Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia
itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Mereka hidup di atas tanah dan
memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah. Sejarah
perkembangan dan kehancurannya ditentukan pula oleh tanah, masalah tanah dapat
menimbulkan persengketaan dan peperangan dahsyat karena manusia-manusia atau
suatu bangsa ingin menguasai tanah orang atau bangsa lain karena sumber-sumber
alam yang terkandung di dalamnya (G. Kartasapoetra dkk, 1990 : 1).
1
kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang
mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang
ekonomis lemah”.Disini sudah sangat jelas bahwa pemerintah melindungi masyarakat
dalam mengurus administrasi pertanahan , menginginkan masyarakat dapat
memanfaatkan tanah dengan semaksimal mungkin dan dapat menikmati pelayan
administrasi pertanahan yang baik. Namun yang terjadi malah sebaliknya, mereka
kesulitan dalam mendapatkan pelayanan administrasi di kantor BPN.
Hal ini sangat dipengaruhi dari masing-masing personal yang bertugas
memberikan pelayanan. Dan yang paling berperan dalam mempengaruhi kinerja dari
personal tersebut adalah faktor moral yang masing-masing dimiliki. Karena moral
dapat mempengaruhi tingkah laku dan sifat personal.
Bahkan kasus di BPN yang intinya adalah merosotnya moral petugas dan
akibatnya petugas menyalahgunakan wewenangnya. Bukan hanya dari staf-staf
pekerja di BPN tetapi juga kepala BPN yang seharusnya mengawasi bawahannya
dalam kinerjanya juga ikut terperosok mendorong terhadap bertambahnya stigma
buruk di kalangan BPN.
Hal ini sangat dimungkinkan salah satu faktor penyebabnya adalah tidak
diawasinya BPN itu sendiri oleh instansi yang resmi sehingga semua staff bahkan
kepala BPN bekerja dengan semestinya.
1. Tuntutan apa yang harus dipenuhi oleh lembaga pelayanan publik khususnya
BPN?
C. Tujuan Penulisan
D. Dasar Teori
3
(melalui aparat birokrasi) memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada
masyarakat/publik. Pelayanan yang diwujudkan adalah pelayanan yang
berorientasi pada rakyat. Salah satu tugas pokok pemerintah yang terpenting
adalah memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Oleh karena itu,
organisasi pemerintah sering pula disebut “Pelayanan Masyarakat” (Public
Servant).
Departemen;
1. Transparansi
2. Akuntabilitas
5
Pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional
4. Partisipatif
1. Prosedur Layanan
Harus ditetapkan standar prosedur pelayanan yang dibakukan bagi
pemberi dan penerima pelayanan termasuk prosedur pengaduan.
2. Waktu Penyelesaian
3. Biaya Pelayanan
4. Produk Pelayanan
1. Kesederhanaan Prosedur
2. Kejelasan
7
dan tuntutan dalam pelaksanaan pelayanan publik, serta rincian biaya
pelayanan publik dan tata cara pembayarannya.
3. Kepastian Waktu
6. Keamnan
7. Tanggung Jawab
8. Kemudahan Akses
10. Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang
nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi
dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti toilet, parkir, tempat
ibadah,dsb.
E. Sistematika Penulisan
baru dalam penulisan karya ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika dalam
penyusunan penulisan makalah. Adapun sistematika penulisan terdiri dari 3 (tiga) bab,
yaitu pendahuluan, pembahasan, serta penutup yang berisi kesimpulan dan saran
Bab I PENDAHULUAN
Dalam bab I ini diuraikan mengenai gambaran awal penulisan yang meliputi
penulisan.
Bab II PEMBAHASAN
pelayanan tersebut.
9
Dalam bab III, diuraikan mengenai kesimpulan dan saran dari hasil penulisan
mengenai upaya-upaya yang harus dilakukan BPN dalam memperbaiki
pelayanan administrasi pertanahan terhadap masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
11
memperlancar pelayanan. Dengan adanya hal tersebut maka tidak akan mengundang
paradigma pelayanan yang buruk di kalangan instansi yang bertuga memberikan
pelayanan khususnya BPN. Untuk itu setiap pejabat di dalam setiap lembaga
pelayanan, publik, khususnya BPN dituntut untuk memiliki komitmen yang tinggi
untuk membeikan pelayanan yang terbaik terhadap publik/ masyarakat.
Bahkan pengambilan keputusan tidak hanya dilakukan oleh orang luar (calo)
tetapi juga dilakukan secara langsung oleh orang intern. Hal ini terjadi terdorong oleh
keinginan masyarakat yang menghendaki pelayanan yang maksimal, karena
masyarakat menilai pelayanan yang ada di BPN sekarang ini sudah tidak seperti yang
diharapkan lagi.
Paradigma yang buruk yang lain di BPN yaitu adanya pelayanan dengan
birokrasi yang berbelit-belit di berbagai segi yaitu mencakup waktu, yang seharusnya
jika dilaksanakan pelayanan yang intensif sungguh-sungguh dapat diminimalkan
dengan adanya birokrasi yang berbelit-belit menjadi lama karena sebernanya petugas
itu sendiri menginginkan pelayanan tersebut tidak intensif lagi. Kedua biaya yang
dikeluarkan untuk administrasi pelayanan publik jumlahnya harus lebih karena
memang dari petugas menginginkan hal tersebut yang sebenarnya tidak difungsikan
untuk memaksimalkan pelayanan tapi hanya difungsikan untuk kebutuhan pribadi
yang seharusnya tidak dilakukan oleh petugas yang mempunyai wewenang
memberikan pelayanan.
Para birokrat di BPN masih cenderung belum memiliki komitmen yang tinggi
dalam memberikan pelayanan informasi. Sehingga tidaklah mengherankan jika
masyarakat ketika ingin memperoleh informasi mengenai tanahnya di BPN justru
diputar-putarkan, dilimpahkan kesana-kesini, dan kadang justru pejabat terkait masa
bodoh terhadap kebutuhan masyarakat tersebut.
13
mereka adapat memanfaatkan situasi yang ada untuk mencari keuntungan tanpa
mempertimbangkan hak dan kewajiban yang seharusnya mereka jalankan dan norma
hukum yang harus mereka patuhi. Selain hal tersebut juga rendahnya kesadaran
mereka akan asas pelayanan yaitu seharusanya lebih melihat kepada masyarakatlah
yang seharusnya diutamakan, masyarakatlah yang dinutuhkan bukan masyarakat yang
membutuhkan petugas.
Hal tersebut semakin mendasar di kalangan BPN karena memang tidak adanya
atau lemahnya koordinasi pengawasan dari yang berwenang sehingga memungkinkan
tidak pulihnya budaya dan moral yang buruk di kalangan BPN.
Tapi sayang itu hanya sementara. Dalam hitungan bulan, birokrasi BPN mulai
menemukan kembali “rasa percaya dirinya”. Pungutan liar mulai digelar lagi, dan
makelar termasuk yang diperankan “orang dalam” beroperasi lagi. Dampaknya wajah
layanan di instansi ini kembali ke bentuk semula: menyebalkan, bebelit-belit, rumit,
penuh makelar dan pungli. Bandingkan dengan apa yang terjadi dengan sekian tahun
kemudian, tepatnya pada tahun 2004. Seorang responden lain mengaku perlu waktu
sekitar setahun untuk mengubah sertifikat HGB-nya menjadi SHM. Selain ongkos
resmi yang ada di kisaran Rp 700 ribu, dia masih harus merogoh kocek sampai Rp 1
juta untuk “orang dalam” agar urusannya segera beres. “Tanpa pelican itu, mungkin
sampai sekarang sertifikat saya belum jadi,” katanya. Awalnya, responden ini berniat
mengurus sendiri sertifikatnya melalui jalur resmi. Tapi yang terjadi kemudian adalah
“lagu lama”: berkasnya ngendon tak terjamah di meja-meja staf BPN. Setelah capek
sekian bulan hilir-mudik ke kantor BPN Surabaya yang sudah pindah ke kawasan
Citraraya, akhirnya dia menyerah. Suatu pagi, dia ke kantor BPN Surabaya dengan
membawa uang Rp 1 juta. Diserahkannya uang itu ke orang dalam, dengan pesan
urusan cepat selesai. Dan abrakadabra, sebulan kemudian sertifikat sudah ada di
tangan.“Sampai sekarang saya masih hapal nama oknum orang dalamnya, yang sejak
awal pengurusan memang sudah minta uang. Jangan-jangan dia yang membuat berkas
saya macet, sehingga saya terpaksa menyerah,” kata responden tersebut. Seorang
respnden lain bahkan mengaku mesti menggelontorkan dana Rp 8 juta, juga untuk
mengurus perubahan HGB menjadi SHM.
Hasil survei Litbang Surabaya Post memang menunjuk BPN sebagai institusi
layanan umum yang dirasakan paling tidak memuaskan dan paling banyak dikeluhkan
warga Surabaya. Proses pengurusan sertifikat masih saja dianggap rimba belantara
yang penuh pungutan liar, berbelit-belit, dan lamban. Setelah itu disusul layanan
keimigrasian –seperti paspor--, layanan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB). Sementara layanan yang paling sedikit mendapat keluhan dan dinilai paling
memuaskan adalah layanan Telkom, pengurusan kartu tanda penduduk (KTP), kartu
keluarga (KK), serta surat izin mengemudi (SIM). (Lihat tabel)
Tingginya ketidakpuasan terhadap layanan BPN ini selaras dengan hasil survei
Transparency International Indonesia (TII) terhadap persepsi kalangan pengusaha
Indonesia dan asing di 32 kota/kabupaten di Indonesia pada tahun 2004 dan 2006.
BPN berada di peringkat keempat sebagai institusi yang dinilai paling koruptif setelah
kepolisian, militer, dan peradilan.
15
Komisi Pelayanan Publik (KPP) Jatim juga pernah melansir laporan yang
menyebutkan BPN sebagai institusi layanan publik yang paling dikeluhkan. Hal
senada juga dihasilkan penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang)
Surabaya tahun lalu, yang memasukkan BPN Surabaya ke dalam klasifikasi “kurang
baik.”
Seperti tertera dalam tabel hasil polling Litbang Surabaya Post, responden
yang menyatakan ketidakpuasannya terhadap pelayanan pengurusan sertifikat
memang menduduki posisi tertinggi (50%), disusul layanan pengurusan
paspor/keimigrasian (41,66%), Izin Mendirikan Bangunan (38,46%), dan PDAM
(36%). Sementara layanan yang paling sedikit dikeluhkan dan dianggap paling
memuaskan adalah layanan Telkom (18,5%), KTP (20,6%), dan katu keluarga
(20,62%). Layanan pengurusan SIM juga tak terlalu banyak dikeluhkan hanya
dikeluhkan 27,78% responden. Sementara layanan admistrasi kependudukan –seperti
KTP dan kartu keluarga-- agaknya dinilai responden sudah memuaskan. Pemkot
Surabaya beserta jajarannya (mulai Dispenduk Capil, kecamatan, sampai kelurahan
yang ditunjang pengurus RT dan RW) dinilai sudah menyuguhkan layanan yang
cepat, murah, tak berbelit-belit, ramah, dan relatif minim pungli. Hanya layanan
pengurusan akte kelahiran yang dinilai masih belum memuaskan. Persentase
responden yang tidak puas pada layanan ini masih tergolong tinggi (34,62%).
Seperti kata salah satu responden: “Kalau melayani masyarakat mbok ya yang
ikhlas, jangan mbulet. Masak tiap ngurus KK atau KTP selalu dimintai pungutan yang
nggak jelas. Katanya restribusi sampahlah, PBB-lah, wis pokoknya macem-macem.
Nanti saat keluarga saya yang lain ngurus izin lagi, ya dikenai macam-macam lagi.
Dan pegawainya itu kalau melayani kok nggak pernah senyum, padahal bayarannya
besar, tapi buat senyum aja susah. Kalau dikasih duit baru senyum-senyum.”
D. Upaya Yang Dilakukan Untuk Memulihkan Stigma Buruk Dalam Tubuh BPN
Adanya krisis moral akan mengakibatkan krisis norma hukum dan akan
menghancurkan substansi norma hukum yang selama ini diyakini oleh masyarakat.
Seharusnya moral lebih dikedepankan daripada hukum karena jika hukum lebih
dikedepankan akan timbul unsur terpaksa dari orang-orang yang mematuhinya, beda
halnya jika moral lebih dikedepankan maka mereka akan membangun pribadi terlebih
dahulu sehingga dalam melaksanakan hukum benar-benar diupayakan dengan
sungguh-sungguh tanpa ada unsur paksaan sehingga hasilnya juga akan lebih baik.
Dengan adanya ketercapaian hal tersebut maka visi BPN akan tercapai. Hal
tersebut maka pelaksanaan pelayanan diawali dengan moral. Maka apabila moral itu
baik kedepannya / tahap selanjutnya juga akan lebih baik dan sebaliknya.
17
sebagai pelayan dan rakyat sebagai konsumen.
Tolak ukur kerja dapat dijadikan suatu target yang harus dipenuhi oleh
BPN. Karena tanpa tolak ukur, pelayanan akan berjalan tanpa standar baik
sehingga akibatnya akan menurunkan mutu pelayanan di kalangan BPN itu
sendiri dengan berbagai tahapan-tahapan yang semakin menurun, meliputi
ketidaktranspaansian pelayanan, lambannya proses pelayanan dan akhirnya
tidak dapat memberikan kepuasan kepada konsumen.
Tetapi jika hanya standar / tolak ukur saja yang bagus belum tentu
menjamin mutu pelayanan akan bagus, melainkan juga harus ada standar
mentalitas pegawai dan mentalitas orang-orang BPN harus dibenahi.
19
Untuk mendukung upaya tersebut maka BPN mengeluarkan program
Layanan Rakyat untuk Sertipikat Tanah (Larasita). Layanan bergerak Larasita
dilakukan dengan unit-unit mobil BPN yang dilengkapi peraltan canggih,
seperti peralatan internet, perangkat komputer, dan GPRS dengan petugas
operator tujuh orang termasuk petugas ukur sehingga proses pembuatan
sertipikat bisa dituntaskan satu hingga dua hari saja. Program ini bertujuan
untuk mengadakan pensertifikatan tanah secara langsung ke lingkungan
masyarakat. Memudahkan masyarakat yang tidak harus datang ke kantor BPN
tapi hanya mendatangi saja mobil-mobil Larasita yang terparkir di pinggir
jalan. Ini juga dapat menghambat calo yang selama ini beredar di kantor BPN
dalam hal pengurusan sertipikat. Larasita sangat membantu masyarakat,
dikarenakan biaya lebih murah, waktu lebih cepat, dan prosesnya yang
singkat dan tidak berbelit-belit.
Sampai saat ini belum ada lembaga khusus yang difokuskan untuk
mengawasi, mengkoordinasi jalannya kinerja BPN maka sangat diperlukan
pembentukan lembaga baru yang tugasnya sebagai pengawas BPN agar hasil
kerja dari BPN benar-benar bisa terevaluasi dan terkontrol sehingga tujuan
dari pelayanan BPN akan terpenuhi. Termasuk didalamnya melakukan
pelayanan terhadap proses rekruitmen. Pengawasan bukan hanya dilakukan
dari lembaga instansi kepada kepala BPN namun juga harus ada pengawasan
sampai staf-staf BPN yang menduduki jabatan-jabatan atas sampai bawah,
sehingga dapat diwujudkan kondisi BPN sebagai instansi yang bertugas
memberikan pelayanan benar-benar bisa melaksanakan tugasnya dengan baik
tanpa ada stigma-stigma buruk di BPN dalam memberikan pelayanan.
BAB III
PENUTUP
21
A. Kesimpulan
Buruknya pelayanan yang diberikan BPN saat ini didominasi oleh buruknya
mentalitas para pejabat di dalam lembaga ini. Budaya-budaya untuk memperkaya diri
sendiri masih tertanam kuat tanpa memperhatikan hak dan kewajibannya terhadap
masyarakat yang harus dinomor satukan, pejabat-pejabat BPN belum memiliki
komitmen yang kuat untuk memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat.
Ditambah lagi dengan belum adanya lembaga khusus yang bertugas melakukan
pengawasan terhadap kinerja BPN memberikan ruang terhadap suburnya
penyimpangan-penyimpangan yang dapat dilakukan oleh pejabat-pejabat BPN.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
23
Dari Buku
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : Unit Penerbit &
Percertakan Akademi Manajemen Bersih.
Purnaweni, Hartuti. 2003. Capacity Building dalam Pelayanan Prima, dalam Warsito, SU
dan Teguh Yuwono (ed), Otonomi Daerah : Capacity Building dan Penguatan
Demokrasi Lokal. Semarang : Puskodak (CLoGAPPS) Undip.
Dari Internet
http://www.surya.co.id/
http://www.surabayapost.com/
http://www.jabarprov.go.id/jabar/public/33417/berita_detail.
http://humas-trenggalek.blogspot.com/2009/05/bimbingan-teknis-administrasi.html
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1995/02/27/0010.html
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/16/15050668/bpn.pelayanan.publik.terbur
uk..
http://elibrary.mb.ipb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=mbipb-
12312421421421412-retnogunad-642
Dari Undang-Undang