Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Nama : Nia Novianty
NIM : E0006184
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
RESUME MENGENAI RUMAH SUSUN
2
Bagian pada Bangunan Bertingkat.
3
developer harus menyelesaikan status tanah dari HPL menjadi HGB, baru dapat
menjual satuan rumah susun.
Walaupun secara yuridis pembangunan rumah susun dapat dilakukan diatas
tanah hakl milik (HM) atau hak pakai (HP) seperti tersebut dalam Pasal 7
Undang-Undang No. 16 tahun 1985, akan tetapi menurut Sunario basuki belum
ada developer yang berminat. Dijelaskan lebih lanjut bahwa:
“ Sampai dewasa ini tidak ada rumah susun yang dibangun di atas
tanah hak milik maupun hak pakai karena pembangunan rumah susun (
apartemen / perkantoran) semata-mata berdasrkan pertimbangan
ekonomik dan permintaan pasar. Mengingat yang dapat membeli
satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah bersama dengan hak
milik hanyalah warga Negara Indonesia saja atau badan-badan hukum
tertentu yang ditunjuk oleh pemerintah ( lihat Pasal 21 ayat (2)
Undang-Undang nomor 5 Tahun 1960 jo. Peraturan Pemerintah No.
38/1963). Di lain pihak, jika dibangun di atas tanah hak pakai jangka
waktunya terbatas hanya sepuluh tahun dan luas tanahnya maksimal
2000 M2 (lihat Pasal 5 Permendagri No. 5 Tahun 1972) “ (sunario
Basuki, 1995:15-16).
Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa hak atas tanah yang paling sesuai
untuk pembangunan rumah susun atau gedung bertingkat adalah HGB, baik bagi
penyelenggara (developer) maupun para pembeli satun rumah susun. Hak guna
bangunan dapat dimiliki oleh warga Negara Indonesia, badan-badan hukum yang
didirikan menurut hukum Indonesia baik bermodal nasional, campuran maupun
bermodal asing. Hak guna bangunan ini sesuai sesuai ketentuan Pasal 35 ayat (1)
UUPA diberikan untuk jangka waktu 30 tahun dan masih dimungkinkan
diperpanjang 20 tahun. Selanjutnya dapat diperbaharui setelah jangka waktu
perpanjangan habis. Hak ini pun dapat dijadikan jaminan (agunan) utang dengan
dibebani hak tanggungan, dapat beralih karena pewarisan ataupun
dipindahtangankan. Demikian pula hak ini pun termasuk golongan hak yang
didaftar dengan suatu tanda bukti hak yang disebut sertifikat menurut Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 1997 (Imam Kuswahyono, S. H., M. Hum., 2003: 24-
25).
4
Setelah diundangkannya Undang-Undang No. 16 tahun 1985 Tentang Rumah
Susun, yang mengintrodusasi lembaga baru hak kebendaan baru yakni Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS).
Ditilik dari sistem pemilikan atas suatu gedung bertingkat dapat dibagi
menjadi dua sebagai berikut:
1. Pemilikan Tunggal (single ownership).
2. Pemilikan bersama (multi ownership).
Pemilikan tunggal yang dimaksud dilihat dari pemilikan tanah tempat
gedung bertingkat itu berdiri, sehingga pemegang sertifikat adalah juga pemilik
gedung.
Sedangkan sistem pemilikan bersama ternyata terbagi menjadi dua, dengan
melihat ada atau tidaknya ikatan hukum yang lebih dulu ada diantara pemilik
gedung bertingkat itu:
1. Pemilikan bersama yang terikat, dasar utamanya adanya ikatan
hukum lebih dulu antara pemilik.
2. Pemilikan bersama yang bebas yakni antara para pemilik tidak ada
hubungan hukum lebih dahulu selain hak bersama menjadi pemilik
untuk dipergunakan bersama.
Sistem pemilikan bersama yang bebas inilah yang dikenal sebagai
Condominium (kondominium). Jadi, pada intinya adalah pengaturan pemilikan
bersama atas sebidang tanah dengan bangunan fisik di atasnya, sehingga
pemecahan persoalannya mesti di kaitkan dengan hukum yang mengatur tanah.
Oleh karena itu, pengaturan di atas sesuai dengan definisi yang tertera dalam
Pasal 1 Undang-Undang Rumah Susun seperti telah dinyatakan di atas, atas dasar
konsepsi yang terkandung dalam Pasal 1 Undang-Undang Rumah Susun itu
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hak milik satuan rumah susun sebagai suatu hak yang bersifat
perseorangan (persoonlijk) dan terpisah.
2. Hak milik satuan rumah susun mencakup pula hak atas bagian
5
bersama, benda bersama dan tanah bersama yang kesemuanya
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan satuan yang
bersangkutan (Imam Kuswahyono, S. H., M. Hum., 2003: 12-13).
Dapat dijelaskan yang dimaksud bagian bersama, benda besma dan tanah
bersama adalah
6
telah diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria atau Undang-Undang Nomor 5
tahun 1960. Menurut Undang-Undang ini dikenal adanya suatu prinsip bahwa:
satus subjek (seseorang atau badan hukum) mempengaruhi status hak atas tanah
yang dimilikinya. Inilah yang secara luas dikenal dengan prinsip/asas nasionalitas.
Penjabaran dari prinsip nasionalitas dapat dilihat di dalam pasal 9 Ayat (1)
Undang-Undang Pokok agrarian yang menyatakan: “Hanya warga Negara
Indonesia saja yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan
bumi ,air, dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan Pasal 1 dan Pasal 2”.
Namun pada saat ini ada peraturan yang jelasyang menetapkan apa yang
dimaksud dengan berkedudukan di Indonesia dan apa yang menjadi syarat-
syartnya.
Kalau menurut Undng-Undang No. 3 Tahun 1964 jo Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1967 ditegaskan bahwa: Penduduk Negara Indonesia ialah tiap-tiap
orang yang yang bertempat kedudukan di dalam daerah Negara Indonesia selama
1 tahun berturut-turut. Sedangkan menurut Undang-Undang Darurat No.
9/DRT/1955 tentang kependudukan orang asing menetapkan bahwa orang asing
yang menjadi penduduk Negara Indonesia, jikalau dan selama menetap di
Indonesia.
Disamping ketentuan-ketentuan sebagaimana telah disebut tentunya berlaku
pula syarat-syarat kemigrasian yang tercantum dalam Undang-Undang No. 9
Tahun 1992 tentang kemigrasian sebagai berikut :
1. Memiliki izin masuk ke Indonesia.
2. Memiliki surat perjalanan.
3. Memiliki miizin masuk kembali ke negaranya.
4. Memiliki izin tinggal terbatas dan atau izin tinggsl tetap di
Indonesia.
Dengan tidak jelasnya peraturan perundang-undangan di bidang status
kependudukan seseorang, tampaknya akan membawa akibat terjadinya masalah
hukum berkaitan dengan hal itu.
7
Dalam kaitanya dengan pembangunan rumah susun/kondominium di
Indonesia, menurut Arie Sukanti Hutagalung permasalahan yang timbul adalah:
1. Orang yang merupakan konsumen apartemen/kondominium yang
terbatas di Indonesia.
2. Orang asing hanya dapat memiliki hak tertentu menurut perturan
perundang-undangan yang berlaku yakni hak pakai.
3. Adanya keseganan pengembang (developer) untuk mengajukan
permohonan hak pakai di atas tanah tempat kondominium
dibangun yang disebabkan:
a. Hak pakai dalam praktiknya hanya diberikan selama sepuluh
tahun.
b. Hak pakai sampai saat ini belum dapat dijadikan jaminan utang
dengan hipotik.
Sebagai akibat dari permasalahan di atas, maka “beberapa kalangan
memberikan penilaian bahwa undang-undang Pokok Agraria hendaknya diubah
oleh karena kurang dapat menampung perkembangan khususnya di bidang
bisnis/perdagangan” (Maria SW. Sumadjono, 1994:2-4).
Sebenarnya, apabila ditelaah secara mendalam, maka Undang-Undang No. 5
tahun 1960 masih cukup kondusif untuk mengantisipasi era perdagangan bebas
dengan memperhatikan asas-asas/prinsip-prinsipnya.
Beberapa upaya untuk mengonstruksikan pemilikan satuan rumah susun yang
status tanahnya menyewa tanah hak guna bangunan. Dengan kata lain diatas tanah
hak guna bangunan atas nama perusahaan pengembang (developer) berdiri hak
sewa sebagaimana dikonstatasikan oleh Maria SW. Sumardjono. Usulan
konstruksi demikian, menurut Sumardjono, merupakan “miskonsepsi dan
misaplikasi” Undang-Undang No. 5 tahun 1960 Khususnya yang mengatur
tentang hak guna bangunan.
Untuk mengatasi timbulnya konstruksi hukum yang kurang tepat dan kurang
diminatinya lembaga hak pakai bagi orang asing maka sebagaimana diatur dalam
8
Pasl 42 Undabg-undang Pokok Agraria, Arie Sukanti Hutagalung melihat ada tiga
solusi dalam praktiknya. Tiga pemecahan sementara dalam praktik itu mencakup
sebagai berikut:
1. Sewa menyewa jangka panjang (long term lease) yang akan
dipraktikkan oleh beberapa pemilik apartemen dan pada dasarnya
konsep ini juga tidak mengalihkan kepemilikannya.
2. Sewa menyewa dengan kemungkinan konversi menjadi jual beli
(Convertible lease).
3. Konsep Nominee/Trustee yang mekanismenya diatur pemilik
satuan rumah susun ( yang tanahnya bukan hak pakai) tetap warga
Negara Indonesia/badan hukum Indonesia yang menerima
peminjaman uang dari pihak warga Negara asing untuk/sebagai
biaya membeli apartemen. Sebagai jaminan atas utang itu, maka
pihak warga Negara Indonesia akan menjaminkan apartemen untuk
kepentingan pihak asing (Arie Sukanti Hutagalung). (Imam
Kuswahyono, S. H., M. Hum., 2003: 92-96).
9
merupakan badan hukum profesioan. Di antara dua pilihan ini mempunyai
implikasi yang berlainan satu dengan yang lainnya.
Apabila badan pengelola dibentuk oleh perhimpunan penghuni (residents
association) yang penting diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Unit organisasi, artinya badan pengelola yang dibentuk merupakan
unit organisasi dari badan pengelola.
2. Personal, artinya orang-orang yang diserahi tugas menangani
badan pengelola ini dikhususkan untuk itu. Disamping itu,
hendaknya dipilih orang-orang yang kapabel atau mampu memikul
tugasnya dengan baik.
3. Peralatan, artinya organisasi badan pengelola ini memiliki
peralatan yang layak yang mendukung pelaksanaan semua tugas-
tugas pengelolaan bangunan rumah susun. Contoh: peralatan
kantor, alat-alat kebersihan dan sebagianya.
Sedangkan badan pengelola bangunan rumah susun yang ditunjuk oleh
perhimpunan penghuni yang penting untuk diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Badan pengelola ini harus berbentuk badan hukum atau rechts
persoon yang melaksanakan tugas berdasarkan suatu perjanjian
formal, dengan perhimpunan penghuni.
2. Badan pengelola yang ditunjuk oleh perhimpunan penghuni ini
harus professional. Artinya, suatu badan hukum yang benar-benar
mempunyai kemampuan untuk mengelola suatu bangunan
bertingkat (Arie Sukanti Hutagalung, 1985).
Kewajiban badan pengelola rumah susun pada hakikatnya telah ditentukan
dalam Pasal 66 Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1988 tentang rumah susun yang
esensinya mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Melaksanakan pemeriksaan, pemeliharaan kebersihan rumah susun
dan lingkungannya pada bangunan bersama, benda bersama dan
tanah bersama.
10
2. Mengawasi ketertiban dan keamanan penghuni serta penggunaan
bangunan bersama, benda bersama dan tanah bersama sesuai
dengan peruntukannya.
3. Secara berkala memberikan laporan kepada perhimpunan penghuni
disertai permasalahan dan usulan pemecahannya.
Adapun yang menjadi hak dari badan pengelola rumah susun adalah sebagai
berikut:
1. Menerima pembayaran iuran pengelolaan atau service charge dari
masing-masing penghuni rumah susun.
2. Menerima pembayaran lumpsum dari penghuni rumah susun
(Imam Kuswahyono, S. H., M. Hum., 2003: 87-89).
Mengenai perhimpunan penghuni rumah susun, Perhimpunan Penghuni
Rumah Susun (PPRS) adalah suatu Organisasi berstatus Badan Hukum, yang
susunan organisasi, hak dan kewajiban diatur dalam AD/ART dan dijamin oleh
Undang-undang. (Pasal 19 ayat 2 UU No.16 Thn 1985). Perhimpunan penghuni
rumah susun sebagai badan hukum dapat mewakili para penghuni atau pemilik
satuan rusun baik di dalam maupun di luar pengadilan
dan memiliki kewenangan dalam mewujudkan ketertiban dan ketentraman di
lingkungan rusun.
Pengurus PPRS keanggotaannya dipilih berdasarkan asas kekeluargaan oleh
para anggota perhimpunan penghuni melalui Rapat Umum Perhimpunan
Penghuni yang khusus diadakan untuk keperluan tersebut. (Pasal 57 ayat 2 PP
No.4 Tahun 1988). Anggota PPRS adalah subyek Hukum yang memiliki atau
memakai, atau menyewa, atau menyewa beli, atau yang memanfaatkan satuan
rumah susun yang bersangkutan (Pemilik atau Penghuni).
Sebagai anggota perhimpunan penghuni rumah susun mempunyai hak sebagai
berikut:
1. Memilih dan dipilih menjadi pengurus dengan syarat yang
ditentukan AD/ART.
11
2. Mengajukan usul dan pendapat dalam Rapat Umum.
3. Memanfaatkan dan menggunakan satuan Rusun sesuai
peruntukannya.
4. Mendapatkan perlindungan sesuai AD/ART.
Sedangkan kewajiban dari anggota perhimpunan penghuni rumah susun
adalah:
1. Mematuhi dan melaksanakan AD/ART, Tata Tertib yang
diputuskan dalam Rapat Umum/Rapat Umum Luar Biasa atau
yang ditetapkan oleh Rapat Pengurus.
2. Mematuhi segala peraturan yang berlaku yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Provinsi dan pemkot/pemkab.
3. Membayar kewajiban keuangan yg dipungut oleh Pengurus.
4. Memelihara, menjaga, mengatur, memperbaiki rusun dan
lingkungannya atas Bagian bersama, Benda bersama dan Tanah
bersama.
5. Menunjang terselenggaranya tugas-tugas pokok Pengurus dan
Badan Pengelola.
6. Membina hubungan sesama anggota berdasarkan azas
kekeluargaan dan norma-norma kehidupan Bangsa Indonesia.
7. Melaporkan kepada Pengurus PPRS, bila terjadi peralihan hak atas
satuan rumah susun.
Tugas Pokok PPRS (perhimpunan penghuni rumah susun) adalah sebagai
berikut:
1. Mengesahkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang
disusun oleh pengurus dalam Rapat Umum Perhimpunan
Penghuni.
2. Membina Penghuni ke arah kesadaran hidup bersama yang serasi,
selaras, seimbang dalam rumah susun dan lingkungannya.
3. Mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang tercantum
12
dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
4. Menyelenggarakan tugas-tugas administratif penghunian.
5. Menunjuk atau membentuk dan mengawasi Badan Pengelola
dalam pengelolaan rumah susun dan lingkungannya.
6. Menyelenggarakan pembukuan dan administrasi keuangan secara
terpisah sebagai kekayaan perhimpunan penghuni.
7. Menetapkan dan menerapkan sanksi terhadap pelanggaran yg telah
ditetapkan dalam AD dan ART (http://perhimpunan-
penghuni.com/definition.html).
DAFTAR PUSTAKA
13