Professional Documents
Culture Documents
TEORI-TEORI BELAJAR
• Maslow
Ia mengumpulkan biografi orang-orang terkenal dari berbagai bidang.
Semua orang yang normal berpotensi untuk menjadi orang hebat.
Manusia sebagai satu kepribadian yang utuh jiwa manusia ada tiga
aspek, antara lain : Afeksi, Kognitif, Psikomotor.
• J.J. Rosseou dan Pestalzzi
Anak pada waktu dilahirkan adalah baik, jika anak itu menjadi rusak itu
karena pengaruh dari lingkungan disekitar anak tersebut. Karena pada masa
itu moral manusia pada level yang terpuruk.
Belajar : Biarlah anak tumbuh kembang secara alamiah, jangan diapa-
apakan, freedom to learn : biarlah anak belajar dengan bebas karena orang
dapat mengaktualisasi dirinya jika orang tersebut tidak diganggu.
3. Teori Apersepsi dan teori Tabularasa / Impirisme
– Otak manusia seperti wadah yang siap mengkopi (Diisi) dengan
apa saja dan pengetahuan yang telah masuk tersebut disebut
Apersepsi
– Teori tabularasa / Empirisme oleh Jhon Lock “ Anak bagaikan
kertas kosong yang siap ditulis oleh pendidik dan lingkungan yang
mempunyai pengaruh terhadap anak itu nantinya”.
1
c-puspa’s document
2. Konsep
3. Prosedur
4. Prinsip
Tingkatan yang paling tinggi adalah menemukan prinsip.
Tingkatan yang paling rendah adalah mengingat fakta.
Menemukan konsep : Memberikan nama baru untuk barang yang
ditemukan.
Mengingat prosedur : Langkah-lamgkah melakukan sesuatu,
misal : cara merebus mie instant.
Menggunakan prosedur : Melaksanakan perintah dalam
mengingat prosedur.
Mengingat prinsip : Menulis lagi apa yang telah diperoleh,
missal : menulis hokum Gosen, teori Konvergensi.
Menggunakan prinsip : Menggunakan hokum, rumus, dalil untuk
menyelesaikan masalah.
Penemu prinsip : Ilmuwan yang berhasil menemukan dalil yang
sampai pada hasil yang generalisasi untuk umum.
Belajar pemahaman konsep dengan menggunakan dua cara,
antara lain :
• Pendekatan Deduktif (khusus-umum)
• Pendekatan Induktif (umum-khusus)
2
c-puspa’s document
makanan anjing berliur
stimulus netral tidak ada respon
Stimulus + US UR
Pengkondisian:
Bel + makanan anjing
berliur
Setelah pengkondisian:
CS CR
4
c-puspa’s document
5
c-puspa’s document
2. Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/
dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan
perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-
latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak
dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama
dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan
semakin dikuasai.
3. Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau
makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang
disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan
diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak
menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak
dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang
pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka
manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan
mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada
dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan
antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai pengartian.
Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan
terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984).
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai
berikut:
a. Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response).
Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial
dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum
memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Hukum Sikap ( Set/ Attitude).
Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya
ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga
ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial ,
maupun psikomotornya.
c. Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element).
6
c-puspa’s document
7
c-puspa’s document
E.I. Thorndike. Namun penelitian yang dilakukan oleh Skinner lebih sederhana
dan lebih dapat diterima secara luas. Skinner mengadakan eksperimen
dikenal dengan Skinner box dengan menggunakan kotak yang di dalamnya
terdapat : (1) pengungkit, (2) penampung makanan, (3) lampu yang dapat
dinyalakan dan dimatikan sesuai kehendak peneliti, dan (4) lantai dengan gril
yang dialiri listrik.
Dalam waktu eksperimen Skinner menggunakan tikus lapar sebagai
hewan percobaan. Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha
keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana kemari untuk
keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara
terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku
yang ditunjukkan si tikus, proses ini
disebut shaping.
Hukum efek (law effect) yang dikumukakan Thorndike menyatakan
bahwa perilaku yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa
perilaku yang diikuti hasil negatif akan diperlemah.
Skinner mengungkapkan bahwa konsekuensi perilaku akan
menyebabkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan terjadi.
Konsekuensi imbalan atau hukuman bersifat sementara (kontingen) pada
perilaku organisme. Suatu tindakan dapat dinyatakan sebagi penguatan atau
tidak adalah tergantung pada efek yang ditimbulkan.
Tekanan utama dalam teori operant conditioning adalah pada respons
atau perilaku dan konsekuensi yang menyertai. Oleh karena itu seorang harus
membuat respons sedemikian rupa untuk memperoleh penguatan atau hadiah
yang menjadi stimulus yang memperkuat (reinforcement stimuli).
4. Teori Belajar Conditioning
Guthrie adalah seorang behaviourisme yang hidup pada tahun 1886-
1959. Ia menyatakan bahwa semua belajar dapat diterangkan dengan satu
prinsip, yaitu prinsip asosiasi. Belajar merupakan suatu upaya untuk
menentukan hokum-hukum, bagaimana stimulus dan respon itu berasosiasi.
Menurut Guthrie, perilaku manusia merupakan deretan perilaku yang terdiri
atas unit-unit reaksi atau respons dari stimulus berikutnya. Dengan kata lain,
stimulus memperoleh respons, kemudian respons tersebut menjadi stimulus
baru dan memperoleh respons baru, begitu seterusnya.
Pengubahan perilaku buruk yang terjadi pada diri seseorang dapat
dilakukan dengan beberapa cara. Guthrie menyatakan ada tiga cara sebagai
berikut :
a) Metode reaksi berlawanan (incompatible respone method)
8
c-puspa’s document
9
c-puspa’s document
10
c-puspa’s document
11
c-puspa’s document
12
c-puspa’s document
13
c-puspa’s document
metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat
bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung
dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind
atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada
melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna
yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa
yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh
murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai
objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik.
Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur
dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran
yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi
belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati
sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses
evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan
kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena
sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin
atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah
terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara
ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar,
sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
14
c-puspa’s document
15
c-puspa’s document
16
c-puspa’s document
17
c-puspa’s document
periode yaitu :
o Periode Sensori motor (0-2,0 tahun)
Pada periode ini tingksh laku anak bersifat motorik dan anak
menggunakan system penginderaan untuk mengenal lingkungannya untu
mengenal obyek.
o Periode Pra operasional (2,0-7,0 tahun)
Pada periode ini anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau
mengamati sesuatu model tingkah laku dan mampu melakukan
simbolisasi.
o Periode konkret (7,0-11,0 tahun)
Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi. Pemikiran
anak tidak lagi didominasi oleh persepsi, sebab anak mampu
memecahkan masalah secara logis.
o Periode operasi formal (11,0-dewasa)
Periode operasi fomal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur
kognitif, anak remaja mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah
hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah
dan dapat menerima pandangan orang lain.
Piaget mengeukakan bahwa ada 4 aspek yang besar yang ada
hubungnnya dengan perkembangan kognitif :
a. Pendewasaaan/kematangan, merupakan pengembanagn dari susunan
syaraf.
b. Pengalaman fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-
benda dan stimulus-stimulusdalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap
benda-benda itu.
c. Interaksi social, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu
d. Keseimbangan, adalah suatu system pengaturan sendiri yang bekerja
untuk menyelesaikan peranan pendewasaan, penglaman fisis, dan interksi
social.
2. Implikasi teori Piaget dalam pendidikan
Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Dan perkembangan
intelektual erat hubungannya dengan belajar, sehhingga perkembangan
intelektual ini dapat dijadkan landasan untuk memahami belajar.
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi
akibat adanya pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget mengenai
terjadinya belajar didasari atas 4 konsep dasar, yaitu skema, asimilasi,
akomodasi dan keseimbangan. Piaget memandang belajar itu sebagai
tindakan kognitif, yaitu tindakan yang menyangkut pikiran. Tindakan kognitif
18
c-puspa’s document
19
c-puspa’s document
20
c-puspa’s document
21
c-puspa’s document
22
c-puspa’s document
23
c-puspa’s document
24
c-puspa’s document
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama
proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran
guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para
siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna
belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar
kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan
pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi
diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan
potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil
belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat
jelas , jujur dan positif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk
belajar atas inisiatif sendiri
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri
5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih
pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung
resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran
siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk
bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
25
c-puspa’s document
26
c-puspa’s document
27
c-puspa’s document
28
c-puspa’s document
29
c-puspa’s document
30
c-puspa’s document
31
c-puspa’s document
Konstruktivistik Behavioristik
Evaluasi menekankan pada Evaluasi menekankan pada respon
penyusunan makna secara aktif yang pasif, keterampilan secara terpisah,
melibatkan keterampilan terintegrasi, dan biasanya menggunakan ‘paper
dengan menggunakan masalah dalam and pencil test’
konsteks nyata.
32
c-puspa’s document
33
c-puspa’s document
I. PENDAHULUAN
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan pasal 19 ayat 1, bahwa proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik. Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang, dilaksanakan
guru sebagai pendidik dapat memenuhi amanat peraturan pemerintah
tersebut.
Guru sebagai pendidik yang profesional harus mampu berperan
sebagai komunikator dan fasilitator bagi peserta didik di dalam kelasnya.
Sebagai komunikator seorang guru harus mampu menyampaikan pesan-pesan
pembelajaran kepada siswa sebagaimana yang dinyatakan oleh Martinis
Yamin (2007) bahwa mereka berperan sebagai komunikator,
mengkomunikasikan materi pelajaran dalam bentuk verbal dan non verbal.
Guru sebagai fasilitator dimaksudkan seorang guru harus mampu
menjadi orang yang memfasilitasi atau melayani keperluan peserta didik di
dalam kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Martinis Yamin (2007), bahwa guru sebagai fasilitator
memiliki peran menfasilitasi siswa-siswa untuk belajar secara maksimal
dengan menggunakan berbagai strategi, metode, media, dan sumber belajar.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka seorang guru yang
profesional harus memliki kompetensi-kompetensi atau kemampuan yang
terkait dengan tugasnya. Kompetensi-kompetensi tersebut meliputi
kemampuan kepribadian, paedagogis, sosial, dan keprofesionalan.
Kompetensi-kompetensi akan tercapai apabila guru dapat mengetahui,
menghayati, dan menerapkan dalam pembelajarannya teori-teori yang
melandasi pembelajaran. Teori-teori ini penting dipahami guru agar
pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas dilaksanakn dengan sistematis,
terarah dan tersruktur dengan baik.
Banyak teori-teori dan implikasinya dalam pembelajaran yang dikenali
orang. Untuk itu maka pembahasan teori belajar dan implikasinya dalam
pembelajaran dibatasi hanya membahas 3 hal, yaitu :
1. Teori Belajar yang melandasi proses pembelajaran
2. Teori Belajar yang melandasi Model Pembelajaran
34
c-puspa’s document
II. PEMBAHASAN
A. Teori Belajar yang melandasi Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan tahapan-tahapan yang dilalui dalam
mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik seseorang,
dalam hal ini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa atau peserta
didik. Salah satu peran yang dimiliki oleh seorang guru untuk melalui tahap-
tahap ini adalah sebagai fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang baik guru
harus berupaya dengan optimal mempersiapkan rancangan pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik anak didik, demi mencapai tujuan
pembelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh E.Mulyasa (2007), bahwa
tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi
harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar
(facilitate of learning) kepada seluruh peserta didik. Untuk mampu melakukan
proses pembelajaran ini si guru harus mampu menyiapkan proses
pembelajarannya.
Proses pembelajaran yang akan disiapkan oleh seorang guru
hendaknya terlebih dahulu harus memperhatikan teori-teori yang
melandasinya, dan bagaimana implikasinya dalam proses pembelajaran.
Berikut ini kita akan membahas teori-teori belajar dan implikasinya dalam
proses pembelajaran. Teori-teori belajar yang dibahas adalah teori yang
dijelaskan oleh bebrapa orang ahli seperti Gagne, Piaget, Bruner, Ausubel dan
lain-lain.
1. Teori Gagne
Gagne beranggapan bahwa hirarki belajar itu ada, sehingga penting
bagi guru untuk menentukan urutan materi belajar yang harus diberikan.
Materi-materi yang berfungsi prasyarat harus diberikan terlebih dahulu.
Keberhasilan siswa belajar kemampuan yang lebih tinggi, ditentukan oleh
apakah siswa itu memiliki kemampuan belajar yang lebih rendah atau tidak.
Menurut Gagne ada 8 tipe belajar, yaitu:
35
c-puspa’s document
1. belajar isyarat;
2. belajar stimulus respon
3. belajar merangkaikan
4. belajar aosisasi verbal
5. belajar diskriminasi
6. belajar konsep
7. belajar prinsip/hukum
8. belajar pemecahan masalah
Kemampuan manusia sebagai tujuan belajar menurut Gagne
dibedakan menjadi 5 kategori, yaitu : (a) keterampilan intelektual; (b)
informasi verbal; (c) strategi kognitif; (d) keterampilan motorik; dan (e) sikap
Implikasi teori Gagne di dalam proses pembelajaran
Untuk mencapai hasil belajar yang demikian maka proses belajar
mengajar harus memperhatikan kejadian instruksional yang meliputi (1)
menarik perhatian, (2) menjelaskan tujuan, (3) mengingat kembali apa yang
telah dipelajari, (4) memberikan materi pelajaran, (5) memberi bimbingan
belajar, (6) memberi kesempatan, (7) memberi umpan balik tentang benar
tidaknya tindakan yang dilakukan, (8) menilai hasil belajar, dan (9)
mempertinggi retensi dan transfer.
2. Teori Piaget
Prinsip teori Piaget, (a) manusia tumbuh beradaptasi, dan berubah
melalui perkembangan fisik, kepribadian, sosioemosional, kognitif, dan
bahasa; (b) pengetahuan datang melalui tindakan; (c) perkembangan kognitif
sebagian besar tergantung seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan
berinteraksi dengan lingkungan.
Menurut Piaget perkembangan kognitif pada anak secara garis besar
sebagai berikut: (a) priode sensori motor (0-2 tahun); (b) priode
praoperasional (2-7 tahun); (c) priode operasional konkrit (7-11 tahun); (d)
priode operasi formal (11-15 tahun).
Konsep-konsep dasar proses organisasi dan adaptasi intelektual
menurut Piaget, yaitu :
a) skemata, dipandang sebagai sekumpulan konsep;
b) asimilasi, peristiwa mencocokkan informasi baru dengan informasi
lama yang sudah dimiliki oleh seseorang;
c) akomodasi, terjadi apabila antara informasi baru dan lama yang
semula tidak cocok kemudian dibandingkan dan disesuaikan dengan
informasi lama; dan
d) equilibrium (keseimbangan), bila keseimbangan tercapai maka siswa
36
c-puspa’s document
37
c-puspa’s document
5. Teori Vygotsky
Teori Vygotsky beranggapan bahwa pembelajaran terjadi apabila anak-
anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari
namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya, atau
tugas-tugas itu berada dalam zone of proximal development. Zone of proximal
development maksudnya adalah perkembangan kemampuan siswa sedikit di
atas kemampuan yang sudah dimilikinya. Selanjunta Vygorsky lebih
menekankan scaffolding, ytiu memberikan bantuan penuh kepada anak dalam
tahap-tahap awal pembelajaran yang kemudian berangsur-angsur dikurangi
dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung
jawab semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya.
6. Teori Konstruktivis
Ide-ide Piaget, Vygotsky, Bruner dan lain-lain membentuk suatu teori
pembelajaran yang dikenal dengan teori konstruktivis. Ide utama teori ini
adalah: (a) siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri; (b) agar
38
c-puspa’s document
39
c-puspa’s document
40
c-puspa’s document
41
c-puspa’s document
42
c-puspa’s document
seluruh pebelajar, bukan hanya anak-anak. Pada saat suatu tugas belajar
disajikan pada orang dewasa yang tidak memiliki pengalaman yang relevan
dengan tugas itu, pembelajaran akan dipermudah bila pengajaran mengikuti
suatu urutan dari pengalaman kongkrit menuju representasi ikonik kemudian
menuju representasi abstrak.
Hoban,Hoban, dan Zisman, (dalam Nur 2000), menyatakan bahwa nilai
ajar merupakan fungsi dari tingkat kekonkriannya. Edgar Dale dalam (Nur
2000), mengembangkan kerucut pengalaman sebagai berikut:
Simbol
Verbal abstract
Simbol visual
Tape recorder/radio
Film statis
Film gerak iconik
Televisi
Pertunjukan
Karya wisata
Demonstrasi enactive
Pengalaman Dramatik
Pengalaman buatan
Pengalaman langsung
Dari kerucut pengalaman belajar terlihat pengalaman pebelajar akan
beranjak dari fase konkrit naik ke fase abstrak. Siswa akan mencapai
keberhasilan jika telah membangun sejumlah pengalaman yang lebih konkrit
untuk memaknai penyajian realitas yang lebih abstrak. Contohnya dalam
mata pelajaran genetika, rambut keriting terlihat nyata begitu juga dengan
rambut lurus, gen rambut kriting dan rambut lurus tidak bisa terlihat dengan
nyata sehingga hanya dapat dilambangkan dengan simbol-simbol.
Implikasinya dalam mediabelajar adalah media belajar lebih efektif
dimulai dari pengalaman langsung sebagai media sebenarnya bertahap
menjadi media yang bersifat lebih abstrak.
2. Pandangan Behavioristik
Pandangan ini dipelopori oleh Skinner, dengan teori yang bernama
reinforcement theory, sehingga dihasilkannya pembelajaran terprogram.
Pembelajaran terprogram adalah teknik yang memandu pembelajaran melalui
rangkaian langkah-langkah pembelajaran untuk mencapai tingkat kinerja yang
dikehendaki. Setelah tujuan perilaku dirumuskan, dilakukan pembelajaran
dengan menyisihkan materi yang tidak langsung berhubungan dengan tujuan.
43
c-puspa’s document
44
c-puspa’s document
45
c-puspa’s document
III. PENUTUP
A. Simpulan
Teori belajar yang melandasi proses pembelajaran meliputi teori-teori
yang memperhatikan hal-hal yang penting terkait dalam pelaksanaan
pembelajaran yang diikuti oleh peserta didik dan bimbingan guru. Banyak ahli
pendidikan mengeluarkan pendapat sehubungan dengan proses
pembelajaran, seperti Gagne, Piaget, Bruner, dan lain-lainnya. Pendapat-
pendapat para ahli ini secara keseluruhan dapat dipakai sebagai landasan
filosofis oleh seorang guru dalam membelajarkan peserta didiknya. Pendapat-
pendapat para ahli ini ada yang terlihat seperti bertentanga satu sama
lainnya, tetapi secara totalitas tetap mendukung dan dapat diimplikasikan
dalam proses pembelajaran.
Teori-teori belajar dan implikasinya ini dapat juga hanya melandasi
proses pembelajaran saja, tetapi juga dapat melandasi model-model
pembelajaran yang diterapkan guru dalam pembelajarannya. Selain itu media
pembelajaran juga penting diperhatikan landasan teori rancangan dan
penggunaannya di dalam kelas agar secara keseluruhan pembelajaran dapat
berlangsung secara efektif dan efisien, serta tujuan pembelajaran dapat
tercapai dengan sebaik-baiknya.
B. Saran-Saran
Guru yang profesional hendaknya benar-benar dapat menghayati teori-
46
c-puspa’s document
DAFTAR PUSTAKA
47
c-puspa’s document
48
c-puspa’s document
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
I. PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME
49
c-puspa’s document
C. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan
dalam belajar mengajar adalah :
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
kontruksi berjalan lancar
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan
7. Mencari dan menilai pendapat siswa
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru
tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa .
siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri.
Seorangguru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang
membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa,
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswaagar menyadari dan
menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat
memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya
dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang
50
c-puspa’s document
lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang
memanjatnya.
51
c-puspa’s document
E. Kesimpulan
Kesimpulannya pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang
berasaskan Konstruktivisme akan memberi peluang kepada guru untuk
memilih kaidah pengajaran dan pembelajaran yang sesuai dan murid dapat
menentukan sendiri masa yang diperlukan untuk memperoleh suatu konsep
atau pengetahuan. Disamping itu, guru dapat membuat penilaian sendiri dan
menilai kefahamannya tentang sesuatu bidang pengetahuan dapat
ditingkatkan lagi. Selain itu, beban guru sebagi pengajar akan berkurangan di
mana guru lebih bertindak sebagai pemudahcara atau fasilitator.
Pembelajaran secara Konstruktivisme berdasarkan beberapa
pandangan baru tentang ilmu pengetahuan dan bagaimana boleh diperolehi
ilmu tersebut. Pembentukan pengetahuan baru lahir daripada gabungan
pembelajaran terlebih dahulu. Pembelajaran ini menggalakkan murid
menciptakan penyelesaian mereka sendiri dan menguji dengan menggunakan
hippotesis-hipotesis dan ide-ide baru. Pandangan ini bertolak daripada teori
pembelajaran daripada Behaviorisme kepada Kognitivisme dan seterusnya
Konstruktivisme.
52
c-puspa’s document
anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan
lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan
memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi
terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal
dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka
panjang
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari
guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas
(siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa
kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan
kontekstual.
53
c-puspa’s document
baru.
9. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu
yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
10. Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak
itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan
dan keterampilan sesorang.
2. Transfer Belajar
9. Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
10. Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang
terbatas (sedikit demi sedikit)
11. Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia
menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
3. Siswa sebagai Pembelajar
1. Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang
tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan
cepat hal-hal baru.
2. Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu
yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
3. Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang
baru dan yang sudah diketahui.
4. Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi
kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka
sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar
4. Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada
siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting
bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
5. Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan
pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan
dibandingkan hasilnya.
6. Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses
penilaian yang benar.
7. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu
penting.
54
c-puspa’s document
55
c-puspa’s document
10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat
subyektif.
11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal
tersebut merugikan.
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Tradisional
1. Menyandarkan pada hapalan
2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada
realitas kehidupan.
5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya
diperlukan.
6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk
mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan
(kerja individual).
8. Perilaku dibangun atas kebiasaan.
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan
hukuman.
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
14. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk
tes/ujian/ulangan.
F. Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas
Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja,
bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis
besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya:
• Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
• kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
56
c-puspa’s document
57
c-puspa’s document
• Saling menunjang
• Menyenangkan, tidak membosankan
• Belajar dengan bergairah
• Pembelajaran terintegrasi
• Menggunakan berbagai sumber
• Siswa aktif
58
c-puspa’s document
59
c-puspa’s document
60
c-puspa’s document
61
c-puspa’s document
dikurangi atau tidak disepakati) oleh peserta lain pada penggunaan metode
curah pendapat, pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi.
Tujuan Curah pendapat (Brainstorming) adalah untuk membuat kompilasi
(Kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau
berbeda hasilnya.
B. Aturan dalam brainstorming :
11. Jangan mengkritik atau menghakimi ide orang lain
12. Biarkan ide / pendapat dilontarkan secara bebas, ide-ide yang
seolah-olah liar atau gila harus ditampung atau disambut dengan baik
13. Semakin banyak ide, semakin baik
14. Gabungkan dan kembangkan ide-ide dari orang lain
Peran Guru dalam Pembelajaran Curah Pendapat
12. Memberikan pernyataan kepada siswa untuk menghimpun
informasi pengalamannya kepada siswa-siswa lain
13. Membimbing peserta untuk dapat mengidentifikasi seluruh
pendapatnya dengan baik.
14. Mendukung belajar siswa
Faktor-Faktor yang mempengaruhi belajar, diantaranya adalah :
5. Faktor yang ada pada organisme itu sendiri yang disebut dengan factor
individual. Yang termaksuk factor ini diantaranya adalah : Kematangan
atau pertumbuhan . Faktor kecerdasan, factor latihan dan factor
pribadi.
6. Faktor yang ada diluar individu adalah factor social. Yang termasuk
factor ini adalah : factor keluarga, keadaan rumah tangga, factor guru
dan cara mengajarnya, factor alat-alat yang digunakan sebagai media
pembelajaran dalam mengajar, factor lingkungan dan kesempatan
yang tersedia
Proses pendidikan yang berkualitas akan membuahkan hasil yang baik
dan bermutu, sehingga kualitas pendidikan perlu diusahakan secara maksimal
dengan berbagai metode pengajaran yang sebaik mungkin. Berdasarkan
pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa bila seseorang dapat
memahami materi pembelajaran lebih cepat maka akan dapat meningkatkan
proses belajarnya, begitu pula sebaliknya, jika pemahaman terhadap materi
pembelajaran rendah, maka hasil belajarpun akan menjadi rendah. Dengan
demikian pemahaman terhadap materi pembelajaran akan mempengaruhi
prestasi belajar siswa.
C. Hasil Belajar
Ahmadi (1988) berpendapat bahwa prestasi atau hasil belajar adalah
hasil usaha yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini adalah usaha
belajar, dan perwujudan prestasi belajar siswa dapat dilihat pada nilai yang
diperoleh siswa setiap selese mengikuti test.
Winkel (1984) menyebutkan bahwa berdasarkan jawaban-jawaban
murid terhadap pertanyaan atau persoalan yang diajukan dalam test hasil
belajar itu, guru biasanya memberikan nilai, nilai itu menyatakan taraf
prestasi belajar yang dicapai oleh siswa.
Dalam proses belajar pada umumnya agar siswa memperoleh hasil
yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka perlu memperhatikan
factor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar tersebut. Adapun
factor-faktor yang mempengaruhi prestasi adalah (Ahmadi, 1988):
8. Faktor internal yaitu factor yang timbul dari dalam anak itu sendiri
62
c-puspa’s document
yang sifatnya :
9. Psikologis seperti intelegensia, kemauan, minat, sikap dan perhatian
10. Faktor eksternal yaitu keadaan lelah (aktivitas kurang), cacat
badan kurang pendengaran, mengalami gangguan penglihatan dan
lain-lain.
a. Faktor eksternal yaitu factor yang timbul dari luar diri anak,
seperti yang berasal dari :
b. Lingkungan sekolah yang meliputi interaksi guru dan murid,
cara penyajian bahan pelajaran, kurikulum, keadaan gedung,
waktu sekolah, pelaksanaan disiplin metode mengajar dan tugas
pokok.
c. Lingkungan keluarga meliputi cara mendidik anak, suasana
keluarga, pegertian orang tua, keadaan social ekonomi, latar
belakang kebudayaan.
d. Lingkungan masyarakat meliputi mas media, teman bergaul,
kegiatan lain, cara hidup di lingkungan.
V. ACCELERATED LEARNING
A. Pengertian Accelerated Learning
Accelerated artinya dipercepat dan learning artinya pembelajaran. Jadi,
the accelerated learning artinya pembelajaran yang dipercepat. Konsep dasar
dari pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu berlangsung secara
cepat, menyenangkan dan memuaskan. Pemilik konsep ini, Dave Meier,
menyarankan kepada guru agar dalam mengelola kelas menggunakan
pendekatan somatic, auditory, visual dan intellectual (SAVI). Somatic
dimaksudkan sebagai learning by moving and doing (belajar dengan bergerak
dan berbuat). Auditory adalah learning by talking and bearing (belajar
dengan berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by observing
and picturing (belajar dengan mengamati dan menggambarkan). Intellectual
maksudnya adalah learning by problem solving and reflecting (belajar dengan
pemecahan masalah dan melakukan refleksi).
a. Metode Pendekatan SAVI
1. Somatic ( Somatis )
Somatis berarti bangkit dari tempat duduk anda dan bertindak aktif
secara fisik selama proses belajar. Terlalu lama duduk di depan
computer sama akibatnya dengan terlalu lama duduk di depan guru /
dosen – ysitu menumpulkan otak. Berdiri dan bergerak kasana –
kemari meningkatkan sirkulasi dalam tubuh dan, oleh karena itu,
mendatangkan energi segar ke dalam otak.
Contoh gagasan – gagasan belajar somatis :
1. Mendapatkan kembali printout (hasil informasi computer)
2. Perburuan
3. Menciptakan pictogram
63
c-puspa’s document
2. Auditory ( Auditori )
Pembelajar auditori adalah belajar paling baik jika mereka mendengar
dan mengucapkan kata – kata. Program pelatihan berdasarkan
computer yang paling mahal tidak akan ada manfaatnya jika tidak
dapat mengajak pembelajar mendengarkan dan berbicara serta
berfikir selam proses belajar.
Contoh – contoh auditori : 1. Pengenalan audio, 2. Dialog pembelajar,
3. Parafrase auditori, 4. membaca keras – keras, 5. Kaset Tanya /
jawab, 6. Wawancara, 7. Pengingat auditori, 8. berpikir dengan
lantang.
3. Visual
Ketajaman penglihatan setiap orng kuat, ini disebabkan oleh pikiran
manusia lebih merupakan prosesor citra daripada prosesor kata.
Citra, karena konkret, mudah untuk diingat. Kata, karena abstrak,
jauh lebih sulit untuk disimpan. Dengan membuat yang visual paling
tidk sejajar dengan yang verbal, anda dapat membantu pembelajar
untuk belajar lebih cepat dan lebih baik. Contoh gagasan – gagasan
visual : 1. Bahas gambar, 2. Grafik, 3. Cerita, 4. Video, 5. Pengamatan
dunia nyata, 6. Kreasi pictogram, 7. Kreasi model.
4. Intellectual ( Intelektual )
Belajar bukanlah menyimpan informasi, melainkan menciptakan
makna, pengetahuan, dan nilai yang dapat dipraktekkan oleh pikiran
pembelajar. Menciptakan pengetahuan, dan bukan menyimpan
informasi, seharusnya merupakan salah satu tujuan utama semua
program belajar. Contoh gagasan – gagasan pengembangan
intelektual : 1. Perolehan informasi, 2. Pemecahan masalah, 3.
64
c-puspa’s document
65
c-puspa’s document
66
c-puspa’s document
67
c-puspa’s document
68
c-puspa’s document
masih direspon oleh semua pihak, sebagai landasan yang kurang mendasar.
Ujian nasional oleh berbagai pihak ditengarai sebagai keputusan yang sarat
dengan keputusan politik birokratik, dibanding edukatif yang prospektif. Pihak
yang lainnya menyatakan bahwa ujian sebagai sarana yang kuat untuk
mencermati kualitas pendidikan di tanah air.
Menteri Pendidikan Nasional menerbitkan peraturan No. 74 dan 75
tentang panduan ujian nasional (UN) tahun pelajaran 2009-2010 SD dan
SMP/SMA/SMK, ditandatangani oleh Mendiknas Bambang Sudibyo pada
tanggal 13 Oktober 2009. Salah satu isinya menyebutkan bahwa hasil UN
digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk penentuan kelulusan
peserta didik dari program dan/ atau satuan pendidikan. Hal ini secara tegas
menimbulkan pro dan kontra terhadap pelaksanaannya melihat banyaknya
hal yang mengiringi di setiap pelaksanaannya.
UU No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XVI
pasal 57 ayat 2, “evaluasi dilakukan kepada peserta didik, lembaga, dan
program pendidikan pada jalur formal dan informal untuk semua jenjang,
satuan, dan jenis pendidikan”, dan pada pasal 58 ayat 1, “ evaluasi hasil
belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses
kemampuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan”, sedangkan pada pasal 1 ayat 17 dinyatakan “standar
nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah NKRI”.
Disinilah permasalahan pendidikan di Indonesia yang memunculkan
kontra berbagai pihak terhadap pelaksanaan ujian nasional. Permasalahan
tersebut antara lain :
1. Kelulusan hanya ditentukan oleh lima materi ujian nasional, sedangkan
materi lain dan keaktifan serta intelektual lainnya tidak dinilai. Hal ini
memunculkan anggapan seolah materi lain tidak perlu padahal materi lain
tersebut merupakan faktor penting dalam menumbuhkembangkan
intelektualitas yang bermoral dalam mencapai tujuan pendidikan nasional
sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945.
2. Sesuai pasal 57 ayat 1 dan pasal 1 ayat 17 sudahkah dilakukan
pemantauan terhadap kelayakan proses pendidikan untuk mengacu
standar nasional pendidikan, hasil akhir bermuara kepada peserta didik
terutama menyangkut standar kebutuhan minimal secara komprehensif
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal lembaga pendidikan
tersebut, diantaranya adalah sarana prasarana pendidikan, pendidik,
69
c-puspa’s document
70
c-puspa’s document
kualitatif. Rapor yang bagaimana yang sebaiknya agar guru juga tidak
mengalami kesulitan dalam membuat laporan pendidikan kepada orng tua
siswa.
5. Pemerintah membentuk Tim Perumusan Kebijakan Nasional tentang
Penilaian Pendidikan. Tim ini dibentuk oleh Depdiknas dan BSNP menjadi
leading sector-nya. Anggotanya berasal dari elemen masyarakat
pendidikan, termasuk juga DPR Komisi Pendidikan, para pakar pendidikan,
organisasi profesi independen seperti dari PGRI, ISPI, LSM pendidikan, dsb.
Sesuai jangka waktu yang ditentukan, tim tersebut akan melakukan
evaluasi dan kajian terhadap semua kebijakan yang terkait penilaian di
negeri ini, melakukan studi banding ke negara lain untuk mencari model
yang sesuai di Indonesia, kemudian merumuskannya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta melaporkan hasil
kerjanya pada pemerintah. Hasil dari kegiatan kajian tersebut akan
menghasilkan butir-butir rekomendasi yang harus dilaksanakan
pemerintah.
Masih banyak hal lain yang dapat dilakukan pemerintah untuk dapat
memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Namun setidaknya dengan
melaksanakan hal-hal diatas sudah cukup untuk menjawab permasalahan-
permasalahan tentang Ujian Nasional. Hingga saat ini tidak nampak tindak
lanjut dari Ujian Nasional yang dilakukan, misalnya ketika didaerah tertentu
nilai ujiannya jelek/hancur tidak selalu diikuti analisis yang komprehensif,
yang kemudian dilakukan tindakan nyata seperti perbaikan proses
pembelajarn, pelatihan guru atau perbaikan sarana prasarana. Munculnya
ketidakberesan dalam UN, seperti pencurian naskah, pembocoran,
pengawasan yang lunak, bahkan guru yang memberikan jawaban kepada
siswa tidak boleh ditangarai sebagai bentuk pelanggaran, namun juga harus
diapresiasi sebagai bentuk pambangkangan. Oleh karena itu, Un harus
dikembalikan ke jati dirinya, bukan semata merupakan terobosan untuk
kepentingan pragmatis birokrasi, namun kearah yang lebih strategis dan
prediktif.
Kebijakan seharusnya dipandang sebagai kesepakatan publik yang
diformulasikan dari hasil pemikiran dan kerja bersama dengan para pemangku
kepentingan. Sebuah kebijakan seharusnya bukan hanya lahir dari pendapat
seseorang , juga bukan dari pendapat seorang pemimpin yang berkuasa.
Pemimpin kuasa adalah pemegang amanat rakyat yang dipimpinnya.
Pendapat pemimpin yang cerdas boleh jadi akan mewarnai kebijakan yang
akan diambilnya, tetapi harus berjalan dengan kepentingan rakyat. Itulah
71
c-puspa’s document
SUMBER ACUAN
Abduzen, Mohammad.2006. Ujian Nasional dan Politik Pendidikan. Online.
http://perpustakaan.bappenas.go.id
Sudrajad, Akhmad. 2009. Aneka Berita Seputar Pro Kontra Ujian Nasional.
Available at http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11. [accessed
12/28/09].
http://www.teoripembelajaran.blogspot.com/2008/pro-kontra-ujian-nasional/
72