You are on page 1of 72

c-puspa’s document

TEORI-TEORI BELAJAR

A. TEORI BELAJAR KLASIK


Teori belajar klasik didasarkan pada pemikiran para filosifis yang
bersifat subyektif:
1. Teori disiplin mental / psikologi fakultas / psikologi unsur
Belajar melalui instropeksi otak mns terdiri atas bagian-bagian yang
memiliki tugas berbeda (Berpikir, meraba, fantasi, perasaan, kehendak) jiwa
mns terdiri dari unsur-unsur tertentu dan unsur-unsur tersebut disebut
dengan daya-daya jiwa. Orang akan dapat belajar jika mentalnya dilatih
dengan keras terutama daya nalarnya dan selanjutnya belajar identik dengan
mengasah otak.
Pandangan klasik : Orang pintar adalah orang yang menguasai ilmu
pasti (logis matematik dan logis bahasa).
2. Teori Humanisme klasik (Maslow)/ Naturalisme (J.J. Rosseou dan
Pestalzzi.)

• Maslow
Ia mengumpulkan biografi orang-orang terkenal dari berbagai bidang.
Semua orang yang normal berpotensi untuk menjadi orang hebat.
Manusia sebagai satu kepribadian yang utuh jiwa manusia ada tiga
aspek, antara lain : Afeksi, Kognitif, Psikomotor.
• J.J. Rosseou dan Pestalzzi
Anak pada waktu dilahirkan adalah baik, jika anak itu menjadi rusak itu
karena pengaruh dari lingkungan disekitar anak tersebut. Karena pada masa
itu moral manusia pada level yang terpuruk.
Belajar : Biarlah anak tumbuh kembang secara alamiah, jangan diapa-
apakan, freedom to learn : biarlah anak belajar dengan bebas karena orang
dapat mengaktualisasi dirinya jika orang tersebut tidak diganggu.
3. Teori Apersepsi dan teori Tabularasa / Impirisme
– Otak manusia seperti wadah yang siap mengkopi (Diisi) dengan
apa saja dan pengetahuan yang telah masuk tersebut disebut
Apersepsi
– Teori tabularasa / Empirisme oleh Jhon Lock “ Anak bagaikan
kertas kosong yang siap ditulis oleh pendidik dan lingkungan yang
mempunyai pengaruh terhadap anak itu nantinya”.

• M. David Merril (Kognitif)


Pelajaran diklasifikasikan menjadi 4, antara lain :
1. Fakta

1
c-puspa’s document

2. Konsep
3. Prosedur
4. Prinsip
Tingkatan yang paling tinggi adalah menemukan prinsip.
Tingkatan yang paling rendah adalah mengingat fakta.
Menemukan konsep : Memberikan nama baru untuk barang yang
ditemukan.
 Mengingat prosedur : Langkah-lamgkah melakukan sesuatu,
misal : cara merebus mie instant.
 Menggunakan prosedur : Melaksanakan perintah dalam
mengingat prosedur.
 Mengingat prinsip : Menulis lagi apa yang telah diperoleh,
missal : menulis hokum Gosen, teori Konvergensi.
 Menggunakan prinsip : Menggunakan hokum, rumus, dalil untuk
menyelesaikan masalah.
 Penemu prinsip : Ilmuwan yang berhasil menemukan dalil yang
sampai pada hasil yang generalisasi untuk umum.
Belajar pemahaman konsep dengan menggunakan dua cara,
antara lain :
• Pendekatan Deduktif (khusus-umum)
• Pendekatan Induktif (umum-khusus)

• Joseph M. Scandura (Teori Belajar Prosedural)

• Pengalaman tersusun secara hierarkis.

• Jika mengumpul keatas disebut vertical (vertical dan piramida).

• Jika sejajar maka horizontal


• Pengetahuan Deklaratif : Bercerita, harus menggunakan urutan
sebab akibat, kronologis.
Setiap isi pelajaran sebelum diajarkan harus diketahui apakah
termasuk fakta, prinsip, konsep.
Algoritmik : segala sesuatu ada prosedurnya.
Pengetahuan Prosedural : Jika dipraktekkan oleh siswa dan berhasil
tanpamengalami kegagalan.
Keterangan intelektual menurut Gagne
Diskriminasi, konsep, kongkrit, konsep terdefinisi, kaidah atau
aturan, aturan tingkat lebih lanjut. Jika mencapai level tertinggi maka
dikatakan sebagai kesiapan untuk memecahkan suatu masalah.
• Lev N. LandaTeori Belajar Pembelajaran

2
c-puspa’s document

Teori belajar hampir selalu bersifat deskriptif karena selalu


berbicara apa yang terjadi jika sesuatu dilakukan. Apabila akan belajar
disuatu kelas yang begini maka lakukan hal ini jika ingin hasilnya baik
(Prespektif)
Heuristik : Siswa menemukan sendiri cara penyelesaian belajar atau
masalah.
Algoheuristik : Menemukan sendiri cara penyelesaian dalam suatu
masalah dengan procedural srtinya diarahkan oleh guru dalam
pemecahan suatu masalah.
• Charles M. Reigeluth dan Faith S. Stein
Tiga aliran utama dalam teori belajar, antara lain :
1. Behaviorisme
2. Kognitiv
3. Naturalisme

B. TEORI BELAJAR BEHAVIOURISTIK


Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984: 252). Belajar merupakan
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143).
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
1. Teori Belajar Classical Conditioning
Teori belajar Classical Conditioning (pengkondisian klasik) di
kemukakan oleh seorang psikolog Rusia bernama Ivan Pavlov (1849-1936).
Pengkondisian klasik adalah tipe pembelajaran dimana suatu organisme
belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimuli. Dalam hal ini stimuli
netral diasosiasian dengan stimulus yang bermakna dan menimbulkan
kapasitas untuk mengeluarkan respon yang sama. Tedapat dua tipe stimuli
dan dua tipe respon, yaitu: unconditioned stimulus (US), unconditioned
response (UR), conditioned stimulus (CS), dan conditioned response (CR).
Pavlov melakukan penelitian mengenai pengkondisian klasikal dengan
menggunakan anjingnya dan diasosiasikan dengan bel.
US                           
Saat sebelum pengkondisian:     UR

makanan                                  anjing berliur

stimulus netral                          tidak  ada respon

Bel                                            anjing tidak berliur


3
c-puspa’s document

Stimulus   + US                         UR
Pengkondisian:
Bel + makanan                                  anjing
berliur
Setelah pengkondisian:

CS                                                   CR

Bel                                          anjing berliur

Dari ketiga tahapan eksperimen tersebut dapat dijelaskan bahwa :


1. Apabila stimulus alamiah(daging) disajikan di hadapan anjing, maka
anjing akan membentuk respon alamiah (mengeluarkan air liur).
2. Apabila stimulus berkondisi (bel) diberikan setelah diberikan stimulus
alamiah, maka respons berkondisi tidak akan terbentuk, dan
3. Respons berkondisi akan terbentuk apabila stimulus berkondisi
diberikan sebelum atau bebarengan dengan stimulus alamiah.
Dari eksperimen tersebut Pavlov menarik kesimpulan yang kemudian
dijadikan sebagai prinsip belajar, yaitu bahwa dalam diri anjing akan terjadi
pengkondisian selektif berdasar atas penguatan selektif. Dalam arti, anjing
dapat membedakan stimulus yang disertai sengan penguatan dan stimulus
yang tidak disertai dengan penguatan.
Penjelasan:
Unconditioned stimulus (US) adalah sebuah stimulus yang secara
otomatis menghasilkan respons tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu.
Dalam eksperimen Pavlov, makanan adalah US. Unconditioned response (UR)
adalah respons yang tidak dipelajari yang secara otomatis dihasilkan oleh US.
Dalam eksperimen Pavlov, air liur anjing yang merespon makanan adalah UR.
Sebuah conditioned stimulus (CS) adalah stimulus yang sebelumnya netral
yang akhirnya menghasilkan conditioned response setelah diasosiasikan
sengan US. Diantara stimuli yang terkondisikan dalam eksperimen Pavlov
adalah beberapa penglihatan dan suara yang terjadi sebelum anjing
menyantap makanan, seperti suara pintu tertutup sebelum makanan
ditmpatkan di piring anjing. Conditioned response (CR) adalah respons yang
dipelajari, yakni respons terhadap stimulus yang terkondisikan yang muncul
setelah terjadi pasangan US-CS.
2. Teori Belajar Koneksionisme

4
c-puspa’s document

Edward Thorndike mengembangkan teori Koneksionisme di Amerika


Serikat (1874-1949). Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa
terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut
stimulus (S) dengan respon (R).Stimulus adalah suatu perubahan dari
lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme
untuk bereaksi atau berbuat atau respon adalah sembarang tingkah laku yang
dimunculkan karena adanya perangsang.
Eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box)
diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons,
perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui
usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan
(error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error
learning atau selecting and connecting lerning” dan berlangsung menurut
hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh
Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori
asosiasi. Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar
sebagai berikut :
1. Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu
organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan
tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga
asosiasi cenderung diperkuat.
Prinsip pertama teori koneksionisme adalah belajar suatu kegiatan
membentuk asosiasi(connection) antara kesan panca indera dengan
kecenderungan bertindak. Misalnya, jika anak merasa senang atau tertarik
pada kegiatan jahit-menjahit, maka ia akan cenderung mengerjakannya.
Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan
menghasilkan prestasi memuaskan.
Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderungan
bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya,
ia tak akan melakukan tindakan lain.
Masalah kedua, jika ada kecenderungan bertindak, tetapi ia tidak
melakukannya, maka timbullah rasa ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan
melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketidakpuasannya.
Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal
ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan
melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan
ketidakpuasannya.

5
c-puspa’s document

2. Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/
dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan
perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-
latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak
dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama
dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan
semakin dikuasai.
3. Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung
diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika
akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau
makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang
disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan
diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak
menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.
Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak
dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang
pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka
manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan
mengerjakan PR akan membentuk sikapnya.
Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada
dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan
antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai pengartian.
Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan
terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984).
Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai
berikut:
a. Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response).
Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial
dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum
memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Hukum Sikap ( Set/ Attitude).
Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya
ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga
ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial ,
maupun psikomotornya.
c. Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element).

6
c-puspa’s document

Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar


memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya
terhadap keseluruhan situasi ( respon selektif).
d. Hukum Respon by Analogy.
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada
situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat
menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang
pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang
telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer
akan makin mudah.
e. Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang
dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara
menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi
sedikit unsur lama.
Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan
penyamapaian teorinya thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar
antara lain :
1. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak
cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa
pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
2. Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat
positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman
tidak berakibat apa-apa.
3. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan,
tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
4. Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada
individu lain.
Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training,
yaitu kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada
percobaan terhadap kucing dengan problem box-nya.
3. Teori Belajar Operant Conditioning
Teori operant conditioning dikembangkan oleh Burr Federic Skinner
(1904-1990). Operant Conditioning (prngkondisian operant) adalah sebentuk
pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan
perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi.
Pada awalnya penelitian mengenai operant conditioning dilakukan oleh

7
c-puspa’s document

E.I. Thorndike. Namun penelitian yang dilakukan oleh Skinner lebih sederhana
dan lebih dapat diterima secara luas. Skinner mengadakan eksperimen
dikenal dengan Skinner box dengan menggunakan kotak yang di dalamnya
terdapat : (1) pengungkit, (2) penampung makanan, (3) lampu yang dapat
dinyalakan dan dimatikan sesuai kehendak peneliti, dan (4) lantai dengan gril
yang dialiri listrik.
Dalam waktu eksperimen Skinner menggunakan tikus lapar sebagai
hewan percobaan. Karena dorongan lapar (hunger drive), tikus berusaha
keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana kemari untuk
keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara
terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku
yang ditunjukkan si tikus, proses ini
disebut shaping.
Hukum efek (law effect) yang dikumukakan Thorndike menyatakan
bahwa perilaku yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa
perilaku yang diikuti hasil negatif akan diperlemah.
Skinner mengungkapkan bahwa konsekuensi perilaku akan
menyebabkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan terjadi.
Konsekuensi imbalan atau hukuman bersifat sementara (kontingen) pada
perilaku organisme. Suatu tindakan dapat dinyatakan sebagi penguatan atau
tidak adalah tergantung pada efek yang ditimbulkan.
Tekanan utama dalam teori operant conditioning adalah pada respons
atau perilaku dan konsekuensi yang menyertai. Oleh karena itu seorang harus
membuat respons sedemikian rupa untuk memperoleh penguatan atau hadiah
yang menjadi stimulus yang memperkuat (reinforcement stimuli).
4. Teori Belajar Conditioning
Guthrie adalah seorang behaviourisme yang hidup pada tahun 1886-
1959. Ia menyatakan bahwa semua belajar dapat diterangkan dengan satu
prinsip, yaitu prinsip asosiasi. Belajar merupakan suatu upaya untuk
menentukan hokum-hukum, bagaimana stimulus dan respon itu berasosiasi.
Menurut Guthrie, perilaku manusia merupakan deretan perilaku yang terdiri
atas unit-unit reaksi atau respons dari stimulus berikutnya. Dengan kata lain,
stimulus memperoleh respons, kemudian respons tersebut menjadi stimulus
baru dan memperoleh respons baru, begitu seterusnya.
Pengubahan perilaku buruk yang terjadi pada diri seseorang dapat
dilakukan dengan beberapa cara. Guthrie menyatakan ada tiga cara sebagai
berikut :
a) Metode reaksi berlawanan (incompatible respone method)

8
c-puspa’s document

Apabila suatu respon terhadapstimulus telah menjadi kebiasaan, maka cara


untuk mengubahnya adalah dengan jalan menghubungkan stimulus
dengan respons yang berlawanan, atau respons buruk yang hendak
dihilangkan.
b) Metode membosankan (exchaustion method)
Dalam metode ini, perilaku yang buruk dibiarkan terus sampai orang yang
bersangkutan menjadi bosan dengan sendirinya.
c) Metode pengubahan lingkungan (change of environment method)
Metode ini dilakukan dengan cara memutuskan atau memisahkan
hubungan antara stimulus dan respon yang akan dihilangkan. Aspek yang
diubah yaitustimulus yang menyebabkan kebiasaan buruk.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi
stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang
harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas
yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
5. Teori Belajar Modeling dan Observational Learning
Albert Bandura (1925 – masih hidup sampai sekarang) menyatakan
bahwa belajar dari individu tidak dibentuk oleh konsekuensi atas perilaku
yang ditampilkan, tetapi belajar langsung dari model. Ada empat (4) fase
belajar dari model, yaitu fase perhatian (attentional phase), fase retensi
(retention phase), fase produksi (production phase) dan fase motivasi
(motivation phase).
1. Fase perhatian adalah tahap memberikan perhatian pada suatu
model. Seseorang akan memberikan perhatian yang lebih apabila model
yang tampil itu menarik, popular atau yang dikagumi. Dalam pembelajaran
bisa saja seorang guru berperan sebagai model bagi siswanya. Jika seorang
guru menjadi model bagi siswanya maka ia harus tampil dapat dipercaya,
memiliki daya tarik, berwibawa, cocok dan dapat ditiru atau diteladani.
Sebagaimana pernyataan (Depdiknas:2004) bahwa model harus kelihatan
dapat dipercaya, kelihatan cocok dengan kelompok, memberikan standar
yang dapat dipercaya debagai pedoman bagi cita-cita si pengamat. Si
pengamat yang dimaksudkan adalah siswanya.
2. Fase retensi adalah fase yang berperan untuk memberikan pertanda
bahwa tingkah laku model tersimpan dalam memori si pengamat. Proses
retensi yang penting adalah pengulangan, yaitu pengamat mengulang atau
mengingat kembali tampilan modelnya. Selanjutnya guru dapat
memberikan pelatihan bagi siswa untuk mengulangi tingkah laku dirinya
sebagai model bagi siswa. Hal ini dilakukan untuk memastikan terjadinya

9
c-puspa’s document

retensi jangka panjang


3. Fase produksi, fase si model mengamati komponen-komponen urutan
tingkah laku si pengamat telah sesuai dengan dirinya. Fase di mana guru
mengamati tingkah laku siswanya telah sesuai atau belum dengan tingkah
laku yang dicontohkannya. Pada fase ini guru akan memberikan umpan
balik kepada siswa pada aspek-aspek yang sudah benar dan melakukan
perbaikan pada aspek-aspek yang masih salah.
4. Fase motivasi adalah fase penguatan yang diberikan kepada siswa
oleh guru. Di dalam kelas fase ini dilakukan dengan memberikan pujian
atau angka kepada siswa atas perilaku-perilaku yang sesuai dengan
permodelan yang diperlihatkan guru.
Seseorang dalam melakukan aktivitas belajar dapat dilakukan dengan
cara memperhatikan pengalaman dari orang lain (vicarious learning). Dalam
kegiatan belajar ini, individu belajar dengan cara memperhatikan orang lain
yang memperileh penguatan atau hukuman. Konsep penting lainnya dari teori
belajar melalui pengamatan dan modeling adalah pengaturan diri (self-
regulation). Dalam kegiatan belajar ini, individu mengamati perilakunya
sendiri, menilai perilakunya sendiri dengan standar yang dibuat sendiri, dan
memperkuat atau menghukum diri sendiri apabila berhasil ataupun gagal
dalam berperilaku.
6. Teori Belajar Modifikasi Perilaku Kognitif
Mheicenbaum menyatakan bahwa individu dapat diajarkan untuk
memantau perilakunya sendiri. Cara yang digunakan yaitu melatih individu
yang terganggu emosionalnya untuk membuat dan menjawab pertanyaannya
sendiri.
Ada lima tahap dalam kegiatan belajar mandiri yang dikembangkan
oleh Mheicenbaum, yaitu:
1. Modeling kognitif, yaitu model orang dewasa melakukan tugas tertentu
sambil berbicara dengan keras
2. Bimbingan eksternal, yaitu anak melakukan tugas yang sama dibawah
pembelajaran dari model.
3. Bimbingan yang dilakukan oleh diri sendiri, yaitu anak melakukan tugas
sambil membelajarkan diri sendiri.
4. Bimbingan dilakukan diri sendiri, yaitu anak membelajarkan dirinya
sendiridengan cara berbicara pelan-pelan pada saat melanjutkan tugas.
5. Pembelajarn diri sendiri, yaitu anak melakukan tugas untuk mencapai
kinerja tertentu dengan melakukan percakapan diri sendiri.

10
c-puspa’s document

Analisis Tentang Teori Behavioristik


Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi
stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih
menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum
dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai
dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut
disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul,
1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para
pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling
besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak
pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu
menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-
hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah
menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu
menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya
variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman
penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua
anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif
sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam
memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik
hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka
tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang
mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk
berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini
bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa
pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan
peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor
yang mempengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar

11
c-puspa’s document

pembentukan atau shaping.


Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang
tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran.
Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan
berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses
belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat
dengan Guthrie, yaitu:
• Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat
sementara;
• Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian
dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
• Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain
(meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata
lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang
kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat
negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya
terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon
yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat
negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi
semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan
kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka
hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan
pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah
ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki
kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari
penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement).
Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah
penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi
agar memperkuat respons.
Kelebihan Teori Belajar Behavioristik
1. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang
diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui stimulasi.
2. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai
pada yang kompleks.
3. Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai

12
c-puspa’s document

dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu.


4. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati dan
jika terjadi kesalahan harus segera diperbaiki.
5. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan
dapat menjadi kebiasaan.
6. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan
yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-
unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, rafleks, daya tahan
dan sebagainya contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari,
menggunakan komputer, berenang, olahragam dan sebagainya. Teori ini
juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan
harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
Kekurangan Teori Belajar Behavioristik
1. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered
learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang
dapat diamati dan diukur.
2. Mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak
menyenangkan bagi siswa sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi
berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus
dipelajari murid.
3. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi
oleh penguatan yang diberikan guru.
4. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar
yang efektif.
5. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh
begavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk
menertibkan siswa.

Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran


Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini
adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan

13
c-puspa’s document

metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat
bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung
dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran,
karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik
memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind
atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada
melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna
yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki
pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa
yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh
murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai
objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik.
Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur
dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran
yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi
belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati
sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses
evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan
kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena
sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin
atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah
terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus
dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara
ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar,
sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan

14
c-puspa’s document

dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar


atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi
hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu
keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang
oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”,
yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau
materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi
fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti
urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak
didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah,
dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar
menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara
“benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar
telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi
bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan pebelajar secara individual.

C. PIAGET DAN TEORINYA


I. PENDAHULUAN
Teori kognitif dari Jean Piaget ini masih tetap diperbincangkan dan
diacu dalam bidang pendidikan. Teori ini mulai banyak dibicarakan lagi kira-
kira permulaan tahun 1960-an. Pengertian kognisi sebenarnya meliputi aspek-
aspek struktur intelek yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Piaget
menyatakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan
organisme, bukan pula pengaruh lingkungan semata, melainkan hasil interaksi
diantara keduanya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu
1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman,
yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi
social, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan

15
c-puspa’s document

lingkungan social, dan 4) ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system


mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempau mempertahankan
keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
System yang mengatur dari dalam mempunyai dua factor, yaitu skema
dan adaptasi. Skema berhubungan dengan pola tingkah laku yang teratur
yang diperhatikan oleh organisma yang merupakan akumulasi dari tingkah
laku yang sederhana hingga yang kompleks. Sedangkan adaptasi adalah
fungsi penyesuaian terhadap lingkungan yang terdiri atas proses asimilasi dan
akomodasi.
Piaget mengemukakan penahapan dalam perkembangan intelektual
anak yang dibagi ke dalam empat periode, yaitu :
Periode sensori-motor ( 0 – 2,0 tahun )
Periode pra-operasional (2,0 – 7,0 tahun )
Periode operasional konkret ( 7,0 – 11,0 tahun )
Periode opersional formal ( 11,0 – dewasa )
Piaget memperoleh gelar Ph.D dalam biologi pada umur 21, ia
kemudian tertarik pada psikologi dan mempelajari anak-anak abnormal di
salah satu rumah sakit di Paris. Pada periode hidupnya, Piaget semakin
tertarik pada logika anak dan metode berpikir yang berbeda-beda yang
digunakan anak dalam menjawab peertanyaan pada usia yang berbeda pula.
Selanutnya Piaget bekerja melakukan penelitian selama kurang lebih 40
tahun. Studinya dipusatkan pada persepsi anak dalam pemahamannya
mengenai alam/benda, jumlah, waktu, perpindahan, ruang, dan geometri. Ia
menganalisis operasi-operasi mental yang digunakan oleh anak, cara berpikir
simbolis dan logika mereka.
II. PEMBAHASAN
1. Pokok-pokok pikiran Piaget mengenai teori kognitif dan
perkembangannya
Tujuan teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses
perkembangan intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak
yang berkembang menjadi seorang individu yang dapat bernalar dan berpikir
menggunakan hipotesis-hipotesis.
Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme bukanlah
agen yang pasif dalam perkembangan genetik. Perubahan genetic bukan
peristiwa yang menuju kelangsungan hidup suatu organisme melainkan
adanya adaptasi terhadap lingkungannya dan adanya interaksi antara
organisme dan lingkungannya. Dalam responnya organisme mengubah
kondisi lngkungan, membangun struktur biologi tertentu yang ia perlukan

16
c-puspa’s document

untuk tetap bisa memoertahankan hidupnya.perkembangan kognitif yang


dikembangkan Piaget banyak dipengaruhi oleh pendidikan awal Piaget dalam
bidang biologi. Dari hasil penelitiannya dalam bidang biologi. Ia sampai pada
suatu keyakinan bahwa suatu organisme hidup dan lahir dengan dua
kecenderunngan yang fundamental, yaitu kecenderunag untuk :
1. beradaptasi
2. organisasi ( tindakan penataan )
Untuk memahami proses-proses penataan dan adaptasi terdapat
empat konsep dasar, yaitu sebagai berikut :
1. Skema
Istilah skema atau skemata yang diberikan oleh Piaget untuk dapat
menjelaskan mengapa seseorang memberikan respon terhadap suatu
stimulus dan untuk menjelaskan banyak hal yang berhubungan dengan
ingatan.
Skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk
mengadaptasi diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara
intelektual.
Adaptasi terdiri atas proses yang saling mengisi antara asimilasi dan
akomodasi
2. Asimilasi
Asimilasi itu suatu proses kognitif, dengan asimilasi seseorang
mengintegrasikan bahan-bahan persepsi atau stimulus ke dalam skema
yan ada atau tingkah laku yang ada. Asimilasi berlangsung setiap saat.
Seseorang tidak hanya memperoses satu stimulis saja, melainkan
memproses banyak stimulus. Secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan
perubahan skemata, tetapi asimilasi mempnagruhi pertumbuhan
skemata. Dengan demikian asimilasi adalah bagian dari proses kognitif,
denga proses itu individu secara kognitif megadaptsi diri terhadap
lingkungan dan menata lingkungan itu.
3. Akomodasi
Akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau
pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama
saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann
kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan disebut
oleh Piaget adalah keseimbangan.
Untuk keperluan pegkonseptualisasian pertumbuhan kognitif
/perkembangan intelektual Piaget membagi perkemabngan ini ke dalam 4

17
c-puspa’s document

periode yaitu :
o Periode Sensori motor (0-2,0 tahun)
Pada periode ini tingksh laku anak bersifat motorik dan anak
menggunakan system penginderaan untuk mengenal lingkungannya untu
mengenal obyek.
o Periode Pra operasional (2,0-7,0 tahun)
Pada periode ini anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau
mengamati sesuatu model tingkah laku dan mampu melakukan
simbolisasi.
o Periode konkret (7,0-11,0 tahun)
Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi. Pemikiran
anak tidak lagi didominasi oleh persepsi, sebab anak mampu
memecahkan masalah secara logis.
o Periode operasi formal (11,0-dewasa)
Periode operasi fomal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur
kognitif, anak remaja mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah
hipotesis, masalah verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah
dan dapat menerima pandangan orang lain.
Piaget mengeukakan bahwa ada 4 aspek yang besar yang ada
hubungnnya dengan perkembangan kognitif :
a. Pendewasaaan/kematangan, merupakan pengembanagn dari susunan
syaraf.
b. Pengalaman fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-
benda dan stimulus-stimulusdalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap
benda-benda itu.
c. Interaksi social, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu
d. Keseimbangan, adalah suatu system pengaturan sendiri yang bekerja
untuk menyelesaikan peranan pendewasaan, penglaman fisis, dan interksi
social.
2. Implikasi teori Piaget dalam pendidikan
Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Dan perkembangan
intelektual erat hubungannya dengan belajar, sehhingga perkembangan
intelektual ini dapat dijadkan landasan untuk memahami belajar.
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi
akibat adanya pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget mengenai
terjadinya belajar didasari atas 4 konsep dasar, yaitu skema, asimilasi,
akomodasi dan keseimbangan. Piaget memandang belajar itu sebagai
tindakan kognitif, yaitu tindakan yang menyangkut pikiran. Tindakan kognitif

18
c-puspa’s document

menyangkut tindakan penataan dan pengadaptasian terhadap lingkungan.


Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan
menggunakan diagram berikut :
Berdasarkan diagram tersebut dimulai dengan meninjau anak yang
sudah memiliki pengalaman yang khas, yang berarti anak sudah memiliki
sejumlah skemata yang khas. Pada suatu keadaan seimbang sesaat ketika ia
berhadapan dengan stimulus (bisa berupa benda, peristiwa, gagasan) pada
pikiran anak terjadi pemilahan melalalui memorinya. Dalam memori anak
terdapat 2 kemungkuinan yang dapat terjadi yaitu :
Ø Terdapat kesesuaian sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah
ada dalam pikiran anak
Ø Terdapat kecocokan yang tidak sempurna, antara stimulus dengan skema
yang ada dalam pikiran anak.
Kedua hal itu merupakan kejadian assimilasi.
Menurut diagram, kejadian kesesuaian yang sempurna itu merupakan
penguatan terhadap skema yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang)
tidak sepenuhnya dapat diasimilasikan ke dalam skemata yang ada. Di sini
terjadi semacam gangguan mental atau ketidakpuasan mental seperti
keingintahuan, kepedulian, kebingungan, kekesalan, dsb. Dalam keadaaan
tidak seimbang ini anak mempunyai 2 pilihan :
Ø Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau
menyerah dan tidak berbuat aa-apa (jalan buntu)
Ø Memberi tanggapan terhadap stimulus baru itu baik berupa
tanggapan secara fisik maupun mental. Bila ini dilakukan anak mengubah
pandangannya atau skemanya sebagai akibat dari tindakan mental yang
dilakukannya terhadap stimulus itu. Peritiwa ini disebut akomodasi.
III. KESIMPULAN
 Terori Piaget mengenai perkembangan kognitif mendenisikan kembali
intelegensi, pengetahuan, dan hubungan dengan lingkungannya.
 Perkembangan kognitif mempunyai 4 aspek yaitu kematangan,
pengalaman, interaksi social, dan ekuilibrasi
 Menurut Piaget setiap organisme hidup cenderung untuk melakukan
adaptasi dan organisasi. Dalam proses adaptasi dan organisasi
rerdapat 4 konsep dasar yaitu skema, asimilasi, akomodasi, dan
ekuilibrasi
 Skema adalah struktur kognitif yang digunakan organisme untuk
mengadaptasi diri terhadap lingkungannya dan menata lingkungan itu
secara intelektual.

19
c-puspa’s document

 Asimilasi adalh proses yang digunakan seseorang untuk


mengintegrasikan bahan persepsi baru atau stimuklus baru ke dalam
skemata atai pola perilaku yang sudah ada.

TEORI BELAJAR HUMANISTIK


Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan
manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-
baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli
humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
1. Proses pemerolehan informasi baru,
2. Personalia informasi ini pada individu.
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain
adalah:
a. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan
banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti)
adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila
mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang
tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak
bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka
enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting
mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain
hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang
tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan
mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin
merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau
pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari
yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya
disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah

20
c-puspa’s document

menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah


bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya
dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan
kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang
seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.
Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan
besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari
persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal
itu terlupakan.
b. Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu
ada dua hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan
takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk
mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki
dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya
semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan
pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia
menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan
pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan
kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras
aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini
mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru
pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan
motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa
belum terpenuhi.
c. Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago,
sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni
bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari

21
c-puspa’s document

psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada


tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society
untuk mencegah kekerasan pada anak.
Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia
menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara
bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd Therapy.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
1. Kognitif (kebermaknaan)
2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam
pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk
memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan
kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning
mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh
siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran
adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan
pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar.
Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan
dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3. Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan
dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar
tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-
prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai
dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan
dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin
kecil.

22
c-puspa’s document

e. Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat


diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah
proses belajar.
f. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g. Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan
ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h. Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik
perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan
hasil yang mendalam dan lestari.
i. Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih
mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan
mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara
kedua yang penting.
j. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini
adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus
menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri
mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru
yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck
pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan
kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon perasaan siswa
2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah
dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk
mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
7. Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka
bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya
untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika
yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan
disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa
menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.

23
c-puspa’s document

Implikasi Teori Belajar Humanistik


a. Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator
yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan
berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari
beberapa guidenes(petunjuk):
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan
suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas
tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok
yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing
siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya,
sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang
bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber
untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk
membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber
yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam
kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan
sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang
sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator
berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut
berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan
pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok,
perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja
digunakan atau ditolak oleh siswa
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan
yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan
harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-
keterbatasannya sendiri.
 Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa

24
c-puspa’s document

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama
proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran
guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para
siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna
belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar
kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan
pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi
diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan
potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil
belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat
jelas , jujur dan positif.
3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk
belajar atas inisiatif sendiri
4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri
5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih
pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung
resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran
siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk
bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan


pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian,
hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator
dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap
atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani,
tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara
bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar
aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

25
c-puspa’s document

D. TEORI BELAJAR ORANG DEWASA


Gagne membagi teori belajar dalam 3 famili :
a.conditioning
b.modelling
c.kognitif
Kingsley dan Garry membagi teori belajar dalam 2 bagian yaitu ;
a. teori stimulus-respon
b. teori medan
Taba membagi teori belajar menjadi 2 famili :
a. teori asosiasi atau behaviorisme
b. teori organismik, gestalt dan teori medan
Di dalam pembahasan akan difokuskan pada teori belajar orang
dewasa. Ada aliran inkuiri yang merupakan landasan teori belajar dan
mengajar orang dewasa yaitu : “scientific stream” dan “artistic atau
intuitive/reflective stream”. Aliran “scientific stream” adalah menggali atau
menemukan teori baru tentang belajar orang dewasa melalui penelitian dan
eksperimen . Teori ini diperkenalkan oleh Edward L. Thorndike dengan
pubilkasinya “ Adult Learning”, pada tahun 1928.
Pada aliran artistic, teori baru ditemukan melalui instuisi dan analisis
pengalaman yang memberikan perhatian tentang bagaimana orang dewasa
belajar. Aliran ini diperkenalkan oleh Edward C. Lindeman dalam
penerbitannya “ The Meaning of Adult Education” pada tahun 1926 yang
sangat dipengaruhi oleh filsafat pendidikan John Dewey. Menurutnya sumber
yang paling berguna dalam pendidikan orang dewasa adalah pengalaman
peserta didik. Dari hasil penelitian, Linderman mengidentifikasi beberapa
asumsi tentang pembelajar orang dewasa yang dijadikan fondasi teori belajar
orang dewasa yaitu sebagai berikut :

26
c-puspa’s document

1) pembelajar orang dewasa akan termotivasi untuk belajar karena kebutuhan


dan minat dimana belajar akan memberikan kepuasan.
2) orientasi pembelajar orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan,
sehingga unit-unit pembelajar sebaiknya adalah kehidupan nyata (penerapan)
bukan subject matter.
3) Pengalaman adalah sumber terkaya bagi pembelajar orang dewasa,
sehingga metode pembelajaran adalah analisa pengalaman (experiential
learning).
4) Pembelajaran orang dewasa mempunyai kebutuhan yang mendalam untuk
mengarahkan diri sendiri (self directed learning), sehingga peran guru sebagai
instruktur.
5) Perbedaan diantara pembelajar orang dewasa semakin meningkat dengan
bertambahnya usia, oleh karena itu pendidikan orang dewasa harus memberi
pilihan dalam hal perbedaan gaya belajar, waktu, tempat dan kecepatan
belajar.

Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran yaitu “


Student-Centered Learning” yang intinya yaitu :
1. Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi
belajarnya.
2. Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang
dapat memperkuat/menumbuhkan “self”nya.
3. Manusia tidak bisa belajar kalau berada dibawah tekanan
4. Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila
tidak ada tekanan terhadap peserta didik, dan adanya perbedaan
persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir
Peserta didik orang dewasa menurut konsep pendidikan adalah :
1) mereka yang berperilaku sebagai orang dewasa, yaitu orang yang
melaksanakan peran sebagai orang dewasa
2) mereka yang mempunyai konsep diri sebagai orang dewasa
Andragogi mulai digunakan di Netherlands oleh professor T.T Ten have
pada tahun 1954 dan pada tahun 1959 ia menerbitkan garis-garis besar
“Science of Andragogy”. Model andragogi mempunyai konsep bahwa :
kebutuhan untuk tahu (The need to know), konsep diri pembelajar ( the
learner’s concept),peran pengalaman pembelajar (the role of the leaner’s
experience), kesiapan belajar ( readiness to learn), orientasi belajar
(orientation of learning) dan motivasi lebih banyak ditentukan dari dalam diri
si pembelajar itu sendiri.

27
c-puspa’s document

Didalam pembelajaran orang dewasa tidak sepenuhnya harus


menggunakan model andragogi, tetapi bisa digabung model pedagogi. Jika
pembelajarnya belum mengetahui atau sangat asing dengan materi yang
disampaikan tentunya kita bisa menggunakan model pedagogi pada awal-
awal pertemuan untuk mengkonstruksi pengalaman dengan pengetahuan
yang baru didapatkan, selanjutnya bisa digunakan model andragogi sebagai
penguatan dan pengembangan.

E. TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME


Pengertian Teori Konstruktivisme Adalah: “Satu faham bahwa murid
membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan
pengetahuan dan pengalaaman sedia ada. Dalam hal ini murid akan
menyesuaikan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan sedia ada
untuk membina pengetahuan baru”
1. Kelebihan dan Kelemahan Teori Konstrutivisme
a.Kelebihan
Berfikir :Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk
menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina
pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya
dalam semua situasi.
Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan
ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina
sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan
menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan
rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat,
yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok
belajar dalam membina pengetahuan baru.
b.Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam
proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang
begitu mendukung.
2. Proses Belajar Menurut Konstrukvistik
Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifistik dan
dari aspek-aspek belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
1. Proses belajar kontruktivistik secara konseptual

28
c-puspa’s document

proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai


perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar kedalam diri
siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi
yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar
lebih dipandang dari segi rosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan
dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.
2. Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar
merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini
harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif
berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang
sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa
untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya
belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya
gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
3. Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau
pendidik berperan membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan
oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang
telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sebdiri.
4. Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan
bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa
dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti
bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan
untuk membantu pembentukan tersebut.
5. Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa
lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan
dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-
aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman.
3. Hubungan Konstruktivisme Dengan Teori Belajar Lain
Selama 20 tahun terakhir ini konstruktivisme telah banyak
mempengaruhi pendidikan Sains dan Matematika di banyak negara Amerika,
Eropa, dan Australia. Inti teori ini berkaitan dengan beberapa teori belajar
seperti teori Perubahan Konsep, Teori Belajar Bermakna dan Ausuble, dan Teori
Skema.
Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang belajar dan
pembelajaran.
Konstruktivistik Behavioristik
Pengtahuan adalah non-objective, Pengetahuan adalah objektif, pasti,

29
c-puspa’s document

bersifat temporer, selalu berubah dan dan tetap , tidak berubah.


tidak menentu. Pengetahuan telah terstruktur
dengan rapi.
Belajar adalah penyusunan Belajar adalah perolehan
pengetahuan dari pengalaman konkrit, pengetahuan, sedangkan mengajar
aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta adalah memindahkan pengetahuan
interpretasi. Mengajar adalah menata ke orang yang belajar.
lingkungan agar si belajar termotivasi
dalam menggali makna seta
menghargai ketidakmenentuan.
Si belajar akan memiliki pemahaman Si belajar akan memiliki pemahaman
yang berbeda terhadap pengetahuan yang sama terhadap pengetahuan
tergantung pada pengalamannya, dan yang diajarkan. Artinya, apa yang
perspektif yang dipakai dalam dipahami oleh pengajar itulah yang
menginterpretasikannya. harus dipahami oleh si belajar.
Mind berfungsi sebagai alat untuk Fungsi mind adalah menjiplak
menginterpretasi peristiwa, objek, struktur pengetahuan melalui proses
atau perspektif yang ada dalam dunia berpikir yang dapat dianalisis dan
nyata sehingga makna yang dihasilkan dipilah sehingga makna yang
bersifat unik dan individualistic. dihasilkan dari proses berpikir seperti
ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan.

Table 3 Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang Penataan


Lingkungan Belajar
Konstruktivistik Behavioristik
Ketidakteraturan, ketidakpastian, Keteraturan, kepastian, ketertiban
kesemrawutan,
Si belajar harus bebas. Kebebasan Si belajar harus dihadapkan pada
menjadi unsure yang esensial dalam aturan-aturan yang jelas dan
lingkungna belajar. ditetapkan lebih dahulu secara ketat.
Pembiasaan dan disiplin menjadi
sangat esensial. Pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin.
Kegagalan atau keberhasilan, Kegagalan atau ketidakmampuan
kemampuan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan
dilihat sebagai interpretasi yang dikategorikan sebagai kesalahan yang
berbeda yang perlu dihargai. perlu dihukum, dan keberhasilan atau
kemampuan dikategorikan sebagai

30
c-puspa’s document

bentuk perilaku yang pantas diberi


hadiah.
Kebebasan dipandang sebagai Ketaatan pada aturan dipandang
penentu keberhasilan belajar. Si sebagai penentu keberhasilan belajar.
belajar adalah subjek yang harus Si belajar adalah objek yang harus
memapu menggunakan kebebasan berperilaku sesuai dengan aturan.
untuk melakukan pengaturan diri
dalam belajar.
Control belajar dipegang oleh si Control belajar dipegang oleh system
belajar. yang berada di luar diri si belajar.

Table 4 Pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang Tujuan


Pembelajaran
Konstruktivistik Behavioristik
Tujuan pembelajaran ditekankan pada Tujuan belajar ditekankan pada
belajar bagaimana belajar (learn how to penambahan pengetahuan.
learn)

Tabe 5 pandangan Konstruktivistik dan behavioristik tentang strategi


pembelajaran
Konstruktivistik Behavioristik
Penyejian isi menekankan pada Penyajian isi menekankan pada
penggunaan pengetahuan secara keterampilan yang terisolasi dan
bermakna mengikuti urutan dari akumulasi fakta mengikuti urutan dari
keseluruhan-ke-bagian. bagian-ke-keseluruhan.

Pembelajaran lebih banyak diarahkan Pembelajaran mengikuti urutan


untuk meladeni pertanyaan atau kurikulum secara ketat.
pandangan si belajar.

Aktivitas belajar lebih banyak Aktivitas belajar lebih banyak


didasarkan pada data primer dan didasarkan pada buku teks dengan
bahan manipulatif dengan penekanan penekanan pada keterampilan
pada keterampilan berpikir kritis. mengungkapkan kembali isi buku
teks.
Pembelajaran menekankan pada
proses. Pembelajaran menekankan pada hasil

Tabel 6 Pandangan Konstruktivistik dan Behavioristik tentang evaluasi

31
c-puspa’s document

Konstruktivistik Behavioristik
Evaluasi menekankan pada Evaluasi menekankan pada respon
penyusunan makna secara aktif yang pasif, keterampilan secara terpisah,
melibatkan keterampilan terintegrasi, dan biasanya menggunakan ‘paper
dengan menggunakan masalah dalam and pencil test’
konsteks nyata.

Evaluasi yang menggali munculnya


berpikir divergent, pemecahan ganda, Evaluasi yang menuntu satu jawaban
bukan hanya satu jawaban benar benar. Jawaban benar menunjukkan
bahwa si-belajar telah menyelesaikan
Evaluasi merupakan bagian utuh dari tugas belajar.
belajar dengan cara memberikan
tugas-tugas yang menuntut aktivitas Evaluasi belajar dipandang sebagai
belajar yang bermkana serta bagian terpisah dari kegiatan
menerapkan apa yang dipelajari pembelajaran, dan biasnaya
dalam konteks nyata. evaluasi dilakukan setelah kegiatan belajar
menekankan pad aketerampilan dengan penekanan pada evaluasi
proses dalam kelompok. individual.

4. Implikasi Konstruktivisme Pada Pembelajaran


a. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas
dengan jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum
mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal
ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi
kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak
belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak
harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya
dengan usaha yangkeras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul-betul
memahami suatu materi yang diajarkan.
b. Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga
pengetahuan materi yang dibangun atau dikonstruksi para siswa
sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para sisiwa harus dapat secara
aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam
kerangka kognitifnya.
c. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model
mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan
penalaran yang dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk
mendukung model-model itu.

32
c-puspa’s document

d. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk


masing-masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya
“menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk
memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi
siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-
konstruksi mental yang diperlukan.
e. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh
peserta didik.
f. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar
kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
g. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara
belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator,
mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya
konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

F. HASIL KOMPILASI DARI BERBAGAI TEORI BELAJAR


Dari berbagai teori belajar yang ada mulai dari teori belajar klasik
sampai yang terkini/mutakhir, teori-teori tersebut kemudian saya
kompilasikan menjadi sebuah bahasan mengenai teori belajar dan
implikasinya dalam pembelajaran sebagai berikut.

33
c-puspa’s document

TEORI BELAJAR DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN

I. PENDAHULUAN
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan pasal 19 ayat 1, bahwa proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik. Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang, dilaksanakan
guru sebagai pendidik dapat memenuhi amanat peraturan pemerintah
tersebut.
Guru sebagai pendidik yang profesional harus mampu berperan
sebagai komunikator dan fasilitator bagi peserta didik di dalam kelasnya.
Sebagai komunikator seorang guru harus mampu menyampaikan pesan-pesan
pembelajaran kepada siswa sebagaimana yang dinyatakan oleh Martinis
Yamin (2007) bahwa mereka berperan sebagai komunikator,
mengkomunikasikan materi pelajaran dalam bentuk verbal dan non verbal.
Guru sebagai fasilitator dimaksudkan seorang guru harus mampu
menjadi orang yang memfasilitasi atau melayani keperluan peserta didik di
dalam kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Martinis Yamin (2007), bahwa guru sebagai fasilitator
memiliki peran menfasilitasi siswa-siswa untuk belajar secara maksimal
dengan menggunakan berbagai strategi, metode, media, dan sumber belajar.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka seorang guru yang
profesional harus memliki kompetensi-kompetensi atau kemampuan yang
terkait dengan tugasnya. Kompetensi-kompetensi tersebut meliputi
kemampuan kepribadian, paedagogis, sosial, dan keprofesionalan.
Kompetensi-kompetensi akan tercapai apabila guru dapat mengetahui,
menghayati, dan menerapkan dalam pembelajarannya teori-teori yang
melandasi pembelajaran. Teori-teori ini penting dipahami guru agar
pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas dilaksanakn dengan sistematis,
terarah dan tersruktur dengan baik.
Banyak teori-teori dan implikasinya dalam pembelajaran yang dikenali
orang. Untuk itu maka pembahasan teori belajar dan implikasinya dalam
pembelajaran dibatasi hanya membahas 3 hal, yaitu :
1. Teori Belajar yang melandasi proses pembelajaran
2. Teori Belajar yang melandasi Model Pembelajaran

34
c-puspa’s document

3. Teori Belajar yang melandasi Media Pembelajaran


Tiga hal tersebut dilakukan pembahasannya dikarenakan ketiganya
merupakan kesatuan yang penting diperhatikan oleh seorang guru dalam
membelajarkan siswa atau peserta didik di dalam kelas. Pembahasan
dilakukan dengan menyampaikan ringkasan teori, implikasi dan alternatif
contoh yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Satu atau lebih teori
dapat saja melandasi salah satu bahasan atau juga dapat melandasi seluruh
bahasan.

II. PEMBAHASAN
A. Teori Belajar yang melandasi Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan tahapan-tahapan yang dilalui dalam
mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik seseorang,
dalam hal ini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa atau peserta
didik. Salah satu peran yang dimiliki oleh seorang guru untuk melalui tahap-
tahap ini adalah sebagai fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang baik guru
harus berupaya dengan optimal mempersiapkan rancangan pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik anak didik, demi mencapai tujuan
pembelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh E.Mulyasa (2007), bahwa
tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi
harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar
(facilitate of learning) kepada seluruh peserta didik. Untuk mampu melakukan
proses pembelajaran ini si guru harus mampu menyiapkan proses
pembelajarannya.
Proses pembelajaran yang akan disiapkan oleh seorang guru
hendaknya terlebih dahulu harus memperhatikan teori-teori yang
melandasinya, dan bagaimana implikasinya dalam proses pembelajaran.
Berikut ini kita akan membahas teori-teori belajar dan implikasinya dalam
proses pembelajaran. Teori-teori belajar yang dibahas adalah teori yang
dijelaskan oleh bebrapa orang ahli seperti Gagne, Piaget, Bruner, Ausubel dan
lain-lain.
1. Teori Gagne
Gagne beranggapan bahwa hirarki belajar itu ada, sehingga penting
bagi guru untuk menentukan urutan materi belajar yang harus diberikan.
Materi-materi yang berfungsi prasyarat harus diberikan terlebih dahulu.
Keberhasilan siswa belajar kemampuan yang lebih tinggi, ditentukan oleh
apakah siswa itu memiliki kemampuan belajar yang lebih rendah atau tidak.
Menurut Gagne ada 8 tipe belajar, yaitu:

35
c-puspa’s document

1. belajar isyarat;
2. belajar stimulus respon
3. belajar merangkaikan
4. belajar aosisasi verbal
5. belajar diskriminasi
6. belajar konsep
7. belajar prinsip/hukum
8. belajar pemecahan masalah
Kemampuan manusia sebagai tujuan belajar menurut Gagne
dibedakan menjadi 5 kategori, yaitu : (a) keterampilan intelektual; (b)
informasi verbal; (c) strategi kognitif; (d) keterampilan motorik; dan (e) sikap
Implikasi teori Gagne di dalam proses pembelajaran
Untuk mencapai hasil belajar yang demikian maka proses belajar
mengajar harus memperhatikan kejadian instruksional yang meliputi (1)
menarik perhatian, (2) menjelaskan tujuan, (3) mengingat kembali apa yang
telah dipelajari, (4) memberikan materi pelajaran, (5) memberi bimbingan
belajar, (6) memberi kesempatan, (7) memberi umpan balik tentang benar
tidaknya tindakan yang dilakukan, (8) menilai hasil belajar, dan (9)
mempertinggi retensi dan transfer.
2. Teori Piaget
Prinsip teori Piaget, (a) manusia tumbuh beradaptasi, dan berubah
melalui perkembangan fisik, kepribadian, sosioemosional, kognitif, dan
bahasa; (b) pengetahuan datang melalui tindakan; (c) perkembangan kognitif
sebagian besar tergantung seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan
berinteraksi dengan lingkungan.
Menurut Piaget perkembangan kognitif pada anak secara garis besar
sebagai berikut: (a) priode sensori motor (0-2 tahun); (b) priode
praoperasional (2-7 tahun); (c) priode operasional konkrit (7-11 tahun); (d)
priode operasi formal (11-15 tahun).
Konsep-konsep dasar proses organisasi dan adaptasi intelektual
menurut Piaget, yaitu :
a) skemata, dipandang sebagai sekumpulan konsep;
b) asimilasi, peristiwa mencocokkan informasi baru dengan informasi
lama yang sudah dimiliki oleh seseorang;
c) akomodasi, terjadi apabila antara informasi baru dan lama yang
semula tidak cocok kemudian dibandingkan dan disesuaikan dengan
informasi lama; dan
d) equilibrium (keseimbangan), bila keseimbangan tercapai maka siswa

36
c-puspa’s document

mengenal informasi baru


Implikasi teori Piaget dalam Proses Pembelajaran, yaitu :
a. Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak
sekedar kepada hasilnya tetapi juga prosesnya
b. mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri, keterlibatan
aktif dalam pembelajaran, penyajian pengetahuan jadi tidak mendapat
tekanan
c. memaklumi adanya perbedaan individual, maka kegiatan
pembelajaran diatur dalam bentuk kelompok kecil
d. peran guru sebagai seorang yang mempersiapkan lingkungan yang
memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman yang luas
3. Teori Bruner
Teori Bruner hampir serupa dengan teori Piaget, Di dalam teorinya
Bruner mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak mengikuti 3
tahap representasi yang berurutan, yaitu: (a)enactive representation, segala
pengertian anak tergantung kepada responnya; (b) iconic representation, pola
berfikir anak tergantung kepada organisasi visual (benda-benda yang konkrit)
dan organisasi sensorisnya; dan (c) simbolic reprentation, anak telah memiliki
pengertian yang utuh tentang sesuatu hal, pada priode ini anak telah mampu
mengutarakan pendapatnya dengan bahasa.
Berbeda dengan Piaget, Bruner memiliki pandangan yang lain tentang
peranan bahasa dalam perkembangan intelektual anak. Bruner berpendapat
meskipun bahasa dan pikiran berhubungan, tetapi merupakan dua sistem
yang berbeda. Bahasa merupakan alat berfikir dalam yang berbentuk pikiran.
Dengan kata lain proses berfikir adalah akibat bahasa dalam yang
berlangsung dalam benak siswa.
Bruner juga berpendapat bahwa kesiapan adalah penguasaan
keterampilan sederhana yang memungkinkan seseorang menguasai
keterampilan lebih tinggi. Menurut Bruner kita tidak boleh menunggu
datangnya kesiapan, tetapi harus membantu tercapainya kesiapan itu. Tugas
orang dewasalah mengajarkan kesiapan itu pada anak.
Berhubungan dengan proses belajar Bruner dikenal dengan belajar
penemuannya (discovery learning).
Implikasi Teori Bruner dalam proses pembelajaran adalah :
a) menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau
suatu masalah;
b) anak akan berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan
model mental yang telah dimilikinya; dan

37
c-puspa’s document

c) dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau


mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk
mencapai keseimbangan di dadalam benaknya. Untuk itu siswa akan
mencoba melakukan sintesis, analisis, menemukan informasi baru dan
menyingkirkan informasi yang tak perlu.
d)
4. Teori Ausubel
Ausubel berpendapat bahwa belajar penemuan itu penting, tetapi
dalam beberapa situasi tidak efisien, ia lebih menekankan guru sentral,
sehingga Ausubel kurang menekankan belajar aktif. Penekanannya pada
ekpositorik .Ausubel menekankan pengajaran verbal yang bermakna
(meaningful verbal instruction).
Menurut Ausubel, setiap ilmu mempunyai struktur konsep-konsep yang
membentuk dasar sistem informasi ilmu tersebut. Semua konsep
berhubungan satu sama lain (organiser). Struktur konsep dari setiap bidang
dapat diidentifikasi dan diajarkan kepada semua siswa dan menjadi sitem
proses informasi mereka yang disebut dengan peta intelektual. Peta
intelektual ini dapat digunakan untuk menganalisa domain tertentu dan untuk
memecahkan masalah-masalah yang berhubungan erat dengan aktivitas
domain tersebut. Belajar adalah mencocokkan konsep dalam suatu pokok
bahasan ke dalam sistem yang dimilikinya untuk kemudian menjadi milikinya
dan berguna baginya.

5. Teori Vygotsky
Teori Vygotsky beranggapan bahwa pembelajaran terjadi apabila anak-
anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari
namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya, atau
tugas-tugas itu berada dalam zone of proximal development. Zone of proximal
development maksudnya adalah perkembangan kemampuan siswa sedikit di
atas kemampuan yang sudah dimilikinya. Selanjunta Vygorsky lebih
menekankan scaffolding, ytiu memberikan bantuan penuh kepada anak dalam
tahap-tahap awal pembelajaran yang kemudian berangsur-angsur dikurangi
dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung
jawab semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya.
6. Teori Konstruktivis
Ide-ide Piaget, Vygotsky, Bruner dan lain-lain membentuk suatu teori
pembelajaran yang dikenal dengan teori konstruktivis. Ide utama teori ini
adalah: (a) siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri; (b) agar

38
c-puspa’s document

benar-benar dapat memahami dan dapat menerapkan pengetahuan siswa


harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk
dirinya sendiri; (c) belajar adalah proses membangun pengetahuan bukan
penyerapan atau absorbsi; dan (d) belajar adalah proses membangun
pengetahuan yang selalu diubah secara berkelanjutan melalui asimilasi dan
akomodasi informasi baru.
Menurut Suradijono dalam Herawati Susilo (2000), pembelajaran
adalah kerja mental aktif, bukan menerima pengajaran dari guru secara pasif.
Guru berperanan memberi dukungan, tantangan berfikir,melayani sebagai
pelatih namun siswa tetap kunci pembelajaran
Implikasi teori konstruktivis dalam proses pembelajaran adalah :
a. Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak
sekedar hasilnya saja.
b. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri, keterlibatan aktif
dalam kegiatan pembelajaran
c. Menekankan pembelajaran top-down mulai dari yang komplek ke
sederhana, dari pada bottom-up dari yang sederhana bertahap
berkembang ke komplek
d. Menerapkan pembelajaran koperatif
B. Teori Belajar yang melandasi Model Pembelajaran
1. Teori Belajar sosial (Albert Bandura)
Ada empat (4) fase belajar dari model, yaitu fase perhatian (attentional
phase), fase retensi (retention phase), fase produksi (production phase) dan
fase motivasi (motivation phase).
1. Fase perhatian adalah tahap memberikan perhatian pada suatu model.
Seseorang akan memberikan perhatian yang lebih apabila model yang
tampil itu menarik, popular atau yang dikagumi. Dalam pembelajaran bisa
saja seorang guru berperan sebagai model bagi siswanya. Jika seorang
guru menjadi model bagi siswanya maka ia harus tampil dapat dipercaya,
memiliki daya tarik, berwibawa, cocok dan dapat ditiru atau diteladani.
Sebagaimana pernyataan (Depdiknas:2004) bahwa model harus kelihatan
dapat dipercaya, kelihatan cocok dengan kelompok, memberikan standar
yang dapat dipercaya debagai pedoman bagi cita-cita si pengamat. Si
pengamat yang dimaksudkan adalah siswanya.
2. Fase retensi adalah fase yang berperan untuk memberikan pertanda
bahwa tingkah laku model tersimpan dalam memori si pengamat. Proses
retensi yang penting adalah pengulangan, yaitu pengamat mengulang
atau mengingat kembali tampilan modelnya. Selanjutnya guru dapat

39
c-puspa’s document

memberikan pelatihan bagi siswa untuk mengulangi tingkah laku dirinya


sebagai model bagi siswa. Hal ini dilakukan untuk memastikan terjadinya
retensi jangka panjang
3. Fase produksi, fase si model mengamati komponen-komponen urutan
tingkah laku si pengamat telah sesuai dengan dirinya. Fase di mana guru
mengamati tingkah laku siswanya telah sesuai atau belum dengan
tingkah laku yang dicontohkannya. Pada fase ini guru akan memberikan
umpan balik kepada siswa pada aspek-aspek yang sudah benar dan
melakukan perbaikan pada aspek-aspek yang masih salah.
4. Fase motivasi adalah fase penguatan yang diberikan kepada siswa oleh
guru. Di dalam kelas fase ini dilakukan dengan memberikan pujian atau
angka kepada siswa atas perilaku-perilaku yang sesuai dengan
permodelan yang diperlihatkan guru.
Implikasi teori ini ada pada model pembelajaran langsung (direct
instruction). Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang
bersifat techer center (berpusat kepada guru). Tugas guru membantu siswa
menemukan pengetahuan prosedural dan memahami pengetahuan deklaratif.
Model pembelajaran ini memiliki sintaks (tingkah laku mengajar) yang terdiri
dari:
Fase 1, guru menyampaiakn tujuan, informasi latar belakang
pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar. (Fase
menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa).
Fase2, guru mendemostrasikan keterampilan yang benar, atau
menyajikan informasi tahap demi tahap (fase mendemonstrasikan
pengetahuan atau keterampilan).
Fase 3, guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal
(memberi pelatihan awal)
Fase 4, guru memeriksa keberhasilan siswa melakukan tugas seperti
demonstrasi yang telah dilakukan guru (fase mencek pemahaman dan
memberikan umpan balik)
Fase 5, guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan
lanjutan dan penerapan kepada situasi yang lebih kompleks dalam kehidupan
senari-hari (fase lanjutan dan penerapan).
2. Teori Konstruktivisme
Menurut teori ini guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan
kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam
dirinya. Peran guru adalah memberi kemudahan dalam proses belajar,
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan

40
c-puspa’s document

ide-ide mereka sendiri, mengajar siswa menjadi sadar dengan kemampuan


dirinya dan menerapkan strategi belajar mereka sendiri.
Implikasi Teori konstruktivisme dapat terlihat dalam model
pembelajaran kooperatif (kooperative learning) dan model
pembelajaran berdasarkan masalah (problem based
instruction).Pembelajaran koperatif adalah pembelajaran yang tidak hanya
mempelajari materi saja, tetapi juga ketrampilan-keterampilan khusus yang
disebut keterampilan kooperatif. Model pembelajaran ini dikembangkan untuk
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran, yaitu hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan
keterampilan sosial (Muslimin Ibrahim, dkk:2000).
Model pembelajaran koperatif ini memiliki sintaks, terdiri dari :
Fase1: Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar (menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa)
Fase 2: guru menyajikan informasi kepada siswa dengan dengan jalan
demontrasi atau lewat bahan bacaan (menyajikan informasi)
Fase 3: guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar
melakukan secara transisi secara efisien (mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar
Fase 4: guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
mereka mengerjakan tugas mereka ( membimbing kelompok kelompok
bekerja dan belajar)
Fase 5: guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari tentang atau masing-masing kelompok mempresentasikan kerjanya
(evaluasi)
Fase 6: guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu dan kelompok (memberikan penghargaan)
Pembelajaran berbasis masalah (problem based instruction) adalah
pembelajaran pembelajaran yang mengharapkan siswa mampu memecahkan
masalah dan menerapkan hasil pembelajaran sebelumnya pada situasi yang
baru. Sebagaimana pernyataan (Herawati Susilo:2000)pemecahan masalah
dianggap sebagai hasil belajar yang paling tinggi karena bila seseorang telah
berhasil memecahkan masalahitu, mampu menerapkan cara itu untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya dan mengetahui jawaban
masalahnya.
Model pembelajaran ini dikenal juga dengan model penelitian. Siswa

41
c-puspa’s document

diharapkan mampu melakukan penelitian yang beranjak dari permasalahan


yang mereka temukan atau diajukan oleh guru untuk dipecahkan dan
diterapkan ke dalam suasana baru. Sehingga pada akhirnya siswa memiliki
keterampilan-keterampilan tertentu. Sebagaimana penjelasan (Herawati
susilo: 2000) dalam menerapkan model ini seseorang dapat memulai dari
sederhana ke kompleks namun bisa dimulai dari masalah yang kompleks
untuk selanjutnya diharapkan siswa memiliki keterampilan-keterampilan
sederhana.
Sintaks model pembelajaran ini terdiri dari :
Fase1: guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan
masalah yang dipilih (orientasi siswa kepada masalah)
Fase 2: guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
(mengorganisasikan siswa untuk belajar)
Fase 3 : guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan pemecahan masalah
(membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Fase 4: guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai dengan laporan, video, model dan membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan teman (mengembangkan dan menyajikan hasil karya)
Fase 5: guru membantu siswa untuk merefleksi atau mengevaluasi
penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan (menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah)
C. Teori Belajar yang melandasi Media Pembelajaran
Pada bagian berikut ini akan dibahas beberapa teori yang melandasi
penyusunan media pembelajaran.
1. Kontinum Kongkrit-Abstrak
Ahli psikologi Jerome Bruner, dalam pengembangan teori belajarnya
mengemukakan bahwa pengajaran seharusnya dimulai dari pengalaman
langsung (enactive) menuju representasi ikonik (seperti penggunaan gambar
dan flim) dan baru kemudian menuju representasi simbolik (seperti
penggunaan kata-kata atau persamaan-persamaan matematis).
Bruner lebih jauh menyatakan bahwa urutan bagaimana siswa
menerima materi ajar memiliki pengaruh langsung pada pencapaian
ketuntasan belajar tersbut. Bruner menyatakan bahwa urutan bagaimana
siswa menerima materi ajar memiliki pengaruh langsung pada pencapaian
ketuntasan belajar tersebut. Bruner menyatakan bahwa hal ini berlaku untuk

42
c-puspa’s document

seluruh pebelajar, bukan hanya anak-anak. Pada saat suatu tugas belajar
disajikan pada orang dewasa yang tidak memiliki pengalaman yang relevan
dengan tugas itu, pembelajaran akan dipermudah bila pengajaran mengikuti
suatu urutan dari pengalaman kongkrit menuju representasi ikonik kemudian
menuju representasi abstrak.
Hoban,Hoban, dan Zisman, (dalam Nur 2000), menyatakan bahwa nilai
ajar merupakan fungsi dari tingkat kekonkriannya. Edgar Dale dalam (Nur
2000), mengembangkan kerucut pengalaman sebagai berikut:
Simbol
Verbal abstract
Simbol visual
Tape recorder/radio
Film statis
Film gerak iconik
Televisi
Pertunjukan
Karya wisata
Demonstrasi enactive
Pengalaman Dramatik
Pengalaman buatan
Pengalaman langsung
Dari kerucut pengalaman belajar terlihat pengalaman pebelajar akan
beranjak dari fase konkrit naik ke fase abstrak. Siswa akan mencapai
keberhasilan jika telah membangun sejumlah pengalaman yang lebih konkrit
untuk memaknai penyajian realitas yang lebih abstrak. Contohnya dalam
mata pelajaran genetika, rambut keriting terlihat nyata begitu juga dengan
rambut lurus, gen rambut kriting dan rambut lurus tidak bisa terlihat dengan
nyata sehingga hanya dapat dilambangkan dengan simbol-simbol.
Implikasinya dalam mediabelajar adalah media belajar lebih efektif
dimulai dari pengalaman langsung sebagai media sebenarnya bertahap
menjadi media yang bersifat lebih abstrak.
2. Pandangan Behavioristik
Pandangan ini dipelopori oleh Skinner, dengan teori yang bernama
reinforcement theory, sehingga dihasilkannya pembelajaran terprogram.
Pembelajaran terprogram adalah teknik yang memandu pembelajaran melalui
rangkaian langkah-langkah pembelajaran untuk mencapai tingkat kinerja yang
dikehendaki. Setelah tujuan perilaku dirumuskan, dilakukan pembelajaran
dengan menyisihkan materi yang tidak langsung berhubungan dengan tujuan.

43
c-puspa’s document

Implikasinya adalah dengan menyiapkan rancangan pembelajaran


haruslah menggunakan media yang benar-benar terstruktur atau terprogram
dan sesuai dengan materi pembelajaran.
3. Pandangan kognitivis
Pandangan kognitivis menciptakan model mental pada diri pebelajar
tentang memori jangka pendek dan panjang. Informasi baru tersimpan dalam
memori jangka pendek sebagi tempat informasi dicerna dengan cara latihan
yang diulang-ulang sampai siap disimpan di memori jangka panjang. Pebelajar
kemudian menggabungkan informasi dan keterampilan dalam memori jangka
panjang untuk mengembangkan strategi kognitif atau keterampilan untuk
menangani tugas yang lebih kompleks.
Kognitivis mempunyai pandangan lebih luas tentang pebelajar mandiri
dari pada pandangan behavior. Sebenarnya siswa kurang tergantung kepada
arahan perancang program tetapi lebih bersandar kepada strategi kognitif
mereka sendiri dalam menggunakan media pembelajaran. Contohnya siswa
membuat peta konsep sebagai kesimpulan dari pembelajaran dan
menayangkannya untuk seluruh kelas.
4. Pandangan Sosial-Psikologikal
Robert Slavin dengan pembelajaran kelompoknya menemukan bahwa
pembelajaran kooperatif lebih efektif dan secara sosial lebih bermakna dari
pada pembelajaran secara individual. Media pembelajaran akan membantu
kelompok belajar yang terdiri dari siswa-siswa untuk bersama menemukan
kesimpulan pembelajaran.
Implikasi pandangan ini dapat dicontohkan dengan pemberian gambar
sistem pencernaan ke dalam sebuah kelompok. Kelompok ditugasi guru untuk
menentukan organ-organ penyusun sistem pencernaan dari gambar. Anggota
kelompok bersama mengupayakan membuat kesimpulan organ-organ yang
menyusun sistem pencernaan.
5. Teori Pembelajaran Sosial
Bandura menyatakan melalui teori pembelajaran sosial seseorang
dapat belajar melalui pengamatan terhadap suatu model. Implikasi teori ini
pada pembuatan media adalah ketika guru memberikan contoh kepada siswa
bagaimana memahami suatu konsep dalam pelajaran IPA melalaui observasi.
Hal ini dapat dicontohkan oleh guru dengan memperlihatkan sebatang
tumbuhan tomat, siswa disuruh mengamatinya, lalu guru menjelaskan setiap
bagian-bagian tumbuhan mulai dari akar, batang dan daun serta bentuk
setiap bagian itu. Siswa mengulang kembali penjelasan guru tersebut dengan
bahasa mereka sendiri.

44
c-puspa’s document

6. Teori Pembelajaran kognitif


penekanan teori ini adalah siswa harus sebagai prosesor yang aktif,
bukan hanya sebagai penerima informasi yang pasif. Informasi berupa
pengetahuan merupakan suatu proses pembentukan dan dalam
pembentukannya siswa harus aktif mengaitkan skema-skema yang dimilikinya
sehingga pengetahuan dipandang sebagai hasil ciptaan bukan perolehan
pengkopian, namun sebagai proses pencaharian makna.
Implikasi teori ini ada dalam penyusunan media oleh guru, sperti
menyiapkan media transparansi, bagan/skema, maupun membuat charta
dengan karton. Penggunaan media serta cara mengajar yang baik akan
membuat siswa aktif terlibat menyusun pengetahuan barunya.
7. Teori Pemrosesan Informasi
Teori Pemrosesan Informasi menyatakan proses belajar yang dialami
oleh siswa dapat disamakan dengan proses pemrosesan informasi pada
komputer. Informasi yang diterima lewat indera selanjutnya disimpan di dalam
memori jangka pendek dan selanjutnya ditransformasikan lagi dan disimpan di
memori jangka panjang. Informasi yang telah disimpan di dalam kedua
memori itu dapat dipanggil kembali dan dikeluarkan.
Teori Pemrosesan adalah teori kognitif belajar yang menjelaskan
pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kemabali informasi dari otak.
Menurut Slavin dalam (Nur, 2000), ada tiga struktur memori manusia, yaitu
register penginderaan, memori jangka pendek dan memori jangka panjang.
Informasi yang akan diingat pertama-tama harus sampai pada indera
seseorang kemudian di transfer dari register penginderaan, ke memori jangka
pendek, selanjutnya diproses lagi untuk ditransfer ke memori jangka panjang.
Menurut Slavin dalam (Nur 2000), persepsi stimuli tidak langsung
seperti penerimaan stimuli melainkan juga dipengaruhi oleh status mental,
pengalaman masa lalu, pengetahuan dan motivasi seseorang. Memusatkan
perhatian siswa pada stimulus yang relevan dengan informasi baru yang
menjadi perhatian guru.
Implikasi kedua pendapat di atas terhadap pemilihan media
pembelajaran harus memperhatikan sejauh mana media yang disampaikan
menarik perhatian siswa sehingga dapat tersimpan dalam memori jangka
panjangnya. Jika media yang digunakan lebih menarik akan mempengaruhi
mental siswa sehingga tertarik untuk mempelajarinya.
8. Pandangan CTL
CTL atau contextual teching and learning adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang membantu guru mengaitkan isi mata pelajaran sesuai

45
c-puspa’s document

dengan dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara


pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga, warganegara, tenaga kerja (Blanchard, 2001)
CTL adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyususn
pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah suatu sistem pengajaran yang
cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan
muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.(Elaine B.
Jhonson,2007)
Berdasarkan pandangan CTL, benda sebenarnya atau benda nyata
adalah media yang fundamental. Sedangkan untuk keperluan memahami
detil-detil serta untuk keperluan penyusunan bahan laporan siswa dalam
pembelajaran kontekstual serta untuk keperluan penilaian otentik, media
visual yang lain seperti poster, transparansi, dan papan tempel dapat
digunakan.

III. PENUTUP
A. Simpulan
Teori belajar yang melandasi proses pembelajaran meliputi teori-teori
yang memperhatikan hal-hal yang penting terkait dalam pelaksanaan
pembelajaran yang diikuti oleh peserta didik dan bimbingan guru. Banyak ahli
pendidikan mengeluarkan pendapat sehubungan dengan proses
pembelajaran, seperti Gagne, Piaget, Bruner, dan lain-lainnya. Pendapat-
pendapat para ahli ini secara keseluruhan dapat dipakai sebagai landasan
filosofis oleh seorang guru dalam membelajarkan peserta didiknya. Pendapat-
pendapat para ahli ini ada yang terlihat seperti bertentanga satu sama
lainnya, tetapi secara totalitas tetap mendukung dan dapat diimplikasikan
dalam proses pembelajaran.
Teori-teori belajar dan implikasinya ini dapat juga hanya melandasi
proses pembelajaran saja, tetapi juga dapat melandasi model-model
pembelajaran yang diterapkan guru dalam pembelajarannya. Selain itu media
pembelajaran juga penting diperhatikan landasan teori rancangan dan
penggunaannya di dalam kelas agar secara keseluruhan pembelajaran dapat
berlangsung secara efektif dan efisien, serta tujuan pembelajaran dapat
tercapai dengan sebaik-baiknya.

B. Saran-Saran
Guru yang profesional hendaknya benar-benar dapat menghayati teori-

46
c-puspa’s document

teori belajar ini dan melaksanakan pembelajaran di kelas dengan


mengimplikasikan teori-teori tersebut. Banyak teori-teori tentang
pembelajaran yang telah dikenali hendaknya seorang guru mampu memilih
yang sesuai dengan karakteristik peserta didik, kemampuan diri, sarana dan
prasarana yang tersedia di sekolah dan memperhatikan kebutuhan daerah
serta berwawasan nasional dan internasional.
Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa tidak ada teori yang
lebih baik satu atau lainnya, tetap ada yang memiliki kekurangan dan
kelebihan. Tugas guru adalah menentukan teori pembelajaran dan implikasi
yang paling sesuai yang digunakan. Dampak-dampak yang timbul selama
proses pembelajaran juga harus diperhatikan guru agar dapat melakukan
perbaikan secepatnya.

DAFTAR PUSTAKA

47
c-puspa’s document

Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali.


Brennan, James F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Dahar, Ranta Willis.1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.
Dewin. 2009. Teori-Teori Belajar. Online.
http://dewin221106.blogspot.com/2009/11/teori-teori-belajar.html.
Diunduh 15 Desember 2009.
Hamzah. 2009. Teori Belajar Konstruktivisme. Online.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/20/teori-belajar-
konstruktivisme/. Diunduh 28 Desember 2009.
Perpustakaan- online. 2008. Online at http://www.perpustakaan-
online.blogspot.com/2008/04/teori-belajar-behavioristik.html. Diunduh
20 Desember 2009.
Rifa’I, Ahmad dan Chatarina Tri Ani. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang :
UPT Universitas Negeri Semarang.
Rusliana, Ade. 2009. Teori Belajar. Online.
http://blogs.unpad.ac.id/aderusliana/?p=4. Diunduh 15 Desember
2009.
Santrock. J. W.(2000). Educational psychlogy. In Tri S.B.W (Eds), Psikologi
Pendidikan. (2007). Jakarta: Interpratama Offse.
Sutisna. 2009. Teori Belajar Konstruktivisme. Online.
http://sutisna.com/psikologi/psikologi-pendidikan/teori-belajar-
konstruktivisme/. Diunduh 28 Desember 2009.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Wahid, Nanang. 2009. Teori Belajar Konstruktivisme. Online.
www.freewebs.com/arrosailtep/makalah/Konstruktivisme. Diunduh
tanggal 29 Desember 2009.
Wikipedia. 2008. Teori Perkembangan Kognitif. Online.
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif. Diunduh 29
Desember 2009.

48
c-puspa’s document

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN

I. PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

A. Pengertian dan Tujuan Konstruktivisme


Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat
pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan
hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir
(filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit,yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat
fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia
harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata.
Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat
belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan
pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan teori Konstruktivisme adalah
sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin
belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan
keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas dari orang
lain.
Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini
memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri
kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hallain yang diperlukan guna
mengembangkan dirinya sendiri.
Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
a. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab
siswa itu sendiri.
b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan
dan mencari sendiri pertanyaannya.
c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman
konsep secara lengkap.
d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang
mandiri.
e. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

B. Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme


1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui

49
c-puspa’s document

penglibatan dalam dunia sebenarnya.


2. Menggalakkan soalan/idea yang dimunculkan oleh murid dan
menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3. Menyokong pembelajaran secara koperatif
4. Mengambil sikap dan pembawaan murid
5. Mengambil kajian bagaimana murid belajar sesuatu idea
6. Menggalakkan dan menerima daya usaha dan autonomi murid
7. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog baik dengan sesama
murid maupun dengan guru.
8. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting
dengan hasil pembelajaran
9. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

C. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan
dalam belajar mengajar adalah :
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
kontruksi berjalan lancar
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan
7. Mencari dan menilai pendapat siswa
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru
tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa .
siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri.
Seorangguru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang
membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa,
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswaagar menyadari dan
menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat
memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya
dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang

50
c-puspa’s document

lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang
memanjatnya.

D. Model Pengajaran Konstruktivisme


1. Model Pengajaran Interaktif (Biddulph & Osborne)
• Guru lebih sensitif kepada ide dan persoalan pelajar.
• Guru menyediakan pengalaman penerokaan yang membolehkan
pelajar menimbul persoalan dan mencadangkan penerangan yang
munasabah.

• Guru menydiakan aktiviti yang memfokuskan kapada ide dan persoalan


oleh guru.
• Guru menyediakan aktiviti yang menggalakkan pelajar membuat
penyiasatan.
• Guru berinteraksi dengan pelajar untuk mencabar dan melanjutkan
idea mereka.
2. Model Pengajaran Berpusatkan Masalah (Wheatley)
• Guru memilih tugasan yang berkemungkinan menjadi masalah besar
kepada pelajar.
• Pelajar membuat tugasan dalam kelompok kecil.

• Pelajar akan berkumpul semula untuk membentangkan kepada kelas


dan guru.guru hanya berperan sebagai fasilisator.
Cara-cara Pelajar Membina Konsep Matematik
• Pelajar membuat penyelesaian matematik dengan manipulatif.
• Pelajar berbincang keputusan penyiasatan mereka.
• Pelajar menulis hasil pengalaman mereka.
• Pelajar belajar cara penemuan mereka.
• Pelajar berfikir secara mencapah.
• Pelajar menyelesaikan masalah yang terbuka.
Keberkesanan Strategi Pengajaran Matematik Melalui Pendekatan
Kontruktivisme
• Pelajar berpeluang mengemukakan pandangan mereka terhadap suatu
konsep.
• Pelajar dapat berkongsi persepsi/ pandangan/ ide antara satu dengan
yang lain.
• Pelajar dapat menerima serta menghormati semua pandangan dari
pada rekan-rekan mereka.
• Semua pandangan bisa diterima dan tidak dipandang rendah.

51
c-puspa’s document

• Pelajar dapat mengaplikasi ide baru dalam konteks yang berbeda


untuk mengukuhkan kepahaman tersebut.

• Pelajar dapat merenung dan mengimbas kembali proses pembelajaran


yang telah dilalui.
• Pelajar dapat menghubung kaitkan ide yang asal dengan ide yang baru
dibinanya.
• Pelajar dapat mengemukakan hpotesis dari pada taktifi yang dilaluinya
tetapi bukan guru yang menerangkan teori.
• Pelajar dapat berinteraksi dengan pelajar lain dan guru
• Memupuk kerja sama antar individu dan kumpulan melalaui aktifiti
koperatif
• Pengajaran berpusatkan pada pelajaran
• Guru akan dapat meningkatkan kemahiran berfikir di kalangan
pelajarnya
• Guru menjadi lebih prihatin terhadap keperluan , kebolehan serta
minat pelajar.

E. Kesimpulan
Kesimpulannya pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang
berasaskan Konstruktivisme akan memberi peluang kepada guru untuk
memilih kaidah pengajaran dan pembelajaran yang sesuai dan murid dapat
menentukan sendiri masa yang diperlukan untuk memperoleh suatu konsep
atau pengetahuan. Disamping itu, guru dapat membuat penilaian sendiri dan
menilai kefahamannya tentang sesuatu bidang pengetahuan dapat
ditingkatkan lagi. Selain itu, beban guru sebagi pengajar akan berkurangan di
mana guru lebih bertindak sebagai pemudahcara atau fasilitator.
Pembelajaran secara Konstruktivisme berdasarkan beberapa
pandangan baru tentang ilmu pengetahuan dan bagaimana boleh diperolehi
ilmu tersebut. Pembentukan pengetahuan baru lahir daripada gabungan
pembelajaran terlebih dahulu. Pembelajaran ini menggalakkan murid
menciptakan penyelesaian mereka sendiri dan menguji dengan menggunakan
hippotesis-hipotesis dan ide-ide baru. Pandangan ini bertolak daripada teori
pembelajaran daripada Behaviorisme kepada Kognitivisme dan seterusnya
Konstruktivisme.

II. PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL


A. Latar belakang
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa

52
c-puspa’s document

anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan
lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan
memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi
terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal
dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka
panjang
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari
guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas
(siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa
kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan
kontekstual.

B. Pemikiran tentang belajar


Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan
pemikiran tentang belajar sebagai berikut.
1. Proses belajar
4. Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi
pengetahuan di benak mereka.
5. Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna
dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
6. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu
terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang
sesuatu persoalan.
7. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau
proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat
diterapkan.
8. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi

53
c-puspa’s document

baru.
9. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu
yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
10. Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak
itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan
dan keterampilan sesorang.
2. Transfer Belajar
9. Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
10. Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang
terbatas (sedikit demi sedikit)
11. Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia
menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
3. Siswa sebagai Pembelajar
1. Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang
tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan
cepat hal-hal baru.
2. Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu
yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
3. Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang
baru dan yang sudah diketahui.
4. Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi
kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka
sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4. Pentingnya Lingkungan Belajar
4. Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada
siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting
bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
5. Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan
pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan
dibandingkan hasilnya.
6. Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses
penilaian yang benar.
7. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu
penting.

C. Hakekat Pembelajaran Kontekstual


Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang

54
c-puspa’s document

diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa


membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme
(Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat
belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian
sebenarnya (Authentic Assessment).

D. Pengertian Pembelajaran Kontekstual


5. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan
memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang
dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural)
sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara
fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks
ke permasalahan/ konteks lainnya.
6. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong
pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.

E. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan


Tradisional
Kontekstual
1. Menyandarkan pada pemahaman makna.
2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang
disimulasikan.
5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa.
6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali,
berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan
masalah (melalui kerja kelompok).
8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.

55
c-puspa’s document

10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat
subyektif.
11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal
tersebut merugikan.
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Tradisional
1. Menyandarkan pada hapalan
2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada
realitas kehidupan.
5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya
diperlukan.
6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk
mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan
(kerja individual).
8. Perilaku dibangun atas kebiasaan.
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan
hukuman.
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
14. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk
tes/ujian/ulangan.
F. Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas
Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja,
bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Pendekatan Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis
besar, langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya:
• Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
• kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

56
c-puspa’s document

• Ciptakan masyarakat belajar.


• Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
• Lakukan refleksi di akhir pertemuan
• Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
G. Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual
1. Konstruktivisme
• Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru
berdasar pada pengetahuan awal.
• Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan
menerima pengetahuan
2. Inquiry
• Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
• Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3. Questioning (Bertanya)
• Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai
kemampuan berpikir siswa.
• Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang
berbasis inquiry
4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
• Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar.
• Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
• Tukar pengalaman.
• Berbagi ide
5. Modeling (Pemodelan)
• Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan
belajar.
• Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
6. Reflection ( Refleksi)
• Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari.
• Mencatat apa yang telah dipelajari.
• Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
• Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
• Penilaian produk (kinerja).
• Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
H. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
• Kerjasama

57
c-puspa’s document

• Saling menunjang
• Menyenangkan, tidak membosankan
• Belajar dengan bergairah
• Pembelajaran terintegrasi
• Menggunakan berbagai sumber
• Siswa aktif

• Sharing dengan teman

• Siswa kritis guru kreatif


• Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta,
gambar, artikel, humor dan lain-lain
• Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa,
laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain

III. PEMBELAJARAN KUANTUM (QUANTUN LEARNING)


A. Latar Belakang Pembelajaran Kuantum
Tokoh utama di balik pembelajaran kuantum adalah Bobbi De Porter.
Pada tahap awal perkembangannya, pebelajaran kuantum dimaksudkan untuk
membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karier para remaja di
rumah. Tidak dimaksudkan sebagai metode dan strategi pembelajaran untuk
mencapai keberhasilan lebih tinggi di sekolah. Bahwa sebenarnya
pembelajaran kuantum merupakan falsafah dan metodelogi pembelajaran
yang bersifat umum, tidak secara khusus diperuntukkan bagi pengajaran di
sekolah.
B. Dasar Teori Pembelajaran Kuantum
Pandangan-pandangan teori sugestologi atau pembelajaran akseleratif
lazanov, teori kecerdasan garda Gardna, teori pemrograman neurolinguistik
(NLP), (NLP) Grinder dan Bandler dan pembelajaran eksperensial (berdasarkan
pengalaman)
C. Karakterisktik Umum
Pembelajaran kuantum memiliki karakteristik umum yang dapat
memantapkan dan menguatkan sosialnya. Beberapa karakteristik umum yang
tampak membentuk sosok pembelajaran kuantum sebagai berikut :
1. Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan pasivistis-empiris,
“hewan-istis” dan atau natives
2. Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisik
kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai.

58
c-puspa’s document

3. Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang


bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi makna
4. Pembelajaran kuantum lebih bersifat kontruktivis(tis)m bukan positivisme
empiris, behavioristis.
5. Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan
pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi
6. Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran
proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat
7. Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dari isi
pembelajaran
8. Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan
kebermutuan proses pembelajaran
9. Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian
penting proses pembelajaran
10. Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan
keterampilan akademis, keterampilan (dalam) hidup dan prestasi fisikal
atau material
11. Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan,
bukan keseragaman dan ketertiban
12. Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran
dalam proses pembelajaran
D. Prinsip Utama Proses Pembelajaran Quantum
Ada tiga macam prinsip utama yang membangun sosok pembelajaran
kuantum
a. Prinsip utama pembelajaran kuantum berbunyi :
Bawalah dunia mereka (Pembelajar) ke dalam Dunia kita (Pengajar) dan
Antarkan Dunia Kita (Pengajar) ked lam Dunia Mereka (Pembelajar)
b. Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran
merupakan permainan orkestra simfoni.
Prinsip-prinsip dasar ini ada lima macam berikut ini :
☼ Ketahuilah bahwa Segalanya Berbicara
☼ Ketahuilah bahwa Segalanya Bertujuan
☼ Sadarilah bahwa Pengalaman Mendahului Penamaan
☼ Akuilah Setiap Usaha yang Dilakukan dalam Pembelajaran
☼ Sadarilah bahwa sesuatu yang layak Dipelajari layak pula Dirayakan
c. Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran
harus berdampak bagi terbentuknya keungulan. Delapan kunci
keunggulan sebagai berikut:

59
c-puspa’s document

☼ Berbicaralah dengan baik


☼ Terapkanlah hidup dalam integritas
☼ Tegaskanlah komitmen
☼ Akuilah kegagalan dapat membawa kesuksesan
☼ Tetaplah lentur
☼ Jadilah pemilik
☼ Pertahankanlah kesimbangan
E. TANDUR Sebagai Kerangka Perencanaan Pembelajaran Model
Kuantum
TANDUR yang merupakan akronim dari : Tumbuhkan, Alami, Namai,
Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan
Kerangka Perancangan Pembelajaran Kuantum TANDUR adalah sebagai
berikut :
1) Tumbuhkan : sertakan diri mereka, pikat mereka, puaskan
keingintahuan mereka. Buatkanlah mereka tertarik atau penasaran
tentang materi yang akan kita ajarkan
2) Alami : berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan
“kebutuhan untuk mengetahui”
3) Namai : berikan “data” tepat saat minat memuncak
mengenalkan konsep-konsep pokok dari materi pelajaran
4) Demonstrasikan : berikan kesempatan bagi mereka
untuk mengaitkan pengalaman dengan data baru, sehingga mereka
menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman pribadi
5) Ulangi : rekatkan gambaran kesuluruhan
6) Rayakan : ingat, jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan
F. Beberapa Contoh Teknik Model Pembelajaran Kuantum
a. Peta Konsep Sebagai Teknik Belajar Efektif
Langkah-langkah teknis penggunaan peta konsep menurut Rose dan
Nicholl (2003), De Porter dan Hernacki (2002) adalah sebagai berikut :
1. Mulai dengan topik di tengah halaman
2. Buatlah cabang-cabangnya
3. Gunakan kata-kata kunci
4. Tambahkanlah simbol-simbol dari ilustrasi-iustrasi untuk
mendapatkan ingatan yang lebih baik
5. Gunakanlah huruf-huruf KAPITAL
6. Tulislah gagasan-gagasan penting dengan huruf-huruf yang
besar

60
c-puspa’s document

7. Hidupkanlah peta pikiran anda dengan hal-hal yang menarik


bagi anda
8. Garis bawahi kata-kata itu dan gunakan huruf tebal / miring
9. Bersikap kreatif dan berani
10. Buatlah peta konsep secara horisontal, agar dapat
memperbesar ruang bagi gagasan anda
b. Cara Membelajarkan Peta Konsep Secara Klaasikal
1. Guru melakukan apersepsi dengna pertanyaan pada materi
Hidrosfer
2. Sajikan gambar / CD
3. Gunakan pertanyaan tentang dimensi-dimensi atau cakupan
materi dari sumber daya air
4. Sambil bertanya guru mencoba mentransfer jawaban siswa
dalam bentuk peta konsep
5. Perbaiki peta konsep yang belum terstruktur menjadi
terstruktur
6. Setelah gambar peta konsep jadi di papan tulis, guru meminta
siswa untuk membuat peta konsep secara berkelompok
7. Guru membagio siswa menjadi beberapa kelompok dan
seterusnya
c. Teknik Memori
Teknik memori adalah teknik memasukkan informasi ke dalam otak
yang sesuai dengan cara kerja otak
1. Melatih imajinasi
2. Teknik rantaian kata
3. Teknik pkesetan kata
d. Sistem Pasak Lokasi
e. Teknik Akrostik (Jembatan Keledai)
Teknik akrostikk adalah teknik menghafal dengan cara mengambil
huruf depan dari materi yang ingin diingat kemudian digabungkan
sehingga menjadi singkatan atau kata atau kalimat yang lucu. Contoh
: Mejikuhibiniu (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu)

IV. PEMBELAJARAN CURAH PENDAPAT (BRAIN STORMING LEARNING)


A. Metode Brainstorming (curah Pendapat)
Metode Brainstorming, atau curah pendapat adalah suatu bentuk
diskusi dalam rangka menghimpun gagasan pendapat, informasi,
pengetahuan, pengalaman dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi,
dimana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung dilengkapi,

61
c-puspa’s document

dikurangi atau tidak disepakati) oleh peserta lain pada penggunaan metode
curah pendapat, pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi.
Tujuan Curah pendapat (Brainstorming) adalah untuk membuat kompilasi
(Kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau
berbeda hasilnya.
B. Aturan dalam brainstorming :
11. Jangan mengkritik atau menghakimi ide orang lain
12. Biarkan ide / pendapat dilontarkan secara bebas, ide-ide yang
seolah-olah liar atau gila harus ditampung atau disambut dengan baik
13. Semakin banyak ide, semakin baik
14. Gabungkan dan kembangkan ide-ide dari orang lain
Peran Guru dalam Pembelajaran Curah Pendapat
12. Memberikan pernyataan kepada siswa untuk menghimpun
informasi pengalamannya kepada siswa-siswa lain
13. Membimbing peserta untuk dapat mengidentifikasi seluruh
pendapatnya dengan baik.
14. Mendukung belajar siswa
Faktor-Faktor yang mempengaruhi belajar, diantaranya adalah :
5. Faktor yang ada pada organisme itu sendiri yang disebut dengan factor
individual. Yang termaksuk factor ini diantaranya adalah : Kematangan
atau pertumbuhan . Faktor kecerdasan, factor latihan dan factor
pribadi.
6. Faktor yang ada diluar individu adalah factor social. Yang termasuk
factor ini adalah : factor keluarga, keadaan rumah tangga, factor guru
dan cara mengajarnya, factor alat-alat yang digunakan sebagai media
pembelajaran dalam mengajar, factor lingkungan dan kesempatan
yang tersedia
Proses pendidikan yang berkualitas akan membuahkan hasil yang baik
dan bermutu, sehingga kualitas pendidikan perlu diusahakan secara maksimal
dengan berbagai metode pengajaran yang sebaik mungkin. Berdasarkan
pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa bila seseorang dapat
memahami materi pembelajaran lebih cepat maka akan dapat meningkatkan
proses belajarnya, begitu pula sebaliknya, jika pemahaman terhadap materi
pembelajaran rendah, maka hasil belajarpun akan menjadi rendah. Dengan
demikian pemahaman terhadap materi pembelajaran akan mempengaruhi
prestasi belajar siswa.
C. Hasil Belajar
Ahmadi (1988) berpendapat bahwa prestasi atau hasil belajar adalah
hasil usaha yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini adalah usaha
belajar, dan perwujudan prestasi belajar siswa dapat dilihat pada nilai yang
diperoleh siswa setiap selese mengikuti test.
Winkel (1984) menyebutkan bahwa berdasarkan jawaban-jawaban
murid terhadap pertanyaan atau persoalan yang diajukan dalam test hasil
belajar itu, guru biasanya memberikan nilai, nilai itu menyatakan taraf
prestasi belajar yang dicapai oleh siswa.
Dalam proses belajar pada umumnya agar siswa memperoleh hasil
yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka perlu memperhatikan
factor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar tersebut. Adapun
factor-faktor yang mempengaruhi prestasi adalah (Ahmadi, 1988):
8. Faktor internal yaitu factor yang timbul dari dalam anak itu sendiri

62
c-puspa’s document

yang sifatnya :
9. Psikologis seperti intelegensia, kemauan, minat, sikap dan perhatian
10. Faktor eksternal yaitu keadaan lelah (aktivitas kurang), cacat
badan kurang pendengaran, mengalami gangguan penglihatan dan
lain-lain.
a. Faktor eksternal yaitu factor yang timbul dari luar diri anak,
seperti yang berasal dari :
b. Lingkungan sekolah yang meliputi interaksi guru dan murid,
cara penyajian bahan pelajaran, kurikulum, keadaan gedung,
waktu sekolah, pelaksanaan disiplin metode mengajar dan tugas
pokok.
c. Lingkungan keluarga meliputi cara mendidik anak, suasana
keluarga, pegertian orang tua, keadaan social ekonomi, latar
belakang kebudayaan.
d. Lingkungan masyarakat meliputi mas media, teman bergaul,
kegiatan lain, cara hidup di lingkungan.

V. ACCELERATED LEARNING
A. Pengertian Accelerated Learning
Accelerated artinya dipercepat dan learning artinya pembelajaran. Jadi,
the accelerated learning artinya pembelajaran yang dipercepat. Konsep dasar
dari pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran itu berlangsung secara
cepat, menyenangkan dan memuaskan. Pemilik konsep ini, Dave Meier,
menyarankan kepada guru agar dalam mengelola kelas menggunakan
pendekatan somatic, auditory, visual dan intellectual (SAVI). Somatic
dimaksudkan sebagai learning by moving and doing (belajar dengan bergerak
dan berbuat). Auditory adalah learning by talking and bearing (belajar
dengan berbicara dan mendengarkan). Visual diartikan learning by observing
and picturing (belajar dengan mengamati dan menggambarkan). Intellectual
maksudnya adalah learning by problem solving and reflecting (belajar dengan
pemecahan masalah dan melakukan refleksi).
a. Metode Pendekatan SAVI
1. Somatic ( Somatis )
Somatis berarti bangkit dari tempat duduk anda dan bertindak aktif
secara fisik selama proses belajar. Terlalu lama duduk di depan
computer sama akibatnya dengan terlalu lama duduk di depan guru /
dosen – ysitu menumpulkan otak. Berdiri dan bergerak kasana –
kemari meningkatkan sirkulasi dalam tubuh dan, oleh karena itu,
mendatangkan energi segar ke dalam otak.
Contoh gagasan – gagasan belajar somatis :
1. Mendapatkan kembali printout (hasil informasi computer)
2. Perburuan
3. Menciptakan pictogram

63
c-puspa’s document

4. Menciptakan bantuan kerja


5. Kartu pertanyaan
6. Manipulatif
7. Papan permainan
8. Memerankan
9. Pemberi kekuatan Fisik
10. Tinjauan walkman
11. Wawancara pribadi
12. Pengamatan pribadi

2. Auditory ( Auditori )
Pembelajar auditori adalah belajar paling baik jika mereka mendengar
dan mengucapkan kata – kata. Program pelatihan berdasarkan
computer yang paling mahal tidak akan ada manfaatnya jika tidak
dapat mengajak pembelajar mendengarkan dan berbicara serta
berfikir selam proses belajar.
Contoh – contoh auditori : 1. Pengenalan audio, 2. Dialog pembelajar,
3. Parafrase auditori, 4. membaca keras – keras, 5. Kaset Tanya /
jawab, 6. Wawancara, 7. Pengingat auditori, 8. berpikir dengan
lantang.

3. Visual
Ketajaman penglihatan setiap orng kuat, ini disebabkan oleh pikiran
manusia lebih merupakan prosesor citra daripada prosesor kata.
Citra, karena konkret, mudah untuk diingat. Kata, karena abstrak,
jauh lebih sulit untuk disimpan. Dengan membuat yang visual paling
tidk sejajar dengan yang verbal, anda dapat membantu pembelajar
untuk belajar lebih cepat dan lebih baik. Contoh gagasan – gagasan
visual : 1. Bahas gambar, 2. Grafik, 3. Cerita, 4. Video, 5. Pengamatan
dunia nyata, 6. Kreasi pictogram, 7. Kreasi model.

4. Intellectual ( Intelektual )
Belajar bukanlah menyimpan informasi, melainkan menciptakan
makna, pengetahuan, dan nilai yang dapat dipraktekkan oleh pikiran
pembelajar. Menciptakan pengetahuan, dan bukan menyimpan
informasi, seharusnya merupakan salah satu tujuan utama semua
program belajar. Contoh gagasan – gagasan pengembangan
intelektual : 1. Perolehan informasi, 2. Pemecahan masalah, 3.

64
c-puspa’s document

Pembuatan model, 4. Penyusuanan tes, 5. Citraan mental, 6.


Penyusunan pertanyaan.
Beberapa asumsi pokok yang dibutuhkan orang untuk mengoptimalkan
pembelajaran mereka adalah pertama, lingkungan belajar yang positif. Orang
dapat belajar paling baik dalam lingkungan fisik, emosi, dan sosial yang
positif, yaitu lingkungan yang tenang sekaligus menggugah semangat.
Adanya rasa keutuhan, keamanan, minat, dan kegembiraan sangat penting
untuk mengoptimalkan pembelajaran manusia. Kedua, keterlibatan pebelajar.
Orang dapat belajar paling baik jika dia terlibat secara penuh dan aktif serta
mengambil tanggung jawab penuh atas usaha belajarnya sendiri. Belajar
bukanlah sejenis olahraga untuk ditonton, melainkan menuntut peran serta
semua pihak. Ketiga, kerjasama diantara pebelajar.
Orang biasanya belajar paling baik dalam lingkungan kerja sama.
Semua cara belajar cenderung bersifat social sementara cara belajar
tradisional menekankan persaingan di antara individu-individu yang terpisah,
Accelerated Learning menekankan kerja sama di antara pebelajar dalam
suatu komunitas belajar. Keempat, untuk semua gaya belajar. Orang dapat
belajar paling baik jika dia mempunyai banyak variasi pilihan belajar yang
memungkinkannya untuk memanfaaatkan seluruh inderanya dan menerapkan
gaya belajar yang disukainya.
Accelerated Learning menganggapnya sebagai jamuan prasmanan
yang dipusatkan pada pebelajar dan ditujukan untuk mencapai hasil. Kelima,
belajar kontekstual. Orang dapat belajar paling baik dalam konteks. Fakta dan
keterampilan yang dipelajari secara terpisah itu sulit disertap dan cenderung
cepat menguap. Belajar yang paling baik bisa dilakukan dengan mengerjakan
pekerjaan itu sendiri dalam proses penyelaman ke “dunia-nyata” terus
menerus, umpan balik, perenungan, evaluasi dan penyelaman kembali.
Untuk mendapatkan manfaat optimal dari penggunaan Accelerated
Learning, sangat penting untuk memahami dengan benar prinsip-prinsip yang
melandasinya. Karena Accelerated Learning tidak akan memberikan manfaat
kepada mereka yang memisahkan metode-metodenya dari fondasi
ideologisnya, yang menganggap Accelerated Learning semata-mata sebagai
“teknik” kreatif dengan mengabaikan prinsip-prinsip yang mendasari teknik
tersebut.
B. Prinsip-Prinsip Dasar Accelerated Learning
Adapun prinsip-prinsip dasar dari Accelerated Learning adalah sebagai
berikut:

65
c-puspa’s document

1) belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh.. Belajar tidak hanya


menggunakan “otak” (sadar, rasional, memakai “otak kiri”, dan verbal),
tetapi juga melibatkan seluruh tubuh/pikiran dengan segala emosi, indra,
dan sarafnya.
2) belajar adalah berkreasi bukan mengonsumsi. Pengetahuan bukanlah
sesuatu yang diserap oleh pebelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan
pebelajar. Pembelajaran terjadi ketika seorang pebelajar memadukan
pengetahuan dan keterampilan baru ke dalam struktur dirinya sendiri
yang telah ada. Belajar secara harfiah adalah menciptakan makna baru,
jaringan saraf baru, dan pola interaksi elektrokimia baru di dalam system
otak/tubuh secara menyeluruh.
3) kerja sama membantu proses belajar. Semua usaha belajar yang baik
mempunyai landasan sosial. Kita biasanya belajar lebih banyak dengan
berinteraksi dengan kawan-lawan daripada yang kita pelajari dengan cara
lain mana pun. Persaingan di antara pebelajar memperlambat
pembelajaran. Kerja sama di antara mereka mempecepatnya. Suatu
komunitas belajar selalu lebih baik hasilnya daripada beberapa indivisu
yang belajar sendiri-sendiri.
4) pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan.
Belajar bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu semata
linear, melainkan menyerap banyak hal sekaligus. Pembelajaran yang
baik melibatkan orang pada banyak tingkatan secara simultan (sadar dan
bawah sadar, mental dan fisik) dan memanfaatkan seluruh saraf reseptor,
indera, jalan dalam sistem total otak/tubuh seseorang. Bagaimanapun
juga, otak bukanlah professor berurutan, melainkan prosesor paralel, dan
otak akan berkembang pesat jika ia ditantang untuk melakukan banyak
hal sekaligus.
5) belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri (dengan umpan
balik). Belajar paling baik adalah belajar dalam konteks. Hal-hal yang
dipelajari secara terpisah akan sulit diingat dan mudah menguap. Kita
belajar berenang dengan berenang, cara mengelola sesuatu dengan
mengelolanya, cara bernyanyi, cara menjual dengan menjual, dan cara
memperhatikan kebutuhan konsumen dengan memperhatikan
kebutuhannya. Pengalaman yang nyata dan konkret dapat menjadi guru
yang jauh lebih baik daripada sesuatu yang hipotetis dan abstrak -
asalkan di dalamnya tersedia peluang untuk terjun langsung secara total,
mendapatkan umpan balik, merenung dan menerjunkan diri kembali.

66
c-puspa’s document

6) emosi positif sangat membantu pembelajaran. Perasaan menentukan


kualitas dan juga kuantitas belajar seseorang. Perasaan negatif
menghalangi belajar. Perasaan positif mempercepatnya. Belajar yang
penuh tekanan, menyakitkan, dan bersuasana murah tidak dapat
mengungguli hasil belajar yang menyenangkan, santai, dan menarik hati.
7) otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Sistem
saraf manusia lebih merupakan prosesor citra daripada prosesor kata.
Gambar konkret jauh lebih mudah ditangkap dan disimpan daripada
abstraksi verbal. Menerjemahkan abstraksi verbal menjadi berbagai jenis
gambar konkret akan membuat abstraksi verbal itu bisa lebih cepat
dipelajari dan lebih mudah diingat (Dave Meier, 2002).
Bobby DePorter menganggap accelerated learning dapat
memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan,
dengan upaya yang normal dan dibarengi kegembiraan. Cara ini menyatukan
unsur-unsur yang sekilas tampak tidak mempunyai persamaan misalnya
hiburan, permaianan, warna, cara berfikir positif, kebugaran fisik dan
kesehatan emosional. Namun semua unsur ini bekerja sama untuk
menghasilkan pengalaman belajar yang efektif.
Pembelajaran ala Accelerated adalah teknik belajar cepat ingat/bisa
banyak. Accelerated Learning yang adalah revolusi training, merupakan cara
belajar dengan cara berkreasi bukan mengkonsumsi. Metode ini
menggunakan pendekatan whole-brain learning, belajar dengan
keseimbangan dua belah otak.
Accelerated Learning sebagai salah satu teknik yang digunakan di
dalam Quantum Learning bertujuan untuk menggugah sepenuhnya
kemampuan belajar para pebelajar, membuat belajar menjadi menyenangkan
dan memuaskan bagi mereka, dan memberikan sumbangan sepenuhnya pada
kebahagiaan, kecerdasan, kompetensi, dan keberhasilan mereka sebagai
manusia. (Dave Meier, 2002).
DAFTAR PUSTAKA

Dabutan, Jelarwin. 2008 .Srategi Pembelajaran Quantum Teaching dan


Quantum Learning. Online. http://www.e-dukasi.net/artikel/index.php?
id=75. Diunduh 28 Desember 2009.
Depdiknas. 2007. Pembelajaran Kontekstual. Online.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/pembelajaran-
kontekstual/. Diunduh 28 Desember 2009.

67
c-puspa’s document

Gasong, Dina. 2009. Model Pembelajaran Konstruktivistik Sebagai Alternative


Mengatasi Masalah Pembelajaran. Online.
http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/. Diunduh 28 Desember 2009.
Herdian. 2007. Model Pembelajaran Quantum. Online.
http://herdy07.wordpress.com/2009/04/29/model-pembelajaran-
quantum/. Diunduh 28 Desember 2009.
Nurhasni. 2008. Accelerated Learning. Online. http://nurhasni-
blogkuyess.blogspot.com/2008/10/accelerated-learning.html. Diunduh
29 Desember 2009.
Pembelajaran-guru. 2008. Enam Keunggulan Penggunaan Pandangan
Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Online. Available at
http://pembelajaranguru.wordpers.com/2008/05/31/konstruktivisme-
6-keunggulan-penggunaan-pandangan-konstruktivisme-dalam
-pembelajaran/. Diunduh 28 Desember 2009.
Rahayu, Listiyani. 2009. Lomba Inovasi Pembelajaran. Online. Available at.
http://Listianirhy.Wordpress.Com/2009/11/30/Lomba-Inovasi-
Pembelajaran/. Diunduh 29 Desember 2009.
Saryono, Djoko. 2007 . Pembelajaran Kuantum Sebagai Model Pembelajaran
yang Menyenangkan. Online.
http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/11/pembelajaran-
kuantum-sebagai-model-pembelajaran-yang-menyenangkan/.
Diunduh 29 Desember 2009.
Suciptoardi. 2007. Konstruktivisme dan Pembelajaran. Online.
http://suciptoardi.wordpress.com/2007/12/04/48/. Diunduh 29
Desember 2009.
Sugiyanto. 2008. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Model-
model Pembelajaran Inovatif. Surakarta:Panitia Sertifikasi Guru (PSG)
Rayon B.
Sunaryo. 2008. Ketrampilan Dasar Mengajar. online. Available at
http://www.docstoc.com/docs/8116106/Keterampilan-Dasar-Mengajar.
Diunduh 28 Desember 2009.

MENCARI CELAH KEBIJAKAN DIANTARA PRO KONTRA UJIAN NASONAL

Persoalan pendidikan merupakan problem komplek yang tidak dapat


dikurangi dengan sebuah wahana yang sifatnya erratic atau tambal sulam.
Dalam hal ini adalah mencermati dan memperhatikan kebijakan pemerintah
tentang sistem penilaian pendidikan dengan standar kelulusan menggunakan
Ujian Nasional. Ujian nasional sebagai wahana evaluasi dalam perjalanannya

68
c-puspa’s document

masih direspon oleh semua pihak, sebagai landasan yang kurang mendasar.
Ujian nasional oleh berbagai pihak ditengarai sebagai keputusan yang sarat
dengan keputusan politik birokratik, dibanding edukatif yang prospektif. Pihak
yang lainnya menyatakan bahwa ujian sebagai sarana yang kuat untuk
mencermati kualitas pendidikan di tanah air.
Menteri Pendidikan Nasional menerbitkan peraturan No. 74 dan 75
tentang panduan ujian nasional (UN) tahun pelajaran 2009-2010 SD dan
SMP/SMA/SMK, ditandatangani oleh Mendiknas Bambang Sudibyo pada
tanggal 13 Oktober 2009. Salah satu isinya menyebutkan bahwa hasil UN
digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk penentuan kelulusan
peserta didik dari program dan/ atau satuan pendidikan. Hal ini secara tegas
menimbulkan pro dan kontra terhadap pelaksanaannya melihat banyaknya
hal yang mengiringi di setiap pelaksanaannya.
UU No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XVI
pasal 57 ayat 2, “evaluasi dilakukan kepada peserta didik, lembaga, dan
program pendidikan pada jalur formal dan informal untuk semua jenjang,
satuan, dan jenis pendidikan”, dan pada pasal 58 ayat 1, “ evaluasi hasil
belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses
kemampuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan”, sedangkan pada pasal 1 ayat 17 dinyatakan “standar
nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah NKRI”.
Disinilah permasalahan pendidikan di Indonesia yang memunculkan
kontra berbagai pihak terhadap pelaksanaan ujian nasional. Permasalahan
tersebut antara lain :
1. Kelulusan hanya ditentukan oleh lima materi ujian nasional, sedangkan
materi lain dan keaktifan serta intelektual lainnya tidak dinilai. Hal ini
memunculkan anggapan seolah materi lain tidak perlu padahal materi lain
tersebut merupakan faktor penting dalam menumbuhkembangkan
intelektualitas yang bermoral dalam mencapai tujuan pendidikan nasional
sebagaimana amanat pembukaan UUD 1945.
2. Sesuai pasal 57 ayat 1 dan pasal 1 ayat 17 sudahkah dilakukan
pemantauan terhadap kelayakan proses pendidikan untuk mengacu
standar nasional pendidikan, hasil akhir bermuara kepada peserta didik
terutama menyangkut standar kebutuhan minimal secara komprehensif
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal lembaga pendidikan
tersebut, diantaranya adalah sarana prasarana pendidikan, pendidik,

69
c-puspa’s document

penerimaan arus informasi dan buku, lingkungan pendidikan, peran serta


masyarakat, dll.
3. Sesuai pasal 58 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003 yang mengevaluasi dan
memantau peserta didik adalah pendidik, jelas kontribusi dan peran guru
dalam penentuan kelulusan sangat penting dan besar, sehingga melihat
tugas dan peran guru dalam mendidik, membina mental dan intelektual
anak didik terkesan kurang diperhatikan.
Berbagai macam bentuk pro dan kontra terhadap pelaksanaan Ujian
Nasional tentunya tidak akan selesai jika kondisi sistem pendidikan tidak
segera diperbaiki. Untuk itu, Pemerintah dapat melakukan langkah-langkah
untuk merumuskan ulang kebijakan nasional yang utuh tentang sistem
penilaian pendidikan. Diantara langkah-langkah yang dapat dilakukan
pemerintah adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyatakan
bahwa salah satu hak guru dan dosen memiliki kebebasan dalam
memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, jelas dalam UU ini
yang memberikan penilaian objektif terhadap penilaian anak didik adalah
guru, sedangkan dengan adanya UN peran guru seakan tidak ada. Jika
Ujian Nasional tetap dilaksanakan maka harus diletakkan pada peran
istimewanya, yaitu meletakkan UN sebagai ujian pertama yang ditujukan
sebagai mapping (pemetaan). Setelah itu hasil pemetaan digunakan
sebagai salah satu pertimbangan guru dalam menentukan kelulusan siswa
serta untuk perbaikan dalam melaksanakan tugas pembelajaran.
2. Memperbaiki infrastruktur pendidikan, seperti perbaikan proses
pembelajaran, meningkatkan kualitas pendidik dengan memberikan
pelatihan-pelatihan, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan secara
komprehensif di setiap satuan pendidikan. Karena danya ketimpangan
fasilitas pendidikan menjadikan pendidikan di Indonesia tidak pantas
distandarisasi secara nasional.
3. Melakukan perubahan pada kerangka pendidikan nasional yang bermutu
secara menyeluruh dalam upaya untuk meningkatkan kualitas dan mutu
peserta didik.
4. Menganalisa kembali bentuk-bentuk laporan pendidikan seperti rapor,
sistem peringkat, sistem pemberian skor atau nilai(ranking). Sebagai
contoh, di Malaysia menggunakan nilai 1-9 untuk menunjukkan tingkat
pencapaian kompetensi siswa. Nilai 1-3 adalah nilai yang tertinggi, sedang
nilai 9 adalah gagal untuk mata pelajaran yang bersangkutan. Juga apakah
masih perlu menggunakan sistem pemberian skor kuantitatif ataukah

70
c-puspa’s document

kualitatif. Rapor yang bagaimana yang sebaiknya agar guru juga tidak
mengalami kesulitan dalam membuat laporan pendidikan kepada orng tua
siswa.
5. Pemerintah membentuk Tim Perumusan Kebijakan Nasional tentang
Penilaian Pendidikan. Tim ini dibentuk oleh Depdiknas dan BSNP menjadi
leading sector-nya. Anggotanya berasal dari elemen masyarakat
pendidikan, termasuk juga DPR Komisi Pendidikan, para pakar pendidikan,
organisasi profesi independen seperti dari PGRI, ISPI, LSM pendidikan, dsb.
Sesuai jangka waktu yang ditentukan, tim tersebut akan melakukan
evaluasi dan kajian terhadap semua kebijakan yang terkait penilaian di
negeri ini, melakukan studi banding ke negara lain untuk mencari model
yang sesuai di Indonesia, kemudian merumuskannya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta melaporkan hasil
kerjanya pada pemerintah. Hasil dari kegiatan kajian tersebut akan
menghasilkan butir-butir rekomendasi yang harus dilaksanakan
pemerintah.
Masih banyak hal lain yang dapat dilakukan pemerintah untuk dapat
memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia. Namun setidaknya dengan
melaksanakan hal-hal diatas sudah cukup untuk menjawab permasalahan-
permasalahan tentang Ujian Nasional. Hingga saat ini tidak nampak tindak
lanjut dari Ujian Nasional yang dilakukan, misalnya ketika didaerah tertentu
nilai ujiannya jelek/hancur tidak selalu diikuti analisis yang komprehensif,
yang kemudian dilakukan tindakan nyata seperti perbaikan proses
pembelajarn, pelatihan guru atau perbaikan sarana prasarana. Munculnya
ketidakberesan dalam UN, seperti pencurian naskah, pembocoran,
pengawasan yang lunak, bahkan guru yang memberikan jawaban kepada
siswa tidak boleh ditangarai sebagai bentuk pelanggaran, namun juga harus
diapresiasi sebagai bentuk pambangkangan. Oleh karena itu, Un harus
dikembalikan ke jati dirinya, bukan semata merupakan terobosan untuk
kepentingan pragmatis birokrasi, namun kearah yang lebih strategis dan
prediktif.
Kebijakan seharusnya dipandang sebagai kesepakatan publik yang
diformulasikan dari hasil pemikiran dan kerja bersama dengan para pemangku
kepentingan. Sebuah kebijakan seharusnya bukan hanya lahir dari pendapat
seseorang , juga bukan dari pendapat seorang pemimpin yang berkuasa.
Pemimpin kuasa adalah pemegang amanat rakyat yang dipimpinnya.
Pendapat pemimpin yang cerdas boleh jadi akan mewarnai kebijakan yang
akan diambilnya, tetapi harus berjalan dengan kepentingan rakyat. Itulah

71
c-puspa’s document

sebabnya peraturan pemerintah perlu disosialisasikan kepada masyarakat


dalam kegiatan uji publik. Kebijakan lahir dari, oleh, dan untuk rakyat. Sama
dengan kekuasaan lahir dari, oleh, dan untuk rakyat. Itulah makna dan
hakikat demokrasi yang sebenarnya.

SUMBER ACUAN
Abduzen, Mohammad.2006. Ujian Nasional dan Politik Pendidikan. Online.
http://perpustakaan.bappenas.go.id
Sudrajad, Akhmad. 2009. Aneka Berita Seputar Pro Kontra Ujian Nasional.
Available at http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11. [accessed
12/28/09].
http://www.teoripembelajaran.blogspot.com/2008/pro-kontra-ujian-nasional/

72

You might also like