You are on page 1of 22

DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 1
.............................................................................................................................
PENDAHULUAN................................................................................................. 2
Latar Belakang.......................................................................................... 2
Batasan Masalah...................................................................................... 4
PEMBAHASAN.................................................................................................... 5
Ruang Lingkup Dividen............................................................................ 5
Pengertian Dividen........................................................................ 5
Jenis-Jenis Dividen........................................................................ 5
Kebijakan Dividen.......................................................................... 6
Pentingnya Kebijakan Dividen............................................................... 7
Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen.................................... 7
Kebijakan Pemberian Dividen................................................................ 9
Teori Kebijakan Dividen......................................................................... 10
Teori Dividen Tidak Relevan......................................................... 10
Teori The Bird In The Hands......................................................... 12
Teori Perbedaan Pajak.................................................................. 12
Teori Signaling hypothesis............................................................ 13
Teori Clientele Effect..................................................................... 13
Kebijakan Dividen Dalam Praktik........................................................... 14
Stock Repurchase, Stock Dividend dan Stock Split........................ 16
Stock Repurchase........................................................................ 16
Stock Dividend dan Stock Split................................................... 18
Dampak Pengumuman Dividen terhadap Harga Saham..................... 19
KESIMPULAN...................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 22

1
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Kebijakan dividen menyangkut keputusan untuk membagikan laba sebagai


deviden atau menahannya guna diinvestasikan kembali di dalam perusahaan
(laba ditahan). Dividen yang dibayarkan kepada para pemegang saham
tergantung kepada kebijakan masing-masing perusahaan, sehingga
memerlukan pertimbangan yang lebih serius dari manajemen perusahaan.
Konsekuensinya,tugas manajer keuangan dituntut untuk bisa menentukan
kebijakan dividen yang optimal, yang menciptakan keseimbangan diantara
dividen saat ini dan pertumbuhan dimasa mendatang. Oleh karena itu, dalam
menentukan kebijakan dividen perusahaan perlu mempertimbangkan berbagai
faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat memaksimalkan nilai
perusahaan. Berdasarkan pada pemikiran di atas, penulis mencoba untuk
melakukan penelitian dalam skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor
Kebijakan Dividen dan Pengaruhnya Terhadap Harga Saham”.
Investor mempunyai tujuan utama dalam menanamkan dananya kedalam
perusahaan yaitu untuk mencari pendapatan atau tingkat kembalian investasi
(return) baik berupa pendapatan dividen maupun pendapatan dari selisih harga
jual saham terhadap harga beli (capital gain). Pembagian dividen sebagian besar
dipengaruhi oleh perilaku investor yang lebih memilih dividen tinggi yang
mengakibatkan retained earning menjadi rendah. Investor beranggapan bahwa
dividen yang diterima saat ini lebih berharga dibandingkan capital gain yang
diperoleh kemudian hari (Yuniningsih, 2002). Investor yang memilih dividen
sebagai return, cenderung menginginkan pembagian dividen yang relatif stabil,
karena akan mengurangi ketidakpastian investor yang telah menanamkan
dananya pada perusahaan.
Perusahaan dituntut membuat keputusan sumber pendanaan yang tepat
apakah menggunakan sumber dana internal (retained earning) atau eksternal
(utang atau ekuitas), atau kedua-duanya, harus memperhatikan biaya dan
manfaat yang ditimbulkan, karena setiap sumber dana mempunyai konsekuensi

2
dan karakteristik keuangan yang berbeda (Susana dan Fatchan,2006).
Perusahaan harus dapat memilih struktur modal, yaitu bauran antara modal
sendiri dan utang, yang dapat memaksimumkan harga saham perusahaan.
Investasi perusahaan yang sebagian besar didanai dari internal equity akan
mempengaruhi besarnya dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham
biasa (Yuniningsih, 2002).
Kebijakan deviden suatu perusahaan akan melibatkan dua pihak yang
berkepentingan dan saling bertentangan (agency problem), yaitu kepentingan
para pemegang saham dengan dividennya, kepentingan perusahaan dengan
laba ditahannya, dan juga kepentingan bondholder yang dapat mempengaruhi
besarnya dividen kas yang dibayarkan. Dividen yang dibayarkan kepada para
pemegang saham tergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan,
sehingga memerlukan pertimbangan yang lebih serius dari manajemen
perusahaan. Kebijakan dividen atau keputusan dividen pada hakikatnya adalah
menentukan porsi keuntungan yang akan dibagikan kepada para pemegang
saham, dan yang akan ditahan sebagian dari laba ditahan (Susana dan Fathan,
2006).
Mengingat akan arti penting laba, baik bagi perusahaan maupun bagi pihak
investor, perusahaan berkepentingan untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Perusahaan berkepentingan untuk mendonasi ekspansi dan meningkatkan
pertumbuhan perusahaan, sementara bagi investor mereka berkehendak atas
pembagian laba yang diperoleh (dividen). Perusahaan harus bisa mengambil
kebijakan yang memenuhi keinginan perusahaan memenuhi kebutuhan dana,
sedangkan bagi investor memperoleh apa yang diinginkan. Brigham dan
Houston (2004:95) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dividen
adalah bond indentures, preferred stock restriction, impairement of capital rule,
availability of cash, penalty tax on improperly accumulated earnings. Kita telah
menguraikan teori-teori utama tentang preferensi investor dan beberapa
masalah yang berhubungan dengan dampak kebijakan deviden terhadap nilai
sebuah perusahaan. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan kedalam empat
kategori besar: (1) batasan pembayaraneviden, (2)peluang investasi,

3
(3)ketersediaan dan biaya sumber-sumber modal alternative,dan (4)pengaruh
kebijakan deviden (Brigham dan Houston, 2004 : 94).
Investor mengharapkan return tidak berdasarkan pada kebijakan
manajemen perusahaan tetapi didasarkan pada kinerja yang telah dicapai
perusahaan yang tercermin dalam laporan keuangan yang dipublikasikan.

BATASAN MASALAH

Berdasarkan hal tersebut, maka kita akan membataskan pembahasan kita


kepada metode penetapan kebijakan dividen.

4
PEMBAHASAN
KEBIJAKAN DIVIDEN

RUANG LINGKUP DIVIDEN

Pengertian Dividen
Dividen adalah proporsi laba atau keuntungan yang dibagikan kepada para
pemegang saham dalam jumlah yang sebanding dengan jumlah lembar
saham yang dimilikinya (Baridwan, 2000:434). Semua keuntungan ataupun
kerugian yang diperoleh perusahaan selama berusaha dalam satu periode
tersebut dilaporkan oleh direksi kepada para pemegang saham dalam suatu
rapat pemegang saham.

Jenis-jenis Dividen

Cash Dividen ialah dividen yang diberikan oleh perusahaan kepada para
pemegang sahamnya dalam bentuk uang tunai (cash). Pada waktu rapat
pemegang saham, perusahaan memutuskan bahwa sejumlah tertentu dari
laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk cash dividen (M. Munandar,
1983: 312). Perusahaan hanya berkewajiban membayar dividen setelah
perusahaan tersebut mengumumkan akan membayar dividen. Dividen
dibayarkan kepada pemegang saham yang namanya tercatat dalam daftar
pemegang saham. Pembayaran dividen dapat dilakukan oleh perusahaan
sendiri atau melalui pihak lain, umpamanya bank. Cara yang kedua biasanya
yang dipilih perusahaan karena bank mempunyai banyak cabang, sehingga
memudahkan pemegang saham yang mungkin sekali tersebar luas di seluruh
Indonesia (Arief Suaidi, 1994: 230). Yang perlu diperhatikan oleh pimpinan
perusahaan sebelum membuat pengumuman adanya dividen kas adalah
apakah jumlah kas yang ada mencukupi untuk pembagian dividen tersebut.
Script Dividen adalah suatu surat tanda kesediaan membayar sejumlah uang
tertentu yang diberikan perusahaan kepada para pemegang saham sebagai
dividen. Surat ini berbunga sampai dengan dibayarkannya uang tersebut
kepada yang berhak. Script dividen seperti ini biasanya dibuat apabila pada

5
waktu para pemegang saham mengambil keputusan tentang pembagian
laba, dimana perusahaan belum (tidak) mempunyai persediaan uang cash
yang cukup untuk membayar dividen cash (Arief Suaidi, 1994: 231).
Property Dividen adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang
saham dalam bentuk barang-barang (tidak berupa uang tunai ataupun
(modal) saham perusahaan). Contoh dividen barang adalah dividen berupa
persediaan atau saham yang merupakan investasi perusahaan pada
perusahaan lain. Pembagian dividen berupa barang sudah barang tentu lebih
sulit dibanding pembagian dividen uang. Perusahaan melakukannya karena
uang tunai perusahaan tertanam dalam investasi saham perusahaan lain
atau persediaan dan penjualan investasi atau persediaan terutama bila
jumlahnya cukup banyak akan menyebabkan harga jual investasi ataupun
persediaan turun, sehingga merugikan perusahaan dan pemegang saham
sendiri (Arief Suaidi, 1994 : 233).
Liquidating Dividen adalah dividen yang dibayarkan kepada para pemegang
saham, dimana sebagian dari jumlah tersebut dimaksudkan sebagai
pembayaran bagian laba (Cash Dividen), sedangkan sebagian lagi
dimaksudkan sebagai pengembalian modal yang ditanamkan (diinvestasikan)
oleh para pemegang saham ke dalam perusahaan tersebut (M. Munandar,
1983: 314).
Stock Dividen adalah dividen yang diberikan kepada para pemegang saham
dalam bentuk saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri (M.
Munandar, 1983: 314). Di Indonesia saham yang dibagikan sebagai dividen
tersebut disebut saham bonus. Dengan demikian para pemegang saham
mempunyai jumlah lembar saham yang lebih banyak setelah menerima Stock
Dividen. Dividen saham dapat berupa saham yang jenisnya sama maupun
yang jenisnya berbeda.

Kebijakan Deviden ( Deviden Policy )


Kebijakan deviden adalah keputusan manajeman keuangan untuk
menentukan besarnya prosentase laba yang dibagikan kepada para
pemegang saham dalam bentuk cash deviden,stabilitas deviden yang

6
dibagikan,deviden saham (stock deviden), pemecahan saham ( stock split ),
dan penarikan kembali saham yang beredar yang semuanya ditunjukan untuk
meningkatkan kemakmuran para pemegang saham.

PENTINGNYA KEBIJAKAN DIVIDEN

Salah satu kebijakan yang harus di ambil oleh manajemen adalah


memutuskan apakah laba yang diperoleh perusahaan selama satu periode akan
dibagi semua atau akan dibagi sebagian untuk dividen dan sebagian lagi akan
disimpan sebagai laba yang ditahan. Apabila perusahaan memutuskan akan
membagi laba perusahaan sebagai dividen, maka akan mengurangi kesempatan
perusahaan dalam mendapatkan modal intern.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBIJAKAN DIVIDEN

Semakin tinggi dividen yang dibagikan kepada pemegang saham akan


mengurangi kesempatan perusahaan dalam mendapatkan sumber dan intern
dalam rangka mengadakan reinvestasi, sehingga dalam jangka panjang akan
mengurangi nilai perusahaan.

1. Posisi Solvabilitas Perusahaan

Apabila perusahaan dalam kondisi solvabilitasnya kurang


menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini
disebabkan karena laba yang diperoleh digunakan untuk memperbaiki
struktur modal perusahaan .

2. Posisi Likuiditas Perusahaan

Perusahaan membayarkan dividen berarti harus bisa menyediakan uang


kas yang cukup banyak dan ini akan menurunkan tingkat likuiditas
perusaha. Bagi perusahaan yang likuiditas perusahaan-nya kurang baik,
biasanya dividen payout rationya kecil, sebab sebagian laba yang
digunakan untuk menambah likuiditas.

3. Kebutuhan Untuk Melunasi Hutang

7
Hutang-hutang harus dibayar pppada saat jatuh tempo, dan untuk
membayar hutang-hutang tersebut disediakan dana. Semakin banyak
hutang yang harus dibayar, maka semakin besar dana yang harus
disediakan sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang harus
dibayarkan kepada pemegang saham.

4. Rencana Perluasan

Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya


pertumbuhan perusahan, dan hal ini bisa dilihat dari perluasan yang
dilakukan perusahaan. Konsekuensinya, semakin besar dana yagn
dibutuhkan untuk itu.

5. Kesempatan Investasi

Semakin terbuka kesempatan investasi , maka semakin kecil dividen yang


akan dibayarkan sebab dananya digunakan untuk memperoleh
kesempatan investasi. Namun bila kesempatan investasi kurang baik,
maka dananya akan digunakan untuk membayar dividen.

6. Stabilitas Pendapatan

Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak perlu menyediakan kas


yagn banyak untuk berjaga-jaga, sedangkan perusahaan yagn
pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang yang besar untuk
berjaga-jaga.

7. Pengawasan Terhadap Perusahaan

Perusahaan memncari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan


akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan
pemilik lama dalam mmmengendalikan perusahaan. Jika dibelanjai dari
hutang, resikonya cukup besar. Oleh karena itu perusahaan cenderung
tidak membagi dividennya agar pengendalian tetap bisa dijalankan.

8
KEBIJAKAN PEMBERIAN DIVIDEN

Bentuk kebijakan dividen yaitu :

1. Kebijakan pemberian dividen stabil

Artinya dividen akan diberikan secara tetap perlembarnya untuk jangka


waktu tertentu walau laba perusahaan berfluktuasi.

Rupiah Laba perusahaan

Dividen

2. Kebijakan pemberian dividen yang meningkat

Dengan kebijakan ini perusahaan akan membayarkan dividen dengan


jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil. Misalnya
perusahaan akan memberikan dividen sebesar Rp. 600,- per lembar
dengan pertumbuhan 5%, sehingga tahun depan pembayaran dividen
sebesar 5% adalah Rp. 630,- per lembar.

3. Kebijakan dividen dengan ratio yang konstan

Pemberian dividen dengan kebijakan ini mengikuti besarnya laba yang


diperoleh perusahaan. Dasar yang digunakan sering disebut dividen
payout ratio.

4. Kebijakan pemberian dividen regular yang rendah ditambah ekstra

Melalui kebijakan ini, pemberian dividen dilakukan dengan menentukan


pembayaran dividen per lembar yang dibagikan kecil. Kemudian
ditambahkan dengan ekstra dividen bila perusahaan mencapai jumlah
tertentu.

9
TEORI KEBIJAKAN DIVIDEN

1. Beberapa Teori Kebijakan Dividen :


Manajemen mempunyai 2 alternatif perlakuan terhadap penghasilan
bersih sesudah pajak ( EAT ) perusahaan yaitu :
1. Dibagi kepada para pemegang saham perusahaan dalam bentuk
dividen
2. Diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai laba ditahan
( retaired earning ).
Pada umumnya sebagian EAT ( Earning After Tax ) dibagi dalam
bentuk dividen dan sebagian lagi diinvestasikan kembali, artinya
manajemen harus membuat keputusan tentang besarnya EAT yang
dibagikan sebagai dividen. Pembuat keputusan tentang dividen ini
disebut kebijakan dividen ( dividen policy ).

Persentase dividen yang dibagi dari EAT disebut “ Dividend Payout


Ratio “ ( DPR ).

Dividen yang dibagi


DPR =
EAT
Presentasi laba ditahan dari EAT adalah 1 – DPR

Ada berbagai pendapat atau teori tentang kebijakan dividen a.l :


a. Teori “ Dividen Tidak Relevan “ dari Modigliani dan Miller,
b. Teori “ The Bird in the Hand “ ,
c. Teori Perbedaan Pajak ,
d. Teori “ Signaling Hypothesis “ ,
e. Teori “ Clientele Effect “.

a. Teori “ Dividen Tidak Relevan “ dari Modigliani dan Miller :

Menurut Modigliani dan Miller (MM) , nilai suatu perusahaan tidak


ditentukan oleh besar kecilnya DPR, tapi ditentukan oleh laba bersih
sebelum pajak ( EBIT ) dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut
MM, dividen adalah tidak relevan.

10
Pernyataan MM ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang
“ lemah “ seperti :
1. Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional.
2. Tida ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan
saham baru.
3. Tidak ada pajak
4. Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.
Pada praktiknya :
a). Pasar modal yang sempurna sulit ditemui ;
b). biaya emisi saham baru pasti ada ;
c). pajak pasti ada ;
d). kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah.

Beberapa ahli menentang pendapatan MM tentang dividen adalah


tidak relevan dengan menunjukkan bahwa adanya biaya emisi
saham baru akan mempengaruhi nilai perusahaan. Modal sendiri
dapat berasal dari laba ditahan dan menerbitkan saham biasa baru.
Jika modal sendiri berasal dari laba ditahan, biaya modal sendiri
sebesar Ks ( Biaya modal sendiri dari laba ditahan ). Tapi bila
berasal dari saham biasa baru, biaya modal sendiri adalah Ke
( biaya modal sendiri dari saham biasa baru ).

D1
Ks = +g
Po

D1
Ke = +g
Po (1 – F)

Beberapa ahli menyoroti asumsi tidak adanya pajak. Jika ada pajak
maka penghasilan investor dari dividen dan dari capital gains
( kenaikan harga saham ) akan dikenai pajak. Seandainya tingkat
pajak untuk dividen dan capital gains adalah sama, investor
cenderung lebih suka menerima capital gains dari pada dividen
karena pajak pada capital gains baru dibayar saat saham dijual dan

11
keuntungan diakui / dinikmati. Dengan kata lain, investor lebih untung
karena dapat menunda pembayaran pajak. Investor lebih suka bila
perusahaan menetapkan DPR yang rendah, menginvestasikan
kembali keuntungan dan menaikkan nilai perusahaan atau harga
saham.

b. Teori “ The Bird in the Hand “ :


Gordon dan Lintner menyatakan bahwa biaya modal sendiri
perusahaan akan naik jika DPR rendah karena investor lebih suka
menerima dividen dari pada capital gains. Menurut mereka, investor
memandang dividend yield lebih pasti dari pada capital gains yield.
Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri
dari laba ditahan ( KS ) adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan
investor pada saham. KS adalah keuntungan dari dividen ( dividend
yield ) ditambah keuntungan dari capital gains ( capital gains yield ).

Modigliani dan Miller menganggap bahwa argumen Gordon dan


Lintner ini merupakan suatu kesalahan ( MM menggunakan istilah “
The Bierd in the hand Fallacy “ ) . Menurut MM, pada akhirnya
investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada
perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki risiko yang
hampir sama.

c. Teori Perbedaan Pajak

Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy. Mereka


menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan
dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains
karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor
mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada
saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital gains yield
rendah dari pada saham dengan dividend yield rendah, capital gains
yield tinggi. Jika pajak atas dividend lebih besar dari pajak atas
capital gains, perbedaan ini akan makin terasa.

Jika manajemen percaya bahwa teori “ Dividen tidak relevan “ dari


MM adalah benar, maka perusahaan tidak perlu memperdulikan
berapa besar dividen yang harus dibagi, Jika mereka menganut teori

12
“ The Bird in the Hand “, mereka harus membagi seluruh EAT
dalam bentuk dividen. Dan bila manajemen cenderung mempercayai
teori perbedaan pajak ( Tax Differential Theory ), mereka harus
menahan seluruh EAT atau DPR = 0 %. Jadi ke 3 teori yang telah
dibahas mewakili kutub – kutub ekstrim dari teori tentang kebijakan
dividen. Sayangnya test secara empiris belum memberikan jawaban
yang pasti tentang teori mana yang paling benar.

d. Teori “ Signaling Hypothesis “

Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti
dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya pernurunan diveden
pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini
dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai
dividen dari pada capital gains. Tapi MM berpendapat bahwa suatu
kenaikan dividen yang diatas biasanya merupakan suatu “ sinyal “
kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan
suatu penghasilan yang baik diveden masa mendatang. Sebaliknya,
suatu penurunan dividen atau keanikan dividen yang dibawah
keanaikan normal ( biasanya ) diyakini investor sebagai suatu sinyal
bahwa perusahaan menghadapi masa sulit diveden waktu mendatang.
Seperti teori dividen yang lain , teori “ Signaling Hypotesis “ ini juga
sulit dibuktikan secara empiris. Adalah nyata bahwa perubahan
dividen mengandung beberapa informasi. Tapi sulit dikatakan apakah
kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan
penurunan dividen semata-mata disebabkan oleh efek “ sinyal “ atau
disebabkan karena efek “ sinyal “ dan preferensi terhadap dividen.

e. Teori “ Clientele Effect “.

Teori ini menyatakan bahwa kelompok ( clientele ) pemegang saham


yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap
kebijakan dividen perusahaan.

Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada


saat ini lebih menyukai suatu Dividend payout Ratio yang tinggi.
Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan
uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian
besar laba bersih perusahaan.

13
Jika ada perbedaan pajak bagi individu ( misalnya orang lanut usia
dikenai pajak lebih ringan ) maka pemegang saham yang dikenai
pajak tinggi lebih menyukai capital gains karena dapat menunda
pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan
membagi dividen yang kecil. Sebaliknya kelompok pemegang saham
yang dikenai pajak relatif rendah cenderung menyukai dividen yang
besar.

Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari “ Clientele “ ini ada. Tapi
menurut MM hal ini tidak menunjukkan bahwa lebih baik dari
dividen kecil, demikian s ebaliknya. Efek “ Clientele “ ini hanya
mengatakan bahwa bagi sekelompok pemegang saham, kebijakan
dividen tertentu lebih menguntungkan mereka .

Kebijakan Dividen dalam Praktik

Pada praktiknya perusahaan cenderung memberikan dividen dengan


jumlah yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Kebijakan ini
kemungkinan besar disebabkan oleh asumsi bahwa :
a. Investor melihat keanaikan dividen sebagai suatu tanda baik bahwa
perusahaan memiliki prospek cerah, demikian sebaliknya. Hal ini
membuat perusahaan lebih senang mengambil jalan aman yaitu
tidak menurunkan pembayaran dividen ,
b. Investor cenderung lebih menyukai dividen yang tidak berfluktuasi (
dividen yang stabil ).

Menjaga kestabilan dividen tidak berarti menjaga Dividend Payout Ratio


tetap stabil karena jumlah nominal dividen juga tergantung pada
penghasilan bersih perusahaan ( EAT ). Jika DPR dijaga kestabilannya,
misalnya ditetapkan sebesar 50 % dari waktu ke waktu, tetapi EAT
berfluktuasi, maka pembayaran dividen juga akan berfluktuasi

Pada umumnya perusahaan akan menaikkan dividen hingga suatu


tingkatan dimana mereka yakin dapat mempertahankannya diveden
masa mendatang. Artinya jika terjadi kondisi yang terburuk sekalipun,
perusahaan masih dapat mempertahankan pembayaran dividen – nya.

14
Pada prakteknya ada perusahaan yang menggunakan model “ residual
dividend “ dimana dividen ditentukan dengan cara :
1. Mempertimbangkan kesempat investasi perusahaan ;
2. Mempertimbangkan target struktur modal perusahaan untuk
menentukan besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk
investasi.
3. Memanfaatkan laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan akan
modal sendiri tersebut semaksimal mungkin
4. Membayar dividen hanya jika ada sisa laba.

Dengan demikian, besarnya dividen bersifat fluktuatif. Model “ Residual


Dividend “ ini berkembang karena perusahaan lebih senang
menggunakan laba ditahan dari pada menerbitkan saham baru untuk
memenuhi kebutuhan modal sendiri, alasannya :
1). Menerbitkan saham menimbulkan biaya emisi saham ( flotation cost )
dan
2). Menurut teori “ signaling hypothesis “ penerbitan saham baru sering
salah artikan oleh investor bahwa perusahaan kesulitan keuangan
sehingga menyebabkan penurunan harga saham.

Model “ Residual dividend “ men;yebabkan dividen bervariasi jika


kesempatan investasi perusahaan juga bervariasi ( fluktuasi ) , Jika kita
percaya pada teori “ signaling hypothesis “. maka model ini sebaiknya
tidak diguanakn secara kaku untuk menetapkan besarnya dividen
secara “ year to year basis “. Model ini lebih banyak digunakan sebagai
penuntun untuk menetapkan sasaran payout ratio jangka panjang yang
memungkinkan perusahaan memenuhi kebutuhan akan modal sendiri
dengan laba ditahan.

Pada praktiknya, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi


manajemen dalam menentukan kebijakan dividen , a.l :
1. Perjanjian Hutang , pada umumnya perjanjian hutang antara
paerush dengan kreditor membatasi pembayaran dividen. Misalnya,
dividen hanya dapat diberikan jika kewajiban hutang telah dipenuhi
perusahaan dan atau rasio – rasio keuangan menunjukkan bank
dalam kondisi sehat.

2. Pembatasan dari saham Preferen , tidak ada pembayaran dividen


untuk saham biasa jika dividen saham preferan belum dibayar.

15
3. Tersedianya Kas, Dividen berupa uang tunai ( cash dividend )
hanya dapat dibayar jika tersedianya uang tuani yang cukup. Jika
likuiditas baik, perusahaan dapat membayar dividen.

4. Pengendalian , Jika manajemen ingin mempertahankan kontrol


terhadap perusahaan, ia cenderung untuk segan menjual saham
baru sehingga lebih suka menahan laba guna memenuhi kebutuhan
dana / baru. Akibatkanya dividen yang dibayar menjadi kecil. Faktor
ini menjadi penting pada perusahaan yang relatif keci.

5. Kebutuhan dana untuk Investasi , Perusahaan yang berkembang


selalu membutuhkan dana baru untuk diinvestasikan pada proyek –
proyek yang menguntungkan. Sumber dana baru yang merupakan
modal sendiri ( equity ) dapat berupa penjualan sham baru dan laba
ditahan. Manajemen cenderung memanfaatkan laba ditahan karena
penjualan saham baru menimbulkan biaya peluncuran saham
( flotation cost ) . Oleh karena itu semakin besar kebutuhan dana
investasi, semakin kecil dividen payout ratio.

6. Fluktuasi Laba, Jika laba perusahaan dapat membagikan dividen


yang relatif besar tanpa takut harus menurunkan dividen jika laba
tiba – tiba merosot. Sebaliknya jika laba perusahaan berfluktuasi,
dividen sebaiknya kecil agar kestabilannya terjaga. Selain itu,
perusahaan dengan laba yang berfluktuasi sebaiknya tidak banyak
menggunakan hutang guna mengurangi risiko kebangkrutan.
Konsekuensinya laba ditahan menjadi besar dan dividen mengecil.

2. Stock Repurchase, Stock Dividend dan Stock Split

a. Stock Repuchase

Sebagai alternatif terhadap pemberian dividen berupa uang tunai ( cash


dividen ) , perusahaan dapat mendistribusikan pendapatan kepada
pemegang saham dengan cara membeli kembali saham perusahaan
( repuchasing stock ).

16
Harga stock repurchase pada ekilibrium dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:

( S x Pc )
P* =
(S–n)

dimana:
P* : harga stock repurchase equilibrium
S : jumlah saham beredar sebelum stock repurchase
Pc : harga saham saat ini sebelum stock repurchase
N : jumlah lembar saham yang akan dibeli kembali oleh perusahaan.

Keuntungan stock repuchase bagi pemegang saham :


1) Stock repuchase sering di pandang sebagai tanda positif
bagi investor karena pada umumnya stock repuchase dilakukan jika
perusahaan merasa bahwa saham “ undervalued “.
2) Stock repuchase mengurangi jumlah saham yang beredar
dipasar. Setelah stock repuchase ada kemungkinan harga saham
naik.

Kerugian bagi pemegang saham :


1). Perusahaan membeli kembali saham dengan harga yang terlalu
tinggi sehingga merugikan pemegang saham yang tidak menjual
kembali sahamnya.
2). Keuntungan stock repuchase dalam bentuk capital gains, padahal
sebagian investor menyukai dividen.
Keuntungan bagi perusahaan :
1). Menghindari kenaikan dividen. Jika dividen naik terlalu tinggi
dikhawatirkan di masa mendatang perusahaan terpaksa membagi
dividen yang lebih kecil ( pada masa sulit atau banyak kebutuhan
dana investasi ) yang dapat memberi petanda negatif. Stoc
repuchase merupakan alternatif yang baik untuk mendistribusikan
penhasilan yang diatas normal ( extraordinary earnings ) kepada
pemegang saham.
2). Dapat digunakan sebagai strategi untuk mengacau usaha pengambil
– alihan perusahaan ( yang biasanya dilakukan dengan cara membeli
saham sebanyak –b anyaknya hingga mencapai jumlah saham
mayoritas ) Stock repuchase dapat menggalkan usaha ini.

17
3). Mengubah struktur modal perusahaan. Misalnya, perusahaan ingin
meningkatkan rasio hutang dengan cara menggunakan hutang baru
untuk membeli kembali saham yang beredar.
4). Saham yang ditarik kembali dapat dijual kembali ke pasar jika
perusahaan membutuhkan tambahan dana.

Kerugian bagi perusahaan adalah :


1). Dapat merusak image perusahaan karena sebagian investor merasa
bahwa stock repuchase merupakan indikator bahwa manajemen
perusahaan tidak mempunyai proyek – proyek baru yang baik.
Namun demikian, jika perusahaan benar – benar tidak memiliki
kesempatan investasi yug baik, ia memang sebaiknya
mendistribusikan dana kembali kepada pemegang saham. Tidak
banyak bukti empiris yang mendukung alasan ini.
2) Setelah stock repuchase, pasar mungkin merasa bahwa risiko
perusahaan meningkat sehingga dapat menurunkan harga saham.

Jika harus memilih antara stock repuchase dan pembayaran dividen


tunai, pada pasar yang sempurna ( dimana tidak ada pajak , biaya
komisi untuk jual – beli saham dan efek sinyal dari pemberian dividen ),
investor akan indifferent terhadap ke 2 pilihan. Pada pasar yang tidak
sempurna, investor mungkin akan memiliki preferensi terhadap salah satu
dari ke 2 alternatif tersebut.

Ada 3 metode yang dapat digunakan untuk membeli kembali saham :


1. Saham dapat dibeli pada pasar terbuka ( open market )
2. Perusahaan membuat penawaran formal untuk membeli saham
perusahaan dalam jumlah tertentu dan harga tertentu ( pendekatan
tender offer )
3. Perusahaan membeli sejumlah sahamnya kembali dari satu
atau beberapa pemegang saham besar ( pendekatan negotiated basis
)

b. Stock Split dan Stock Dividend


Stock split adalah tindakan perusahaan memecah saham yang beredar
menjadi bagian yang lebih kecil. Stock dividend adalah tindakan
perusahaan memberikan saham baru sebagai pembayaran dividen .

Bagi pemegang saham stock split tidak membuat mereka bertambah


kekayaannya karena kenaikan jumlah saham diimbangi dengan

18
penurunan nilai saham . Stock dividend juga tidak menambah kekayaan
pemegang saham.

Jika tidak ada keuntungan secara ekonomis mengapa perusahaan


melakukan stock split dan Stock dividend :
1. Stock split dilakukan untuk menjaga agar harga saham tetap
berada pada optimal price range. Harga saham yang tinggi akan
menyulitkan investor untuk membeli saham tersebut sehingga dapat
menurunkan permintaan.
2. Stock dividend digunakan perusahaan yang ingin menghemat kas
atau perusahaan dalam kesulitan keuangan. Masalah yang muncul
jika perusahaan tidak membagi dividen tunai investor bisa salah
persepsi terhadap emiten. Akibatnya harga saham bisa turun,
sehingga untuk menghindari efek negatif ini perusahaan dapat
membagi stock dividen sebagai pengganti dividen kas.

Meskipun stock split dan stock dividen tidak berbeda secara


pertimbangan ekonomis tapi perlakuan akuntansinya berbeda. Untuk
stock dividen perusahaan harus melakukan kapitalisasi nilai pasar dari
stock dividen dengan cara mentransfer sejumlah rupiah dari stock
dividen ke rekening modal.

Dampak Pengumuman Dividen (Dividend Announcements) terhadap Harga


Saham

Hal-hal yang telah dikemukakan di atas dapat diringkas sebagai berikut:


Survei yang telah dilakukan oleh Farrely, Baker dan Edelman (1985) dalam
Baker dan Powell (1999) menunjukkan bahwa manajer kantor pusat yakin
kalau kebijakan dividen mempengaruhi nilai perusahaan dan bahwa
terdapat tingkatan optimal pembayaran dividen. Dalam praktek sebagian
besar perusahaan membayar dividen meskipun membayar dividen
membutuhkan biaya. Investor akan menggunakan pengumuman dividen
sebagai informasi untuk menilai harga saham perusahaan. Banyak bukti
empiris mendukung pandangan mengenai dividen sebagai alat signaling
(Baker dan Powell, 1999). Penelitian Baskin (1989) menyimpulkan bahwa
manajer mungkin dapat mengembangkan kebijakan dividen untuk
mempengaruhi harga sahamnya.

Berdasarkan uraian diatas penulis menyusun hipotesis 1 sebagai berikut:

19
H1: Terdapat perbedaan yang signifikan antara pengumuman kenaikan
atau penurunan dividen terhadap harga saham.

Penelitian yang dilakukan oleh Aharony, Falk dan Swary (1988) dalam
Impson (1997) menyimpulkan bahwa reaksi pasar terhadap pengumuman
kenaikan dividen oleh utilitas publik lebih kuat dibandingkan reaksi pasar
terhadap pengumuman dividen oleh perusahaan yang tidak diregulasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Impson (1987) menyimpulkan bahwa reaksi
pasar terhadap penurunan dividen oleh utilitas publik lebih kuat
dibandingkan reaksi pasar terhadap pengumuman dividen oleh
perusahaan yang tidak diregulasi.

Berdasarkan uraian tersebut penulis menyusun hipotesis 2 sebagai berikut:

H2: Reaksi pasar terhadap penurunan dividen oleh perusahaan utilitas publik
lebih kuat dibandingkan reaksi pasar terhadap pengumuman dividen oleh
perusahaan dalam industri tidak diregulasi.

20
KESIMPULAN

Kebijakan deviden merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan


keputusan pendanaan perusahaan. Secara definisi, kebijakan deviden adalah
keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi
kepada pemegang saham dalam bentuk deviden atau akan ditahan untuk
menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang.

Pendapat tentang ketidak-relevanan deviden (irrelevant theory). Pendapat


ini dikemukakan oleh Modigliani dan Miller, yang memberikan argumentasi
bahwa pembagian laba dalam bentuk deviden tidak relevan dengan peningkatan
kemakmuran atau kekayaan pemegang saham. Karena deviden pay out ratio
hanya merupakan bagian kecil dari keputusan pendanaan perusahaan, nilai
perusahaan ditentukan tersendiri oleh kemampuan aktiva perusahaan untuk
menghasilkan laba atau kebijakan investasi. Deviden adalah relevan untuk
kondisi yang tidak pasti, investor dapat dipengaruhi oleh kebijakan deviden.

Deviden Saham (Stock Deviden) dan Pemecahan Saham (Stock Split)


seringkali digunakan untuk tujuan berbeda. Dalam pengertian ekonomi hanya
terdapat perbedaan kecil diantara keduanya. Namun dalam pengertian
akuntansi, kedua istilah di atas memiliki perbedaan besar. Prinsip-prinsip
akuntansi memperlakukan distribusi saham yang lebih dari 25% saham yang
beredar sebagai pemecahan saham, sedangkan distribusi yang lebih kecil dari
jumlah itu dapat digolongkan sebagai stock deviden.

Jika perusahaan memiliki kelebihan dana tetapi mempunyai sedikit


kesempatan investasi, maka kelebihan dana tersebut dapat didistribusikan
dengan membeli kembali saham perusahaan atau meningkatkan pembayaran
deviden. Dengan pembelian kembali saham, maka saham yang beredar menjadi
lebih sedikit sehingga EPS (earning per share) dan dividen per lembar saham
segera meningkat. Sebagai hasilnya harga pasar perlembar saham akan naik
juga.

21
DAFTAR PUSTAKA

Baker, H.K. dan G.E. Powell. 1999, How Corporate Managers View
Dividend Policy, QJBE 38, 17-35.

Baskin, J. 1989, Dividend Policy and The Volatility of Common Stocks, The
Journal of Portfolio Management,(Spring 1989),19-25.

Caton, G.L., J. Goh, dan N. Koher. 2003, Dividend Ommissions and


Intraindustry Transfer, Journal of Financial Research 26, 51– 64.

Impson, M. 1997, Market Reaction to Dividend-Decrease


Announcements: Public Utilities vs Unregulated Industrial Firms, Journal
of Financial Research, 20, 407-422.

Jose, M.L. dan J.L. Stevens. 1989, Capital Market Valuation of Dividend
Policy, Journal of Business Finance & Accounting, 16, 651-662.

Neter J, W. Wasserman, G.A. Whitmore. 1993, Applied Statictics.


Fourth Edition. Needham Heights: A Division of Simon & Schuster, Inc.

Wolk, H.I., M.G. Tearney, dan J.L. Dodd. 2001, Accounting Theory.
Fifth Edition. Cincinnati: South-Western Publishing Co.

22

You might also like