Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua yang ada di alam ini merupakan ciptaan (makhluk) Allah SWT. Allah SWT mempunyai
sifat-sifat yang agung, mulia, dan besar yang tidak terdapat pada semua rnakhluk-Nya. Oleh karena itu,
semua makhluk-Nya harus menyembah kepada-Nya. Namun. sifat-sifatAllah SWT tersebut tidak hanya
tergambar dalam sifat wajib-Nya, melainkan juga dari nama-nama baik yang menyertai-Nya (Asma’ul
Husna).
Artinya : “Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang
Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di
langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Hasyr :24)
Apabila seseorang menyatakan diri mencintai Allah SWT, maka hal ini bisa dibuktikan dari seberapa
sering ia menyebut nama-Nya. Menyebut Allah SWT dapat dilakukan dengan menyebut kalimat¬kalimat
tayyibah atau menyebut nama-nama Allah SWT dalam Asmaul Husna. Keduanya merupakan proses zikir
(mengingat) kepada Allah SWT. Firman Allah SWT dalam Alquran:
ُ ْ مآءُ ال َ
ُ ْ سَنى َفاد
عوه ُ ب َِها ْ ح ْ َوللهِ ا ْل
َ س
Artinya : “Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-
ul husna itu.” (QS. Al A’raaf : 180)
Berdasarkan ayat di atas, kita diperintahkan untuk selalu menyebut nama-nama Allah SWT yang
terhimpun dalam Asmaul Husna. Semua kegiatan yang dilakukan sebaiknya didahului dengan menyebut
nama-Nya (terwujud dalam kalimat basmalah). Allah SWT memerintahkan untuk menyebut-Nya dengan
Asmaul Husna sebagai pujian dan pengantar doa kepada-Nya. Dalam berdoa kita pasti meminta sesuatu.
Dengan memuji nama-Nya terlebih dahulu, harapan akan terkabulnya doa kita tentu akan semakin besar.
Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah menjelaskan:
َ حد ة ً م
ة َ ْ ل ال
َ ّ جن َ خ
َ ها د
َ صا
َ ح
ْ نأْ َ َ ِ ة إ ِل ّ َوا
ً َ مائ
ِ ما
ً س
ْ نا
َ ْ سعِي
ْ ِ ة وَت
ً َسع
ْ ِ ن للهِ ت
ّ ِإ
Artinya : “Sesungguhnya Allah SWT mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu,
barang siapa yang menghafalkannya, maka ia akan masuk surga”. (HR. Bukhari)
Hal ini menunjukkan apabila kita mengenal Asma`ul Husna dengan bersungguh-sungguh,
menghafal, kemudian memahami maknanya serta beribadah kepada Allah maka akan menjadi penguat
iman yang paling besar, bahkan mengenal Asma` dan sifat-Nya merupakan dasar iman, di mana iman
seseorang itu kembali kepada dasar yang agung ini.
B. Metode Penelitian
Pengumpulan data merupakan suatu proses awal untuk mendapatkan data yang akurat tentang
sistem yang berjalan saat ini.
Dalam penyusunan tugas makalah, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan Metode Studi
Pustaka. Yakni metode pengumpulan data dengan cara melihat serta mempelajari beberapa buku, sarana
perpustakaan dan catatan-catatan kuliah yang berhubungan dengan tema yang diajukan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan tugas makalah ini, penulis membatasi hanya pada modul 6
kegiatan belajar 1, dengan bahasan mengenai Al-Hakiim, Al Waduud, Al Majiid, Baa’its, As
Syahiid, Al Haqq, Al Wakiil, Al Qawiy, Al Matiin, Al Wali, Al Hamiid, Al Muhshi, Al Mubdi’,
Al Mu’id, Al Muhyi, Al Mumiit, Al Hayy, Al Qayyum, Al Wajid, Al Maajid, dan Al Waahid.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asma’ul Husna
Kata ( )السماءal-asma adalah bentuk jamak dari kata ( )السمal-ism yang biasa
diterjemahkan dengan nama. Ia berakar dari kata ( )السموas-sumuw yang berarti ketinggian,
atau ( )السمةas-simah yang berarti tanda. Memang nama merupakan tanda bagi sesuatu,
sekaligus harus dijunjung tinggi.
Apakah nama sama dengan yang dinamai atau tidak, di sini diuraikan perbedaan
pendapat ulama yang berkepanjangan, melelahkan dan menyita energy itu. Namun yang jelas
bahwa Allah memiliki apa yang dinamai-Nya sendiri dengan al-asma dan bahwa al-asma itu
bersifat husna.
Memang nama/sifat-sifat yang disandang-Nya itu, terambil dari bahasa manusia. Namun,
kata yang digunakan saat disandang manusia, pasti selalu mengandung makna kebutuhan serta
kekurangan, walaupun ada di antaranya yang tidak dapat dipisahkan dari kekurangan, walaupun
ada di antaranya yang tidak dapat dipisahkan dari kekurangan tersebut dan ada pula yang dapat.
Keberadaan pada satu tempat, atau arah, atau kepemilikan arah (dimensi waktu dan tempat)
tidak mungkin dapat dipisahkan dari manusia. Ini merupakan keniscayaan sekaligus kebutuhan
manusia, dan dengan demikian ia tidak disandangkan kepada Allah SWT, karena kemustahilan
pemisahannya itu. Berbeda dengan kata kuat buat manusia. Kekuatan diperoleh melalui sesuatu
yang besifat materi, yakni adanya otot-otot yang berfungsi baik, dalam arti kita membutuhkan
otot-otot yang kuat, untuk memiliki kekuatan fisik. Kebutuhan tersebut tentunya tidak sesuai
dengan kebesaran Allah swt, sehingga sifat kuat buat Tuhan hanya dapat dipahami dengan
menafikan hal-hal yang mengandung makna kekurangan dan atau kebutuhan itu.
Sangat popular berbagai riwayat yang menyatakan bahwa jumlah al-asma al-husna
sebanyak Sembilan puluh Sembilan. Salah satu riwayat tersebut berbunyi: “Sesungguhnya Allah
memiliki Sembilan puluh Sembilan nama seratus kurang satu – siapa yang ahshaha
(mengetahui/menghitung.memeliharanya) maka dia masuk ke surga. Allah ganjil (esa) senang
pada yang ganjil” (HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmdizi, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain).
Ibnu Katsir dalam tasfirnya setlah mengutip hadis di atas dari berbagai sumber berkata
bahwa: At-Tirmidzi dalam Sunan-nya setelah kalimat: “Allah ganjil (Esa) senang pada yang
ganjil.
Didalam hadits yang diriwayatkan Tirmidzi disebutkan ke-99 nama tersebut yaitu :
ُخببال ِقُ ال ْب َببارِئ َ ْ مت َك َب ّبُر ال ُ ْ جب ّبباُر ال َ ْ زيبُز ال ِ َن ال ْع ُ مب ِ ْ مهَي ُ ْ ن ال ُ م ِ ْ م بؤ ُ ْ م ال ُ سَل ّ س ال ُ دو ّ ق ُ ْ ك ال ُ ِ مل َ ْ م ال ُ حي ِ ن الّر ُ م
َ حْ الّر
ل ّ ِ مببذ ُْ مِعببّز ال ُْ ض الّرافِعُ ال ُ ِ َ ف خا ْ ل ا طُ س با
ِ َ ُ ِ ْ ل ا ض ب قا َ ْ ل ا م لي
ُ ِ َ ُ ّع ْ ل ا ح تا َ ف ْ ل ا ق
ُ ّ ّزا ر ال ب ُ ّ َ ها و ْ ل ا ر
ُ ّ ها َ ق ْ ل ا ر
ُ َ ُّ َ م
فا ّ غ ْ ل ا ر و ص ُ ْ ال
ُفيببظ ِ ح ْ
َ ي الكِبيببُر الَ ْ ْ
ّ ِ شكوُر العَل ُ ّ فوُر ال ْ
ُ َ م ا لغ ُ ظي ِ َ م ا لع ْ ُ حِلي ْ
َ خِبيُر ال ْ
َ ف ال ُ طي ّ
ِ ل الل ُ ْ م العَد ْ َ
ُ حك ْ
َ صيُر ال ِ َ ميعُ الب ْ ِ س ّ ال
ُ ِد هي ب ش ّ ال ث ع باب ب ْ ل
ُ ِ َ ُ ِ َ ُ ُ َا د ب جي م ْ ل ا د دو و ب ْ ل ا م ب كي
ُ ِ َ ُ ِ َ ح ْ ل ا ع س وا ْ ل ا ب ُ ِ ُ جي م ْ ل ا ب قي
ُ ِ ّ ُ ِ رال م ري َ ك ْ ل ا ل ُ لي ِ َ ج ْ ل ا ب
ُ ِ َ سي ح ْ لا ت
ُ ِ م
قي ُ ْ ال
م ُ قّيبو ْ
َ ي ال ّ حب ْ
َ ت ال ُ ميب ِ م ْ
ُ حِيبي ال ْ م ْ
ُ مِعيد ُ ال ْ
ُ مب ْد ِئُ ال ْ
ُ صي ال ِ ح ْ م ْ
ُ ميد ُ ال ِ ح ْ
َ ي ال ْ
ّ ِ ن الوَل ُ مِتي ْ
َ قوِيّ ال ْ
َ ل ال ُ كي ْ
ِ َ حق ّ ا ل و َ ْ ال
َ
يَ ِ وال َ ن ال ْب ُ ِ خ بُر الظ ّبباه ُِر ال ْب َبباط ِ ل اْل ُ ّخُر اْلو ّ َ م بؤ ُ ْ م ال ُ ّ قدَ م ُ ْ قت َد ُِر ال ْ م ُ ْ قاد ُِر ال َ ْ مد ُ ا ل َ ص ّ حد ُ ال ِ وا َ ْ جد ُ ا ل ِ ما َ ْ جد ُ ا ل ِ وا َ ْ ال
ُمع ِ جببا ْ
َ س بط ا ل ُ ِ ق ْ م ْ
ُ ل َوال ِكبَرام ِ الْ ْ ِ جل َ ْ
َ ذو ال ُ ك ِ مل ب ْ ْ
ُ ك ال ُ مال ِب َ ف ُ فبوّ البّرُءو ْ
ُ َ م ا لع ُ ق ِ َ من ْت ْ
ُ ب ال ُ وا ْ
ّ ّ مت ََعاِلي الب َّر الت ُ ْ ال
صُبوُر ّ شيد ُ ال ِ ث الّر ُ ِوار َ ْ ديعُ ال َْباِقي ال ِ َ ضاّر الّنافِعُ الّنوُر ال َْهاِدي ال ْب ّ مان ِعُ ال َ ْ مغِْني ال ُ ْ ي ال ّ ِ ال ْغَن
Adapun terkait dengan angka 99 ini maka Imam Muslim mengatakan bahwa para ulama telah
bersepakat bahwa hadits tersebut—yang menyebutkan angka 99—tidaklah membatasi nama-
nama Allah swt. Hadits itu tidak bermakna bahwa Dia swt tidak memiliki nama selain nama-
nama yang 99 itu. Adapun maksud dari siapa yang menghitung 99 nama ini masuk surga adalah
sebagai informasi tentang masuk surga dengan menghitungnya bukan informasi tentang
pembatasan nama-nama-Nya, sebagaimana disebutkan didalam hadits lainnya,”Aku berdoa
kepada-Mu dengan segala nama yang Engkau namakan diri-Mu dengannya atau yang Engkau
berkuasa tentang ilmu ghoib yang ada pada-Mu.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XVII
hal 7 – 8)
Dari 99 Nama tersebut, berikut hanya sebagian nama saja yang penulis bahas pada Tugas
makalah ini, antara lain adalah :
5
Allah SWT benar-benar arif karena Dia mengetahui hala-hal yang paling
tinggi. Cara mengetahui yang paling tinggi adalah pengetahuan abadi yang tak
mungkin sirna dan tidak dapat disamakan dengan cara lain untukmengetahui,
sedikit banyaknya, yang tidak mengenal keraguan atau kesamaran. Hanya ilmu
pengetahuan Allah sajalah yang bersifat demikian.
َّ ل ا
ل ّ ل َتْعُبُدوا ِإ
ّ َأ.خِبيٍر
َ حِكيٍم
َ ن
ْ ن َلُد
ْ ت ِم
ْ صَل
ّ ت َءاَياُتُه ُثّم ُف
ْ حِكَم
ْ ب ُأ
ٌ الر ِكَتا
Artinya: “Alif Laam Raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha
Tahu, agar kamu tidak menyembah selain Allah”. (QS. Hud : 1-2)
'Hai Musa, sesungguhnya Aku-lah yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana' [An-Naml:9]
'Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana' [Al Baqarah:32]
AL WADUUD (Yang Maha Mengasihi) adalah Allah yang ingin agar semua makhluk
bahagia dan selamat. Oleh karena itu, Dia memberi mereka rahmat dan memuji
mereka. Al Waduud mendekati arti Ar Rahiim, namun kerahiman berkaitan dengan
orang yang menerima kerahiman. Orang yang menerima kerahiman artinya orang
yang membutuhkan dan miskin. Dengan begitu tindakan-tindakan Ar Rahiim
mensyaratkan adanya orang yang lemah untuk menerima kerahiman, sedangkan
tindakan-tindakan Al Waduud tidak memerlukan hal itu. Dia memberikan semua
apa yang dibutuhkan, dan Dia bebas dari yang berkaitan dengan kerahiman.
Allah adalah AL Waduud yang mencintai dan yang mengasihi, dan dapat juga
berarti yang dicintai. Allah azza wa jalla dicintai makhluk-Nya serta Dia-pun
mencintai mereka yang kecintaan-Nya itu dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-
hari.
'Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, niscaya Allah yang
Maha Pemurah akan menanamkan dalam hati mereka kasih sayang (cinta)' [Maryam:96]
Orang saleh akan berkata 'Aku ingin menjadi jembatan yang melintang diatas
Neraka agar makhluk-makhluk Allah dapat berjalan diatas diriku dan selamat dari
keburukan'. Kesempurnaan sifat baik itu juga terjadi ketika ia dalam keadaan
marah. Kebencian dan kerugian yang diterimanya tidak dapat menghentikan
dirinya untuk tetap mementingkan orang lain.
Rasulullah Saw bersabda: 'Ya Allah, berilah petunjuk atas kaumku karena
sesungguhnya mereka itu tidak mengetahui'
Rasulullah Saw bersabda : 'Wahai Ali, jika kamu ingin di utamakan daripada
mereka yang dekat dengan Allah, rujuklah dengan mereka yang memmisahkan diri
denganmu, berilah mereka yang menyingkirkanmu, dan ampunilah mereka yang
berbuat buruk kepadamu'
'Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih, yang mempunyai singgasana,
lagi Maha Mulia' [Al Buruj:14~15]
'Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur'an yang Mulia, yang (tersimpan)
dalam Lauhul Mahfuzh' [Al Buruj:21~22].
‘Dan Dialah Allah yang menidurkan kamu dimalam hari dan Dia mengetahui
apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu
pada siang hari untuk disempurnakan umur (mu) yang telah ditentukan, kemudian
kepada Allah lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang
dahulu kamu kerjakan.’ (QS. Al-An’am: 60)
Al-Baa’its sebagai nama Allah menunjukkan bahwa Dia adalah dzat yang membangkitkan
manusia dari kematian pada hari Kiamat. Kata ini juga bisa dipahami bahwa Allah juga yang
membangkitkan manusia dari tidur dengan mengembalikan kesadaran mereka atau membangkitkan
semangat dari keterpurukan.
Pemahaman dan penghayatan atas nama dan sifat ini akan membawa seseorang untuk selalu
ingat akan kebangkitan mereka di hari Kiamat, di samping itu, mereka juga bisa meneladani sifat ini dari
sisi yang lain, yaitu membangkitkan seseorang yang putus asa, membangkitkan motivasi orang yang
rendah diri atau membangkitkan kesadaran orang yang terlena dengan kesenangan dan kesibukan yang
hanya mengedepankan diri sendiri.
'Dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang didalam kubur' [Al Hajj:7]
'Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada didalam
kubur dan dilahirkan apa yang ada didalam dada, sesungguhnya Tuhan mereka
pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka' [Al Adiyat:9~11].
Yang ghaib meliputi apapun yang bathiniah dan lahiriah, Jika berkaitan dengan
pengetahuan saja, Dia adalah Al aliim (yang Maha Mengetahui).
Jika dikaitkan dengan hal-hal yang ghaib dan bathiniah, Dia adalah Al Khabiir (yang
Mengetahui Segala Sesuatu).
Jika dikaitkan dengan lahiriah saja, Dia adalah Asy Syahiid (yang Maha
Menyaksikan). Dia akan bersaksi untuk manusia pada hari kiamat tentang segala
sesuatu yang diketahui-Nya dan dilihat-Nya mengenai mereka. Penjelasan
mengenai Asy Syahiid dekat dengan penjelasan tentang nama Al Aliim dan Al
Khabiir.
Haq (benar) sama sekali atau Bathil (salah) sama sekali, atau Haq dalam satu segi
dan bathil pada segi yang lain.
Dengan demikian Dia itu abadi, bukan dalam satu keadaan dengan
mengesampingkan yang lainnya. Ini karena segala sesuatu selain Dia, tidaklah
patut esensinya itu wujud, namun hanya patut wujud berkat Dia. Yang mutlak
benar adalah yang benar-benar wujud, yang dari-Nya setiap sesuatu yang benar
mendapatkan kenyataan yang benar. Wujud yang pantas disebut Haq adalah Allah
azza wa jalla, dan pengetahuan yang pantas disebut adalah pengetahuan-Nya.
Dia dapat disamakan melalui diri-Nya sendiri dan bukan melalui sesuatu yang lain,
karena sepanjang ada hal lain maka Dia menjadi tiada. Sesuatu yang paling pantas
disebut benar adalah yang keberadaannya terjadi karena keberadaannya itu sendiri
untuk selamanya, maka Pengetahuannya maupun buktinya adalah haq untuk
selamanya.
Manusia yang menteladani Asma Allah menyadari bahwa segala sesuatu termasuk
dirinya adalah bathil, hanya Allah-lah yang haq dan segala yang haq bersumber
dari-Nya. Bagaimanapun dia ada berkat keberadaan-Nya dan bukan dengan
sendirinya ada.
“Yang demikian itu karena Allahlah yang haq (untuk disembah) dan apa saja yang
mereka sembah selain Allah maka itu adalah sembahan yang batil dan Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar”.
ي اْلَكِبيُر
ّ ل ُهَو اْلَعِل
َّ ن ا
ّ ل َوَأ
ُط
ِ ن ُدوِنِه ُهَو اْلَبا
ْ ن ِم
َ عو
ُ ن َما َيْد
ّ ق َوَأ
ّح
َ ل ُهَو اْل
َّ ن ا
ّ ك ِبَأ
َ َذِل
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah
(Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah,
itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha
Besar”. (QS. Al-Hajj : 62)
Yang paling benar untuk dipasrahi adalah Allah azza wa jalla. Yang dipercaya itu
dapat dibedakan menjadi patut dipasrahi sesuatu, bukan secara alami, tetapi
melalui pemberian wewenang. Namun yang demikian itu tidak sempurna karena
dia memerlukan pemberian wewenang atau memang patut dipasrahi berbagai
persoalan dan dipercaya oleh semua hati, bukan dengan diberi wewenang atau
ditunjuk oleh orang lain, dan itu adalah wakil.
'Yang memiliki sifat-sifat yang demikian itu ialah Allah, Tuhan kalian, Tidak ada
Tuhan selain Dia. Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia, dan Dia adalah
pemelihara segala sesuatu' [Al An'aam:102]
`Dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan Rasul-
Rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha
Perkasa` (Al Hadiid:25)
`Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi
sangat kokoh` (Adz Dzaariyaat:58)
Rasulullah Saw bersabda: `Apakah yang kamu sekalian anggap sebagai orang yang
kuat membanting (bergulat)?, kami (para sahabat) menjawab: yaitu orang yang
tidak dikalahkan oleh orang lain dalam pergulatannya. Beliau bersabda : Bukan itu,
tetapi yang dinamakan orang yang kuat bergulat ialah orang yang dapat menahan
dirinya ketika marah (HR. Bukhari, Muslim)
`Pokok pangkal ketololan ialah bersikap kasar sedangkan pembimbing sifat ini
adalah kemarahan`
Apabila seseorang marah bukan karena Allah, maka kemarahannya adalah tercela.
Sebaliknya jika kemarahannya karena Allah, maka kemarahannya terpuji.
Rasulullah akan marah jika apa yang diharamkan Allah dilanggar.
Salah satu doa Rasulullah Saw:`Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu
ucapan yang benar ketika marah dan ridha`
Sesuatu yang paling kuat untuk menahan/menghalangi marah adalah Tauhid yang
hakiki, yaitu suatu keyakinan bahwa tiada yang berbuat secara hakikat melainkan
Allah, sedangkan makhluk hanyalah sarana atau perantara saja.
Jika seseorang didatangi perkara yang dibencinya yang datang dari orang lain,
namun didalam hatinya terdapat tauhid yang hakiki, niscaya dirinya akan tertahan
(terlindungi) dari pengaruh marah.
Jika marah kepada Sang Pencipta, hal itu termasuk keberanian yang buruk yang
dapat menghilangkan sifat kehambaan.
Beliau tidak pernah mengatakan `MENGAPA KAMU LAKUKAN HAL INI?` atau
`MENGAPA KAMU TIDAK LAKUKAN HAL INI?`, tetapi Beliau mengatakan `Allah
Ta'ala mentakdirkan apa-apa yang Dia kehendaki. Jika Allah menghendaki sesuatu,
niscaya sesuatu itupun terjadi dan tidak ada seorangpun yang dapat menghalangi
kehendak-Nya itu`
Rasulullah Saw melakukan hal ini karena makrifat Beliau sangat sempurna, yaitu
keyakinan bahwa tiada yang berbuat, tiada yang memberi dan tiada yang
menghalangi kecuali hanyalah Allah semata.
11
(1)-
Tafrith, yaitu acuh tak acuh atau hilang kemarahan.
(2)-
Ifrath, yaitu berlebih-lebihan dalam kemarahannya.
(3)-
I'tidal, yaitu mampu mengendalikan kemarahannya
Tafrith adalah kehilangan kekuatan kemarahan dan ini sangat tercela, karena
sikap ini menunjukkan bahwa ia tidak ingin mempertahankan hak-haknya terlebih
lagi jika itu berhubungan dengan agama. Padahal Allah SWT sendiri telah
memberikan sifat utama kepada para sahabat Rasulullah Saw yang berupa
kekerasan dan hamiyyah (pembelaan).
`Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia
adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka,
kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti
tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu
kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus diatas pokoknya. Tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan
hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang Mu'min). Allah menjanjikan
kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh diantara
mereka ampunan dan pahala yang besar` (Al-Fath:29)
`Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap
keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah Neraka Jahannam dan itu
adalah seburuk-buruk tempat kembali` (66-At Tahriim:9)
Sikap keras dan tegas inipun tampak dari bekas-bekas yang ditimbulkan oleh
kekuatan hamiyyah (pembelaan), yakni ingin mempertahankan dan membela diri
serta kebenaran, sedangkan hamiyyah itu sendiri berasal dari kemarahan
(ghadhab). Dalam keadaan seperti ini, marah menjadi perlu agar tidak lenyap sifat
hamiyyah, yang menjadikan seseorang menjadi beku dan tanpa perlawanan sama
sekali.
Rasulullah Saw bersabda: `Orang yang paling gagah perkasa diantara kamu semua
ialah orang yang dapat mengalahkan nafsunya diwaktu marah. Dan orang-orang
tersabar diantara kamu ialah orang yang memaafkan kesalahan orang lain padahal
ia mampu membalas` (HR. Abud Dunya)
12
AL WALIY (yang Maha Melindungi) adalah Allah yang mencintai dan melindungi.
`Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang
beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada mempunyai
pelindung` (Muhammad:11)
Dikalangan orang-orang Mu'min, Wali adalah orang yang mencintai Allah dan
mencintai ahli-ahli-Nya, meperlihatkan permusuhan dengan musuh-musuh-Nya.
Berarti barangsiapa yang mengabaikan godaan-godaan setan, sesungguhnya ia
memajukan urusan-urasan Allah dan ahli-ahli-Nya.
Rasulullah Saw bersabda: Firman Allah SWT: `Barangsiapa wali-Ku, maka sungguh
Aku telah mengumumkan perang padanya, dan tidaklah seorang hamba
mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada
menjalankan kewajiban-kewajiban yang aku wajibkan kepadanya dan senantiasa
hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan yang sunnah-sunnah, sehingga Aku
mencintainya` (HR. Bukhari).
(1)_
Orang yang dipelihara dan dijaga oleh Allah dan diambil alih kekuasaannya oleh
Allah.
(2)_
Orang yang secara aktif melaksanakan ibadah kepada Allah dan mematuhi-Nya
secara istiqomah tanpa diselingi kemaksiatan.
Kedua makna diatas merupakan syarat kewalian. Oleh karena itu seorang Wali
Allah haruslah yang dipelihara (mahfudz) sebagaimana seorang Nabi Allah dan
mereka harus terjaga dari perbuatan dosa dan rendah (ma'shuum). Setiap orang
yang bertentangan dengan syara', tidak dapat dikategorikan sebagai Wali Allah.
Sesungguhnya mendekatkan diri kepada Allah dapat dilakukan dengan
melaksanakan kefardhuan atau ibadah-ibadah sunat. Dan yang paling dicintai Allah
adalah yang melaksanakan kefardhuan. Kefardhuan mencakup Fardhu 'Ain dan
Fardhu Kifayah.
(1)_
Apabila ditinjau dari segi perintah, ibadah fardhu adalah perintah yang harus
dilaksanakan. Hukumnya berpahala jika dilakukan dan berdosa jika itinggalkan.
(2)_Sesungguhnya ibadah fardhu merupakan pokok dan asas, sedangkan yang sunat
adalah cabang dan bangunan atasnya.
13
(3)_
Perkara-perkara yang di fardhukan, dikerjakan sesuai dengan cara yang
diperintahkan, memuliakan Allah yang memerintahnya, mengagungkan-Nya serta
tunduk kepada-Nya, menampakkan keagungan sifat Ilahiyah dan merendahkan
sifat kehambaan. Dengan demikian, mendekatkan diri kepada Allah dengan hal itu
adalah perbuatan yang paling mulia. Istilah `UHIBBA` ialah seorang hamba yang
melakukan ibadah sunat setelah melakukan ibadah-ibadah fardhu.
Seorang wali selalu melihat dirinya dengan rendah hati, jika terlihat sedikit saja
karomahnya, dia khawatir hal itu akan menipu dirinya. Dia selalu merasa takut
jatuh dari kedudukan kewaliannya dan membawa akibat yang berbalik kepadanya.
Mereka menjadikan syariat kewalian harus selaras dengan keteguhannya hingga
akhir hayatnya.
`Jika ingin menjadi wali-Nya, janganlah menginginkan harta duniawi dan ukhrowi,
kosongkan diri untuk Allah semata, dan palingkan wajah kepada-Nya sehingga Dia
berpaling kepadamu dan menjadikanmu sebagai wali-Nya' (Ibrahim bin Adham)
`Para wali tidak pernah meminta. Mereka hanya tunduk dan tawadhu. Puncak
tertinggi dari perjalanan mereka merupakan awal dari derajat para Nabi` (An Nash Abadzi)
`Keberuntungan para wali terlihat dari empat nama Asmaul Husna. Masing-masing
kelompok berdiri dengan membawa nama itu, yaitu AL AWWALU (yang Maha
Dahulu); AL AKHIRU (yang Maha Akhir dengan tiada kesudahan); ADZ DZAAHIR
(Yang Maha Nyata); AL BAATHIN (yang Maha Tersembunyi).
Seorang wali yang sempurna tenggelam dalam ke-empat Asma Allah ini.
Barangsiapa yang keberuntungannya dengan nama Adz dzahiru, dia selalu melihat
kebesaran kekuasaan Allah. Barangsiapa keberuntungannya dengan nama Al
Awwalu, dia akan selalu mengoreksi masa lalunya. Dan barangsiapa
keberuntungannya dengan nama Al Akhiru, dia selalu sibuk mempersiapkan
sikapnya dimasa depannya. Masing-masing akan diberi atau diperlihatkan menurut
kemampuannya` (Abu Yazid Al Bustami)
Salah satu sifat wali adalah dia tidak mempunyai rasa takut kepada selain-Nya,
karena rasa takut hanya akan mengisi ruang masa depan. Wali adalah anak zaman,
tidak ada gambaran didepan yang menkutkannya, atau tak ada harapan karena
harapan itu sendiri milik-Nya. Sang wali tidak pernah bersedih, karena kesedihan
adalah penderitaan dalam waktu dan tidaklah mungkin kesedihan hadir jika cahaya
ridha telah sampai kepadanya.
14
SYUKUR digunakan dalam perkara nikmat yang diperoleh seseorang, sedang HAMD
digunakan baik untuk nikmat yang diperoleh seseorang maupun oleh orang lain.
Saat mengatakan `ALLAH AL HAMIID` yang merupakan pujian kepada-Nya baik
saat anda menerima nikmat atau orang lain yang menerima nikmat itu. Bila anda
mensyukurinya, hal itu karena anda merasakan adanya anugerah yang anda juga
peroleh. Didalam Kitab Suci Al-Qur'an 'AL HAMIID` terulang sebanyak 17 kali.
`Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji` (Al Baqarah:267)
`Dan orang-orang yang diberi ilmu (ahli kitab) berpendapat bahwa wahyu yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itulah yang benar dan menunjuki (manusia)
kepada jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji` (Saba':6)
`Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mu'min itu melainkan karena orang-
orang Mu'min itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji` (Al
Buruuj:8)
`Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula)
kepada jalan (Allah) yang terpuji` (Al Hajj:24).
Manusia dipandang terpuji jika dia memiliki keyakinan (keimanan), akhlak dan
perbuatan yang terpuji yang tidak ada yang menentangnya. Itu adalah Nabi
Muhammad Saw dan yang dekat dengan Beliau diantara para Nabi, para Wali dan
Ulama. Masing-masing diantara mereka terpuji karena keimanan, watak, perbuatan
atau pernyataannya terpuji. Namun, tidak ada orang yang tidak tercela atau tidak
ada orang yang sempurna, meskipun dia memiliki banyak sifat terpuji. Yang mutlak
terpuji adalah Allah Azza wa Jalla. Nabi Kita Nabi Muhammad Saw dan Rasul yang
terakhir dinamai Muhammad Saw, karena tidak ada sifat tercela yang
disandangnya.
secara mutlak adalah Dia yang dalam pengetahuan-Nya dan batas-batas tiap objek
maupun mutu dan dimensinya terungkapkan.
Diriwayatkan oleh Abu Abdurahman Abdullah ibn Mas'ud ra. Rasulullah Saw
bersabda: `Sesungguhnya seseorang diantara kamu dikumpulkan penciptaannya
dalam perut ibunya selama empat puluh hari berupa air mani. Kemudian empat
puluh hari menjadi segumpal darah, kemudian empat puluh hari menjadi sepotong
daging. Kemudian diutuslah seorang Malaikat untuk meniupkan roh kepadanya dan
diperintah dengan empat (macam) perintah, yaitu menuliskan REZEKInya, AJALnya,
AMALnya, dan CELAKAnya atau BAHAGIAnya. Demi Dzat yang tiada Tuhan selain
Dia, sesungguhnya seseorang diantara kamu melakukan amal ahli Surga hingga
tiada jarak antara dirinya dengan Surga, melainkan hanya sejengkal saja, namun
dia didahului oleh tulisannya dan beramal dengan amal ahli Neraka, maka
masuklah dia ke Neraka. Dan (ada pula) seseorang diantara kamu melakukan amal
ahli Neraka hingga tiada jarak antara dirinya dengan Neraka, melainkan hanya
sejengkal saja, namun dia didahului oleh tulisannya dan beramal dengan amal ahli
Surga, maka masuklah dia ke Surga` (HR. Bukhari, Muslim)
Al-Mubdi’u sebagai sifat Allah menunjukkan bahwa Dialah yang menciptakan segala sesuatu
pertama kali dan tanpa contoh sebelumnya, karna Dia lah yang pertama kali mewujudkan sesuatu,
Rasulullah Saw bersabda : Laa Ilaaha Illallaah (tidak ada Tuhan Selain Allah), dia
telah digiring dari tanahnya dan langitnya, hingga dadikubur ditanah yang dulunya
diambil untuk membuat jasad dia` (HR. Tirmidzi danHakim)
Barangsiapa yang didahului oleh ketetapan untuk celaka, Allah akan membelokkan
hatinya pada keburukan Barangsiapa termasuk ahli bahagia, dia akan dimudahkan
untuk amal ahli bahagia.
Dan barangsiapa yang termasuk ahli Neraka, maka dia akan dimudahkan untuk
celaka. Sesungguhnya semua hati makhluk berada pada kekuasaan Allah. Dia
memperlakukan hati makhluk-Nya sekehendak-Nya
Rasulullah aw bersabda : `Hati makhluk berada diantara dua jari dari (kekuasaan)
Alla Azza wa Jalla. Dia membolak-balikkan hati makhluk sekehendaknya`
16
Oleh karena itu, orang yang diberi taufik adalah orang yang amalnya dimulai
dengan kebahagiaan dan di akhiri pula dengan kebahagiaan. Orang yang tidak
diberi pertolongan adalah sebaliknya. Begitu pula dengan orang yang amalnya
dimulai dengan kebaikan, namun diakhiri dengan keburukan. Orang-orang mukallaf
dibagi menjadi 4 bagian yaitu,
(1)-
Segolongan kaum yang diciptakan Allah Ta'ala untuk mengabdi kepada-Nya dan
untuk Surga-Nya. Mereka adalah Nabi, Para Wali, Orang-orang Mu'min dan orang-
orang Saleh.
(2)-
Segolongan kaum yang diciptakan Allah Ta'ala untuk Surga-Nya tanpa mengabdi
kepada-Nya. Mereka adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan kafir pada
mulanya, kemudian di akhiri dengan iman, atau orang-orang yang menyia-nyiakan
saat hidup mereka dan merusaknya dalam kemaksiatan, kemudian Allah SWT
menerima taubat mereka pada akhir hayatnya. Mereka mati dalam keadaan
Khusnul Khotimah, bertaubat dan berbuat kebaikan-kebaikan.
(3)-
Segolongan kaum yang diciptakan Allah bukan untuk mengabdi kepada-Nya dan
bukan pula untuk Surga-Nya. Mereka adalah orang-orang kafir yang mati dalam
keadaan kufur, di dunia diharamkan dari kenikmatan iman, dan di akhirat
mendapat azab dan kehinaan.
(4)-
Segolongan kaum yang diciptakan Allah Ta'ala untuk mengabdi kepada-Nya dan
tidak untuk Surga-Nya. Mereka adalah orang-orang yang melakukan amal dengan
ketaatan-ketaatan Allah, kemudian terpedaya, lalu mereka ditolak dari pintu Allah
dan mereka mati dalam keadaan kufur.
AL MUHYI (yang Maha Menghidupkan) Tidak ada yang menciptakan mati dan
hidup ,kecuali Allah Azza wa Jalla. Beberapa petunjuk makna "HIDUP" dapat dilihat
pada sifat Allah AL BAA'ITS (yang membangkitkan).
Hidup adalah suatu kenyataan dari kebijakan Allah Azza wa Jalla. Dia adalah
pencipta dan pemberi kehidupan ini. Tak ada satupun yang ada dengan sendirinya
dan tak ada manusia yang dapat menciptakan dirinya sendiri ataupun manusia
lain.
Hidup adalah sesuatu yang sangat mahal dan berharga, dan tidak ada seorang
manusia normalpun mau kehilangan hidupnya. Memang ada orang yang berputus
asa dalam kehidupannya, lalu bunuh diri, tetapi ia kemudian ingin mendapatkan
hidupnya kembali, dengan pengertian hidup untuk kedua kalinya, maka Allah Al
Muhyi tidak akan mengembalikannya kedunia, karena Allah dan Islam tidak
membenarkan perbuatan yang membinasakan dirinya sendiri, Walaupun Allah AL
Muhyi mampu untuk menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati. Apabila
Allah memberikan kehidupan kepada manusia, Allah juga memberikan persiapan
hidup dan kemampuan yang besar pada diri manusia itu dan juga membebani
manusia dengan beberapa kewajiban tertentu.
Hidup ini karena Allah dan manusia adalah Khalifah Allah di bumi yang terpercaya
untuk berbuat kebaikan dan bekerja keras dengan mengikuti perintah Allah
sepenuhnya dan bertanggung jawab kepada-Nya.
Hidup ini ibarat sebuah perjalanan, yang dimulai dari suatu tempat tertentu dan
berakhir pada tempat tertentu pula. Dalam perjalanannya manusia akan sampai
pada suatu masa yang disebut masa depan yaitu kehidupan yang abadi, hendaklah
hidup yang sekarang ini dianggap sebagai masa peralihan dan harus
menyempurnakannya untuk berbuat hal-hal yang lebih baik lagi dari waktu ke
waktu. Ini karena bila masa untuk meninggalkan dunia telah tiba, ia sama sekali
tidak dapat menolaknya, meskipun satu detik saja.
Islam telah menggariskan suatu sistem yang sempurna dari prinsip-prinsip yang
mempertunjukkan kepada manusia bagaimana caranya menjalani hidup ini dengan
sebaik-baiknya, apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan, apa
yang harus diambil dan apa yang harus dihindarkan. Seluruh manusia datang dari
Allah dan tidak ada keraguan sedikitpun bahwa semua akan kembali kepada-Nya.
AL MUMIIT (yang Maha Mematikan) sebagai sifat Allah tidak terdapat didalam Al-
Qur’an, Al-Mumiit adalah Allah yang menakdirkan kematian bagi makhluknya, Dia
juga yang mematikan dan menahan nyawa sampai tidak dikembalikan kejasad
‘Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu
kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi
balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka
sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)` (02-Al Baqarah:281).
Yang mutlak dan sempurna hidup adalah Dia yang dibawah perasaannya tersusun
segala sesuatu yang dirasakan, berupa segala yang berada dibawah aktifitasnya,
sehingga tidak ada tindakan yang lepas dari tindakan-Nya. Itulah Allah Azza wa
Jalla, karena Dia adalah yang benar-benar hidup. Adapun setiap yang hidup selain
Dia, kehidupannya sebanding dengan tanggapannya, kegiatannya dan semua itu
berada dalam batas-batas yang sangat sempit.
`Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal
lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya apa yang dilangit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi Syafa'at
di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan
dibelakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan
18
Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha
Besar` (Al Baqarah:255)
`Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kamu tempat menetap dan langit sebagai
atap, dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu serta memberi kamu
rezeki dengan sebahagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah
Tuhanmu, Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam. Dia-lah yang hidup kekal, tiada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; Maka sembahlah Dia dengan
memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam` (Al-
Mu'min:64~65)
`Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati dan
bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha mengetahui dosa-dosa
hamba-hamba-Nya` (Al-Furqaan:58).
(1)-
Sesuatu yang memerlukan tempat.
(2)-
Sesuatu yang tidak memerlukan tempat.
Sesuatu yang memerlukan tempat tidak dapat dinamakan berdiri dengan dirinya
sendiri (Qaaim Binafsih). Apapun yang tidak memerlukan tempat, memerlukan hal
lain untuk wujud dan kesinambungannya. Walaupun dapat dinamakan `berdiri
dengan sendirinya`, ia belum mencapai kesempurnaan, karena masih
membutuhkan sesuatu yang lain untuk wujudnya.
Allah adalah `Qaaim Binafsih` secara mutlak, karena Dia sama sekali tidak
membutuhkan tempat, bahkan tidak membutuhkan suatu apapun untuk
kelangsungan wujud-Nya, dan yang demikian itu disertai pula dengan pemberian
wujud kepada segala sesuatu, pemenuhan kebutuhan mereka secara sempurna
dan berkesinambungan, maka Dia-lah Al Qayyuum dan itulah Allah Azza wa Jalla.
Jika suatu wujud ada, dan esensinya mencukupi bagi dirinya, yang hidupnya bukan
karena wujud lain dan yang keberadaannya tidak ditentukan oleh keberadaan
wujud lain, ia benar-benar hidup dengan sendirinya. Setiap yang terjadi karenanya,
sehingga keberadaan dan kelestariannya segala sesuatu tidak mungkin terjadi
tanpanya, itu adalah hal yang ada dengan sendirinya, karena hal itu hidup dengan
sendirinya dan segala sesuatu ada karenanya. Tak lain itu adalah Allah Azza wa
Jalla. Pencapaian manusia akan sifat ini, sebanding dengan keterlepasannya dari
segala sesuatu selain dari Allah Azza wa Jalla.
dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana` (Ali Imran:1~6)
`Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan yang hidup
kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). Dan sesungguhnya telah merugilah
orang yang melakukan kezaliman` (Thaahaa:111)
Seseorang yang memiliki apa yang pada hakikatnya tidak sesuai dengannya dan
tidak dapat menyumbang bagi kesempurnaannya, dia tidak disebut kaya.
Yang kaya adalah dia yang tidak membutuhkan apa-apa yang diperlukannya, dan
segala sesuatu yang diperlukan dalam sifat-sifat ketuhanan dan kesempurnaannya
ada dalam Allah Azza wa Jalla.
Maka Dia-lah yang Maha Kaya, yang mutlak kaya, siapapun selain dia, meskipun
dia memiliki beberapa sifat sempurna maupun sebab-sebabnya, tetap saja
membutuhkan banyak lagi pendukung, dan dia hanya dapat disebut kaya secara
relatif (tidak mutlak).
Tidak seperti kata al-Majid yang tertulis sebanyak 4 kali dalam al-Qur’an, al-majid sebagai sifat
Allah tidak terdapat dalam al-Qur’an. Kedua kata tersebut mempunyai akar yang sama, yaitu ma-ja-da,
dan keduanya menjadi sifat dan nama Allah dalam Asma’ul Husna sebagaimana disebut dalam hadits
Nabi Muhammad SAW.
Al-Majid sebagai sifat Allah menunjukkan bahwa Dia Maha Mulia yang perbuatannya penuh
dengan keindahan dan karena itu tidak memperlakukan makhkuknya dengan buruk. Seseorang juga bisa
menyandang sifat ini meskipun hanya sebatas taraf kemanusiaan jika dia memperlakukan orang lain
dengan sopan dan juga tidak menegur orang lain dengan merendahkan harkat dan martabatnya.
AL WAAHID (yang Maha Tunggal) adalah Allah yang tidak dapat dibagi dan disamai.
Adapun mengenai Dia tidak dapat dibagi, itu disebut satu dalam pengertian bahwa
ia tidak mempunyai bagian, seperti satu titik yang tidak mempunayi bagian. Dan
Allah Azza wa Jalla adalah satu dalam pengertian bahwa Dzat-Nya mustahil
tersusun dari bagian-bagian. Dia tidak dapat disamai dan hal itu mencerminkan
tidak adanya tandingan baginya, seperti matahari, yang dapat dibagi dalam
imajinasi dan terbagi dzatnya karena tergolong semacam benda.
Bisa saja seseorang itu satu bila dirinya tidak ada tandingannya dikalangan
manusia dalam suatu sifat yang termasuk sifat baik, namun hal itu adalah fungsi
dari golongan manusia dan zaman. Oleh karena itu, bisa saja muncul orang seperti
itu pada zaman yang lain. Jadi hanya Allah Ta'ala sajalah yang mutlak satu.
`Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang` (Al Baqarah:163)
`Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu
kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh
(kepada Allah)` (Al Hajj:34)
`Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa, Mahasuci Allah dari mempunyai anak,
segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai
pemelihara` (An Nisaa':171)
`Mahasuci Allah. Dia-lah Allah yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan` (39-Az Zumar:4)
`(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula)
langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke
hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa` (14-Ibrahim:48)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menghafal kata-kata Asma’ul Husna amat besar faedahnya bagi Umat Islam dan
berpahala membacanya bila dilandasi keyakinan dan membenarkan isinya. Lebih dari
itu, memahami dan makrifat terhadap makna hakiki yang terkandung di dalamnya akan
membawa kearah pengalaman dan penghayatan, atau dengan kata lain “mendarah
daging” dalam kehidupan. Maka dijamin akan mendapatkan surga keindahan dan
kenyamanan yang tiada tara.
2. Dengan makrifat yang benar kepada Allah swt, makrifat terhadap Asma-Nya,
muncullah “rasa cinta kasih (mahabbah) yang dalam terhadap Pemilik Nama yakni
21
Allah swt. Dan terpadu cinta kasih itu dalam suatu perpaduan yang indah dan
mengasyikkan, yang terlihat, terpandang dan terasa hanya “DIA” TERASA LEBUR
DAN SIRNA DIRI INI DALAM LAUTAN “BERCINTA KASIH” maka
berbahagialah dengan isyarat Allah yang menegaskan:
“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga”.
B. Saran
Daftar Pustaka
Mahrus, M.Ag. Program Peningkatan Kualifikasi Guru Madrasah dan GuruPendidikan Agama Islam
Pada Sekolah : Aqidah, Jakarta: Deprtemen Agama Republik Indonesia, 2009.
http://www.fiqhislam.com/asmaul-husna
Quraish, M. Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al—Qur’an, Jakarta,
Lentera Hati, 2004
http://makalah85.blogspot.com/2008/11/ayat-tentang-asmaul-husna.html
http://www.toodoc.com/search.php?q= asma%27ul+husna