You are on page 1of 14

askep Pneumotoraks dan Hemotoraks.

MAKALAH

disusun untuk memenuhi tugas mata ajaran KMB I

oleh

Paian Tua

Tingkat 2

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
2009
Pengertian

Pneumotoraks adalah pengumpulan udara didalam ruang potensial antara pleura visceral dan
parietal (Arif Mansjoer dkk, 2000).

Pneumotoraks adalah keluarnya udara dari paru yang cidera, ke dalam ruang pleura sering
diakibatkan karena robeknya pleura ( Suzanne C. Smeltzer, 2001).

Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura. (Sylvia
Prince,patofisiologi Konsep Klinis;800)

Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura. (http://proximo-allturorial


.blogspot.com/2008/08 pneumotoraks.html)

Pneumotoraks adalah adanya udara yang trperangkap di rongga pleura.


(http://duniakoas.blogspot.com)

Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura.

Jadi, pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura.

Pneumotoraks dibagi menjadi 2 berdasarkan cara terjadinya:

a. Pneumotoraks Traumatik yang disebabkan oleh trauma benda tajam/ tumpul.


b. Pneumotoraks spontan yang terjadi secara spontan pada orang sehat yang sebelumnya tidak didapat
tanda-tanda penyakit paru/sluran pernafasan sebagai dasarnya.

Anatomi dan Fisiologi


Paru.Paru-paru adalah salah satu organ system pernafasan yang berada di dalam kantong yang dibentuk
oleh pleura parietalis dan viseralis. Kedua paru-paru sangat lunak, elastic dan berada dalam rongga toraks,
sifatnya ringan terapung di dalam air. Paru-Paru berwarna keabu-abuan dan berbintik-bintik akibat partikel-
partikel debu yang masuk dimakan oleh fagosit.

Toraks.Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12
vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang
melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh
berfungsi membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternu. Perluasan rongga pleura di
atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.
Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus
latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus
posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris
posterior.
Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada.
Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus interkostalis dan diafragma, yang
menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.

Pleura.Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane halus, licin, yaitu pleura, yang juga meluas
untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma. Pleura parietalis melapisi
toraks, dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antar kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium
pleura, yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya
bergeser dengan bebas selama ventilasi.

Ruang interkostal. Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti oleh tiga lapis
muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang/normal. Vena, arteri nervus dari tiap
rongga interkostal berada di belakang tepi bawah iga. Karena jarum torakosentetis atau klein yang
digunakan untuk masuk ke pleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela
iga yang dipilih.

Diafragma. Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan kartilagokosta, dari
vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal; bagian muskular melengkung membentuk tendo
sentral. Nervis frenikus mempersarafi motorik, interkostal bahwa mempersarafi sensorik. Diafragma
yang naik setinggi putung susu, turut berperan sekitar 75% dari ventilasi paru-paru selama respirasi
biasa/tenang.

Ada tiga jalan masuknya udara ke dalam rongga pleura, yaitu

1) Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.

2) Penetrasi dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus atau abdomen) dan
pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk dalam rongga pleura.

3) Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas misalnya pada
empiema.
Mediastinum. Mediatinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian membagi
rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktuk
toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua lapisan pleura.

Lobus. Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus bawah dan atas, sementara
paru kanan mempunyai lobus atas, tengah, dan bawah. Setiap lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi dua
segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasaan pleura.

Bronkus dan Bronkiolus. Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah
bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus
segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri), yang merupakan struktur yang dicari ketika
memilih posisi drainage postural yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental
kemudian dibagi lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang
memiliki arteri, limfatik, dan saraf.

Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus, yang tidak mempunyai
kartilago dalam dindingnya. Patensi bronkiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastik otot polos
sekelilinginya dan pada tekanan alveolar. Brokiolus mengandung kelenjar submukosa, yang
memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian dalam jalan napas.
Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek
yang disebut silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk
mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.

Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis, yang tidak mempunyai
kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap
menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai pada
titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam percabangan trakeobronkial
yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus
respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli.
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli.

Alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster anatara 15 sampai 20
alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan
menutupi area 70 meter persegi (seukuran lapangan tennis). Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel
alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alaveolar. Sel-sel alveolar tipe II, sel-sel yang
aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan, suatu fosfolid yang melapisi permukaan dalam dan
mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel
fagositis yang besar yang memakan benda asing (mis., lender, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme
pertahanan yang penting.

Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea, bronkus, bronkiolus, dan
alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar menjalani rute yang sama dengan arah yang berlawanan.

Faktor fisik yang mengatur aliran udara masuk dan keluar paru-paru secara bersamaan disebut sebagai
mekanisme ventilasi dan mencakup varians tekanan udara, resistensi terhadap aliran udara, dan
kompliens paru. Varians tekanan udara, udara mengalir dari region yang tekanannya tinggi ke region
dengan tekanan lebih rendah. Selama inspirasi, gerakan diafragma dan otot-otot pernapasan lain
memperbesar rongga toraks dan dengan demikian menurunkan tekanan dalam toraks sampai tingkat di
bawah atmosfir. Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli. Selama
ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru mengempis, mengakibatkan penurunan ukuran rongga
toraks. Tekanan alveolar kemudian melebihi tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari paru-paru ke
dalam atmosfir.

Resistensi jalan udara, ditentukan terutama oleh diameter atau ukuran saluran udara tempat udara
mengalir. Karenanya setiap proses yang mengubah diameter atau kelebaran bronkial akan
mempengaruhi resistensi jalan udara dan mengubah kecepatan aliran udara sampai gradient tekanan
tertentu selama respirasi. Factor-faktor umum yang dapat mengubah diameter bronkial termasuk
kontraksi otot polos bronkial, seperti pada asma ; penebalan mukosa bronkus, seperti pada bronchitis
kronis ; atau obstruksi jalan udara akibat lender, tumor, atau benda asing. Kehilangan elastisitas paru
seperti yang tampak pada emfisema, juga dapat mengubah diameter bronkial karena jaringan ikat paru
mengelilingi jalan udara dan membantunya tetap terbuka selama inspirasi dan ekspirasi. Dengan
meningkatnya resistensi, dibutuhkan upaya pernapasan yang lebih besar dari normal untuk mencapai
tingkat ventilasi normal.

Kompliens, gradien tekanan antara rongga toraks dan atmosfir menyebabkan udara untuk mengalir
masuk dan keluar paru-paru. Jika perubahan tekanan diterapkan dalam paru normal, maka terjadi
perubahan yang porposional dalam volume paru. Ukuran elastisita, ekspandibilitas, dan distensibilitas
paru-paru dan strukur torakas disebut kompliens. Factor yang menentukan kompliens paru adalah
tahanan permukaan alveoli (normalnya rendah dengan adanya surfaktan) dan jaringan ikat, (mis.,
kolagen dan elastin) paru-paru.

Kompliens ditentukan dengan memeriksa hubungan volume-tekanan dalam paru-paru dan toraks.
Dalam kompliens normal, paru-paru dan toraks dapat meregang dan membesar dengan mudah ketika
diberi tekanan. Kompliens yang tinggi atau meningkat terjadi ketika diberi tekanan. Kompliens yang
tinggi atau meningkat terjadi ketika paru-paru kehilangan daya elastisitasnya dan toraks terlalu
tertekan (mis., emfisema). Saat paru-paru dan toraks dalam keadaan “kaku”, terjadi kompliens yang
rendah atau turun. Kondisi yang berkaitan dengan hal ini termasuk pneumotorak, hemotorak, efusi
pleura, edema pulmonal, atelektasis, fibrosis pulmonal. Paru-paru dengan penurunan kompliens
membutuhkan penggunaan energi lebih banyak dari normal untuk mencapai tingkat ventilasi normal.

Etiologi
a. Pneumotoraks Traumatik
1. Pneumotoraks traumatic kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya
berupa trauma tumpul dinding toraks yang merobek dinding pleura.
2. Dapat juga disebabkan oleh karena trauma tajam mealui dinding toraks.

b. Pneumotoraks Spontan
Dari bukti/konfirmasi torakotomi etiologi pneumotoraks spontan adalah pecahnya alveol perifer,
kista/bulla subpleural.Pada 31 penderita dengan pneumotoraks spontan primer di USA yang
menjalani torakotomi, ternyata pada setiap pasien tersebut ditemukan adanya bulla subpleural.
Patogenesis bulla subpleural belum jelas, diduga berhubungan dengan kelainan kongenital, radang
bronkus, gangguan ventilasi kolateral.
Terdapat hubungan yang kuat antara merokok dengan terjadinya pneumotoraks spontan primer; dan
472 penderita di Inggris ternyata 432 (92%) adalah perokok atau mantan perokok.

Patofisiologi

Pneumotoraks

Traumatik (Luka Tembus)

Udara masuk ke rongga toraks secara bebas

Tekanan akan bertambah dan sama


dengan tekanan atmosfir

Ventilasi Terganggu

O2 tidak dapat
keluar

Tekanan intrapleura
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita trauma dada;

a. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.

b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.

c. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.

d. Dyspnea, takipnea

e. Takikardi

f. Tekanan darah menurun.

g. Gelisah dan agitasi

h. Kemungkinan cyanosis.

i. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.

j. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.

INSIDEN 
Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus-kasus yang tidak
didiagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai sebab. Johnston &
Dovnarsky(4)memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8 per 100.000 per
tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering daripada
wanita (4: 1); paling sering pada usia 20¬30(4,14) tahun Pneumotoraks spontan yang timbul
pada umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan
empisema(1,2). Lebih sering pada 
orang-orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang
mempunyai kebiasaan merokok(2,4).
Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi dan pada kiri. 

Komplikasi
Atelektasis, ARDs, infeksi, edema pulmonary, emboli paru, efusi pleura, empyema, emfisema,
penebalan pleura.
HEMOTORAK

Pengertian

Hemotoraks adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh akumulasi darah dalam rongga pleura.
(http://anshar bonnasilfa.wordpress.com)

Hemotoraks adalah terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau tembus
pada dada.(http://dunia koas.blogspot.com)

Hemotoraks adalah pengumpulan darah dalam ruang potensial antara pleura visceral dan parietal.(Arif
Mansjoer,Kapita Selekta Kedokteran;297)

Etiologi

Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya
membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan
mengaikibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada
paru.

Manifestasi Klinis:
• Tachypnea
• Dyspnea.
• Cyanosis.
• Decreased or absent breath sounds on affected side.
• Tracheal deviation.
• Dull resonance on percussion.
• Unequal chest rise.
• Tachycardia.
• Hypotension
• Pale, cool, clammy skin.
• Possibly subcutaneous air.
• Narrowing pulse pressure.

INSIDEN 
Kejadian hemotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus-kasus yang tidak
didiagnosis sebagai hemotoraks karena berbagai sebab. perkirakan kejadian hemotoraks
berkisar antara 1,4-15,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada hemotoraks
antara lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (3: 1) paling sering pada usia 20¬30.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pneumotoraks

1. Pengkajian

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat

b. Sirkulasi

Tanda : takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung gallop, nadi
apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi
rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).

c. Psikososial

Tanda : ketakutan, gelisah.

d. Makanan / cairan

Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.

e. Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara
batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.

Tanda : Perilaku distraksi, mengerutkan wajah

f. Pernapasan

Tanda : pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori
pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun, fremitus menurun,
perkusi dada : hipersonan diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak
sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung,
pingsan.

Gejala : kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru kronis,
inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).

g. Keamanan

Gejala : adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural; dapat menunjukan
penyimpangan struktur mediastinal.

b. GDA : variable tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik
pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.

c. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa

d. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah

3. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

1) Pola pernapasan tak efektif b.d penurunan ekspansi paru, gangguan musculoskeletal, nyeri,
ansietas, proses inflamasi.

Ditandai : Dispnea, takipnea

Perubahan kedalaman pernapasan

Penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal

Gangguan pengembangan dada

Sianosis, GDA tak normal

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24 jam bersihan jalan napas klien
efektif.

KH : Menunjukkan pola pernapasan normal / efektif dengan GDA dalam batas normal.

Bebas sianosis dan hipoksia

 Intervensi :

a. Mengidentifikasikan etiologi / factor pencetus ex : kolaps spontan, trauma, keganasan.

b. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan / pernapasan sesak, dispnea, terjadinya


sianosis, perubahan tanda vital.

c. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik, catat


perubahan tekanan udara.

d. Auskultasi bunyi napas

e. Catat pengembangan dada dan posisi trakea

f. Kaji fremitus

g. Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.
h. Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur,
anjurkan pasien untuk duduk sebanyak mungkin.

 Rasional :

a. Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat.

b. Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres
fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan
hipoksia / perdarahan.

c. Kesulitan bernapasn dengan ventilator atau peningkatan jalan napas diduga


memburuknya kondisi atau terjadinya komplikasi (mis. ruptur spontan dari bleb,
terjadinya pneumotoraks)

d. Bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru, atau seluruh area
paru (unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area kolaps
paru menurunya bunyinya. Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran
gasnya dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotoraks.

e. Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari area sisi yang
sakit pada tegangan pneumotoraks.

f. Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan /
konsolidasi.

g. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif /
mengurangi trauma.

h. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi
yang sakit.

2) Bersihan jalan napas tak efektif b.d peningkatan produksi sekresi kental

Ditandai : Pernyataan kesulitan bernapas

Perubahan kedalaman/kecepatan pernapasan, penggunaan otot aksesori

Bunyi napas tak normal, mis., mengi, ronki, krekels

Batuk (menetap), dengan/tanpa produksi sputum.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X24 jam klien menunjukan bersihan jalan napas.

KH : Mempertahankan jalan napas pasien dengan bunyi napas bersih/ jelas

Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, mis., batuk efektif dan mengeluarkan
sekret.

Intervensi :

1. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis., mengi, krekles, ronki.
2. Kaji / pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi / ekspirasi

3. Catat adanya dispnea, gelisah, ansietas, distres pernapasan, penggunaan otot bantu

4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk
pada sandaran tempat tidur.

5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang
berhubungan dengan kondisi individu.

6. Dorong / bantu latihan napas abdomen atau bibir.

7. Berikan obat sesuai indikasi

Bronkodilator, mis., β-agonis : epinefrin (Adrenalin, Vaponefrin); albuterol


(Proventil, Ventolin); terbutalin (Brethine, Brethaire); isotetarin (Brokosol,
Bronkometer); Xantin, mis., aminofilin, oxitrifilin (Choledyl); teofilin (Bronkodyl,
Theo-Dur)

8. Berikan fisioterapi dada

Rasional :

1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak
dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis., penyebaran, krekles basah
(bronkitis); bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya
bunyi napas (asma berat).

2. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan
atau selama stres / adanya proses infeksi memanjang dibanding inspirasi

3. Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain
proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi, reaksi
alergi.

4. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan


menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi
yang paling mudah untuk bernapas.

5. Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut

6. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara

7. Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan
napas, mengi, dan produksi mukosa. Obat-obat mungkin per oral, injeksi, atau
inhalasi.

8. Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekret
kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasara paru.

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d produksi sputum


Ditandai : Penurunan berat badan

Kehilangan massa otot, tonus otot buruk

Kelemahan

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3X24 jam klien menunjukan peningkatan nutrisi yang
adekuat

KH : Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat

Menunjukkan perilaku/ perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau


mempertahankan berat yang tepat

Intervensi :

1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

2. Auskultasi bunyi usus

3. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan
porsi kecil tapi sering

Rasional :

1. Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan
obat.

2. Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi


(komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan,
pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.

3. Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan


kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.

4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b.d kurang terpajan pada informasi.

Ditandai : kurang terpajang pada informasi

Mengekspresikan masalah, meminta informasi,

Berulangnya masalah

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1X24 jam klien dan keluarga dapat mengerti tentang
kondisi kesehatan klien.

KH : Menyatakan pemahaman penyebab masalah (bila tahu)

Mengidentifikasikan tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik


Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu
untuk mencegah terulangnya masalah

 Intervensi :

a. Kaji patologi masalah individu

b. Identifikasikasi kemungkinan kambuh / komplikasi jangka panjang.

c. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik ex. Nutrisi baik, istirahat, latihan.

d. Kaji ulang tanda / gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat, contoh nyeri dada
tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.

 Rasional :

a. Informasi menurunkan takut karena ketidaktauan. Memberikan pengetahuan dasar


untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.

b. Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat dan keganasan dapat meningkatkan
insiden kambuh. Selain itu pasien sehat yang menderita pneumotoraks spontan,
insiden kambuh 10 %- 50 %.

c. Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah


kekambuhan.

d. Berulangnya pneumotoraks memerlukan intervensi medik untuk mencegah /


menurunkan potensial komplikasi.

You might also like