You are on page 1of 61

LAPORAN HASIL PLENO

PEMICU 3
MODUL TUMBUH KEMBANG

Kelompok 5 :
Rosalina Oktaviana
David Aron Mampan Pryono
Ridhallah
Sandi Apriadi
Fida Alawiyah
Widiayu Sekar Putri
Anggi Sulistiawati
Gusti Ahmad Faiz Nugraha
Urai Afrilia Arumsari
Agung Prasetyo
Febriska Taradipa
Maylisa Santauli Manurung

I11112054
I11112065
I11112079
I1011131005
I1011131027
I1011131028
I1011131033
I1011131040
I1011131062
I1011131069
I1011131084
I1011131087

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Pemicu
Inneke, seorang anak tunggal, perempuan, usia 5 tahun 9 bulan,
mempunyai tinggi badan 120 cm dan berat 32 kg. Sejak usia 1 tahun hingga
saat ini, ibu Inneke masih memberikan bubur dan susu dengan porsi yang
cukup banyak setiap 3-4 jam sekali. Inneke hingga saat ini belum mampu
makan-makanan padat. Bila diberikan makanan padat Inneke menolak,
kadang disertai muntah sehingga ibu akhirnya melanjutkan pemberian bubur
dan susu dengan frekuensi sekitar 5-6 kali sehari. Selain itu Inneke sering
mengkonsumsi es krim. Di rumah, Inneke gemar menonton televisi dan
bermain video game sampai lupa belajar. Pergi dan pulang sekolah selalu
diantar naik kendaraan pribadi. Olahraga hanya dilakukan pada jam yang
dijadwalkan di sekolah. Ayahnya bekerja sebagai direktur di sebuah
perusahaan dan ibunya bekerja sebagai dokter di Puskesmas Kecamatan.
Pada pemeriksaan fisis tampak tungkai bawah melengkung seperti huruf
O.

1.2

Klarifikasi dan Definisi


-

1.3

Kata Kunci
a. Anak perempuan usia 5 tahun 9 bulan
b. Tinggi badan 120 cm, Berat badan 32 kg
c. Belum mampu makan-makanan yang padat
d. Kurang beraktivitas
e. Frekuensi makan 5-6 sehari
f. Ayah dan ibu sibuk bekerja

1.4

Rumusan Masalah
Seorang anak perempuan tunggal usia 5 tahun 9 bulan, mempunyai
Tinggi badan 120 cm dan Berat badan 32 kg serta tungkai bawah
melengkung seperti O dan masih mengonsumsi bubur dengan frekuensi 56 sehari sejak usia 1 tahun dikarenakan belum mampu makan-makanan
padat.

1.5

Analisis Masalah
Inneke, perempuan usia
5 tahun 9 bulan

Jarang
olahraga

TB = 120
cm BB = 32
kg

Pola makan
tidak sesuai

Status gizi

Ayah dan
ibu sibuk
bekerja
Kebutuhan
dasar anak

Obesitas
komplikas
i
Penyakit
blount
Tungkai bawah
melengkung seperti O
1.6

Hipotesis
Seorang anak perempuan tunggal mengalami obesitas karena pola
makan tidak sesuai dan berlebihan, kurang beraktivitas dan pola hidup yang
kurang baik sehingga mengakibatkan tungkai bawah melengkung seperti

1.7

O.
Pertanyaan Diskusi

1. Apa saja kebutuhan dasar yang diperlukan seorang anak?


2. Status gizi
2.1 Pengertian
2.2 Cara penilaian
2.3 Studi kasus
3. Apa saja asupan nutrisi pada anak dari 0-6 tahun?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian asupan nutrisi
pada anak?
5. Bagaimana perkembangan keterampilan makan pada anak?
6. Obesitas pada anak
6.1 Definisi
6.2 Etiologi
6.3 Epidemiologi
6.4 Patofisiologi
6.5 Komplikasi
6.6 Pencegahan
6.7 Tatalaksana
7. Malnutrisi
7.1 Definisi
7.2 Etiologi
7.3 Epidemiologi
7.4 Manifestasi Klinis
7.5 Patofisiologi
7.6 Pengobatan
7.7 Pencegahan
8. Penyakit Blount
8.1 Definisi
8.2 Etiologi
8.3 Patofisiologi
8.4 Diagnosis
8.5 Tatalaksana
9. Bagaimana hubungan antara pola hidup dengan obesitas?
10. Bagaimana edukasi yang harus diberikan pada orang tua Inneke?
11. Apa saja aktivitas fisik yang baik bagi anak?
12. Bagaimana jalur penyimpanan energi pada tubuh?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Kebutuhan Dasar yang Diperlukan Seorang Anak


Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang, secara umum di
golongkan menjadi 3, yaitu:
1. Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH)
Meliputi:
a. Pangan/gizi merupakan kebutuhan terpenting.
b. Perawatan kesehatan dasar, antara lain imunisasi, pemberian
ASI, pertimbangan bayi/anak yang teratur, pengobatan kalau
sakit dll.

c. Papan/permukiman yang layak.


d. Hygiene perorangan, sanitasi lingkungan.
e. Sandang.
f. Kesegaran jasmani, rekreasi dll.
2. Kebutuhan emosi/kasih saying (ASIH)
Pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat,
mesra dan selaras antara ibu/pengganti ibu dengan anak merupakan
syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik
fisik, mental maupun psikososial. Berperannya dan kehadiran
ibu/penggantinya sedini dan selanggeng mungkin, akan menjalin rasa
aman bagi bayinya. Ini diwujudkan dengan kontak fisik (kulit/mata)
dan psikis sedini mungkin, misalnya dengan menyusui bayi secepat
mungkin segera setelah lahir. Kekurangan kasih saying ibu pada
tahun-tahun pertama kehidupan mempunyai dampak negatif pada
tumbuh kembang anak baik fisik, mental maupun sosial emosi yang
disebut Sindrom Deprivasi Maternal.
Kasih saying dari orang tuanya (ayah-ibu) akan menciptakan
ikatan yang erat (bonding) dan kepercayaan dasar (basic trust)
3. Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar
(pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental (ASAH) ini
mengembangkan perkembangan mental psikososial: kecerdasan,
keterampilan, kemandiriann, kreativitas, agama, kepribadian, moral
etika, produktivitas dan sebagainya. Anak yang banyak mendapatkan
stimulasi akan lebih cepat berkembang daripada anak yang kurang
atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi.(1)
2.2 Status gizi
2.2.1 Pengertian
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi
untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak.
Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan
oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian

status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri


serta biokimia dan riwayat diet.(2)
2.2.2 Cara penilaian
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok
masyarakat, yaitu penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak
langsung yang penjabarannya adalah sebagai berikut:
1. Penilaian secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun
penilaian dari masing-masing adalah sebagai berikut:
a. Antropometri
Secara umum bermakna ukuran tubuh

manusia.

Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam


pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi. Dalam pemakaian untuk penilaian
status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang
dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai
berikut :
1) Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan
status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan
interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat
badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang
tepat. Kesalahan yang sering

muncul

adalah

adanya

kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1


tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur
anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1
tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi
perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa
umur dalam hari tidak diperhitungkan.
2) Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang
memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan

tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang


mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi
makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam
bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau
melakukan penilaian dengan melihat perubahan berat badan
pada

saat

pengukuran

dilakukan,

yang

dalam

penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat


badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan
satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan
umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan
perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu.
3) Tinggi Badan
Tinggi

badan

memberikan

gambaran

fungsi

pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan


kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat
keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan
keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa
balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U
(tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB
(Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan
karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya
hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada
umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang
tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang
menahun. Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu
parameter penting untuk menentukan status kesehatan
manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi.
b. Klinis
Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal
tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata,

rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat


dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
c. Biokimia
Suatu pemeriksaan spesimen yang

diuji

secara

laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.


Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: urin, tinja, darah,
beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.

d. Biofisik
Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode
penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi,
khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan.(3)
2. Penilaian secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3
yaitu: survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.
Adapun uraian dari ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut:
a. Survei konsumsi makanan
Suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
b. Statistik vital
Dengan cara menganalisis data beberapa statistik
kesehatan seperti

angka kematian berdasarkan umur, angka

kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data


lainnya yang berhubungan dengan gizi.
c. Ekologi
Berdasarkan ungkapan dari Bengoa dikatakan bahwa
malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi
beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah
makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi
seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain.(3)
2.2.3 Studi Kasus
Pada kasus ini, diketahui Inneke berjenis kelamin perempuan
dengan umur 5 tahun 9 bulan, memiliki berat badan 32 kg dan tinggi badan
120 cm. Status gizi dapat ditentukan dengan menggunakan kurva WHO

BMI for age untuk anak 5-19 tahun. IMT dapat dihitung dengan
menggunakan rumus
IMT =

= 22,2

Gambar 1 Kurva WHO BMI for Age 5 19 tahun(4)

Dari kurva diatas, didapatkan bahwan IMT Inneke berada diatas +3


SD, sehingga dapat disimpulkan bahwa Inneke mengalami obesitas.(4)
2.3

Kebutuhan Asupan Nutrisi pada Anak dari 0-6 Tahun


1. Usia 0-6 bulan
Hanya diberikan ASI eksklusif. Pada periode ini ASI saja sudah
dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi.
2. Usia 6-9 bulan
Bayi sudah mulai diperkenalkan dengan MP-ASI berbentuk
lumat halus karena bayi sudah memiliki reflek mengunyah. Contoh
bubur susu, biskuit yang ditambah air/susu, pisang atau pepaya yang
dilumatkan.
3. Usia 9-12 bulan

10

Mulai diperkenalkan dengan makanan lembek yaitu berupa nasi


tim atau bubur saring dengan frekuensi 2 kali sehari. Untuk
mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi
sedikit dengan sumber zat lemak, yaitu santan atau minyak kelapa atau
margarin. Bahkan makanan ini dapat menambah kalori bayi. Di
samping memberikan rasa enak juga mempertinggi penyerapan vitamin
A. Nasi tim bayi harus diatur secara berangsur. Lambat laun mendekati
bentuk dan kepadatan makanan keluarga.
4. Usia 1-5 tahun
Kebutuhan nutrisi pada balita sebenarnya juga dipengaruhi oleh
usia balita, besar tubuh dan tingkat aktivitas yang dilakukan.
a. Energi : biasanya balita membutuhkan sekitar 1.000 sampai 1.400
kalori per hari.
b. Kalsium : dibutuhkan kurang lebih 500 mg per hari
c. Zat besi : dibutuhkan 7 mg per hari
d. Vitamin C dan D
Tubuh anak terdiri dari struktur tulang, otot, peredaran darah,
jaringan otak dan organ-organ lain. Perkembangan tiap struktur ini
sangat dipengaruhi oleh masukan berbagai macam nutrisi makanan
penunjang pertumbuhan.
5. Usia sekolah (6-13 tahun)
Anak usia sekolah membutuhkan lebih banyak energi dan zat
gizi yang lebih dibanding dengan anak balita. Diperlukan pula
tambahan energi, protein, kalsium, telur, zat besi, karena pertumbuhan
pada kisaran usia ini sedang pesat dan aktivitas anak semakin
bertambah.
Untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi anak terkadang
makan hingga 5 kali sehari. Namun sebaiknya anak tetap diajari untuk
makan 3 kali sehari dengan menu gizi yang tinggi yaitu: sarapan, makan
siang, dan makan malam. Anak juga perlu untuk diajari sarapan pagi
agar dapat berpikir dengan baik di sekolah.(5)

Tabel 1. Kecukupan beberapa zat gizi anak sehari :

11

Umur
1-3 thn
4-6 thn
7-9 thn
10-12 thn
2.4

BB

Energi

Protein

(kg)
12
18
24
30

(kkal)
1250
1750
1900
2000

(g)
23
32
37
45

Vitamin A Kalsium
(S.I)
350
460
460
500

(mg)
500
500
500
700

Zat besi
(mg)
8
9
10
14

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gizi Anak


Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang, atau
sekelompok orang sebagai akibat konsumsi penyerapan (absorpsi), dan
utilisasi zat gizi makanan. Kekurangan atau kelebihan zat gizi dalam tubuh
akan mempengaruhi status gizi yang akhirnya akan menyebabkan masalah
gizi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi anak adalah sebagai berikut
1. Asupan Gizi
Masalah

gizi

biasanya

timbul

karena

terjadi

ketidakseimbangan asupan zat gizi. Kebutuhan energi anak yang sehat


berbeda-beda, hal ini ditentukan oleh dasar kebutuhan kalori, tingkat
pertumbuhan, dan pengeluaran energi. Kebutuhan energi berhubungan
dengan konsumsi makanan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
kalori, protein, mineral, dan vitamin sebagai sumber tenaga,
pertumbuhan dan untuk cadangan energi tetapi tidak berlebihan,
sehingga menjadi obesitas.
2. Perilaku dan Kebiasaan Makan
Makan adalah aktivitas sosial yang dilakukan berulang, dan
banyak kebiasaan makan didapat dari keluarga dan transisi. Anak
cenderung untuk mengikuti pola makan orang tuanya. Seseorang yang
menderita obesitas cenderung untuk menukar waktu makan ke waktu
yang berikutnya dan biasanya cenderung untuk melangkahi sarapan.
Seseorang yang melangkahi waktu makan utama atau memiliki pola
makan yang berubah-ubah, cenderung untuk mempunyai rasa lapar
yang lebih besar.
3. Konsumsi Sayur dan Buah

12

Konsumsi sayur dan buah merupakan upaya yang dapat


mencegah kejadian obesitas, karena dapat mengurangi rasa lapar
tetapi tidak menimbulkan kelebihan lemak dan sebagainya. Sayur dan
buah

juga

mengandung

serat

kasae

yang

dapat

melancarkan pencernaan dan mencegah konstipasi.

membantu
Peningkatan

sayuran dan buah menurunkan asupan tinggi lemak dan gula,


sedangkan intervensi penurunan lemak dan gula tidak berpengaruh
pada perubahan asupan sayuran dan buah.
4. Makanan dam Minuman Manis
Menurut mekanisme fisiologi,

makanan

manis

dapat

meningkatkan lemak tubuh. Hal ini dikarenakan tingginya densitas


energi dan efek rasa lezat masakan manis.
5. Konsumsi Makanan Berlemak
Makanan lemak juga merupakan salah satu faktor penyebab
obesitas. Penggunaan lemak yang tinggi dapat menghasilkan energi
yang tinggi dan tidak mengenyangkan, selain itu makanan yang
berlemak memiliki rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera
makan dan akan terjadi konsumsi yang berlebihan.
Penyebab lain adalah karena lemak mengandung kalori dua
kali lebih tinggi dibandingkan dengan protein. Makan makanan
berlemak dengan jumlah yang sama dengan protein akan memberikan
6.

energi yang lebih besar.


Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri dan virus yang mengakibatkan kondisi tubuh dalam kondisi
sehat. Penyakit infeksi mempunyai pengaruh yang besar terhadap
terhambatnya pertambahan berat badan anak.

7. Status Sosial Ekonomi Keluarga


Keadaan sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor
yang menentukan jumlah makanan yang tersedia dalam keluarga
sehingga turut menentukan status gizi keluarga tersebut. Yang
termasuk dalam faktor sosial adalah :
a. Keadaan penduduk suatu masyarakat
b. Keadaan keluarga

13

c. Tingkat pendidikan orang tua


d. Keadaan rumah
Sedangkan data ekonomi dari faktor sosial ekonomi meliputi :
a. Pekerjaan orang tua
b. Pendapatan keluarga

c. Pengeluaran keluarga
d. Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim
Banyak faktor sosial ekonomi yang sukar untuk dinilai secara
kuantitatif, khususnya pendapatan dan kepemilikan (barang berharga,
tanah, ternak) karena masyarakat enggan untuk membicarakannya
kepada orang yang tidak dikenal, termasuk ketakutan akan pajak dan
perampokan. Tingkat pendidikan termasuk dalam faktor sosial
ekonomi karena tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi
yaitu dengan meningkatkan pendidikan kemungkinan akan dapat
meningkatkan pendapatan sehingga meningkatkan daya beli makanan
untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga.
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan pemanfatan sumber
daya masyarakat mempengaruhi faktor sosial ekonomi keluarga,
termasuk kurangnya pemberdayaan wanita dan tingkat pendidikan dan
pengetahuan orang tua khususnya ibu dalam mengasuh anaknya juga
termasuk faktor sosial ekonomi yang akan mempengaruhi status gizi
keluarga.

8. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan
yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Pendapatan seseorang
identik dengan mutu sumber daya manusia, sehingga yang
berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif
tinggi pula. Pendapatan akan mementukan daya beli seseorang
terhadap panganan yang diperlukan.

14

Pendapatan

keluarga

mempengaruhi

ketahanan

pangan

keluarga. Ketahanan pangan yang tidak memadai pada keluarga dapat


mengakibatkan gizi kurang. Oleh karena itu, setiap keluarga
diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh
anggota keluarganya. Akan tetapi menurut penelitian yang dilakukan
oleh Masdiarti (2000) di Kecamatan Hamparan Perak, yang meneliti
pola pengasuhan dan status gizi anak balita ditinjau dan karakteristik
pekerjaan ibu, memperlihatkan hasil bahwa anak yang berstatus gizi
baik

banyak

ditemukan

pada

ibu

bukan

pekerja

(43,24%)

dibandingkan dengan kelompok ibu pekerja (40,54%) dan ibu yang


tidak bekerja mempunyai waktu yang lebih banyak dalam mengasuh
anaknya.
Banyak keluarga muda yang memanjakan anaknya, termasuk
dalam pemberian makanan yang berlebihan, khususnya yang tinggi
kalori dan lemak. Perubahan pola makan anak pada golongan sosial
ekonomi tertentu akibat meningkatnya daya beli turut mempengaruhi
insiden berat badan lebih. Pendapatan

suatu keluarga juga akan

mempengaruhi pemenuhan kebutuhan keluarga, termasuk sarana


bermain dan olah raga anak. Keluarga dengan pendapatan tinggi
cenderung menyediakan sarana yang bersifat hemat waktu dan tenaga,
sehingga energi yang digunakan untuk aktivitas berkurang.
9. Tingkat Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu dapat
menjadi faktor yang mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga.
Semakin tinggi pendidikan orang tua maka pengetahuannya akan gizi
akan lebih baik dari yang berpendidikan rendah. Salah satu penyebab
gizi kurang pada anak adalah kurangnya perhatian orang tua akan gizi
anak. Hal ini disebabkan karena pendidikan dan pengetahuan gizi ibu
yang rendah. Pendidikan formal ibu akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan gizi, semakin tinggi pendidikan ibu, maka semakin tinggi
kemampuan untuk menyerap pengetahuan praktis dan pendidikan

15

formal terutama melalui masa media. Hal serupa juga dikatakan oleh
L. Green, Rooger yang menyatakan bahwa makin baik tingkat
pendidikan ibu, maka makin baik pula keadaan gizi anaknya.
10. Status Pekerjaan Ibu
Orang tua merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap
perilaku makan anak. Berpengaruh terhadap jumlah pendapatan, dan
daya beli yang dimiliki. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi
pendapatan maka kemampuan dalam penyediaan makanan dalam
jumlah yang cukup dan berkualitas. Ibu-ibu yang bekerja dari pagi
hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak dan
keluarga. Dalam hal ini ibu mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu
rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun demikian ibu dituntut
tanggung jawabnya kepada suami dan anak-anaknya, khususnya
memelihara anak. Keadaan yang demikian dapat memengaruhi
keadaan gizi keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Ibu-ibu
yang bekerja tidak mempunyai cukup waktu untuk memperhatikan
makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta
kurang perhatian dan pengasuhan kepada anak.
Pekerjaan juga dapat berpengaruh terhadap aktivitas fisik
anggota keluarga. Untuk orang tua yang bekerja, terdapat perbedaan
dalam pembentukan kebiasaan makan anak. Anak diserahkan oleh
pembantu, yang mengakibatkan kurangnya pengawasan orang tua
secara langsung. Kebanyakan ibu yang bekerja diluar, pilihan
makanan terbatas pada makanan cepat saji yang tersedia di restoran
atau di tembat penjualan lainnya.
11. Pola Asuh Ibu
Pola pengasuh merupakan cara orang tua dalam mendidik anak
dan membesarkan anak dipengaruhi oleh banyak faktor budaya,
agama, kebiasaan dan kepercayaan, serta kepribadian orang tua (orang
tua sendiri atau orang yang mengasuh anak). Pengasuhan merupakan
faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan

16

perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5
tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan
suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini
juga, anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan
pengasuhan ibunya. Oleh karena itu pengasuhan kesehatan dan
makanan pada tahun pertama kehidupan sangat penting untuk
perkembangan anak.
Seorang ibu memegang peranan penting dalam pengasuhan
anaknya. Pola pengasuhan pada tiap ibu berbeda karena dipengaruhi
oleh faktor yang mendukungnya, antara lain : latar bekang pendidikan
ibu, pekerjaan ibu, jumlah anak dan sebagainya. Banyak penyelidik
berpendapat bahwa status pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap
kualitas pengasuhannya. Pendidikan ibu yang rendah masih sering
ditemui, semua hal tersebut sering menyebabkan penyimpangan
terhadap keadaan tumbuh kembang dan status gizi anak terutama pada
anak usia balita.
12. Pendidikan Orang Tua dan Pengetahuan Ibu
Orang yang berpendidikan tinggi biasanya mempunyai
pengetahuan yang tinggi, karena biasanya orang yang berpendidikan
tinggi mudah untuk menyerap informasi. Faktor pendidikan turut
menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami
pengetahuan

gizi.

Mampu

untuk

menyusun

makanan

yang

mememenuhi persyaratan gizi seimbang dibandingkan dengan orang


lain

yang

pendidikannya

lebih

rendah.

Namun

bagi

yang

berpendidikan rendah, apabila orang tersebut rajin untuk mencari dan


mendengarkan informasi bisa jadi pengetahuannya lebih baik.
Kemudian dari pada itu, orang tua yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi pada umumnya memiliki penghasilan yang lebih
tinggi dan konsumsi pangan akan meningkat. Hal ini dikarenakan
tingkatan pendidikan dan penghasilan berhubungan erat. Selain itu,

17

orang dengan tingkat pendidikan yang berbeda akan menentukan


pemilihan jenis makanan berdasarkan kualitas dan kuantitasnya.
13. Jumlah Anggota Keluarga
Masalah yang terjadi pada keluarga dengan jumlah keluarga
yang banyak dan sedikit pasti ada perbedaan. Keluarga dengan banyak
anak dan jarak kelahiran anak yang cukup dekat akan lebih banyak
menimbulkan banyak masalah. Dalam aktifitas makan bersama, anak
yang lebih kecil akan mendapat jatah makanan yang lebih sedikit.
Anak yang terlalu banyak, selain menyulitkan dalam mengurusnya,
juga kurang bisa menciptakan suasana tenang dirumah. Lingkungan
keluarga yang tidak tenang akan mempengaruhi ketenangan jiwa dan
akan berdampak terhadap nafsu makan anggota lainnya.(6)
14. Aktivitas Fisik
Aktifitas

fisik merupakan

komponen penting dalam

pengeluaran energi dalam tubuh, disamping metabolisme faal dan


spesific dynamic action pada jenis-jenis makanan. Aktifitas fisik juga
merupakan komponen yang penting dalam manajemen pengaturan
berat badan. Penurunan aktifitas fisik akan sangat berpengaruh pada
perubahan keseimbangan energi positif dan peningkatan berat badan
pada masyarakat industri.
Anak dengan kegemukan atau overweight biasanya kurang
melakukan aktifitas. Orang yang selalu aktif melakukan aktifitas
ternyata dapat mencegah pertambahan berat badan sesuai pertambahan
usia. Hal yang terjadi pada anak dengan adanya sedentary life, anakanak menghabiskan waktunya banyak dengan bermain dengan
peralatan elektronik, mulai dari komputer, televisi, hingga video game
dibandingkan bermain diluar.
Selain dengan aktifitas dengan barang-barang elektronik
tersebut, jumlah waktu tidur juga berhubungan dengan kegemukan.
Anak dengan waktu tidur lebih sedikit beresiko lebih tinggi untuk
mengalami kegemukan. Kemungkinan tersebut berhubungan dengan

18

kualitas tidur yang buruk., hal ini berhubungan dengan gangguan dari
hormon dan kelenjar neuroendokrin. Penurunan titik berat pada
pelajaran olahraga disekolah dibarengi dengan penurunan fitness pada
anak-anak. Aktifitas fisik yang kurang adalah resiko utama untuk
perkembangan obestas pada anak-anak dan dewasa.(7)
15. Genetik
Genetik mempunyai kontribusi signifikan terhadap terjadinya
obesitas. Faktor genetik anak yaitu faktor keturunan dari orang tua
yang berhubungan dengan status gizi. Anak dari orang tua dengan
berat badan normal mempunyai peluang 10% mengalami kegemukan.
Anak yang salah satu orang tuanya obesitas, kemungkinan
mempunyai peluang 40% dan peluang 80% jika kedua orang tuanya
obesitas.(7)
2.5

Bagaimana perkembangan keterampilan makan pada anak


Perkembangan keterampilan makan anak akan dijelaskan pada tabel
berikut.(8)

Tabel 2. Perkembangan keterampilan makan anak dari 0 - 36 bulan.(8)


Umur
(bulan)
0.4 hingga 6

Kemampuan makan/oral sensorik/motorik


Makan/menyusu dengan puting susu atau botol
Makan dengan tangan memegang botol (2 4 bulan)
Menjaga postur semifleksi selama makan
Interaksi orang tua dengan bayi

19

69

Makan/menyusu lebih banyak dengan posisi tegak


Makan makanan seperti bubur
Pola menyusu awalnya hanya seperti menyusu menghisap
Kedua tangan memegang botol
Dikenalkan dengan makan menggunakan tangan/jari
Mengunyah vertikal padat makanan yang mudah hancur

9 12

Preferensi bagi orang tua untuk memberi makan


Minum dengan cangkir
Dapat makan makanan yang kental dan makanan yang dihaluskan
Makan menggunakan tangan/jari untuk makanan yang mudah
hancur

12 18

Mengunyah dengan pola rotasi


Makan sendiri; memegang sendok dengan tangan
Memegang cangkir dengan dua tangan
Minum dengan 4 5 tegukan berturut-turut
Memegang dan membuka botol (botol yang berkatup)

18 24

Menelan sambil mengatupkan bibir


Dominan untuk makan sendiri
Mengunyah berbagai makanan
Lidah dapat bergerak dari atas ke bawah dengan tepat

24 26

Mengunyah dengan pola rotasi rahang


Mengunyah dengan bibir tertutup
Minum dengan satu tangan yang memegang cangkir atau gelas
tanpa tumpah
Menggunakan jari-jari untuk mengisi sendok
Makan berbagai makanan padat
Makan sendiri tanpa bantuan, dengan menggunakan garpu

2.6 Obesitas pada Anak


2.6.1 Definisi
Tenaga medis mendefinisikan obesitas atau kenaikan adiposa
menggunakan indeks massa tubuh (IMT), yang mana merupakan cara yang

20

baik dalam pengukuran lemak tubuh secara langsung. IMT= berat badan
dalam kg/(tinggi badan dalam meter)2. Remaja dengan IMT 30
memenuhi kriteria obesitas, dan mereka dengan IMT 25-30 memasuki
kriteria overweight (kelebihan berat badan). Selama masa anak-anak,
tingkat dari lemak tubuh berubah dimulai dengan adiposa yang tinggi
selama masa pertumbuhan. Lemak tubuh berkurang kira-kira 5.5 tahun
sampai dengan periode yang disebut adiposity rebound, ketika lemak
tubuh berada pada tingkat yang paling rendah. Jaringan adiposa kemudian
semakin meningkat sampai dengan awal masa remaja. Konsekuensinya,
obesitas dan kelebihan berat badan didefinisikan menggunakan persentil
IMT; anak-anak > 2 tahun dengan persentil IMT 95 memenuhi kriteria
untuk obesitas, dan anak-anak yang IMT nya berkisar antara persentil 85
sampai 95 dimasukkan kedalam kelebihan berat badan.(8)
2.6.2 Etiologi
1. Pada bayi
a. Bayi yang minum susu botol yang selalu dipaksakan oleh
ibunya, bahwa setiap kali minum harus habis.
b. Kebiasaan untuk memberikan minuman/makanan setiap kali
anak menangis.
c. Pemberian makanan tambahan tinggi kalori pada usia yang
terlalu dini.
d. Jenis susu yang diberikan osmolaritasnya tinggi, sehingga bayi
selalu haus.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya bayi berat badan lahir
yang lebih tinggi:
a. Faktor keturunan
b. Ibu yang obesitas
c. Pertambahan berat badan ibu pada waktu hamil yang berlebihan
d. Ibu diabetes/radiabetes
2. Gangguan emosional
Biasanya pada anak yang lebih besar, dimana baginya
makanan merupakan pengganti untuk mencapai kepuasan dalam
memperoleh kasih sayang.
3. Gaya hidup masa kini

21

Kecenderungan suka makanan fast food yang berkalori tinggi


seperti hamburger, pizza, ayam goreng dengan kentang goreng, es
krim, aneka macam mie, dan lain-lain.
4. Penggunaaan kalori yang kurang
Berkurangnya pemakaian energi dapat terjadi pada anak yang
kurang aktivitas fisiknya, seharian menonton televisi, dan lain-lain.
Apalagi jika menonton sambil tidak berhenti makan, maka
kecenderungan menjadi obesitas akan lebih besar.
5. Hormonal
Penyebab yang jarang dari obesitas adalah fungsi hipotalamus
yang abnormal. Sehingga terjadi hiperfagia (nafsu makan yang
berlebihan), karena gangguan pada pusat kenyang otak. Nafsu makan
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang meliputi gangguan
psikologis; hipotalamus;

pituitaria; atau lesi otak lain, dan

hiperinsulinisme.
6. Herediter
Kecenderungan menjadi gemuk pada keluarga tertentu. Jika
salah satu orang tuanya obesitas, maka anak mempunyai risiko 40%
menjadi obesitas, sedangkan jika kedua orang tuanya obesitas, maka
risiko menjadi 80%.
7. Suku/bangsa.
8. Pandangan masyarakat yang salah, yaitu bayi yang sehat adalah bayi
yang gemuk.(1)
2.6.3 Epidemiologi
Penelitian perseorangan telah menggambarkan prevalensi obesitas
masa anak 7-43% (Canada), 7,3% (United Kingdom), dan 27,1% pada
umur 6-11 tahun dan 21,9% pada umur 12-17 tahun (Amerika Serikat).
Insiden obesitas masa anak di Amerika Serikat diperkirakan adalah 1015%; ada perbedaan regional dalam insidens, dengan prevalensi paling
tinggi di utara-timur dan insidens menurun masing-masing di Tengahtimur, Selatan, dan Barat. Keadaan ini mungkin berkaitan dengan
menurunnya persediaan makanan densitas kalori rendah musiman dan/atau
latihan fisik pada musim dingin. Obesitas lebih menonjol di daerah kota

22

daripada di daerah pedesaan. Insiden obesitas pada masa anak


berhubungan kuat dengan variabel keluarga, termasuk obesitas orang tua,
status sosioekonomik yang tinggi, bertambahnya pendidikan orang tua,
ukuran keluarga kecil, dan pola inaktivitas keluarga.(9)
2.6.4 Patofisiologi
Terjadinya obesitas menurut jumlah sel lemak, adalah sebagai
berikut:
1. Jumlah sel normal, tetapi terjadi hipertrofi/perbesaran
2. Jumlah sel lemak meningkat/hiperplasi dan juga terjadi hipertrofi
Penambahan dan pembesaran jumlah sel lemak paling cepat pada
masa anak-anak dan mencapai puncaknya pada masa meningkat dewasa.
Setelah masa dewasa tidak akan terjadi penambahan jumlah sel, tetapi
hanya terjadi pembesaran sel. Obesitas yang terjadi pada masa anak selain
hiperplasi juga terjadi hipertrofi. Sedangkan obesitas yang terjadi setelah
masa dewasa pada umumnya hanya terjadi hipertrofi sel lemak.
Obesitas pada anak terjadi kalau masukan kalori berlebihan,
terutama pada tahun pertama kehidupan. Rangsangan untuk meningkatkan
jumlah sel terus berlanjut sampai dewasa, setelah itu hanya terjadi
pembesaran sel saja. Sehingga kalau terjadi penurunan berat badan setelah
masa dewasa bukan karena jumlah sel lemaknya yang berkurang tetapi
besarnya sel yang berkurang.
Di samping itu, pada penderita obesitas juga menjadi resisten
terhadap hormon insulin, sehingga kadar insulin di dalam peredaran darah
akan meningkat. Insulin berfungsi menurunkan lipolisis dan meningkatkan
pembentukan jaringan lemak.(1)
2.6.5

Komplikasi
Berikut daftar komplikasi obesitas masa anak yang dilaporkan:
1. Kardiovaskuler
2. Tekanan darah naik
a. Kolesterol total naik
b. Trigliserid serum naik
c. LDL (low density lipoprotein) naik
d. VLDL (very low density lipoprotein) turun
3. Hiperinsulinisme
4. Kolelitiasis

23

5. Penyakit Blount dan epifisis kaput femoris terlepas


6. Pseudotumor serebri
7. Paru-paru
a) Sindrom Pickwickian
b) Kelainan uji fungsi paru(9)
2.6.6

Pencegahan
1. Pemberian ASI (bayi yang diberi ASI jarang yang menjadi obesitas,
karena mempunyai mekanisme tersendiri dalam mengontrol berat

2.6.7

badan bayi)
2. Pengenalan aktivitas pada usia dini
3. Jadikan kegiatan menonton tv sebagai aktivitas selingan saja(9)
Tatalaksana
Tatalaksana obesitas bisa jadi sangat menantang dan sangat baik
jika dapat dicapai menggunakan pendekatan dengan berbagai cara untuk
mengubah gaya hidup. Pada orang dewasa, penurunan berat badan jangka
panjang sangat jarang terjadi walaupun banyak sekali tersedia berbagai
macam program diet, produk komersial, dan obat-obatan. Terapi dengan
pendekatan secara kognitif-tingkah laku untuk meningkatkan motivasi
merupakan salah satu cara yang menjanjikan.
Kombinasi dari saran tentang nutrisi, berolahraga, dan pendekatan
secara tingkah laku kognitif bekerja dengan baik. Operasi bariatris dapat
dilakukan untuk penurunan berat badan pada orang dewasa. Masih belum
jelas apakah nantinya pasien-pasien yang melakukan operasi ini dapat
mempertahankan berat badan yang ideal secara permanen, dan
keselamatan jangka panjang juga belum dapat dipastikan.
Sangat penting untuk memulai rekomendasi dengan jelas tentang
pemasukan kalori bagi anak-anak obesitas. Bekerja sama dengan ahli diet
dapat juga membantu. Makanan yang dikonsumsi harus berdasarkan buahbuahan, sayur-sayuran, makanan yang mengandung banyak serat, daging
yang mengandung sedikit lemak, ikan, dan ayam. Makanan cepat saji
harus dipilih berdasarkan banyaknya nutrisi, dan harus memerhatikan
kalori dan lemak yang dikandung. Makanan yang mempunyai kalori yang
berlebihan dan nutrisi yang rendah harus diberikan secara jarang. Karena
banyak anak-anak obesitas mengkonsumsi kalori lebih banyak daripada
yang mereka butuhkan, sangat tidak mungkin untuk mengurangi konsumsi

24

dari

kalori

sehari-hari

yang

seharusnya

dikonsumsi.

Melainkan,

pendekatan secara perlahan-lahan direkomendasikan. Anak yang berumur


10 tahun yang membutuhkan 2000 kkal/hari dan mengkonsumsi 3500
kkal/hari dapat mengurangi konsumsi 280 kkal setiap harinya dengan tidak
mengkonsumsi

minimal

kaleng

yang

tinggi

karbohidrat

dan

menggantinya dengan minum air putih. Meskipun perubahan pada pola


makan ini tidak langsung berpengaruh terhadap penurunan berat badan,
tapi dapat berpengaruh terhadap berkurangnya berat badan yang diperoleh.
Jika perubahan ini berhasil dilakukan, anak-anak tersebut dapat membuat
perubahan yang lainnya, seperti mengurangi konsumsi makanan ringan,
yang dapat mengurangi pemasukan 300 kkal.
Diet untuk mengurangi berat badan di orang dewasa secara umum
tidak memungkinkan untuk terjadinya penurunan berat badan. Oleh karena
itu, fokusnya adalah kepada perubahan yang dapat dipertahankan selama
hidup. Memerhatikan pola makan juga sangat membantu. Keluarga harus
diberikan motivasi untuk menjadwalkan makan keluarga, seperti sarapan.
Sangat tidak mungkin bagi seorang anak mengubah asupan nutrisinya dan
pola makannya jika keluarga yang lain tidak mengubah hal yang sama.
Kebutuhan yang berhubungan dengan makanan juga harus diubah sesuai
dengan perkembangan, sebagaimana remaja membutuhkan kalori yang
banyak selama pertumbuhan, dan dewasa yang menjalani hidup yang tidak
aktif membutuhkan kalori yang lebih sedikit dibandingkan dengan yang
aktif dan anak-anak yang sedang tumbuh.
Strategi psikologis juga sangat membantu. Diet lampu merah
mengelompokkan makanan menjadi yang dapat dikonsumsi tanpa batasan
(hijau), yang perlu dibatasi (kuning), atau yang dapat dikonsumsi tidak
sering (merah). Kategori yang konkrit juga sangat membantu keluarga dan
anak-anak. Pendekatan ini dapat diadaptasikan ke berbagai kelompok
masyarakat atau masakan lokal. Wawancara motivasional, sebuah strategi
yang terbukti menurunkan penggunaan tembakau dan zat kimia, terlihat
menjanjikan

untuk membantu

pasien mengubah

pola nutrisinya.

Pendekatan ini dimulai dengan melihat kesiapan pasien untuk membuat

25

perubahan tingkah laku. Kemudian pasien akan dibantu menyusun strategi


untuk langkah selanjutnya untuk mencapai tujuan dari pemasukan nutrisi
yang sehat. Metode ini menggunakan seorang pakar sebagai pelatih, untuk
membantu anak-anak dan orangtua nya mencapai tujuan. Pendekatan yang
lainnya termasuk peraturan di dalam keluarga tentang dimana makanan
harus dikonsumsi- misalnya tidak di dalam kamar.
Sangat susah untuk mencapai penurunan berat badan dengan hanya
meningkatkan aktivitas fisik. Meskipun demikian, fitness yang dilakukan
sering akan meningkatkan kesehatan kardiovaskuler tanpa penurunan berat
badan. Jadi, dengan melakukan aktivitas dapat menurunkan risiko untuk
terjadinya

penyakit

kardiovaskuler,

meningkatkan

kesehatan,

dan

berkontribusi terhadap penurunan berat badan. Meningkatkan aktivitas


fisik dapat dilakukan seperti berjalan ke sekolah, melakukan aktivitas fisik
selama waktu senggang bersama keluarga dan teman, atau masuk ke klub
olahraga. Anak-anak akan lebih aktif jika orangtua nya juga aktif. Seperti
halnya dengan rekomendasi untuk melakukan makan bersama keluarga,
aktivitas fisik bersama keluarga juga direkomendasikan.
Melakukan kegiatan yang aktif dapat mengganti aktivitas yang
hanya

duduk-duduk

saja.

American

Academy

of

Pediatrics

merekomendasikan menonton tv harus dibatasi tidak boleh dari 2 jam/hari


untuk anak-anak diatas 2 tahun dan anak dibawah 2 tahun tidak menonton
televisi sama sekali. Menonton televisi biasanya dilakukan sambil makan,
dan makanan yang mengandung banyak kalori biasanya diiklankan selama
program televisi yang berhubungan dengan anak-anak.
Dokter anak harus membantu keluarga untuk memenuhi tujuan
untuk mengubah pemasukan nutrisi dan aktivitas fisik. Mereka juga dapat
menyediakan berbagai macam informasi yang dibutuhkan oleh keluarga
dan anak-anak. Keluarga tidak boleh berharap penurunan persentil IMT
yang drastis karena perubahan pola, tetapi keluarga dapat menghitung
kenaikan dari penurunan rata-rata dari persentil IMT sampai stabil, diikuti
dengan penurunan persentil IMT.(8)
2.7

Malnutrisi

26

2.7.1 Definisi
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan
gizi yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaan yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan
kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi karena
asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak
seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat
terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik.(9)
2.7.2 Etiologi
Malnutrisi pada anak dapat merupakan kelanjutan keadaan kurang
gizi yang dimulai pada masa bayi, atau dapat timbul dari faktor-faktor
yang menjadi berlaku selama masa anak. Pada umumnya penyebabnya
adalah sama seperti malnutrisi pada bayi. Masalahnya mungkin kompleks.
Kebiasaan diet yang jelek dapat disertai dengan keadaan higienik yang
pada umumnya jelek, disertai dengan keadaan kronik, makan yang rewel
dari anggota keluarga yang lain, atau disertai dengan gangguan hubungan
orang tua-anak.
Kebiasaan yang jelek pada anak di bawah umur 5 tahun atau 6
tahun dapat dilacak secara langsung pada faktor orang tua, perhatian yang
berlebihan darinya mengenai kuantitas dan kualitas diet merupakan faktor
yang sering ditemukan. Pada anak dari semua umur, tidur yang tidak
cukup dan terlalu banyak kegembiraan emosional, seperti yang
diakibatkan oleh menonton televisi , merupakan faktor penting. Anak umur
sekolah mengembangkan kebiasaan makan tidak teratur atau tidak tepat,
terutama pada makan pagi dan makan siang, karena tidak diberi waktu
cukup atau karena waktu makan mungkin tidak cukup. Beberapa anak usia
5-8 tahun makan sedikit karena takut gemuk. Anak ini berespon dengan
mudah pada nasehat dan penjelasan diet, yang berbeda dengan anak
anoreksia nervosa. Makan antara waktu makan, terutama masalah seperti
manisan (candy) dan makanan kecil (snack) biasanya mengurangi nafsu
makan saat makan.

27

Malnutrisi adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas serta


faktor yang mempengaruhi penyakit lainnya. Kekurangan kalori dalam
uterus menyebabkan terjadinya bebrapa kelainan SGA. Malnutrisi protein ,
kalori, dan nutrisi mikro berturut-turut menyebabkan 50% anak menderita
kerdil sedang sampai berat, bersamaan dengan kurangnya perkembangan
kognitif. Kerentanan terhadap penyakit menular meningkat. Infeksi akut
dan kronik sering menjadi penyebab kematian anak. Anoreksia dan
ketidakmampuan perawatan tersier menyebabkan resusitasi gizi sukar atau
tidak mungkin.
Di samping tidak tersedianya makanan dan gangguan parasit
kronis, malnutrisi kadang-kadang akibat dari praktek budaya makan.
Menggunakan makanan dengan protein dan kandungan kalori rendah
seperti makanan sapihan, pengubahan pola makan bayi dari ASI yang
terlalu cepat (sering kali karena kepercayaan bahwa bayi tidak boleh
disusui jika ibunya sedang hamil), dan kegagalan untuk memulai atau
penghenti dini ASI adalah penyebab umum malnutrisi primer. Pendidikan
wanita , keluarga berencana, dan jarak kelahiran adalah beberapa strategi
paling efektif mencegah malnutrisi.
Etiologi malnutrisi dapat bersifat primer maupun sekunder. Adapun
malnutrisi bersifat primer, yaitu apabila kebutuhan individu yang sehat
akan protein, energi atau keduanya, tidak dipenuhi oleh makanan yang
adekuat. Pada malnutrisi protein energi primer, kekurangan kalori
umumnya dikaitkan dengan keadaan-keadaan perang, kekacauan sosial,
ketidaktahuan, kemiskinan, penyakit infeksi, dan ketidak seimbangan
distribusi makanan. Dengan demikian gangguan sosial ekonomi dapat
dianggap sebagai penyebab paling global kelaparan pada anak di sertai
efeknya yang buruk pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
Malnutrisi bersifat sekunder, yaitu akibat adanya penyakit yang
dapat menyebabkan asupan suboptimal, gangguan penyerapan atau
pemakaian nutrien, dan atau peningkatan kebutuhan karena terjadi
kehilangan nutrien atau keadaaan stres. Malnutrisi protein-energi

28

merupakan penyakit gizi terpenting di negara sedang berkembang dan


salah satu penyebab utama mordibilitas dan mortalitas pada masa kanakkanak di dunia.(9)
2.7.3 Epidemiologi
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih
tinggi. Berdasarkan laporan provinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178
balita mengalami gizi buruk dan data susenas tahun 2005 memperlihatkan
prevalensi balita gizi buruk sebesar 8.8%.(10)
2.7.4 Manifestasi Klinik
Malnutrisi tidak selalu menyebabkan kurang berat. Kelelahan,
lemah, gelisah, dan iritabilitas merupakan manifestasi yang sering ada.
Kegelisahan dan overaktifitas sering kali disalah artikan oleh orang tua
sebagai bukti kurang lelah. Anoreksia, gangguan pencernaan yang dengan
mudah terimbas, dan konstipasi merupakan keluhan yang sering ada, dan
bahkan pada anak yang lebih tua ditemukan diare tinja mukoid tipe
kelaparan. Anak kurang gizi sering mendapat masa perhatian terbatas dan
kurang perhatian di sekolah. Mereka bertambah rentan terhadap infeksi.
Perkembangan otot tidak cukup dan kendor menghasilkan sikap lelah,
dengan bahu bundar, dada pipih, dan perut buncit. Anak demikian sering
tampak lelah, muka pucat, corak kulit keruh, dan mata tidak berkilau.
Anemia hipokromik sering ada. Pada kasus yang lama, mungkin ada
perkembangan epifise yang tertunda, gigi tidak teratur dan pubertas
terlambat.
Evaluasi harus selalu memasukkan riwayat tentang kebiasaan diet
yang teliti, kurang penyesuaian diri psikososial, higiene fisik dan penyakit,
disamping pemeriksaan fisik menyeluruh. Pemeriksaan laboratorium
biasanya tidak diperlukan.(9)
2.7.5 Pengobatan
Pengobatan perseorangan ditujukan pada perbaikan gangguan
psikologik dan fisik yang mendasari. Diet yang cukup dan sesuai harus

29

diuraikan, konsentrat vitamin dapat ditambahkan dan dilanjutkan sampai


masukan diet telah menjadi cukup. Bila anoreksia yang merupakan
masalah, pokok-pokok diet yang penting harus diberikan dalam bentuk
sepenuh mungkin, dan kandungan lemak harus rendah. Makanan kecil
antara waktu makan tidak perlu dilarang jika makanan tersebut tidak
mengganggu nafsu makan saat makan berikutnya, susu dan makanan yang
mengandung banyak gula jangan diberikan pada saat tersebut. Buah atau
sari buah adalah pilihan yang tepat untuk diberikan diantara dua waktu
makan. Pendidikan bagi seluruh keluarga mengenai kebiasaan makan
mungkin perlu.(9)
2.7.6 Pencegahan
Kekurangan protein energi biasanya terjadi dalam kelompok
individu beresiko tinggi seperti anak kecil yang baru saja disapih
(diberhentikan pemberian ASI). Strategi pencegahan harus menjadikan
kelompok beresiko tinggi ini sebagai sasaran (target) dengan tindakan
intervensi yang praktis. Berbagai upaya kerjasama antara para ahli gizi,
ahli pertanian, lembaga pemerintah, organisasi pelayanan sosial dan
masyarakat sendiri harus mempertimbangkan tipe makanan yang
dikonsumsi, ketersediaan produk pangan, dan kebiasaan masyarakat dalam
penyiapan makanan serta cara mengonsumsi. Strategi skema tersebut harus
diujicobakan dalam kelompok kecil orang yang dipantau dengan cermat
untuk melihat efikasinya sebelum diimplementasikan pada skala yang
luas.
Pemantauan pertumbuhan pada anak-anak balita telah disarankan
selama beberapa dasawarsa sebagai metode untuk mengenali secara dini
keadaan gizi kurang dan kini sudah dipraktikkan secara universal di
seluruh negara berkembang. Road to health chart (KMS) merupakan
grafik berat badan menurut usia (weight for age) dengan mencatat berat
badan anak dan membandingkannya dengan nilai standar internasional.
Berbagai fasilitas dan program yang menggunakan pengukuran berat
badan secara berkesinambungan sebaiknya juga memiliki pelayanan
konseling gizi dan pendukung untuk membantu anak-anak yang

30

teridentifikasi mengalami kelambatan tumbuh kembang. Pemberian makan


tambahan pada anak-anak yang mendapatkan ASI sangat penting untuk
mencegah

keterlambatan

tumbuh-kembang.

Strategi

pencegahan

memfokuskan perhatiannya pada peningkatan kepadatan energi dan


kualitas protein dalam makanan anak anak dengan cara memberikan
makanan lebih sering dan memasukkan jenis-jenis makanan baru ke dalam
diet mereka.
Di negara maju, program masyarakat yang menyediakan makanan
dan mensubsidi pembelian produk pangan ternyata sangat efektif untuk
memperbaiki status gizi pada kelompok-kelompok yang rentan. The
Special Supplemental Nutrition for Women, Infants and Children (WIC) di
AS, yang membagikan voucher atau kupon untuk mendapatkan makanan
tertentu kepada para ibu hamil dan anak kecil, ternyata dapat menurunkan
insidens kehamilan dengan berat lahir rendah, mengurangi keadaan gizi
kurang dalam usia kanak-kanak dan menurunkan insidens defisiensi zat
besi pada populasi penduduk yang mereka layani. Program tersebut
diperkirakan bukan hanya mencegah keadaan gizi kurang tetapi juga
menurunkan pengeluaran sosial masyarakat lainnya sebanyak beberapa
kali lipat untuk setiap orang yang dilayani.(11)
2.8 Penyakit Blount
2.8.1 Definisi
Penyakit blount (blount disease) adalah gangguan yang jarang
terjadi, biasanya ditandai dengan kelainan pertumbuhan sisi media epifisis
tibia proksimal yang mengakibatkan angulasi varus progresif di bawah
lutut.(8)
2.8.2 Etiologi
Saat ini, etiologi dari blount disease masih belum diketahui dan
mungkin multifaktorial. Faktor genetik, humoral, biomekanik, dan
lingkungan

mempengaruhi

pertumbuhan

dan

perkembangan

fisis.

Manifestasi klinis dari kedua bentuk blount disease menunjukkan adanya


alterasi dari pertumbuhan dan perkembangan normal dari anak-anak yang

31

memiliki predisposisi secara genetik melalui cara yang berbeda namun


terkait.
Beberapa penelitian mencatat adanya riwayat keluarga yang positif
pada individu dengan blount disease. Sevastikoglou dan Eriksson
melaporkan temuan empat individu dengan tibia vara dalam satu keluarga,
dimana dua diantaranya adalah kembar identik. Schoenecker, dkk juga
menemukan adanya riwayat keluarga dengan tibia vara pada 14 dari 33
pasien. Namun begitu, bukti jelas keterkaitan genetik pada blount disease
belum ditemukan.
Salah satu faktor perkembangan yang berkontribusi pada terjadinya
blount disease adalah biomekanikal yang berlebihan pada fisis tibia
proksimal akibat varus stasik dan berat badan berlebih. Selain itu, berjalan
terlalu dini (kurang dari 1 tahun) juga berimplikasi pada terjadinya blount
disease infantile type. Meskipun proses yang sama mungkin berimplikasi
pada terjadinya blount disease adolescence type, namun pada tipe ini tidak
harus diawali dengan varus statik. Variasi pola jalan dinamis akibat
melebarnya lingkar panggul atau paha berimplikasi utama terhadap
2.8.3

terjadinya blount disease adolescence type.(12)


Patofisiologi
Patogenesis dari kelainan tibia proksimal berkaitan dengan
kompresi yang berlebihan sehingga menyebabkan inihibisi pertumbuhan,
seperti yang dijelaskan oleh Prinsip Heuter Volkmann. Tekanan yang
berlebih pada bagian medial dari epifisis kartilago tibia proksimal
menyebabkan gangguan struktur dan fungsi kondrosit, serta menghambat
osifikasi dari epifisis. Obesitas menyebabkan peningkatan kompresi
terutama di bagian medial sendi lutut pada anak dengan genu varum.
Dengan menggunakan elemen analisis, Cook, dkk menghitung beban pada
lempeng pertumbuhan tibia proksimal selama posisi berdiri pada satu kaki,
dan mencatat bahwa, pada anak berusia 5 tahun dengan obesitas, kekuatan
kompresi pada angulasi varus 10 melebihi kekuatan yang diperlukan
untuk menghambat pertumbuhan. Diez, dkk meneliti hubungan antara
berat tubuh dengan deformitas angular pada anak berusia 15 tahun dengan

32

blount disease. Mereka menemukan korelasi yang signifikan antara berat


badan dengan sudut tibiofemoral (r=0.75) dan mencatat hubungan yang
kuat antara berat badan dengan deformitas varus pada sembilan anak
dengan obesitas yang diperiksa secara terpisah.(12,13)
Menggunakan analisis gaya berjalan (gait),

Gushue,

dkk

mempelajari efek obesitas pada masa kanak-kanak dengan biomekanika


sendi lutut tiga dimensi. Dibandingkan dengan anak dengan berat badan
normal, anak-anak dengan berat badan berlebih menunjukkan puncak
abduksi lutut interna, selama awal posisi berdiri, yang lebih tinggi.
Sabharwal, dkk melaporkan hubungan linear antara besarnya obesitas
dengan deformitas radiografis biplanar pada anak dengan blount disease
onset awal dan pada pasien dengan body mass index (BMI) > 40 kg/m
tanpa memandang usia terjadinya blount disease. Meskipun memiliki BMI
lebih rendah, anak dengan blount disease onset awal memiliki kelainan
varus dan prokurvatum dari tibia proksimal yang lebih berat daripada
remaja dengan blount disease. Wenger, dkk mengemukakan bahwa
lempeng pertumbuhan tibia proksimal merespon secara berbeda pada
berbagai stadium maturitas tulang, dengan peningkatan kelenturan pada
epifisis yang belum terosifikasi pada pasien yang lebih muda
menyebabkan inhibisi pertumbuhan lebih daripada remaja.(12,13)
Davids dkk, meneliti deviasi gaya berjalan dan hubungannya
dengan meningkatnya lingkar panggul/ paha pada obesitas remaja. Anak
obesitas dengan paha yang besar memiliki kesulitan dalam melakukan
adduksi pinggul secara adekuat, dan hal ini berakibat pada fatthigh gait
dengan posisi varus pada lutut, sehingga meningkatkan tekanan pada
bagian medial fisis tibia proksimal. Konsep ini mendukung penelitian
bahwa kelainan varus yang telah ada sebelumnya tidak diperlukan untuk
menginisiasi perubahan patologis pada pasien dengan blount disease onset
lanjut.(12,13)
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa obesitas remaja
menurunkan isi mineral tulang hingga pada tingkat yang dapat diprediksi
dengan dasar berat badan. Penelitian biokimia yang dilakukan Giwa, dkk

33

pada anak dengan blount disease mengungkapkan adanya hipokalsemia


dan hipofosfatemia ringan, serta peningkatan aktivitas alkalin fosfatase
(seperti yang terjadi pada ricketsia). Selain itu, serum cooper dan zinc juga
menurun 32% dan 48% dibawah rata-rata subjek kontrol. Faktor-faktor
tersebut selanjutnya memberikan predisposisi anak-anak obesitas dengan
blount disease untuk menderita kelainan progresif dengan bertambahnya
2.8.4

berat badan.(12,13)
Diagnosis
Diagnosis penyakit blount ditegakkan berdasarkan riwayat
penyakit (anamnesis, pemeriksaaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
terutama radiografi). Diagnosis diferensial untuk penyakit blount adalah:
1. Genu varum fisiologis. Biasanya kondisi ini hilang dengan
sendirinya. Ditandai dengan kelengkungan ringan dari femur dan
tibia yang pada umumnya membaik pada usia 18-24 bulan.
2. Genu varum kongenital. Angulasi dapat terjadi pada bagian tengah
tibia dengan femur distal dan tibia proksimal tampak normal.
3. Osteomielitis. Gangguan lempeng pertemuan sekunder dari infeksi.
4. Deformitas traumatik. Adanya riwayat trauma yang mencederai
lempeng pertumbuhan dari tibia proksimal.(13)

2.8.5

Tatalaksana
1. Pengobatan non operatif
Pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, pengobatan orthotik
dapat digunakan ketika deformitas meningkat atau jika anak tersebut
memiliki sudut metaphyseal-diaphyseal lebih besar 11o. Jika kelainan
tersebut menetap atau meningkat menjadi stadium III atau IV dengan
pengobatan brace siang hari, maka osteotomi perlu dilakukan. Jika
memungkinkan lebih baik untuk melakukan osteotomi sebelum anak
berusia 4 tahun untuk mencegah kekambuhan
2. Pengobatan operatif
Osteotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering
digunakan. Osteotomi adalah operasi bedah dimana tulang dipotong
untuk memperpendek, memperpanjang, atau mengubah keselarasan .

34

Pemilihan penatalaksana lainnya untuk blount disease


meliputi observasi dengan pemeriksaan klinis dan radiografi
berulang, orthosis, dan berbagai tindakan bedah, seperti realignment
osteotomy, lateral hemiepiphyseodesis, dan guided growth di sekitar
lutut, distraksi fisis tibia proksimal asimetris bertahap, reseksi
physeal bar, dan elevasi tibial plateau.(14)
2.9

Hubungan antara pola hidup dengan obesitas


Tidak ada keraguan tentang hubungan antara aktivitas fisik dan
obesitas. Prevalensi obesitas terhadap subjek yang sedikit pun tidak ada
latihan fisik dua kali lipat dibandingkan dengan mereka yang melakukan.
Hubungan antara aktivitas fisik dan obesitas menjadi lebih jelas pada
prevalensi perilaku tidak aktif dibandingkan dengan kegiatan waktu luang
yang diisi dengan kegiatan lebih aktif. Kenaikan yang jelas diamati pada
prevalensi obesitas pada subjek yang menghabiskan waktu berjam-jam
dengan menonton televisi. Dalam penelitian banyaknya jam menonton
televisi merupakan faktor yang terkait dengan nilai-nilai IMT yang lebih
tinggi. Hal ini dianalogikan juga terhadap aktivitas tidak aktif lainnya
seperti bermain video game atau internet.
Pola makan yang tidak baik juga dapat meningkatkan resiko obesitas
seperti konsumsi alkohol dan makanan berkalori tinggi. Peningkatan
konsumsi makanan dengan kandungan kalori yang lebih tinggi seperti dalam
makanan fast food dan "convenience meals" dapat memprovokasi
perubahan dalam kontrol nafsu makan. Kombinasi perubahan makan dan
peningkatan perilaku menetap (tidak aktif) dari berbagai jenis telah
memberikan

kontribusi

signifikan

terhadap

peningkatan

prevalensi

overweight dan obesitas.(15)


2.10 Edukasi yang Harus Diberikan pada Orang Tua Inneke
1. Pola Asuh
Pada orang tua sebaiknya menyediakan kudapan yang lebih
sehat, misalnya

buah-buahan segar maupun

jus buah ketika

mendampingi anak menonton siaran televisi. Selain itu, batasilah durasi


menonton tayangan televisi. Doronglah mereka untuk lebih banyak

35

bermain dengan teman-teman sebayanya daripada menghabiskan waktu


berjam-jam di depan televisi. Langkah ini akan menunjang kesehatan
tubuh mereka.
Selain itu, jangan pernah meletakkan televisi maupun unit
komputer di dalam kamar anak karena orang tua akan kesulitan
mengontrol waktu dan jenis tayangan yang ditonton oleh anak.
Letakkanlah televisi dan unit komputer di ruang keluarga agar kita
mudah mengawasi dan membatasi alokasi waktu anak menonton
televisi maupun bermain game di komputer. Jangan ragu untuk
mematikan saluran televisi manakala kita menilai anak terlalu lama
menonton televisi. Sebaiknya, para orang tua membuat jadwal
menonton televisi yang ditaati oleh anak. Langkah ini untuk membatasi
alokasi waktu dan jenis siaran yang layak untuk ditonton.
2. Menetapkan target penurunan berat badan
Untuk penurunan berat badan ditetapkan berdasarkan: umur
anak, yaitu usia 2 - 7 tahun dan diatas 7 tahun, derajat obesitas dan ada
tidaknya penyakit penyerta/komplikasi. Pada anak obesitas tanpa
komplikasi dengan usia dibawah 7 tahun, dianjurkan cukup dengan
mempertahankan berat badan, sedang pada obesitas dengan komplikasi
pada anak usia dibawah 7 tahun dan obesitas pada usia diatas 7 tahun
dianjurkan untuk menurunkan berat badan. Target penurunan berat
badan sebesar 2,5 - 5 kg atau dengan kecepatan 0,5 - 2 kg per bulan.
3. Pengaturan diet
Prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang
sesuai dengan RDA, hal ini

karena anak masih mengalami

pertumbuhan dan perkembangan.5 Intervensi diet harus disesuaikan


dengan usia anak, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit penyerta.
Pada obesitas sedang dan tanpa penyakit penyerta, diberikan diet
seimbang rendah kalori dengan pengurangan asupan kalori sebesar
30%. Sedang pada obesitas berat (IMT > 97 persentile) dan yang

36

disertai penyakit penyerta, diberikan diet dengan kalori sangat rendah


(very low calorie diet ).
Dalam pengaturan diet ini perlu diperhatikan tentang :
a. Menurunkan

berat

badan

dengan

tetap

mempertahankan

pertumbuhan normal.
b. Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 2030% dengan lemak jenuh < 10% dan protein 15-20% energi total
serta kolesterol < 300 mg per hari.
c. Diet tinggi serat, dianjurkan pada anak usia > 2 tahun dengan
penghitungan dosis menggunakan rumus: (umur dalam tahun + 5)
gram per hari.
4. Pengaturan aktifitas fisik
Peningkatan aktifitas fisik mempunyai pengaruh terhadap laju
metabolisme. Latihan fisik yang diberikan disesuaikan dengan tingkat
perkembangan motorik, kemampuan fisik dan umurnya. Aktifitas fisik
untuk anak usia 6-12 tahun lebih tepat yang menggunakan keterampilan
otot, seperti bersepeda, berenang, menari dan senam. Dianjurkan untuk
melakukan aktifitas fisik selama 20-30 menit per hari.
Tabel 3. Jenis kegiatan dan jumlah kalori yang dibutuhkan
Jenis kegiatan
Jalan kaki 3 km/jam

Kalori yang digunakan/jam


150

Jalan kaki 6 km/jam

300

Jogging 8 km/jam

480

Lari 12 km/jam

600

Tenis tunggal

360

Tenis ganda

240

Golf

180

Berenang

350

Bersepeda

660

5. Mengubah pola hidup/perilaku

37

Untuk perubahan perilaku ini diperlukan peran serta orang tua


sebagai komponen intervensi, dengan cara:
a. Pengawasan sendiri terhadap: berat badan, asupan makanan dan
aktifitas fisik serta mencatat perkembangannya.
b. Mengontrol rangsangan untuk makan. Orang tua diharapkan dapat
menyingkirkan rangsangan disekitar anak yang dapat memicu
keinginan untuk makan.
c. Mengubah perilaku makan, dengan mengontrol porsi dan jenis
makanan yang dikonsumsi dan mengurangi makanan camilan.
d. Memberikan penghargaan dan hukuman.
e. Pengendalian diri, dengan menghindari makanan berkalori tinggi
yang pada umumnya lezat dan memilih makanan berkalori rendah.
6. Peran serta orang tua, anggota keluarga, teman dan guru.
Orang tua menyediakan diet yang seimbang, rendah kalori dan
sesuai petunjuk ahli gizi. Anggota keluarga, guru dan teman ikut
berpartisipasi dalam program diet, mengubah perilaku makan dan
aktifitas yang mendukung program diet.(16)

2.11 Aktivitas Fisik yang Baik bagi Anak


1. Olahraga atau Latihan fisik
Olahraga atau latihan fisik yang teratur diperlukan untuk
perkembangan motorik serta pertumbuhan otot-otot tubuh diperlukan
stimulasi yang terarah dengan bermain. Anak perlu diperkenalkan
dengan olahraga sedini mungkin karena dengan olahraga tidak hanya
membentuk fisik anak tetapi juga mentalnya agar anak tumbuh dengan
baik. Olahraga yang baik bagi anak juga harus mempunyai nilai
bermain.(1)
Anak-anak dan dewasa harus melakukan aktivitas fisik 60
menit (1 jam) setiap harinya. Sesuai dengan rekomendasi dari
Physical Activity Guidelines for Americans, ada tiga aktivitas fisik
yang dapat dilakukan anak-anak dan dewasa:

38

a. Aktivitas Aerobik
Aktivitas aerobik harus dilakukan paling tidak 60 menit
atau lebih dari aktivitas fisik yang dilakukan anak setiap
harinya. Aktivitas ini bisa merupakan aerobik yang berintensitas
sedang seperti jalan cepat atau yang berintensitas berat seperti
lari. Paling tidak melakukan aerobik berintensitas tinggi 3 kali
per minggu.
b. Penguat otot
Lakukan aktivitas gymnastik minimal 3 kali perminggu
di 60 menit aktivitas fisik yang dilakukan anak.
c. Penguat tulang
Untuk menguatkan tulang bisa melakukan lompat tali
atau lari minimal 3 kali per hari.(17)
2. Bermain
Bermain penting untuk perkembangan anak. Bermain bagi
anak tidak sekedar hanya mengisi waktu luang anak saja. Melalui
bermain, anak belajar mengendalikan emosi dan mengkoordinasikan
otot-ototnya, melibatkan perasaan, emosi dan pemikirannya. Apabila
bermain dilakukan bersama orang tua, maka dapat mengakrabkan
hubungan anak dan orangtua dan dapat mendeteksi dini jika terjadi
gangguan perkembangan pada anak.
Bermain harus dilakukan dengan seimbang antara bermain
pasif dan bermain aktif.
a. Bermain aktif ialah bermain di mana anak berperan langsung
dalam permainan. Contohnya bermain drama menggunakan
boneka, menyusun balok-balok.
b. Bermain pasif biasa disebut hiburan, di mana peran yang
dimainkan anak lebih pasif. Contohnya: menonton televisi,
bermain video game. Bermain pasif hendaknya dilakukan tidak
lebih dari 2 jam perharinya.(1)
2.12 Jalur Penyimpanan Energi pada Tubuh
Tubuh memperoleh sumber energi dari makanan yang mengandung
karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat diserap oleh tubuh dalam
bentuk glukosa. Glukosa tersebut akan digunakan oleh semua jaringan

39

tubuh sebagai sumber energi. Kelebihan glukosa akan disimpan dalam


bentuk glikogen di hati dan otot. Proses perubahan glukosa menjadi
glikogen disebut glikogenesis. Oleh karena tempat penyimpanan glikogen di
otot dan hati terbatas, sisa kelebihan glukosa tersebut akan diubah menjadi
lemak melalui proses lipogenesis dan disimpan di jaringan adiposa.
Lemak diserap oleh tubuh dalam bentuk gliserol dan asam lemak.
Gliserol dapat langsung digunakan oleh jaringan tubuh. Asam lemak selain
dapat digunakan sebagai sumber energi, juga dapat disimpan sebagai lemak
(trigliserida) di jaringan adiposa. Tetapi, energi yang terkandung didalam
lemak sangat sulit untuk digunakan dan metabolisme lemak lebih lambat
dibandingkan karbohidrat.
Protein digunakan oleh tubuh dalam bentuk asam amino.
Kebanyakan asam amino digunakan untuk sintesis protein. Tetapi, jika kadar
glukosa dalam tubuh menurun, asam amino dapat diubah menjadi glukosa
melalui proses glukoneogenesis dan digunakan sebagai sumber energi bagi
tubuh.(18)

Gambar 2. Jalur penyimpanan energi dalam tubuh(18)

40

BAB III
PLENO
3.1

Status Gizi Inneke


Untuk menentukan status gizi dari Inneke, dapat digunakan 2 cara,
yaitu:
1. Menghitung BB/TB
Untuk menghitung BB/TB, pertama-tama harus ditentukan BBI
(berat badan ideal) berdasarkan tinggi badan. BBI dapat ditentukan
dengan menggunakan kurva NHCS CDC.
Dari gambar 3, didapatkan BBI dari Inneke adalah 22 kg.
Setelah mendapatkan BBI, BB/TB dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
BB/TB =

41

= 145,45 %

Dari perhitungan diatas, didapatkan bahwa BB/TB dari Inneke


adalah 145,45 %, sehingga status gizi dari Inneke adalah obesitas
(>120%).

42

Gambar 3. Kurva CDC Weight for age dan Sature for age 2-20 tahun

2. Menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh)

43

Selain menggunakan kurva BB/TB, status gizi juga dapat


ditentukan dengan menggunakan kurva BMI for age baik CDC maupun
WHO. Pertama-tama, hitung IMT dari Inneke dengan menggunakan
rumus:
IMT =

= 22,2

Setelah didapatkan nilai IMT dari Inneke, kemudian di-plot ke kurva


CDC atau WHO untuk menentukan status gizi dari Inneke.

Gambar 4. Kurva CDC BMI for age 2-20 tahun(8)

44

Dari gambar 4, didapatkan bahwa IMT Inneke berada diatas 95th


persentil. Sehingga status gizi Inneke dapat diklasifikasikan sebagai
obesitas.(8)

Gambar 5. Kurva WHO BMI for age 5-19 tahun

Dari gambar 5, didapatkan bahwa IMT Inneke berada diatas +3


SD, sehingga status gizi Inneke diklasifikasikan sebagai obesitas.(4)
3.2

Klasifikasi Obesitas
Obesitas dapat dibagi menyadi beberapa jenis, yaitu:
1.
Mild Obesity, jika berat badan antara 20% - 30% di atas berat
badan idela.
2.
Moderate Obesity, jika berat badan antara 30% - 60% di atas berat
badan ideal.
3.
Morbid Obesity, jika berat badannya 60% atau lebih di atas berat
badan ideal.(19)

3.3

Tatalaksana Obesitas
Tabel 4. Tatalaksana obesitas berdasarkan kategori IMT(20)

45

Berdasarkan tabel 4, tatalaksana yang tepat untuk kasus Inneke


adalah melalui intervensi dari tahap 1 sampai tahap 4.
1. Tahap 1: Pencegahan Tambahan (Prevention Plus)
Sebagai tahap pertama, pasien obesitas dan overweight dan
keluarga mereka dapat fokus dalam pola makan yang sehat dan
kebiasaan beraktivitas yang membuat strategi pencegahan obesitas.
Bagaimanapun juga, hasil akhir adalah untuk status indeks massa
tubuh (IMT) yang lebih baik daripada mempertahankan IMT yang
sehat, dan penyedia (provider) harus menyediakan pengawasan yang
lebih sering untuk memotivasi keluarga dan pasien.
Pola makan yang sehat dan aktivitas seperti di bawah ini.

46

1) Konsumsi 5 porsi buah dan sayuran tiap harinya. Keluarga


dapat berikutnya menambah sampai 9 porsi per hari, seperti
yang

direkomendasikan

oleh

USDA.

Web

site

USDA

(www.mypyramid.gov) merekomendasikan jumlah cangkir dari


buah dan sayur per hari sesuai umur berdasarkan usia, mulai dari
2 cangkir per hari untuk anak 2 tahun sampai 4.5 cangkir per
hari untuk anak-anak usia 17-18 tahun;
2) Meminimalisir minuman yang mengandung pemanis buatan,
seperti soda, minuman olahraga, dan punch. Idealnya, minuman
ini harus disingkirkan dari diet anak-anak, meskipun anak yang
mengkonsumsi jumlah yang besar akan mendapat keuntungan
dari pengurangan sampai 1 porsi per hari;
3) Mengurangi menonton televisi (dan bentuk lain dari televisi)
sampai 2 jam per hari. Jika anak dibawah 2 tahun, maka tidak
menonton televisi harus menjadi tujuan. Untuk membantu
perubahan ini, maka televisi sebaiknya harus ditempatkan tidak
ditempat yang sama seperti dimana anak tersebut tidur;
4) Menjadi aktif secara fisik 1 jam per hari. Permainan yang tidak
berstruktur menjadi pilihan yang tepat bagi anak yang berumur
lebih muda. Anak yang berumur lebih tua harus mencari
aktivitas fisik yang mereka senangi, seperti olahraga, menari,
seni yang berhubungan dengan perang, mengayuh sepeda, dan
berjalan. Aktivitas dapat berstruktur, seperti kelas menari, atau
tidak berstruktur, seperti menari pada saat mendengar musik di
rumah, dan anak-anak dapat melakukan aktivitas dengan jangka
waktu yang lebih pendek per harinya;
5) Menyiapkan makanan rumah daripada membeli makanan cepat
6)
7)
8)
9)

saji;
Makan bersama keluarga minimal 5 sampai 6 kali per minggu;
Konsumsi sarapan setiap hari;
Libatkan seluruh keluarga di pola hidup yang berubah;
Biarkan anak untuk memilih sendiri makanan yang akan
dimakannya dan hindari untuk terlalu mengekang perilaku
makan anak (terutama pada anak kurang dari 12 tahun);

47

10) Bantu keluarga mengatur perilaku sesuai budaya masingmasing.


Untuk implementasi dari pencegahan plus, poin di bawah ini
harus diperhatikan.
1) Keluarga

dan

mengidentifikasi

penyedia
perilaku

dapat
untuk

bekerjasama
target

yang

untuk
sesuai.

Pertimbangan termasuk perilaku yang sekarang yang paling


banyak berkontribusi terhadap energi yang tidak seimbang,
kultur keluarga dan preferensi, situasi financial keluarga yang
spesifik, tetangga, dan jadwal, dan memotivasi keluarga dan
anak untuk membuat perubahan tertentu. Dengan menggunakan
teknik

wawancara

yang

motivasional,

penyedia

memperbolehkan anak dan keluarga untuk dapat menentukan


perikau prioritas, yang mana secara natural mengintegrasikan
situasi keluarga dan nilai;
2) Pasien mungkin dibutuhkan untuk mencapai target perilaku
secara perlahan. Contohnya, anak obesitas dibutuhkan untuk
memulai aktivitas fisik 15 menit per hari dan bekerja sampai
dengan 60 menit, atau biarkan keluarga untuk memilih 3 target
pertama dan mengembangkan nilai dari perilaku yang
ditargetkan seiring waktu;
3) Frekuensi kunjungan tindak lanjut harus diatur kepada keluarga
secara individual, dan teknik wawancara motivasional mungkin
berguna dalam mengatur frekuensi kunjungan.
4) Tahap pencegahan tambahan dari tatalaksana obesitas dapat
dilakukan di latar kantor;
5) Dokter, perawat yang sudah berpengalaman, asisten dokter, dan
perawat kantor, dengan pelatihan yang sesuai, dapat meyediakan
tata laksana pada tahap ini;
6) Ubah polanya 3 sampai 6 bulan, jika anak tersebut tidak
memperlihatkan perkembangan yang sesuai, kemudian penyedia
dapat menawarkan tahap selanjutnya dari tatalaksana obesitas,
yang mana adalah, manajemen berat badan yang terstruktur.(20)

48

2. Tahap 2: Manajemen Berat Badan Terstruktur


Tahap dari tatalaksan obesitas ini dibedakan dari pencegahan
tambahan kurang dari perbedaan di perilaku yang ditargetkan dan
lebih kepada dukungan dan struktur yang tersedia kepada anak untuk
mencapai perilaku tersebut. Tujuan makan yang spesifik dan aktivitas
sebagai tambahan dari tujuan di pencegahan tambahan sebagai
berikut:
1) Diet yang terencana atau rencana makan tiap hari dengan
makronutrien yang seimbang, dengan proporsi yang konsisten
sesuai dengan rekomendasi dari Dietary Reference Intake,
penekanan pada makana dengan densitas energi yang rendah
(seperti yang mengandung serat yang tinggi atau mengandung
air);
2) Pola makan setiap hari yang terstruktur dan makanan ringan
yang telah direncanakan (sarapan,makan siang, makan mala, dan
1 atau 2 makanan ringan yang telah direncanakan, dengan tidak
ada makanan atau minuman yang mengandung kalori pada
waktu yang berlainan, dapat mengurangi konsumsi yang
berlebihan);
3) Tambahan untuk mengurangi waktu menonton televisi dan acara
televisi yang lainnya sampai 1 jam per hari;
4) Aktivitas fisik yang terjadwal, yang diawasi atau permainan
aktif selama 60 menit per hari;
5) Mengawasi perilaku tersebut dengan menggunakan buku catatan
(sebagai contoh, pasien atau keluarga yang lainnya dapat
mencatat berapa banyak menit yang dihabiskan untuk menonton
televisi dan dapat mencatat makanan atau minuman yang telah
dikonsumsi dalam 3 hari)
6) Rencana penguatan untuk mencapai perilaku yang ditargetkan.
Untuk implementasi dari manajemen berat badan yang
terstruktur, poin dibawah ini harus diperhatikan.

49

1) Rencana tentang apa yang harus dimakanan membutuhkan ahli


diet atau dokter yang telah mengikuti pelatihan yang lebih
tentang pembuatan rencana makan untuk anak;
2) Staff kantor yang telah mengikuti peatihan di wawancara
motivasional dan di pengajaran dari pengawasan dan teknik
penguatan dapat menetapkan tujuan pertama dengan keluarga
dan melihat mereka untuk melakukan tindak lanjut.
3) Beberapa keluarga membutuhkan bantuan konselor untuk
membantu pola pengasuhan, resolusi untuk konflik keluarga,
atau motivasi;
4) Tergantung dari anak dan keluarga, dengan mengarah kepada
dokter olahraga dapat membantuu anak dan keluarga untuk
mengembangkan kebiasaan melakukan aktivitas fisik;
5) Kunjungan kantor setiap bulan adalah yang paling tepat untuk
saat ini;
6) Staff dari kantor penyedia dapat menyediakan

banyak

tatalaksana, dengan pelatihan tambahan;


7) Beberapa orang yang melakukan ini melihat bahwa sesi
kelompok lebih efektif dan efisien.(20)
3. Tahap 3: Intervensi Multidisiplin Komprehensif
Pendekatan ini meningkatkan intensitas perubahan, banyaknya
waktu kunjungan, dan spesialis dilibatkan, untuk memaksimalkan
dukungan untuk menguabh perilaku. Secara umum, tipe dari program
ini dapat meningkatkan kapasitas dari pelayanan primer untuk
menawarkan sampai strukrut tipikal dari kunjuga. Bagaimanapun
juga, sebuah kantor atau beberapa kantor dapar mengorganisasikan
spesialis untuk menawarkan program ini. Tujuan dari makan dan
aktivitas adalah biasanya berasal dari tahap manajemen berat badan
yang terstruktur.
Untuk implementasi dari intervensi multidisiplin komprehensif
yang terstruktur, poin dibawah ini harus diperhatikan.
1) Program yang terstruktur di modifikasi perilaku dapat termasuk,
pada minimumnya, pengawasan makanan, diet jangka pendek

50

dan

pengaturan

tujuan

aktivitas

fisik,

dan

manajemen

berdampingan;
2) Energi seimbang yang negatif berasal dari diet yang terstruktur
dan perubahan aktivitas fisik terjadwal;
3) Partisipasi orang tuan di modifikasi teknik perilaku dibutuhkan
untuk anak usia kurang dari 12 tahun. Pelibatan orang tua dapat
secara lebih sedikit progresif pada anak yang berusia lebih tua;
4) Orang tua harus diajarkan sehubungan dengan peningkatan
lingkungan rumah;
5) Evaluasi ukuran tubuh yang sistemasis, diet, dan aktivitas fisik
harus di lakukan pada saat dasar dan pada interval yang spesifik
di program;
6) Tim yang multidisiplin dengan pengalaman di obesitas pada
anak, termasuk konselor perilaku (contohnya, pekerja sosial,
psikologis, penyedia layanan kesehatan mental yang lain, atau
perawat yang terlatih), ahli diet yang terpercaya, dokter olahraga
(yang dilatih untuk mengawasi anak obesitas), dan pelayanan
kesehatan primer yang melanjutkan untuk mengawasi isu medis
dan mempertahankan pertahanan yang mendukung dengan
keluarga, harus dilibatkan;
7) Kunjungan kantor secara frekuen harus dijadwalkan; kunjungan
mingguan minimumnya adalah 8 sampai 12 minggu adalah yang
paling

efektif.

Kemudian,

kunjungan

bulanan

dapat

mempertahankan perilaku yang baru;


8) Kunjungan perkelompok dapat lebih efektif dan mempunyai
keuntungan terapis;
9) Pembuatan manajemen berat badan untuk anak dapat menjadi
yang paling cocok untuk jenis intervensi ini, meskipun program
yang seperti ini sangat jarang dan sering tidak tercakup dengan
rencana asuransi;
10) Program
manajemen

berat

badan

komersil

dapat

dipertimbangkan, tapi kantor pelayanan primer dibutuhkan


untuk

menilai

program

tersebut

untuk

memastikan

51

pendekatannya merupakan pendekatan yang sehat dan sesuai


dengan umur dari anak tersebut.(20)
4. Tahap 4: Intervensi Pengobatan Tersier
a. Intervensi
Intervensi intensif dalam

kategori

ini

mungkin

dianjurkan untuk beberapa anak yang mengalami obesitas berat.


Intervensi ini bergerak melebihi tujuan dari makanan sehat
berimbang dan kebiasaan aktivitas yang mana merupakan pusat
dari tahap lain. Kandidat untuk konsiderasi seharusnya sudah
berusaha menjaga berat badan dalam tahap komprehensif
intervensi multidisiplin, harus sudah dewasa untuk mengerti
risiko yang mungkin terjadi, dan harus bersedia untuk menjaga
aktivitas fisik dan jika konsisten, dengan intervensi tambahan,
sebuah diet sehat dengan monitor kebiasaan yang baik. Akan
tetapi, kurangnya keberhasilan dengan komprehensif intervensi
multidisiplin bukanlah sebuah indikasi untuk pindah ke level
pengobatan ini.
Intervensi yang ada dalam daftar telah digunakan untuk
remaja, dan beberapa pasien mungkin bisa menjadi kandidat
untuk salah satu intervensi ini. Konsiderasi untuk tiap intervensi
ini tergantung atas pasien dan sumber daya di tempat pasien
berada/tinggal.
b. Pengobatan
Dua cara pengobatan telah digunakan untuk remaja.
Sibutramin adalah sebuah inhibitor serotonin reuptake yang
meningkatkan berkurangnya berat badan untuk remaja yang
sedang dalam diet atau program olahraga, dibandingkan dengan
diet dan latihan sendiri. Remaja yang menerima pengobatan
kehilangan sampai 3 kg lebih banyak ketimbang mereka yang
berada dalam grup control. Dalam suatu pelajaran/studi,
penggunaan orlistat, yang mana menyebabkan malabsorpsi
lemak melalui inhibisi enteric lipase, menyebabkan kurangnya
kenaikan berat badan, dibandingkan dengan diet dan olahraga

52

sendiri, diantara para remaja. Efek dari pengobatan (selalu


dipelajari dalam konjungsi dengan diet dan olahraga) aman.
Administrasi

makanan

dan

obat

telah

memperbolehkan

sibutramine untuk pasien 16 tahun dan orlistat untuk pasien


12 tahun.
c. Diet Kalori Sangat Rendah
Ada sedikit laporan tentang penggunaan diet yang sangat
ketat untuk anak-anak atau remaja. Dulu, suatu diet yang sangat
ketat digunakan sebagai langkah pertama dalam suatu program
manajemen berat kanak-kanak, diikuti dengan suatu diet ketat
yang ringan. Data hasil penelitian jangka panjang masih belum
dilaporkan.
d. Operasi Kontrol Berat Badan
Oleh karena bertambahnya jumlah anak muda dengan
obesitas berat yang tidak responsive terhadap intervensi
kebiasaan, beberapa pusat menawarkan operasi bariatrik, bisa
dengan gastric bypass atau gastric banding. Pengobatan ini
umumnya mengakibatkan kehilangan berat badan yang besar
dan peningkatan dalam kondisi medis. Akan tetapi, risiko
perioperatif, risiko nutrisi post-prosedur, dan kebutuhan dari
komitmen sepanjang hidup untuk mengubah pola makan
membuat pengobatan ini tidak menarik atau tidak baik untuk
kebanyakan orang. Kriteria seleksi yang diajukan oleh Inge et al
termasuk BMI 40 kg/m2 dengan kondisi medis atau 50 kg/m2;
maturitas fisik (umumnya 13 tahun untuk perempuan dan 15
tahun untuk laki-laki); maturitas emosional dan kognitif; dan
usaha penurunan berat badan selama 6 bulan dalam sebuah
program pengobatan berdasarkan kebiasaan. Para investigator
juga merekomendasi dengan kuat kalau pusat operasi bariatrik
memelihara pusat data, supaya criteria ini dapat dimodifikasi
sebagai dasar dari hasil yang baik. Selanjutnya, remaja yang
menjalani prosedur seperti itu membutuhkan evaluasi yang hati-

53

hati sebelum operasi dan pro-longed nutritional dan bantuan


psikologis setelah operasi, dan sebaliknya mungkin banyak anak
muda yang berkualifikasi untuk hidup terlalu lama dari seorang
remaja pusat bariatrik.
e. Implementasi
Untuk implementasi dari intervensi pengobatan tersier,
ada beberapa hal yang perlu dicatat, yaitu:
1) Intervensi ini harus terjadi dalam pusat manajemen berat
badan pediatrik dengan layanan komprehensif;
2) Tim multidisiplin harus punya keahlian dalam obesitas
kanak-kanak dan komorbiditinya, dengan penyediaan
perawatan pasien oleh seorang dokter atau praktisi
perawat, ahli gizi, konselor tingkah laku, dan spesialis
olahraga. Standar protocol klinis

untuk seleksi pasien

harus mengevaluasi umur pasien, derajat obesitas,


kesiapan motivasi dan emosional, usaha sebelumnya
dalam control berat badan, dan dukungan keluarga.
Standar protokol klinis harus siap ditempat sebelum,
selama, dan sesudah intervensi. Evaluasi pengobatan ini
harus fokus dalam efek psikis dan emosional. Protokol ini
harus didirikan oleh seorang dokter, ahli gizi, dan
behavioralist
3) Beberapa pasien yang merupakan kandidat yang cocok
untuk salah satu intervensi ini mungkin tidak mempunyai
akses dikarenakan program ini tidak tersedia di daerah
mereka atau asuransi tidak mampu menutupi biaya
pengobatan.(20)
3.4

Penyebab Tidak Dapat Makan Makanan Padat


Berbagai perilaku makan balita sering kali menjadi hambatan atau
penyulit pelaksanaan pemberian makan, seperti menolak makan, melepeh
atau

memuntahkan makanan, ngemut atau hanya menyukai satu atau

beberapa jenis makanan tertentu saja.

54

Pada hakekatnya, proses makan merupakan rangkaian proses


kegiatan motorik yang kompleks, meliputi proses mengunyah dan menelan.
Ke-2 kegiatan ini memerlukan koordinasi otot-otot di daerah mulut,
orofarings, farings, larings dan esofagus. Sensasi utuh di daerah tersebut
merupakan esensi pada proses menelan dan perlindungan saluran nafas
sangat tergantung pada input sensorik ke pusat menelan di otak. Defek
anatomi dan berbagai keadaan yang menyebabkan perubahan fungsi
motorik maupun sensorik dapat menimbulkan masalah menelan. Gangguan
proses menelan atau disfagia dapat menimbulkan berbagai masalah seperti
menolak makanan, melepeh, muntah atau tidak mau duduk diam.
Anak anak yang hanya bisa makan makanan lunak mengalami
masalah pada keterampilan makan. Pada waktu lahir, bayi dibekali berbagai
refleks antara lain untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yaitu refleks hisap,
rooting refleks, extrusion reflex dan reflek menelan. Arah gerakan yang
terjadi pada saat bayi menghisap susu adalah terutama gerakan lidah / mulut
kedepan -kebelakang serta gerakan mandibula ke atas - ke bawah. Pada
perkembangan selanjutnya, mulai timbul keterampilan mengunyah yang
memerlukan gerakan lidah ke arah lateral dan memutar, demikian pula
dengan mandibula, sedangkan refleks ektrusi mulai menghilang pada usia 6
bulan. Apabila keterampilan ini tidak terlatih, anak akan susah untuk
menerima makan makanan padat. Selain itu seperti penjelasan sebelumnya
masalah pada menelan dan mengunyah akan menimbulkan gangguan seperti
muntah.
Oleh karena itu, keterampilan makan perlu di bina yaitu dengan
memberikan makanan yang lebih padat secara bertahap baik konsistensi,
tekstur maupun jumlahnya, sesuai usia bayi. Selain itu penanganan yang
paling baik adalah mengatasi penyebab masalah makan pada anak.(21)
3.5

Penanganan Tidak Mampu Makan Makanan Padat


Pada prinsipnya, tatalaksana mencakup 3 aspek, yaitu:
1.
Identifikasi faktor penyebab
2.
Evaluasi tentang dampak yang telah terjadi
3.
Upaya perbaikan

55

1.

Berdasarkan ketiga hal tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah :


Atasi faktor penyebab (organik, neuromotor,
psikologi)

2.
3.

Atasi dampak yang telah terjadi


Re-edukasi tentang perilaku makan pada anak

maupun orang tua / keluarga ataupun pengasuh anak


4.
Fisioterapi bagi anak yang mengalami kesulitan
mengunyah / menelan baik karena faktor neurologik ataupun karena
pembinaan keterampilan makan yang tidak adekuat.(21)
3.6 Penanganan Kaki Berbentuk O (Blount Disease)

Langenskiold mendeskripsikan 6 stadium radiografis perubahan


epifisis dan metafisis tibia proksimal pada anak dengan Blount disease onset
awal:(13)
Stadium I

: terjadi osifikasi metafisis ireguler disertai dengan


protrusi dari metafisis medial.

Stadium II, III, IV : terjadi progresi dari depresi ringan dari metafisis
medial menjadi depresi berat (step-off).
Stadium V

: depresi pada sisi medial dari tibia proksimal menjadi


lebih tajam dan terbentuk cleft yang memisahkan
kondilus medialis dan lateralis dari tibia.

Stadium VI

: terbentuk bony bridge yang melewati lempeng


pertumbuhan.

Sedangkan tatalaksana untuk blount disease adalah sebagai berikut.


1. Pengobatan Non operatif
Pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, pengobatan ortotik
dapat digunakan ketika deformitas meningkat atau jika anak tersebut
memiliki sudut metaphyseal-diaphyseal lebih besar dari 11.(14)
Jika kelainan tersebut menetap atau meningkat menjadi
stadium III atau IV dengan pengobatan brace siang hari, maka
osteotomi perlu dilakukan. Jika memungkinkan, lebih baik untuk
melakukan osteotomi sebelum anak berusia 4 tahun untuk mencegah
kekambuhan. Jika deformitas parah (Langenskiold tahap V atau VI),

56

koreksi operasi sangat penting. Perangkat orthotic tidak efektif untuk


blount disease pada remaja.(14)
Sebelum usia tiga tahun, digunakan orthosis hip-knee-anklefoot-orthosis (HKAFO) atau knee-ankle-foot-orthosis (KAFO) selama
23 jam sehari. Tulang akan diluruskan dengan brace, orthotic diganti
setiap dua bulan atau lebih untuk memperbaiki posisi bow legged.
Kegagalan untuk memperbaiki deformitas sering mengakibatkan
kerusakan permanen pada pertumbuhan tulang. Yang kemudian dapat
terjadi degenerasi sendi.(14)
2. Pengobatan Operatif
Jika deformitas tidak membaik dengan pengobatan orthotic
dan penyakit berlanjut ke tahap II atau tahap III, koreksi bedah harus
dilakukan. Operasi dianjurkan untuk cacat yang semakin parah dan
bisa melumpuhkan anak, atau jika anak tersebut memiliki sudut
metaphyseal-diaphyseal lebih besar dari 14. Indikasi mutlak untuk
operasi adalah depresi tibialis dataran tinggi (Langenskold tahap IV),
dan kelemahan ligamen lutut.
Osteotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering
digunakan. Osteotomi adalah operasi bedah dimana tulang dipotong
untuk

memperpendek,

memperpanjang,

atau

mengubah

keselarasannya.

57

Gambar 6. Osteotomy(5)

Dalam osteotomi, sepotong tulang berbentuk baji akan


dihilangkan dari sisi medial femur (tulang paha). Setelah itu potongan
tulang dimasukkan ke tibia kemudian dilakukan fiksasi. Jika fiksasi
digunakan di dalam kaki, ini disebut Osteotomi fiksasi internal.(14)

58

BAB IV
PENUTUP

4.1

Kesimpulan
Obesitas yang dialami oleh anak perempuan tersebut disebabkan
karena ketidakseimbangan energi yang di pengaruhi oleh pola hidup yang
kurang baik sehingga mengakibatkan tungkai bawah tampak seperti O.

59

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC; 2012.


2. Beck ME. Ilmu Gizi dan Diet Hubungan dengan Penyakit-Penyakit untuk
Dokter dan Perawat. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medical; 2000.
3. Supariasa I. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC; 2001.
4. WHO. BMI-for-age (5-19 years) [Internet]. 2007 [cited 2014 Sep 27].
Available from: http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/
5. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
2009.
6. Merawati D, Kinanti RG. Perilaku Makan pada Siswa Obesitas. J Iptek
Olahraga. 2005;7(3):18292.
7. Guyton, Hall AC. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC;
2008.
8. Kliegman RM, Stanton BF, Geme JS, Schor NF, Behrman RE. Nelson
Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.

60

9. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th ed. Jakarta:
EGC; 2000.
10. Direktorat Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi
Buruk. Jakarta: Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat; 2008.
11. Gibney MJ. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC; 2008.
12. Sabharwal S. Blount Disease. J Bone Jt Surg. 2009;91(7):175876.
13. Taksande A, Kumar A, Vilhekar K, Chaurasiya S. Chaurasiya S. Infantile
Blount disease: A Case Report. Malays Fam Physician. 2009;4(1):302.
14. Morrissy RT, Weinstein SL. Lovell and Winters Pediattric Orthopaedics. 6th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
15. Martin R, Ruiz N, Nieto M, Jimenez E. Life-style Factors Associated with
Overweight and Obesity Among Spanish Adults. Nutr Hosp. 2009;24(2):144
51.
16. Kiess W, Marcus C, Wabitsch M. Obesity in Childhood and Adolescence.
Basel: Karger AG; 2004.
17. Physical Activity for Everyone: Guidelines: Children | DNPAO | CDC
[Internet].

[cited

2014

Sep

24].

Available

from:

http://www.cdc.gov/physicalactivity/everyone/guidelines/children.html
18. Silverhorn DU. Human Physiology: An Integrated Approach. 6th ed. New
York: Pearson; 2013.
19. Misnadiarly. Obesitas sebagai Faktor Resiko Beberapa Penyakit. Jakarta:
Pustaka Obor Populer; 2007.
20. Barlow SE. Expert Committe Recommendations Regarding the Prevention,
Assessment, and Treatment of Child and Adolescent Overweight and Obesity:
Summary Report. Pediatrics. 2007;120(4).
21. Lubis G. Msalah Makan pada Anak. Maj Kedokt Andalas. 2005;29(1).

61

You might also like