dengan perspektif ataupun sudut pandang
tertentu akan memberikan penjelasan selanjutnya mengenai bagaimana
sebuah komunitas atau kelompok maysarakat terbentuk.Maka dari itu,pola
interaksi dan corak kehidupan masyarakat akan dipengaruhi akan
kesadaran individu yang ada didalamnya.Pemikiran progresif yang
dibangun dari pemikiran Ali Syariati untuk mensejahterakan masyarakat

didasarkan pada pemahaman yang utuh dan tepat terkait hakikat


manusia seutuhnya.
Aspek kemanusiaan menjadi bahasan penting dari pemikiran Ali
Syariati.Nilai-nilai kemanusiaan ini dibahas dalam teori
humanisme.Humanisme menurut Ali Syariati diartikan sebagai aliran
filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok yang dimilikinya adalah
untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia.Tujuan ini akan tercapai
manakala didasarkan pada pemahaman yang benar dan utuh atas diri
manusia itu sendiri.
Ali Syariati mengungkapkan bahwa memahami secara utuh
mengenai manusia merupakan hal yang mustahil.Bahkan Ali Syariati
menganggap bahwa ilmu pengetahuan tidak sepenuhnya mampu
memahami komplektisitas dari dimensi manusia.Kesadaran yang
terpenting yang wajib dibangun dalam setiap diri manusia adalah
menyadari akan dirinya sendiri.Kesadaran itu akan menjadi bekal terbaik
menentukan kehidupan selanjutnya.Pembentukan kesadaran diri
merupakan alasan pokok yang diungkapkan Ali Syariati untuk memulai
gerakan revolusionernya dengan pembahasan nilai nilai
kemanusiaan.Karena pada dasarnya gerakan revolusionernya adalah
gerakan progresif untuk menegakan dan mengokohkan nilai-nilai
kemanusiaan dan melawan kekuatan kekuatan dari luar yang menguasai
dirinya.

C. Struktur Religius dan Basis Ekonomi


Memberikan definisi sepintas menganai apa yang disebutnya basis
produktif dalam masa perbudakan, feudal, dan borjuis, Syariati mencoba
untuk

menunjukan

bahwa,

menurut analisis Marxian

bahwa

basis

ekonomilah yang menentukan superstruktur ideologis, etis, dan religius.


Syariati menegaskan bahwa dari perspektif relasi kausal yang hidup
antara basis dan superstruktur, dan oleh karena itu disimpulkan bahwa
gagasan yang ada pada diri mereka tidak bisa menyebabkan perubahan
dalam sistem sosial atau basisnya karena gagasan-gagasan tersebut
hanyalah dampaknya. Kaum Marxist, demikian kata Syariati berpendapat,

mengklaim bahwa begitu basis tersebut diubah, ideologi, agama, sistem


kelas, dan relasi kelas, juga akan berubah.
Dalam penjelasannya tentang makna Marxist dari suatu basis
ekonomi,Syariati

tidak

mengarah

pada

kekuatan

produksi,

tahap

perkembangannya, status hukum dan ekonomi tenaga kerja, relasi


kepemilikan dan mode (cara) penggalian surplus yang berlaku. Syariati
hanya melanjutkan perbedaan Marxiannya atas basis dan superstruktur
dengan pandangan Weberian klasik mengenai relasi antara agama,
ideologi, dan ekonomi. Weber, tegasnya, percaya bahwa ideologi dan
agama mempengaruhi ekonomi dan basis produktif yang menyebabkan
basis produktif tersebut berubah.
Menjelaskan baik teori Marxian dan Weberian sebagai kebenaran
parsial,Syariati mengklaim bahwa relasi antara superstruktur religius dan
ideologis serta basis ekonomi adalah satu relasi kausal bersama dan
saling menguntungkan, yang masing-masing saling mempengaruhi dan
terpengaruh oleh yang lainnya. Mengacu secara langsung pada apa yang
sedang dilakukannya, dia berpendapat bahwa Marx tidak memperkirakan
betapa agama sebagai sebuahaspek suprastruktur bisa menyebabkan
perubahan pada basis. Syariati memberikan contoh bahwa seorang guru
atau ulama yang sederhana bisa mengubah ritus-ritus dan ritual-ritual
tradisonal dari suatu masyarakat yang terbelakang dan relasi-relasi
produksinya. Menekankan peranan pesan melalui pendidikan, Syariati
menyimpulkan bahwa tidak penting menunggu basis produksi berubah
agar berdampak pada suatu perubahan dalam ideologi dan masyarakat
(Ali Rahnema, 2002: 450).

D.Karya-karya Ali Syariati


Karya-karya Ali Syariati, mayoritas ditulis sebagai bahan kuliah
danceramah ceramah atau diskusi-diskusi yang dipersiapkan pada saat
akan memberikan kuliah. Banyak dari karya tulisnya yang berserakan
dimana-mana.

Sebagaimana tekad Ali Syariati, bahwa seorang saleh tidak akan


ditinggalkan oleh zaman dan dibiarkan sendiri dalam kehidupan yang
akhirnya menjadi manusia yang terpinggirkan dan terasingkan. Tetapi
kehidupan yang akan menggerakkannya dan zaman akan mencatat amal
baiknya. Penghinaan

tidak mungkin bisa mengotori laki-laki suci,

sekalipun mereka mengotorinya dengan batu atau melepaskan anjinganjingnya untuk mengotorinya.
Ali Syariati dalam menganalisis sosio-historis dalam bukunya AlHusain Warisu Adam,26 yang menjelaskan bahwa Islam bukanlah ideologi
kemanusiaan yang terbatas hanya pada masa-masa dan tempat-tempat
tertentu saja, tetapi ia merupakan gelombang idiologi kemanusiaan yang
bersifat kontinyu, yang tidak akan pernah terjadi stagnasi dalam
sepanjang sejarah. Di dalam agama Islam akan selalu ada nabi-nabi dan
wali-wali

Allah

serta

ulama-ulama

yang

mewarisinya

untuk

merekonstruksi dan mendobrak jalan-jalan yang sesat dan sulit.


Kehidupannya Ali Syariati selalu memegang prinsip-prinsip Syiah
Imam Dua Belas (Itsna Asyariyah), kecuali satu hal yang tidak pernah ia
ikuti yaitu tentang imamah.29 Imamah dalam Syiah mengklaim bahwa
khalifah-khalifah Sunni telah merampas hak Ali bin Abi Thalib, dengan
adanya imamah dalam Islam, Islam akan hancur dan Islam akan terkotakkotak dalam beberapa etnis dan golongan. Ali Syariati dalam menghadapi
permasalahan tersebut, ia berusaha merekonstruksi pemikiran Syiah
dengan jalan menyatukan mereka.Dengan mengetahui hal tersebut, Ali
Syariati30 merasa mempunyai kewajiban untuk menyampaikan risalah
kebenaran dan keadilan sebagaimana yang dijelaskan beliau dalam
ceramah-ceramah dan kuliah-kuliahnya serta tulisan-tulisannya semisal
al-Husain Warisul Adam, Al-Tasyayyu al-Alawi wa Tasyayyu al-Shafawi,
Abu Dzar al-Ghiffari, Sultan al-Farisi, Al- Syahadah dan Masuliyyat alTasyayyu.
Marxisme dan Islam adalah dua idiologi yang mencakup dua
dimensi kehidupan dan pemikiran kemanusiaan. Tetapi diantara keduanya
terdapat

kontradiksi,

Marxisme

berdasarkan

filsafat

Materialisme,

sedangkan Islam walaupun melihat dunia materi sebagai kenyataaan


eksistensial percaya pada-Nya dan Islam juga memiliki konsep yang gaib.
Ali Syariati memandang pemikiran Marxis sebagai upaya lain, tidak
berbeda dengan Biologisme, Sosiologisme, Naturalisme dan Liberalisme,
untuk melukiskan kebenaran terbatas sebagai kebenaran universal.
Beberapa aspek yang menarik bagi Ali Syariati terhadap marxisme yaitu,
penekanannya pada realitas sosial, perhatiannya pada sejarah sebagai
sumber kebenaran dan analisisnya tentang Kapitalisme dan Imperialisme,
serta seruannya kepada revolusi. Namun, jauh dari membebaskan
manusia, dia mendebat, Marxisme mengandaikan manusia terikat dalam
sejarah yang tak mampu dikontrolnya. Singkatnya,kemanusiaan menjadi
tak lebih dari bentukan modus produksi material.
Dengan dasar perbedaan antara konsep sosialis Islam dengan
sosialis Marxisme, Ali Syariati menulis buku khusus tentang sosiologi
kemusyrikan

dan

kajian

tentang

pengaruh

kemusyrikan

dalam

masyarakat, yang memuat secara realistis dan kritis tentang manusia


modern.
Sebagaimana

dijelaskan,

bahwa

patologi

modernitas,

akan

berkembangsecara pesat jika manusia modern tidak mempunyai kekuatan


aqidah dalam hidupnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Habermes,
patologi modernitas lebih bersifat nilai-nilai kehidupan (labenswelt). Ali
syariati dalam mengatasi hal ini ia berpsrinsip, manakala manusia
modern tidak mempunyai jiwa ketauhidan, hanya akan menjadi makhluk
yang tidak mengenal dirinya sendiri, karena klaim-klaim kehidupan
modern

hanya

dapat

melihat

dari

oposisi

biner,

yaitu

adanya

pertentangan-pertentangan antar kelas kaya dengan miskin, borjuis


ploretear, pusat pinggiran, dan sebagainya. Modernitas juga terdapat
persaingan-persaingan yang ketat, dari mulai persaingan idiologi sampai
kepada

persaingan-persaingan

peradaban

dan

kebudayaan

yang

semuanya kosong dari keyakinan.


Ali syariati dalam menumbuhkan jiwa ketauhidan dalam diri
masyarakat Islam pada umumnya dan mahasiswa Islam pada khususnya,
Ali Syariati menulis buku yang didalamnya termuat idiologi-idiologi murni

antara lain; Al-Ilmu Wa al-Madanus al-Jadidah (ilmu modern dan isme-isme


modern), Al-Hadaroh Waal-Tajdid (peradaban dan modernisasi), Al-Insan
al-Gharib an-Nafsih (manusia yang tidak mengenal dirinyasendiri), Ilmu
al-Ijtima

Hawl

al-Syrik

(sosiologi

kemusrikan),

Al-Mustaqqof

wa

Masuliyyatuh fi al-Mujtama (tanggung jawab kaum cendekiawan di


masyarakat), Al-Wujudiyyah wa al-Firogh al-Fikri(Eksistensialisme dan
kekosongan pemikiran).

Daftar Pustaka
http://digilib.uin-suka.ac.id/9366/1/BAB%20I.%20V.pdf
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1-2005alifahrudi-521-BAB2_419-7.pdf

You might also like