You are on page 1of 42

1

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan akumulasi tubuh alam bebas, yang menduduki
sebagian besar permukaan bumi yang mampu menumbuhkan tanaman dan
memiliki sifat sebagai akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak
terhadap bahan induk dalam keadaan relief tertentu selama jangka waktu
tertentu pula.
Tanah merupakan faktor terpenting dalam tumbuhnya tanaman dalam
suatu sistem pertanaman, pertumbuhan suatu jenis dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya ialah tersedianya unsur hara, baik unsur hara makro
maupun unsur hara mikro. Tanah sebagai medium pertumbuhan tanaman
berfungsi pula sebagai pemasok unsur hara, dan tanah secara alami memiliki
tingkat ketahanan yang sangat beragam sebagai medium tumbuh tanaman.
Tanaman memerlukan makanan yang sering disebut hara tanaman (plant
nutrient) untuk memenuhi siklus hudupnya. Apabila suatu tanaman kekurangan
suatu unsur hara, maka akan menampakkan gejala pada suatu organ tertentu
yang spesifik yang biasa disebut gejala kekahatan. Unsur hara yang diperlukan
tanaman tidak seluruhnya dapat dipenuhi dari dalam tanah. Oleh karena itu
perlu penambahan dari luar biasanya dalam bentuk pupuk. Pupuk adalah bahan
yang diberikan kedalam tanah atau tanaman untuk memenuhi kebutuhan unsur
hara bagi tanaman dan dapat berfungsi untuk memperbaiki sifat fisika, kimia
dan biologi tanah.
Pemupukan yang dilakukan harus memenuhi 5 tepat yaitu tepat jenis,
tepat dosis, tepat waktu, tepat cara, dan secara ekonomi menguntungkan.
Berdasarkan jenisnya atau komponen utama penyusunnya, pupuk digolongkan
pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik berasal dari sisa-sisa makluk
hidup atau limbah rumah tangga yang telah mengalami dekomposisi misalnya
pupuk kandang, pupuk hijau, kompos dll. Sedangkan pupuk anorganik berasal
dari bahan mineral dan secara kimia dan seyawa kimia yang dapat diserap
tanaman misalnya pupuk Urea, SP36, KCl dll. Berdasarkan cara pemberiannya,
pupuk digolongkan menjadi pupuk akar atau tanah dan pupuk daun karena

1
2

diberikan melalui daun dengan cara disemprotkan. Aplikasi pupuk dilapangan


dapat dilakukan dengan cara disebar, dibenamkan kedalam tanah, pemupukan
melalui udara dan teknik-teknik yang lain. Sedangkan berdasarkan waktunya,
pemberian pupuk dilakukan beberapa tahap yaitu pupuk dasar dan pupuk
susulan.
Produktivitas tanah merupakan kemampuan suatu tanah untuk
menghasilkan produk tertentu suatu tanaman di bawah suatu system
pengelolaan tanah tertentu. Suatu tanah atau lahan dapat menghasilkan produk
tanaman yang baik dan menguntungkan dikatakan tanah produktif. Tanah
produktif harus mempunyai kesuburan yang menguuntungkan bagi
pertumbuhan tanaman. Akan tetapi tanah subur tidak selalu berarti produktif.
Tanah subur akan produktif jika dikelola dengan tepat, meggunakan teknik
pengelolaan dan jenis tanaman yang sesuai. Ini merupakan bukti bahwa arti
produktivitas tanah tidak selalu sama dengan kesburan tanah.
Kesuburan tanah ditentukan oleh keadaan fisika, kimia dan biologi tanah.
Keadaan fisika tanah meliputi kedalaman efektif, tekstur, struktur, kelembaban
dan tata udara tanah. Keadaan kimia tanah meliputi reaksi tanah (pH tanah),
KTK, kejenuhan basa, bahan organik, banyaknya unsur hara, cadangan unsur
hara dan ketersediaan terhadap pertumbuhan tanaman. Sedangkan biologi
tanah antara lain meliputi aktivitas mikrobia perombak bahan organik dalam
proses humifikasi dan pengikatan nitrogen udara. Evaluasi kesuburan tanah
dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu melalui pengamatan gejala
defisiensi pada tanaman secara visual, analisa tanaman dan analisa tanah.
Analisa tanaman meliputi analisa serapan hara makro primer (N, P dan K) dan
uji vegetatif tanaman dengan melihat pertumbuhan tanaman. Sedangkan
analisa tanah meliputi analisa ketersediaan hara makro primer (N, P dan K)
dalam tanah.
3

B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini yaitu:
1. Untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah awal pada lahan yang
digunakan.

2. Untuk mengetahui pengaruh dosis pemupukan organik (pupuk kandang) dan


pupuk anorganik (pupuk urea, SP-36, dan KCL) terhadap pertumbuhan
tanaman jagung.

C. Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum Kesuburan Tanah ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu di
Desa Palur, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar untuk praktikum
penanaman jagung. Dan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah untuk
praktikum analisis laboratorium tanah awal.
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 21 November 2009
di Lahan Palur guna pengambilan sampel tanah dan penanaman jagung.
Dilanjutkan tanggal 2 Desember 2009 bertempat di Laboratorium Kimia dan
Fisika Tanah guna analisis tanah awal. Kemudian tanggal 28 Desember 2009
pada pukul 07.00-08.00 WIB yang bertempat di Palur guna pengambilan
sampel jagung dan dilanjutkan praktikum Pengovenan Jagung tanggal 29-31
Desember 2009 pada pukul 13.00 – 19.30 WIB bertempat di Laboratorium
Kimia dan Fisika Tanah Fakultas Pertanian UNS.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Lahan Kering dan Lahan Basah
Lahan basah umumnya tempat yang kaya akan keanekaragaman hayati.
Manusia memperoleh berbagai manfaat dari lahan basah, baik secara
ekonomi, ekologi, maupun budaya. Sebagian besar penduduk dunia
bermukim dalam kawasan atau dekat dengan lahan basah. Banyak kota-kota
di dunia yang dibangun pada kawasan lahan basah. Kota Bandung di Jawa
Barat dulunya adalah sebuah danau. Kota-kota di Provinsi Kalimantan Barat
umumnya terletak dekat sungai. Ibukota Provinsi Kalimantan Barat terletak
pada kawasan delta Sungai Kapuas (Anonima, 2010).
Potensi lahan kering di Indonesia sekitar 75.133.840 ha. Suatu keadaan
lahan yang sangat luas. Akan tetapi lahan2 kering tersebut tidak begitu
menghasilkan dan berguna bagi masyarakat yang tinggal di sekitar area lahan
kering. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya teknologi pengelolaan lahan
kering sehingga sering mengakibatkan makin kritisnya lahan2 kering
(Syukur, 2008).
Erosi, kekurangan air dan unsur hara adalah masalah yg paling serius di
daerah lahan kering. Teknologi untuk mananggulangi masalah- masalah
tersebut juga sudah banyak, akan tetapi kurang optimal di manfaatkan karena
tidak begitu signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan petani daerah
lahan kering. Memang perlu kesabaran dalam pengelolaan daerah lahan
kering, karena meningkatkan produktivitas lahan di daerah lahan kering yang
kondisi lahannya sebagian besar kritis dan potensial kritis tidaklah mudah
(Kartasapoetra, 1991).
Tanah entisol adalah tanah mineral tidak dengan horizon permulaaan.
Pengertian pokok order ini ialah tanah dengan regolit tebal tanpa horizon
kecuali suatu lapis bajak. Yang mencakup dalam order ini, tanah sangat subur
pada alluvium baru dan tanah tanah yang subur pada proses yang gersang.
Tercakup juga tanah dangkal pada batuan dasar. Ciri umum semua entisol
ialah perkembangan profil yang tidak jelas. Produktifitas pertanian entisol
4
5

bervariasi besar tergantung pada tempat dan sifat. Jika dipupuk cukup dan
jika pemberian air dapat dikendalikan, beberapa diantaranya sangat produktif.
Tetapi pembatasan kedalaman, kandungan lempung atau keseimbangan air
membatasi penggunaan intensif daerah luas dari tanah ini (Buckman &
Brady, 1969).

B. Kesuburan Tanah
Kesuburan Tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk
menghasilkan produk tanaman yang diinginkan, pada lingkungan tempat
tanah itu berada. Tanah memiliki kesuburan yang berbeda-beda tergantung
sejumlah faktor pembentuk tanah yang merajai di lokasi tersebut, yaitu:
Bahan induk, Iklim, Relief, Organisme, atau Waktu. Tanah merupakan fokus
utama dalam pembahasan ilmu kesuburan tanah, sedangkan kinerja tanaman
merupakan indikator utama mutu kesuburan tanah (Anonimb, 2010).
Dua cara umum penetapan yang menggambarkan air tanah yang
biasa dipakai. Pertama, melalui suatu cara kadar air diukur secara langsung
atau tidak langsung, dan kedua, berbagai teknik digunakan untuk menentukan
potensial kelengasan tanah (Soepardi, 1983).
Nilai kritikal daya simpan lengas tanah disesuaikan dengan daya
tahan tiap kelompok pertanaman disatu tempat yang masing-masing tempat
besarnya berbeda-beda. Nilai Kritikal lengas tanah adalah kadar pertengahan
antara kapasitas lapangan dan titik layu tetap (Notohadiprawiro, 2001).
Bahan organik merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, serta
berperan cukup besar dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis
tanah serta lingkungan. Di dalam tanah, pupuk organik akan dirombak oleh
organisme menjadi humus atau bahan organik tanah. Bahan organik berfungsi
sebagai “pengikat” butiran primer tanah menjadi butiran sekunder dalam
pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini berpengaruh besar pada
porositas, penyimpanan dan penyediaan air serta aerasi dan temperatur tanah.
Bahan organik dengan C/N tinggi seperti jerami dan sekam memberikan
pengaruh yang lebih besar pada perubahan sifat-sifat fisik tanah dibanding
bahan organik yang telah terdekomposisi seperti kompos (Anonimc, 2010).
6

Kestabilan bahan organik dalam tanah dapat dihubungkan dengan


banyaknya fraksi liat, tipe mineral dan pembentukan agregat. Kestabilan yang
tinggi terjadi pada tanah yang berkadar liat tinggi, adanya mineral 2:1 atau
mineral amorpus (alofan dan imogolit) dan agregat yang berukuran besar.
Mekanisme kestabilan bahan organik dalam tanah, menurut pengetahuan saat
ini, adalah rekalsitran secara kimia yang dipengaruhi oleh unsur
penyusunnya, adanya grup fungsional, dan konformasi molekul bahan
organik menolak dekomposisi berbagai mikroba dan enzim, stabilisasi secara
kimia melalui jerapan grup fungsional pada permukaan mineral liat dan
seskuioksida amorf, proteksi bahan organik secara fisik oleh fraksi liat dalam
pori tanah, khususnya pori meso (2-50 nm) yang membatasi aksesibilitas
berbagai mikroba dan enzim. Bahan organik tanah mempunyai kemampuan
mencolok dalam menyelimuti permukaan mineral tanah yang reaktif dan
menciptakan muatan negatif yang ditunjukkan oleh nilai pH0 yang rendah
(Anda, 2008).
Pengaruh struktur dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman
terjadi secara langsugung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya
menghasilkan laju pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan
waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat.
Jumlah dan panjang akar pada tanaman makanan ternak yang tumbuh pada
tanah remah umumnya lebih banyak dibandingkan dengan akar tanaman
makanan ternak yang tumbuh pada tanah berstruktur berat. Hal ini
disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur ringan/remah lebih
cepat per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada tanah kompak,
sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang
memang tersedia banyak pada tanah remah. Selain itu akar memiliki
kesempatan untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang berpori,
dibandiangkan pada tanah yang padat. Sebaliknya bagi tanaman makanan
ternak yang tumbuh pada tanah yang bertekstur halus seperti tanah
berlempung tinggi, sulit mengembangkan akarnya karena sulit bagi akar
untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori tanah. Akar tanaman akan
7

mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat, sehingga


perakaran tidak berkembang dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan
organisme tanah merupakan salah satu faktor utama pembentuk agregat tanah
(Anonimd, 2010)
Partikel-partikel berukuran relatif lebih besar dan oleh karena itu
menunjukkan permukaan yang kecil dibandingkan dengan yang ditunjukkan
oleh partikel-partikel debu dan tanah liat yang berbobot sama, karena
permukaan pasir yang kecil, maka bagian yang dimainkan dalam kegiatan
kimia dan fisika tanah adalah kecil, kecuali jika terdapat dalam perbandingan
yang terlalu kecil, pasir meningkatkan ukuran ruangan antarpartikel, jadi
memberikan peluang pergerakan udara dan air drainase ( Foth,1994)
Tekstur tanah ditentukan di lapangan dengan cara melihat gejala
konsistensi dan rasa perabaan menurut bagan alir dan di laboratorium dengan
menguunakan metode-metode. Metode tersebut adalah metode pipet atau
metode hidrometer (Elisa, 2002).
Keasaman tanah merupakan hal yang biasa terjadi di wilayah-
wilayah bercurah hujan tinggi yang menyebabkan tercucinya basa-basa dari
kompleks jerapan dan hilang melalui air drainase. Pada keadaan basa-basa
habis tercuci, tinggallah kation Al dan H sebagai kation dominant yang
menyebaabkan tanah bereaksi masam (Coleman dan Thomas, 1970).
Absorbsi Nitrogen oleh tanaman jagung berlangsung selama
pertumbuhannya. Pada awal pertumbuhan, akumulasi N dalam tanaman
relatif lambat dan setelah berumur 4 minggu akumulasi N sangat cepat. Pada
saat pembungaan (bunga jantan muncul) tanaman jagung telah mengabsorbsi
N sebanyak 50% dari seluruh kebutuhannya. Oleh karena itu untuk
memperoleh hasil jagung yang baik, unsur hara N dalam tanah harus cukup
tersedia dalam fase tersebut. Cara pemberian pupuk N yang baik adalah
dengan jalan meletakkan pupuk di permukaan tanah dan segera di bumbun,
atau ditugal disamping tanaman dan ditutup kembali dengan tanah. Tanaman
jagung mengabsorbsi unsur P dalam jumlah relatif lebih sedikit daripada
absorsi unsur N dan K. Pola akumulasi P tanaman jagung hampir sama
8

dengan akumulasi hara N. Pada fase awal pertumbuhan akumulasi P relatif


lebih lambat, namun setelah umur 4 minggu meningkat dengan cepat. Pada
saat keluar bunga jantan, akumulasi P pada tanaman jagung mencapai 35%
dari seluruh kebutuhannya. Selanjutnya akumulasi meningkat hingga
menjelang tanaman di panen. Gejala kekurangan unsur hara P, tampak pada
fase pertumbuhan, yaitu daun jagung berwarna keunguan. Kekurangan hara P
menyebabkan perakaran tanaman menjadi dangkal dan sempit penyebarannya
serta batang menjadi lemah. Selain itu, pembentukan biji tidak sempurna,
barisan biji tidak teratur dan tongkol ukurannya menjadi kecil. Kalium
dibutuhkan oleh tanaman jagung dalam jumlah paling banyak dibanding
dengan unsur N dan P. Pada fase pembungaan akumulasi hara K telah
mencapai 60-75% dari seluruh kebutuhannya (Anonime, 2010).
Penggunaan pupuk buatan NPK secara terusmenerus dapat
menipiskan unsur-unsur mikro Zn, Fe, Cu, Mg, Mo, dan Br yang
mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, produktivitas menurun,
dan tanaman rentan terhadap hama/penyakit. Selain itu, harga pupuk semakin
mahal dan sulit untuk diperoleh terutama pada daerah-daerah yang sarana
angkutannya terbatas. Penggunaan pupuk organik dapat menjadi alternative
untuk mengurangi berbagai dampak pupuk buatan, antara lain dengan
memanfaatkan limbah sisa panen tanaman sela dengan cara mendaur ulang
menjadi kompos. Penggunaan kompos limbah kebun berpotensi dapat
mengurangi atau menyubstitusi penggunaan pupuk buatan sampai dengan
50% selain dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Kadar unsur makro
limbah padi mengandung N 0,82%, P 0,50% dan K 1,63% serta limbah
jagung mengandung N 0,92%, P 0,29%, dan K 1,39%. Kandungan N, P, dan
K pada limbah padi dan jagung tersebut bila dimanfaatkan akan mengurangi
penggunaan pupuk buatan (anorganik). Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui pertumbuhan, hasil dan nilai ekonomi tanaman sela jagung di
antara kelapa dengan pemberian pupuk buatan 25% dari takaran rekomendasi
ditambah kompos limbah kebun serta pemberian kompos tanpa pupuk buatan
(Ruskandi, 2005).
9

C. Pupuk Urea, SP-36, dan KCL


Dosis pemupukan untuk budidaya tanaman jagung yang umumnya
dianjurkan yaitu pupuk Urea 450 kg/ha; pupuk SP-36 100 kg/ha; dan KCl 100
kg/ha. Pupuk Urea diaplikasikan sebanyak 3 kali masing-masing 150 kg/ha
yaitu pada saat tanam, 3 Minggu Setelah Tanam (MST) dan 6 MST.
Sementara itu, pupuk SP-36 dan KCl diberikan ke dalam tanah saat tanam.
Alternatif lain dosis pemupukan untuk jagung, apabila menggunakan pupuk
majemuk yaitu pemberian pupuk NPK Phonska (15-15-15) 400 kg/ha dan
Urea 200 kg/ha. Pupuk NPK Phonska diaplikasikan 2 kali yaitu saat tanam
(250 kg) dan saat 3 MST (150 kg). Sama halnya dengan NPK Phonska,
pupuk Urea juga diaplikasikan 2X yaitu 100 kg saat tanaman berumur 3 MST
dan 100 kg saat 6 MST. Pemberian pupuk ke dalam tanah dilakukan dengan
cara ditugal dengan jarak 7-10 cm di samping lubang tanaman dan ditutup
dengan tanah. Selain pupuk anorganik, pupuk organik (pupuk
kandang/kompos) perlu diberikan ke dalam tanah untuk memperbaiki sifat
fisik tanah. Dosis yang diperlukan yaitu sekitar 5 ton/ha dan diberikan saat
tanam sebagai penutup lubang tanam (Anonimf, 2010).
Urea adalah larutan dari ureum dan ammonium nitrat dan
penngunaannya harus disemprotkan. Kadar Nitrogennya 30%, terdiri dari
15% dari N-amida, 7,5% N-amonium, dan 7,5% N-nitrat. Larutannya
mengandung 39 kg N per 100 liter. Reaksi nitrogennya, di tanah yang tidak
mengandung kalsium pada tanaman dapat dikatakan sama dengan
kalkammosalpeter. Di tanah yang tidak mengandung kalsium, reaksinya
adakalanya tidak memuaskan, karena menguapnya NH3 (Saleh, 1986).
Penyemprotan dengan urea sangat penting artinya dalam mengurangi
tenaga kerja (40% dibandingkan dengan pada itu hendaknya penyemprotan
dilakukan dalam bentuk tetesan yang lebih kasar, jadi dalam kondisi tekanan
yang rendah. Untuk tanaman yang sangat peka, dianjurkan menggunakan
potongan kayu, dengan kayu tersebut cairan pupuk diteteskan. Hendaknya
10

dihindarkan menyemprot dalam kondisi kelembaban yang kurang dari 50%


(Rinsema, 1983).
Mineral yang umumnya dalam penimbunan kalium, termasuk sylvite
(KCL), sylvinit (Campuran KCL dan NaCL), kainit (MgSO4KCL.3H2O), dan
langbeinit (K2SO4.2MgSO4). Pengolahan “ore” terdiri dari pemisahan KCL
dari produk-produk lain dalam “ore”umumnya digunakan untuk memisahkan
KCL dari campuran yang ada di dalam “ore”. “Ore” adalah tanah, tersuspensi
dalam air, dan diberi perlakuan dengan bahan pengambang yang melekat
pada Kristal KCL. Selama udara dialirkan melalui suspense. Kristal KCL
terapung ke atas dan berbui. Setelah pemurnian lebih lanjut, KCL yang
mendekati murni dikeringkan dan disaring berdasarkan ukuran partikelnya.
Bahan pupuk disebut muriate kalium (KCL) dan berisi sekitar 60 persen K2O
(Endang, et.all, 1998).
D. Tanaman Jagung
Jagung yang memiliki umur lebih dalam memerlukan tingkat
kerapatan optimum sedikit lebih rendah, dibanding tanaman yang berumur
genjah. Hal ini sangat berhubungan dengan ukuran morfologis tanaman.
Selain itu musim tanam juga berpengaruh terhadap kerapatan optimum
tanaman. Bahwa pada musim kemarau, kerapatan (populasi) tanaman
optimum sedikit lebih rendah bila dibanding pada musim penghujan. Keadaan
ini disebabkan oleh pertanaman pada musim kemarau mengalami kekurangan
air terutama pada fase pembungaan dan pengisian biji. Populasi optimum
rata-rata tanaman jagung adalah 66.667 tanaman/Ha, (75x20) Cm, 1
benih/lubang. Dengan cara ini hasil dapat ditingkatkan 20-30% bila dibanding
dengan hanya meletakkan pupuk di permukaan tanah dan dibiarkan terbuka.
Tanaman jagung yang kekurangan unsur N memperlihatkan pertumbuhan
yang kerdil dan daun tanaman berwarna hijau kekuning-kuningan yang
berbentuk huruf V dari ujung daun menuju tulang daun. Selain itu tongkol
jagung yang terbentuk menjadi lebih kecil dan kandungan protein dalam biji
rendah (Anonimg, 2010).
11

Pemberian pupuk nitrogen yang terlalu banyak pada tanaman jagung


akan mempertinggi atau menambah pertumbuhan vegetatif dan tanaman akan
lebih peka terhadap terhadap penyakit. Jumlah nitrogen yang diberikan
tergantung pada varietas dan kesuburan tanah, dimana jumlahnya dapat
bervariasi antara 60 kg sampai 120 kg N/ha atau 150 kg sampai 300 kg
urea/ha. Penambahan jumlah pupuk nitrogen akan meningkatkan kandungan
protein total di dalam biji, hanya kualitas protein dari segi nilai biologisnya
adalah menurun. Protein pada jagung mempunyai kandungan asam amino,
triptofan, lisin, dan metionin yang rendah. Kandungan tidak meningkat secara
cepat dengan pemberian nitrogen yang meningkat, terutama kandungan
protein total, namun perbandingan relative dari asam amino esensial menurun
(Efendi dan Sulistiati, 1991).
Interaksi varietas dengan dosis urea memberikan pengaruh pada
parameter jumlah daun umur 8 dan 12 MST, dan panjang tongkol. Hasil uji
BNT menunjukkan bahwa interaksi varietas Bisi-2 dengan dosis urea 350 kg
ha-1.menghasilkan rata-rata jumlah daun terbanyak umur 8 dan 12 MST,
sedangkan pada rata-rata panjang tongkol tertinggi, diperoleh dari interaksi
varietas Agricorndengan dosis urea 350 kg ha-1 (v1n2). Hal ini menunjukkan
bahwa masing-masing varietas lebih respon terhadap dosis urea 350 kg ha-1
sehingga memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengandosis
lainnya. Nitrogen merupakan unsur hara esensiil yang memberikan pengaruh
lebih dominan terhadap tanaman jagung, dibandingkan unsur hara lainnya.
Tanaman jagung memerlukan nitrogen dalam jumlah relatif banyak sebagai
bahan penyusun protein dan protoplasma serta pembentuk bagian tanaman
seperti batang dan daun (Kuruseng dan Kuruseng, 2008).
Jagung manis termasuk keluarga Graminae dari suku Maydeae yang
pada mulanya berkembang dari jagung tipe dent dan flint. Jagung tipe dent
(Zea mays identata) mempunyai lekukan dipuncak bijinya karena adanya zat
pati keras pada bagian pinggir dan pati lembek pada bagian puncak biji.
Jagung tipe flint (Zea mays indurata) berbentuk agak bulat, bagian luarnya
keras dan licin. Dari kedua tipe jagung inilah jagung manis berkembang
12

kemudian terjadi mutasi menjadi tipe gula yang resesif. Tinggi tanaman
jagung manis agak pendek. Secara fisik atau morfologi bunga jantan
berwarna putih, mengandung kadar gula lebih banyak dalam endospermnya.
Umur tanaman lebih genjah dan memiliki tongkol yang lebih kecil serta dapat
dipanen umur 60–75 hari. Jagung manis dapat tumbuh pada semua jenis
tanah, dengan syarat drainase baik serta persediaan humus dan pupuk
tercukupi. Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan 5,5–7,0
(Iskandar, 2006).
Jagung adalah tanaman yang penting untuk pangan dan pakan. Lebih
dari 120 juta ha lahan kering pada berbagai area di dunia menjadi media
utama pengusahaannya. Di Indonesia, selain pada lahan kering, jagung
diusahakan pada lahan sawah setelah panen padi dengan produktivitas
mencapai sekitar 7,0 t/ha. Dalam kaitan kehilangan hasil jagung, organisme
pengganggu tanaman (OPT) menjadi penyebab penting apabila menginfeksi
tanaman pada fase vegetatif, semakin muda tanaman terinfeksi semakin besar
peluang kehilangan hasil. Selanjutnya pada fase pascapanen, OPT yang perlu
menjadi perhatian adalah hama kumbang bubuk dan patogen tular benih yang
menyebabkan penurunan kualitas hasil. Biji jagung, baik sebagai pakan,
maupun pangan mudah rusak akibat faktor eksternal dan internal, sehingga
kurang bermanfaat, bahkan dapat membahayakan kesehatan manusia dan
ternak yang mengonsumsinya (Pakki dan Talanca, 2006).
13

III. ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA


A. Kegiatan di Lahan
a. Menanam bibit, pemberian pupuk awal (pupuk kandang).
b. Perawatan tanaman dan pemberian pupuk
Luas petak 3 x 5 m
1) Perlakuan
P1 : tanpa
P2 : pupuk organik 7,5 kg/petak
P3 : pupuk organik 15 kg/petak
P4 : pupuk organik 7,5 kg/petak + Urea 300 gr/petak
P5 :pupuk organik 7,5 kg/petak + Urea 300 gr/petak + SP-36 150
gr/petak
P6 :pupuk organik 7,5 kg/petak+Urea 300 gr/petak + SP-36 150
gr/petak + KCl 150 gr/petak
P7 : Urea 300 gr/petak
P8 : Urea 300 gr/petak + SP-36 150 gr/petak
P9 : Urea 300 gr/petak + SP-36 150 gr/petak + KCl 150 gr/petak
2) Cara pemupukan
Urea 2x = ½ dosis saat tanam dan sisa 20 hari setelah tanam.
SP-36 = 1x saat tanam
KCl = ½ saat tanam dan sisa 20 hari setelah tanam

3) Penanaman
Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 30 x 50 cm dan pada masing-
masing lubang ditanam 3 benih kemudian lubang ditutup dengan tanah.
c. Pemeliharaan
1) Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 1 minggu setelah
tanam dan disisakan 1 tanaman yang paling baik.
2) Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman yang mati
3) Variabel pengamatan :

13
14

• Tinggi tanaman : diukur dari pangkal batang (antara akar dan


batang) sampai ujung daun tertinggi.
• Berat brangkasan kering dan berat brangkasan basah.
Pengamatan per petak dilakukan terhadap 5 sampel tanaman yang mewakili
dan dirata-rata.

B. Analisis Tanah Awal


1. N total tanah dengan metode Kjeldahl
a. Alat:
1) Tabung kjeldahl
2) Timbangan analitik
3) Erlenmeyer
4) Pipet Volume
b. Bahan:
1) Contoh tanah kering angin diameter 0.5mm 1 gr
2) H2SO4 pekat
3) CuSO4
4) K2SO4
5) Zn
6) Aquades
7) H2SO4 0.1 N
8) Indikator metyl red
9) NaOH pekat
10) NaOH 0.1 N
c. Cara Kerja:
1) Destruksi
a) Menimbang contoh dengan gelas arloji bersih/ kertas
contoh tanah kering angin diameter 0.5mm 1 gram.
b) Memasukkan kedalam tabung kjeldahl dan menambahkan 6
ml H2SO4 pekat.
15

c) Menambahkan campuran serbuk CuSO4 dan K2SO4 1


sendok kecil.
d) Melakukan destruksi hingga campuran homogen yaitu asap
hilang dan larutan menjadi putih kehijauan atau tidak berwarna.
2) Destilasi
a) Setelah larutan dalam tabung Kjeldahl dingin, menambahkan
aquades 30 ml dan menuangkan dalam tabung destilasi (tanah tidak
ikut), tambahkan 2 butir Zn dan 20 ml NaOH pekat.
b) Mengambil larutan penampung 10 ml (merupakan campuran H2SO4
0.1 N dan 2 tetes metyl red) pada beker glass atau erlenmenyer.
c) Melakukan destilasi hingga volume larutan penampung 40ml.
3) Titrasi
a) Mengambil larutan penampung 10ml dan melakukan titrasi pada
larutan dalam beker glass hasil destilasi, dengan NaOH 0.1 N
sampai warna hampir hilang/ kuning bening.
b) Melakukan prosedur diatas untuk blangko.
c) Menghitung nilai pupuk.
2. P Tersedia Tanah
a. Alat:
1) Flakon
2) Kertas saring whatman
3) Timbanan analitik
4) Gelas ukur
5) Spektofotometer panjang gelombang 660 nm.
b. Bahan:
1) Contoh tanah kering angin
2) Larutan standar P
3) HCl 0.025 N
4) NH4F 0.03N
5) Filtrat
6) aquades
16

7) Amonium molybdat
8) SNCl2
c. Cara kerja:
1) Mengencerkan larutan standar P
2) Menimbang 1 gram tanah kering angin kemudian memasukkannya ke
dalam flakon
3) Menambahkan 7ml larutan Bray I (0.025 N HCl + 0.03 N NH 4F), lalu
menggojognya selama 1 menit
4) Menyaring dengan kertas whatman sampai jernih
5) Mengambil 2 ml filtrat dan menambah 5 ml aquades
6) Menambah 2ml amonium molybdat hingga homogen
7) Menambahkan 1 ml SnCl2 dan menggojognya (sebelum ditembak)
8) Mengukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660
nm.
3. K Tersedia Tanah
a. Alat:
1) Tabung Reaksi/ flakon
2) Kertas saring
3) Timbanan analitik
4) Gelas ukur
5) Flamefotometer
6) Pipet tetes
b. Bahan:
1) Contoh tanah kering angin
2) Amonium asetat
3) LiCl2
4) Aquades
c. Cara Kerja:
1) Menimbang contoh tanah 2.5 gram
2) Menambah amonium asetat 25 ml dan menggojognya selama 30 menit
3) Menyaring ekstrak dan mengambil 5 ml
17

4) Menambah 5 ml LiCl2 dan menjadikan volume 50 ml dengan aquades


5) Menembak dengan flamefotometer.

4. pH H2O tanah dan KCl


a. Alat:
1) Flakon
2) Gelas ukur
3) pH meter
b. Bahan:
1) Contoh tanah kering angin
2) Aquades
3) KCl
c. Cara Kerja:
1) Menimbang contoh tanah kering angin 6 gram, dimasukkan ke dalam
flakon
2) Menambah 15 cc aquades atau KCl
3) Mengocok hingga homogen selama 10 menit
4) Mendiamkan selama 30 menit
5) Mengukur pH dengan pH meter

5. Kadar Lengas Tanah


a. Alat
1) Botol timbang
2) Oven
3) Timbangan
b. Bahan
1) Contoh tanah kering angin (0.5mm dan lolos 2mm)
c. Cara Kerja
1) Menimbang botol timbang+tutup
2) Memasukkan 5 gram tanah (0.5mm dan lolos 2mm) ke dalam botol
timbang+tutup
18

3) Dioven 4 jam (105oC), eksikator, kemudian di timbang.


6. Bahan Organik (BO)
a. Alat:
1) Pipet tetes
2) Tabung erlemenyer
3) Timbangan analitik
b. Bahan
1) Contoh tanah kering angin 0.5mm
2) K2Cr2 O7
3) H2SO4
4) H3PO4
5) Aquades
6) Indikator DPA
7) FeSO4
c. Cara Kerja
1) Memasukkan contoh tanah kering angin ke dalam tabung erlemenyer
2) Menambahkan 10 ml K2Cr2 O7 dan 10 ml H2SO4, digojok 1 menit dan
kemudian didiamkan 30 menit
3) Menambahkan 5 ml H3PO4 dan aquades sampai 50 ml
4) Mengambil 5 ml larutan bening, ditambahkan 5 ml aquades dan 2
tetes indikator DPA, kemudian digojog
5) Titrasi dengan FeSPO4 sampai hijau cerah.
7. Tekstur
a. Alat:
1) Gelas ukur
2) Timbangan analitik
3) Mixer
4) Tabung sedimentasi
5) Pengukur suhu
b. Bahan:
1) Contoh tanah kering angin
19

2) Na-pirofosfat
3) Aquades
c. Cara Kerja:
1) Menimbang 25 gram tanah, dimasukkan dalam gelas ukur
2) Menambahkan dengan 10 ml Na-pirofosfat dan 100ml aquades,
kemudian di mixer
3) Masukkan ke dalam tabung sedimentasi
4) Cuci gelas ukur dengan air
5) Mengukur suhu aquades (sebagai dasar penentuan waktu pencelupan
hidrometer)
20

IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL PENGAMATAN


A. HASIL PENGAMATAN
Tabel 4.1. Rekapitulasi Tinggi Tanaman per Petak Tanaman Jagung.
Waktu
3/12/2009 10/12/2009 17/12/2009 23/12/2009
Perlakuan Sampel (Minggu ke- 1) (Minggu ke-2) (Minggu ke- 3) (Minggu ke- 4)
P1 1 21 29.4 45 66
2 15.5 25.4 43 63
3 19 19.5 31 44
4 15.9 25 44 66
5 18.5 25.5 36 60
P2 1 16 20 40 41
2 8 13 16 28
3 13 18 25 43
4 9 19 24.7 41
5 13 19.5 45 48
P3 1 22 34 45.7 74
2 21 34 51.3 72
3 22.7 40 59.3 80
4 20.3 34.5 52.2 74
5 17.6 34.5 61 81
P4 1 17 29 46 58.5
2 28 44 73 104
3 25 43 68 94
4 23 39 67 88
5 17.5 30 53 79
P5 1 15.1 25.5 46 70
2 21.1 38.5 67 90
3 15.2 28 55 80
4 15.2 27.5 54 75
5 15 27.5 59 91.5
P6 1 19 32 58 76
2 20 31 35 92
3 18 23 47 65
4 16.5 24.3 51.7 30
5 18.5 29 43.3 65.5
P7 1 16 22 47 73
2 13 21 34.5 47
3 14 22.5 39.5 57
4 15.5 27 49 71
5 18.5 24 45 70
P8 1 13.5 26.9 53.2 78

20
21

2 17 26 44 66
3 13 23 39 59
4 17 26 44 63
5 17.8 28 50.5 69.5
P9 1 20.4 29.1 47.1 62
2 19 27.5 42.4 31.5
3 18.5 28.9 49.3 62
4 13.7 27.5 41.2 63
5 13.2 16.9 27.5 51
Sumber : Laporan Sementara

Tabel 4.2. Rekapitulasi Berat Brangkasan Basah dan Berat Brangkasan


Kering per Petak Tanaman Jagung.
Berat
Perlakuan Brangkasan Basah Brangkasan Kering
P1 355.931 65.103
P2 114.454 9.81
P3 636.9 45.515
P4 957.536 89.73
P5 685.854 15.3
P6 901.704 67.095
P7 643.2 31.277
P8 472.048 90.903
P9 430.552 56.438
Sumber : Laporan Sementara

Tabel 4.3. Data Analisis pH H2O dan KCl


pH Aquades (H2O) KCl
1 2 1 2
O
Suhu 26 C 6,561 6,508 5,411 5,404
Sumber : Laporan Sementara

Tabel 4.4. Larutan standar K tersedia


Y X
0 0
5 0,15
10 0,29
15 0,38
Sumber: Laporan sementara

Tabel 4.5. Data Analisis Percobaan I Kadar Lengas Tanah


22

Botol Berat botol Berat botol Berat sesudah


timbang tertutup timbang + tutup dioven (c)
(g) (a) + tanah 5gr (b)
Ø 0,5mm A 50,650 55,642 55,355
Ø 0,5mm B 56,266 61,262 60,986
Ø 2mm A 34,208 39,211 38,920
Ø 2mm B 33,052 38,036 37,709
Sumber : Laporan Sementara

Tabel 4.6. Data Analisis Percobaan II Kadar Lengas Tanah


Botol Berat botol timbangBerat botol timbang Berat
+ sesudah
tertutup (g) (a) tutup + tanah 5gr dioven (c)
(b)
Ø 0,5mm A 50,635 55,631 55,370
Ø 0,5mm B 56,252 61,256 60,996
Ø 2mm A 34,187 39,185 38,909
Ø 2mm B 33,007 38,004 37,724
Sumber : Laporan Sementara

Tabel 4.7. Tinggi Tanaman, Berat basah, Berat kering, Interaksi K dan L dan
Trans Tinggi Tanaman.
Trans
K L Blok Tinggi Berat Basah Berat Kering K*L Tinggi
0 0 1 143 355.931 65.103 0 11.9583
0 1 1 145 643.2 31.277 0 12.0416
0 2 1 154.26 472.048 90.903 0 12.4201
0 3 1 138 430.552 56.438 0 11.7473
1 0 1 100 114.454 9.81 0 10
1 1 1 205 957.536 89.73 1 14.3178
1 2 1 183 685.854 15.3 2 13.5277
1 3 1 158 901.704 67.095 3 12.5698
2 0 1 186 636.9 45.515 0 13.6382
2 1 1 0 0 0 2 0
2 2 1 0 0 0 4 0
2 3 1 0 0 0 6 0
Sumber: Data Minitab

Tabel 4.8. Data Statistik Tinggi Tanaman


23

Variable N Mean Median TrMean StDev SE Mean


Tinggi 12 117.7 144.0 120.7 75.8 21.9
Variable Minimum Maximum Q1 Q3
Tinggi 0.0 205.0 25.0 176.8
Sumber: Data Minitab
Normal Probability Plot

.999
.99
.95
.80
Probability

.50
.20
.05
.01
.001

0 100 200
Tinggi
Average: 117.688 Kolmogorov-Smirnov Normality T est
StDev: 75.7878 D+: 0.125 D-: 0.272 D : 0.272
N: 12 Approximate P-Value: 0.020

Gambar 4.1. Grafik Uji Normalitas 1 Tinggi Tanaman (Normal Prob Plot:
Tinggi)

Normal Probability Plot

.999
.99
.95
.80
Probability

.50

.20
.05
.01
.001

0 5 10 15
Trans Tinggi
Average: 9.35174 Kolmogorov-Smirnov Normality T est
StDev: 5.74297 D+: 0.194 D-: 0.328 D : 0.328
N: 12 Approximate P-Value < 0.01

Gambar 4.2. Grafik Uji Normalitas 2 Tinggi Tanaman (Normal Prob Plot:
Trans Tinggi)

Tabel 4.9. Uji Kruskal-Wallis (Uji Pengaruh perlakuan terhadap Hasil):


Trans Tinggi versus K
24

K N Median Ave Rank Z


0 4 1.20E+01 6.5 0.00
1 4 1.30E+01 8.8 1.53
2 4 0.00E+00 4.3 -1.53
Overall 12 6.5
Sumber: Data Minitab

Tabel 4.10. Uji Kruskal-Wallis: Trans Tinggi versus L


L N Median Ave Rank Z
0 3 11.96 7.0 0.28
1 3 12.04 7.0 0.28
2 3 12.42 6.7 0.09
3 3 11.75 5.3 -0.65
Overall 12 6.5
Sumber: Data Minitab

Normal Probability Plot

.999
.99
.95
.80
Probability

.50
.20
.05
.01
.001

0 500 1000
Berat Basah
Average: 433.182 Kolmogorov-Smirnov Normality T est
StDev: 345.875 D+: 0.155 D-: 0.139 D : 0.155
N: 12 Approximate P-Value > 0.15

Gambar 4.3. Grafik Uji Normalitas Berat Basah

Tabel 4.11. Uji F (Uji Pengaruh Perlakuan Terhadap Hasil): Berat Basah
Versus K
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
K 2 522099 522099 261050 2.96 0.103
Error 9 793825 793825 88203
Total 11 1315924
Sumber: Data Minitab

Tabel 4.12. Uji F (Uji Pengaruh Perlakuan Terhadap Hasil): Berat Basah
Versus L
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
25

L 3 49604 49604 16535 0.10 0.955


Error 8 1266320 1266320 158290
Total 11 1315924
Sumber: Data Minitab

Normal Probability Plot

.999
.99
.95
.80
Probability

.50
.20
.05
.01
.001

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Berat Kering
Average: 39.2643 Kolmogorov-Smirnov Normality T est
StDev: 34.5362 D+: 0.173 D-: 0.107 D : 0.173
N: 12 Approximate P-Value > 0.15

Gambar 4.4. Grafik Uji Normalitas Berat Kering

Tabel 4.13. Uji F (Uji Pengaruh Perlakuan Terhadap Hasil): Berat Kering
Versus K
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
K 2 5142.8 5142.8 2571.4 2.90 0.107
Error 9 7977.4 7977.4 886.4
Total 11 13120.2
Sumber: Data Minitab

Tabel 4.14. Uji F (Uji Pengaruh Perlakuan Terhadap Hasil): Berat Kering
Versus L
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P
L 3 62 62 21 0.01 0.998
Error 8 13059 13059 1632
Total 11 13120
Sumber: Data Minitab

B. ANALISIS HASIL PENGAMATAN


1. pH H2O tanah dan KCl
26

a) Kadar lengas Ø 0,5 mm


pH H2O tanah = 6,561 (agak masam)  Harkat rendah
pH KCl tanah = 5,411 (masam)  Harkat rendah
b) Kadar lengas Ø 2 mm
pH H2O tanah = 6,508 (agak masam)  Harkat rendah
pH KCl tanah = 5,404 (masam)  Harkat rendah
2. N total tanah
B = 0,13
A= 0,1
N NaOH = 0,1 N
Berat tanah = 1 gr = 1000 mg
KL 0,5 mm = 5,973
( B − A) × N NaOH ×14 × 4
×100 %
N total = 100
× Berat Tanah (mg )
100 + KL
(0,13 − 0,1) × 0,1 ×14 × 4
×100 %
= 100
×1000
100 + 5,973

0,03 × 0,1 ×14 × 4


×100 %
= 100 ×1000
105 ,973
0,168
= 943 ,637 ×100 %

= 0,0178 %  Harkat rendah


3. P tersedia
a = 0,0165
b = 2,2189
r = 0,99
hasil tembakan = 0,033
Y = a + bx
Y = -0,0165 + 2,2189x
= -0,0165 + 2,2189(0,033)
27

Y = 0,0567
ppmPLaru tan tan ah × 35
ppm P = 100
× Berat Tanah ( gr )
100 + KL
0,0567 × 35
= 100
×1
100 + 5,973
1,9845
= 100
105 ,973

= 2,1022  Harkat rendah


4. K tersedia tanah
Hasil tembakan = 0,16
KL Ø 0,5 mm = 5,973
Berat tanah = 250 mg
a = 0,013
b = 0,0256
r = 0,99
y = a + bx
= 0,013 + 0,0256(0,16)
= 0,017096
50 50
ppmklaru tan Tanah × ×
5 100 ×100 %
K tersedia tanah =
100
× BeratTanah (mg )
100 + KL
50 50
0,017096 ××
5 100 ×100 %
= 100
× 250
100 + 5,973
0,017096 × 5
×100 %
= 100 × 250
105 ,973
0,08548
= 0,9436 × 250 ×100 %

0,08548
= 0235 ,9091 ×100 %
28

= 3,6234 ×10 −4 ×100 %


=  Harkat rendah

5. Kadar Lengas Tanah


b −c
KL Ø 0,5mm A= c −a ×100 %

55 ,642 −55 ,355


= 55 ,355 −50 ,650 ×100 %

0,287
= 4,705 ×100 %

= 6,099
61,262 − 60 ,986
KL Ø 0,5mm B = 60 ,986 − 56 ,266 ×100 %

0,276
= 4,75 ×100 %

= 5,847
KL 0,5mmA + KL 0,5mmB
KL Ø 0,5mm rata-rata =
2
6,099 + 5,847
=
2
= 5,973
39 ,185 − 38 ,909
KL Ø 2 mm A = 38 ,909 − 34 ,187 ×100 %

0,276
= 4,722 ×100 %

= 5,844
38 ,004 − 37 ,724
KL Ø 2mm B = 37 ,724 − 33 ,007 ×100 %

0,28
= 4,717 ×100 %

= 5,935
KL 2mmA + KL 2mmB
KL Ø 2mm rata-rata =
2
5,844 + 5,935
=
2
29

= 5,8895
Hasil analisis kadar lengas tanah
KL Ø 0,5mm = 5,973
KL Ø 2mm = 5,8895
6. Bahan Organik Tanah
A= 0,12
B= 2
n FeSO4= 0,5
Berat Tanah = 500 mg
Kadar lengas Ø 0,5 mm = 5,973
( B − A) × N FeSO 4 × 3 100
×10 × ×100 %
Kadar C = 100 77
× BeratTanah ( mg )
100 + KL
(2 − 0,12 ) × 0,5 × 3 100
×10 × ×100 %
= 100 77
× 500
100 + 5,973

2820
×100 %
= 100
× 500 × 77
105 ,973

2820
= ×100 %
36344
= 7,759%

100
BO = × kadarC
58
100
= × 7,759
58
= 13,378%

7. Tekstur Tanah
A= 30 gr/L ( Fraksi campuran debu dan lempung)
30

B= 13 gr/L ( Fraksi lempung)


C= 43,75 % (% Bahan Organik)
a= 0 gr/L ( Blangko pada pembacaan 1)
b= 0 gr/ L ( Blangko pada pembacaan 2)

Fk =

= 0,944
 25 (25C ) ( A − a ) 
 fk − 100 − 2 
 ×100 %
% pasir =
 25   25C 
 − 
 0,944   100 

 25 (25 ×13,378 ) (30 − 0) 


 0,944 − 100

2 
 ×100 %
=
 25   25 ×13,378 
 − 
 0,944   100 
[ 26,483 − 3,3445 − 15] ×100 %
=
[ 26,483 − 3,3445 ]
8,1385
= 23 ,1385 ×100 %

= 35,17%
 ( A − a) ( B − b ) 
 2 − 2 
% debu = × 100%
 25   25C 
  −  
 fk   100 

 (30 − 0) (13 − 0 ) 
 2 −
 2 
= × 100%
 25   25 × 13,378 
 − 
 0,944   100 
8,5
= 23 ,138 ×100 %

= 36,74%
31

 ( B − b) 
 2 
  × 100%
% lempung =
 25   25C  
  −  
 fk   100  
13 
2
  × 100%
=
 25   25 × 13,378 
 − 
 0,944   100 
6,5
= 23 ,138 ×100 %

= 28,09%
• Jumlah fraksi = % pasir + % debu + % lempung

= 35,17% + 36,74% + 28,09%


= 100%
• Tekstur: Geluh

V. PEMBAHASAN
Kesuburan tanah secara tidak langsung berhubungan dengan komposisi
kimia dari mineral-mineral anorganik primer. Faktor yang paling penting adalah
tingkatan bentuk hara yang tersedia bagi tanaman. Tingkatan semacam itu
tergantung dari banyak faktor di antaranya kelarutan zat hara, pH tanah, kapasitas
pertukaran kation, tekstur tanah, dan jumlah bahan organik yang ada.
Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh pH baik langsung maupun tidak
langsung. Setiap kelompok jenis tanaman membutuhkan pH tertentu untuk
pertumbuhan dan produksi maksimum. Nilai pH tanah mempengaruhi
ketersediaan N, P, K, Ca, Mg dan unsur mikro serta kelarutan unsur beracun
32

seperti Al dan Mn. Di samping itu juga mempengaruhi kehidupan jasad mikro
dalam tanah.

Praktikum kesuburan tanah ini dilakukan pada tanaman jagung (Zea mays)
menggunakan jenis tanah Entisols. Tanaman jagung termasuk ordo Zea dengan
famili poaceae, mempunyai tinggi batang antara 60 – 300 cm, batang berbentuk
bulat atau agak pipih, beruas- ruas dan umumnya tidak bercabang.

Persyaratan untuk pertumbuhan jagung adalah penyinaran matahari yang


penuh, menghendaki suhu optimum 21- 34oC, menghendaki tanah yang gembur,
subur, berdrainase baik dengan pH 6,5- 7,2. tanah yang bertekstur berat harus
diolah sehingga aerasi dan drainasenya baik. Selain itu, jagung juga membutuhkan
air yang cukup terutama pada saat awal pertumbuhannya, yaitu stadia
pembungaan dan stadia pengisian biji. Di lahan yang tidak beririgasi, curah hujan
yang dikehendaki 85-100 mm/bulan, merata sepanjang pertumbuhan tanaman
(Danarti,1995).

Pemeliharaan ataupun kegiatan yang dilakukan pada praktikum kesuburan


tanah ini adalah melakukan pendangiran untuk membersihkan lahan dari gulma
yang ada, kegiatan ini dilakukan setiap minggunya. Selain itu dilakukan pula
penyiraman tanaman, agar ketersediaan air bagi tanaman tetap terjaga, dan
dilakukan pula pengukuran tanaman tiap minggunya agar diketahui
pertumbuhannya. Variabel tanaman yang diamati berupa tinggi tanaman, berat
brangkasan basah, dan berat brangkasan
32 kering.

Dari hasil praktikum, tinggi rata-rata tanaman jagung yang ditanam pada
tanah Entisols tanpa pemberian pupuk organik maupun pupuk anorganik (P1)
mempunyai rata-rata tinggi tanaman 35,635 cm dengan berat brangkasan basah
sebesar 355,931gr dan brangkasan kering sebesar 65.103. Perlakuan (P2) yaitu
dengan memberikan pupuk organik sebanyak 7,5kg/petak, tinggi rata-rata
tanaman jagungnya adalah 25,01cm, berat brangkasan basah adalah 114,554gr
dan berat brangkasan kering 9,810gr. Pada tanaman jagung yang diberi perlakuan
(P3) pupuk pupuk organik 15 kg/petak tinggi rata-rata jagung 46,57 cm, berat
brangkasan basah sebesar 636,900 gr dan brangkasan keringnya 45,515 gr. Untuk
33

perlakuan (P4) pupuk organik 7,5gr/petak dan ditambah pupuk urea 300gr/petak,
tinggi rata-rata tanaman jagung yaitu 51,3cm dengan berat brangkasan basah
957,536gr dan berat brangkasan kering 89,73gr. Pada perlakuan (P5) pupuk
organik 7,5kg/petak ditambah pupuk urea 300gr/petak dan SP-36 150 gr/petak,
tinggi rata-rata jagung yaitu 45,8 cm dengan berat brangkasan basah 658,854gr
dan berat brangkasan kering 15,3 gr. Untuk perlakuan (P6) pupuk organik
7,5Kg/petak ditambah pupuk urea 300gr, pupuk SP-36 150gr dan pupuk KCL
150gr. Tinggi rata-rata tanamannya adalah 39,6cm dengan berat brangkasan basah
901,704 dan brangkasan kering 67,095 gr. Perlakuan (P7) diberikan pupuk urea
300gr/petak tanpa diberikan pupuk organik, tinggi rata-rata tanaman jagungnya
adalah 36,325cm dengan berat brangkasan basah 643,2gr dan berat brangkasan
kering 31,277gr. Perlakuan (P8) diberikan pupuk urea 300gr/petak dan ditambah
SP-36 150gr/petak, tinggi rata-rata tanaman jagung adalah 38,565 cm dengan
berat brangkasan basah 472,048gr dan berat brangkasan kering 90,903.
Sedangkan perlakuan terakhir (P9) tanpa pemberian pupuk organik, namun
diberikan pupuk urea 300gr/petak, SP-36 150 gr/petak dan KCL 150gr/petak.
Rata-rata tinggi tanaman jagungnya adalah 34,585cm, dengan berat brangkasan
basah 430,552gr dan berat brangkasan keringnya 56,438 gr.
Pertumbuhan tanaman jagung yang paling tinggi yaitu pada perlakuan
pupuk organik 7,5Kg ditambah urea 300gr (P4). Kendala unsur N rendah yang
terdapat pada tanah Entisols dikendalikan dengan penambahan pupuk N(urea)
sehingga hasil pertumbuhan tanaman jagung pada perlakuan juga meningkat.
Adanya penambahan pupuk artinya membantu ketersediaan unsur hara tanaman
terutama unsur hara makro. Pupuk organik(pupuk kandang) dapat memperbaiki
sifat kimia, fisika dan biologi tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation,
menambah kemampuan tanah menahan air, meningkatkan ketersediaan unsur
mikro, serta tidak menimbulkan polusi bagi lingkungan. Oleh karena itu, pupuk
organik juga membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung.

Perlakuan pemberian pupuk organik 7,5Kg (P2) tinggi rata-rata tanaman


paling rendah. Hal ini dikarenakan pada tanah Entisols kandungan nitrogennya
sedikit dan ditambah dengan tidak diberikannya tambahan nitrogen berupa pupuk
34

urea, dimana nitrogen ini sangat berperan penting dalam pertumbuhan vegetatif
tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman jagung menjadi lambat.

Dari hasil praktikum analisis tanah awal yang dilakukan di laboratorium


dapat diketahui sifat-sifat kimia dari tanah Entisols, antara lain pH, bahan organik,
tekstur, unsur N, P, K, dan kadar lengas tanah.

Entisols merupakan jenis tanah muda, dimana secara alami pembentuan


tanahnya belum berlangsung. Entisols yang terbentuk dari endapan sungai
berpotensi untuk pertanian lahan basah (padi) dan perikanan air tawar. Entisols
yang terdapat di lahan kering, yang terbentuk dari bahan sedimen, batu gamping,
terlebih jika dari bahan vulkanik, cukup berpotensi untuk pertanian tanaman
pangan, tanaman perkebunan, buah-buahan, dan tanaman pakan ternak.
Kandungan unsur hara tergantung dari bahan induk dari tanah ini dan biasanya
miskin kandungan hidrogennya. Reaksi tanahnya adalah netral, agak masam
sampai masam. Proses pembentukan tanahnya adalah bersifat alterasi lemah atau
tanpa pembentukan tanah dan tanah ini memiliki permeabilitas dan kapasitas
infiltrasi yang cepat sampai sangat cepat, daya menahan air sangat rendah dan
sangat peka terhadap reaksi lingkungan (Reisenauer, 1976).

Menurut hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui pH pada


tanah Entisols yaitu 5,4-6,5 yang tergolong masam-agak masam. Dengan pH yang
masam, tanah Entisols dapat digolongkan pada tanah yang cukup subur, karena
pada umumnya unsur hara banyak bertahan dalam kondisi yang masam.

Nilai N total tanah rata-rata pada tanah Entisols, yaitu 0,69 % (rendah).
Kandungan N total tanah rendah karena dipengaruhi kadar air yang lebih rendah
dan oksidasi yang lebih baik dalam tanah yang bertekstur kasar. Kandungan P
tersedia tanah rata-rata sebesar 0,007 % (sangat rendah). Kandungan K tersedia
tanah rata-rata yaitu 0,08 % (sangat rendah). Kandungan K dan P tersedia tanah
rendah menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat karena ketersediaan unsur
tersebut belum mencukupi kebutuhan tanaman (Nuryani, 2003).
35

Unsur N total tanah yang ada pada tanah ini sangat rendah yaitu hanya
0,0178%, sehingga apabila tidak dilakukan penambahan pupuk baik itu pupuk
organik maupun pupuk anorganik, maka pertumbuhan tanaman tidak akan
maksimal. Unsur P tersedia tanah yaitu 2,1022. Sedangkan unsur K tersedia tanah
adalah 0,036234%.

Kadar lengas kering angin merupakan keadaan dimana banyaknya


kandungan air yang masih dapat diserap tanah ketika air gravitasi dan air kapiler
menghilang. Pada praktikum ini didapatkan pada tanah Entisols memiliki kadar
lengas kering angin pada tanah 0,5 mm sebesar 5,973 dan pada tanah lolos 2 mm
sebesar 5,8895. Terlihat bahwa kadar lengas kering angin pada tanah ukuran 0,5
mm > tanah lolos 2 mm. Hal ini dapat disebabkan beberapa beberapa faktor antara
lain karena tanah yang berukuran semakin kecil dengan tekstur yang halus
memiliki kandungan air serta memiliki kemampuan mengikat air yang lebih besar
daripada tanah dengan ukuran yang besar dengan tekstur yang kasar. Selain itu
dapat pula disebabkan karena semakin kecil ukuran suatu tanah maka bidang
permukannya semakin luas sehingga tanah tersebut akan relatif lebih cepat dan
lebih mudah dalam menyerap pori-pori mikro dalam tanah yang berupa air.

Tanah Entisols pada umumnya fraksi penyusun tanahnya yang


mendominasi adalah pasir yang memiliki permeabilitas cepat, pori makro yang
besar, bersifat porous, sehingga ketika ditambahkan air pada tanah ini, air akan
mudah lolos dan sulit diikat partikel tanah. Akibatnya kandungan air pada partikel
tanah ini kecil sehingga berpengaruh terhadap kecilnya nilai kadar lengas. Namun
secara umum, tekstur tanah Entisols tergantung tempat dan sifat. Pada praktikum
didapatkan hasil bahwa tanah Entisols mempunyai tekstur pasir 35,17%, debu
36,74%, sedangkan untuk lempung adalah 28,09%. Jumlah dari ketiga fraksi
tersebut adalah sebesar 100% artinya sesuai dengan teori. Bila dicocokan dengan
segitiga tekstur maka tanah tersebut tergolong tanah yang bertekstur geluh. Hal ini
karena presentase kandungan lempung dan debu yang lebih domonan dari fraksi
pasir.
36

Dari hasil praktikum diperoleh hasil bahwa besarnya kadar C adalah


sebesar 7,759% sedangkan besarnya kadar bahan organik yaitu 13,378 %. Hal ini
dapat diambil sebuah kesimpulan menurut Balittanah (2006) bahwa kadar C
organik termasuk tinggi karena >5%. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kandungan bahan organik antara lain tekstur tanah, dan konsistensi tanah. Apabila
tekstur tanah semakin halus maka tanah tersebut semakin banyak mikroorganisme
yang hidup sehingga penguraian sisa-sisa tanaman dan hewan juga semakin
banyak. Hal ini mempengaruhi pada meningkatnya kandungan bahan organik
dalam tanah.

Bahan organik tanah merupakan penimbunan, terdiri dari pembentukan


sisa dan sebagian dari pembentukan baru sisa-sisa hewan dan tumbuhan. Bahan
organik yang terkandung dalam tanah kurang lebih 3-5 % dari berat tanah dalam
top soil tanah mineral yang terwakili (Buckman, 1982).

Menurut hasil analisis tanah awal, dapat dilihat bahwa tanah Entisolss ini
cukup subur. Hal ini dikarenakan kandungan bahan organik yang cukup tinggi,
hal ini berhubungan erat dengan tekstur tanah yang ada. Tekstur tanah pada tanah
ini tergolong pada tekstur yang halus, sehingga tanah pada ini terdapat banyak
mikroorganisme yang hidup yang dapat menguraikan sisa-sisa tanaman maupun
hewan dan mempengaruhi peningkatan kandungan bahan organik. Dengan tekstur
yang halus ini pula dapat mempengaruhi pH tanah, sehingga pH tanah ini menjadi
masam. Hal tersebut terjadi karena faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pH
dalam tanah antara lain kapasitas pertukaran kation (KPK), dan kejenuhan basa.
Apabila kapasitas pertukaran kation semakin besar maka pH tanah juga akan
meningkat karena akan semakin banyak ion-ion yang akan dijerap oleh tanah.
Dimana besarnya kapasitas tukar kation ini ditentukan oleh tekstur tanah. Apabila
tekstur semakin halus maka semakin besar pula kapasitas tukar kationnya.

Menurut data minitab yang ada, pada uji normalitas tinggi tanaman
menunjukkan data tersebut tidak normal karena P(Value) < 0,05 yaitu P(Value)
hanya 0,02 sehingga data tinggi tanaman harus dinormalkan terlebih dahulu
sehingga dihasilkan Trans Tinggi. Dari data Trans Tinggi dilakukan uji normalitas
37

kembali namun nilai P(Value) < 0,01 sehingga data menunjukkan data tidak
normal.

Uji pengaruh perlakuan K (pemberian pupuk anorganik) dan L (pemberian


pupuk organik) terhadap tinggi tanaman menggunakan Uji Kruskal-Wallis, karena
data tinggi tanaman tidak normal. Perlakuan K terhadap tinggi tanaman
menunjukkan nilai P=0,211 (P>0,05) sehingga perlakuan K berpengaruh tidak
nyata (Not Signifikan) terhadap tinggi tanaman. Yang artinya pemberian pupuk
anorganik memberikan hasil yang tidak jauh beda dengan (P1) sebagai control,
yang tidak diberikan pupuk apapun. Perlakuan L terhadap tinggi tanaman
menunjukkan nilai P= 0,933 (P>0,05), sehingga perlakuan L juga berpengaruh
tidak nyata (Not Signifikan) terhadap tinggi tanaman. Yang artinya pemberian
pupuk organik memberikan hasil yang tidak jauh beda dengan (P1) sebagai
control.

Uji pengaruh perlakuan yang digunakan yaitu Uji F karena data berat
basah menunjukkan data normal. Pada uji pengaruh perlakuan K terhadap berat
basah menunjukkan nilai P = 0,103 yang artinya perlakuan pemberian pupuk
anorganik (K) terhadap tinggi tanaman berpengaruh tidak nyata (Not Signifikan)
karena nilai P>0,05. Perlakuan L terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa
perlakuan tersebut berpengaruh tidak nyata (Not Signifkan) terhadap berat basah,
karena P = 0,955 atau P>0,05. Data yang didapat adalah Non Signifikan baik
untuk uji pengaruh perlakuan K maupun uji pengaruh perlakuan L. hal ini
menggambarkan bahwa pemberian pupuk anorganik ataupun pemberian pupuk
organic tidak memberikan hasil berat basah yang jauh beda dengan hasil yang di
dapat oleh (P1) sebagai kontrol.

Uji pengaruh perlakuan yang digunakan yaitu Uji F karena data berat
kering menunjukkan data normal. Pada uji pengaruh perlakuan K terhadap berat
kering menunjukkan nilai P = 0,107 yang artinya perlakuan pemberian pupuk
organic (K) terhadap tinggi tanaman berpengaruh tidak nyata (Not Signifikan)
terhadap berat kering karena nilai P>0,05. Perlakuan L terhadap berat kering
menunjukkan bahwa perlakuan tersebut berpengaruh tidak nyata terhadap berat
38

basah, karena P = 0,998 atau P>0,05. Kedua data yang didapat adalah non
signifikan yang artinya hasil yang didapat tidak memberikan hasil yang jauh beda
dengan hasil (P1) sebagai control.

Keseluruhan data hasil minitab menunjukkan hasil yang non signifikan


yang artinya hasil dari perlakuan pemberian pupuk organik maupun anorganik
memberikan hasil yang tidak jauh beda dengan (P1) yang tidak diberikan
perlakuan apapun sebagai kontrol. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya
perawatan dan pemeliharaan tanaman jagung pada waktu praktikum, kurang
tepatnya waktu, cara ataupun dosis pemupukan yang dilakukan. Dan bisa juga
disebabkan karena pupuk yang diberikan terlindi ataupun tercuci, sehingga tidak
diserap secara optimal oleh tanaman.
39

VI. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

1. Pemeliharaan tanaman ataupun kegiatan yang dilakukan pada praktikum


kesuburan tanah ini adalah melakukan pendangiran selain itu dilakukan
pula penyiraman tanaman dan dilakukan pula pengukuran tanaman.

2. Pertumbuhan tanaman jagung yang paling tinggi yaitu pada perlakuan


pupuk organik 7,5Kg ditambah urea 300gr (P4).

3. Perlakuan (P2) pemberian pupuk organik 7,5Kg/petak tinggi rata-rata


tanaman paling rendah.

4. pH pada tanah Entisolss yaitu 5,4-6,5 tergolong masam-asam.

5. Unsur N total tanah yang ada pada tanah ini sangat rendah yaitu hanya
0,0178%

6. Unsur P tersedia tanah yaitu 2,1022. Sedangkan unsur K tersedia tanah


adalah 0,036234%

7. Pada tanah Entisolss memiliki kadar lengas kering angin pada tanah 0,5
mm sebesar 5,973 dan pada tanah lolos 2 mm sebesar 5,8895.

8. Besarnya kadar C pada tanah Entisolss adalah sebesar 7,759% sedangkan


besarnya kadar bahan organik yaitu 13,378 %.

9. Menurut hasil analisis tanah awal, dapat dilihat bahwa tanah Entisolss ini
cukup subur.

10. Dari semua data hasil minitab menunjukkkan hasil yang Non Signifikan,
yang artinya hasil dari perlakuan pemberian pupuk organik maupun
anorganik memberikan hasil yang tidak jauh beda dengan (P1) yang tidak
diberikan perlakuan apapun sebagai kontrol.

11. Sebab data non signifikan karena kurangnya perawatan dan


pemeliharaan tanaman jagung pada waktu praktikum. Dan karena
praktikumnya yang kurang optimal, pengambilan data yang hanya
dilakukan selama 4 kali.
39
40

B. SARAN

Penambahan pupuk sebaiknya juga diimbangi dengan penambahan


pupuk lain agar pertumbuhan tanaman menjadi baik dan ketersediaan unsur
hara bisa terpenuhi. Dan agar mendapatkan hasil yang lebih optimal lagi,
perlu adanya pemeliharaan dan perawatan yang baik.
41

DAFTAR PUSTAKA

Anda, M. 2008. Penyatuan Mineral Tanah dengan Bahan Organik dan


Dampaknya pada Nilai pH0 tanah. Jurnal Sumberdaya Lahan. Vol. (2) 1.
Anonima, 2010. Pengertian Tanah Kering. http://majalah.tempointeraktif.com.
Diakses pada tanggal 11 Januari 2010. Surakarta.
Anonimb, 2010. Pengertian Lahan Basah. http://www.ppkmlb.page.tl/Sekilas-
Lahan-Basah.htm. Diakses tanggal 12 Januari 2010. Surakarta.
Anonimc. 2010. Pupuk Organik Tingkatkan Produksi Pertanian.
http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi. Diakses pada tanggal 4
Januari 2010. Surakarta.
Anonimd. 2010. pH Tanah. Wordpress.com. Diakses tanggal 11 Januari 2010.
Surakarta.
Anonime, 2010. Teknologi Budidaya Jagung. http://www.pustakadeptan.go.id.
Diakses pada tanggal 4 Januari 2010. Surakarta.
Anonimf. 2010. Pupuk dan Pengairan. http://www.pioneer.com/web/site. Diakses
pada tanggal 9 Januari 2010. Surakarta.
Anonimg, 2010. Intensifikasi Pengelolaan Tanaman Jagung. http://www.iptek.net.
Diakses pada tanggal 9 Januari 2010. Surakarta.
Buckman, O.H. and Nyle C. Brady. 1969. The Nature and Properties of Soil. The
Macmillan Company. New York. Diterjemahkan oleh Soegiman. 1982.
Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Coleman, N dan Thomas H. 1970. Analisis Fisika dan Kimia Tanah. Universitas
Lampung. Lampung.
Danarti, Sri Najiyanti. 1995. Budidaya Dan Analisis Usaha Tani. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Efendi, Suryatna dan Nur Sulistiati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. CV
Yasaguna. Jakarta.
Elisa.2002. Sifat-sifat Fisika Tanah. Elisa.ugm.ac.id. Diakses tanggal 11 Januari
2010. Surakarta.
Endang, D.W, Dwi R.L., dan Rahayuning T. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Foth, H. D., 1994. Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan: Adisoemarto. Erlangga,
Jakarta.
Iskandar, Dudi. 2006. Pengaruh Dosis Pupuk N, P, dan K Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Manis di Lahan Kering.
BPPT. Jakarta.
Kartasapoetra, A.G. 1991. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.
42

Kuruseng, Hari dan Muh Askari Kuruseng. 2008. Pertumbuhan dan Produksi
Berbagai Varietas Tanaman Jagung pada Dua Dosis Pupuk Urea. Jurnal
Agrisistem. Vol. (4)1.
Notohadiprawiro. Kadar Lengas dari Tanah. Soil.faperta.ugm.ac.id. Diakses
tanggal 11 Januari 2010. Surakarta.
Nuryani, Sri. 2003. Sifat Kimia Entisol pada Sistem Pertanian Organik.
http://agrisci.ugm.ac.id/vol10_2/7_yani_entisol.pdf. Diakses: 2 Januari
2010.
Pakki, Syahrir dan A. Haris Talanca. 2006. Pengelolaan Penyakit Pasca Panen
Jagung. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 9
Januari 2010. Surakarta.
Reisenauer, H.M. 1976. Soil and Plant Tissue Testing in California. Divison of
agricultural sciences university of California. California.
Rinsema, W.T. 1983. Bemesting en Mesttoffen. Terjemahan: H.M.Saleh. Pupuk
dan Pemupukan. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Ruskandi. 2005. Teknik Pemupukan Buatan dan Kompos pada Tanaman Sela
Jagung di antara Kelapa. Buletin Teknik Pertanian. Vol(10) 2.
Saleh, H.M. 1982. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhratara Karsa Aksara. Jakarta.
Soepardi, S. 1983. Fisika-Kimia Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Jakarta.
Syukur, Abdul. 2008. Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Jurnal Ilmu
Tanah dan Lingkungan .Vol. (8) 2.

You might also like