Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
A. Landasan Teori
B. Pembahasan
a) Berkata Jujur
Dalam konteks berkata jujur (truth telling), ada suatu istilah yang disebut
desepsi, berasal dari kata decieve yang berarti membuat orang percaya terhadap
suatu hal yang tidak benar, meniru, atau membohongi. Desepsi meliputi berkata
bohong, mengingkari, atau menolak, tidak memberikan informasi dan memberikan
jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan atau tidak memberikan penjelasan sewaktu
informasi dibutuhkan.
Berkata bohong merupakan tindakan desepsi yang paling dramatis karena dalam
tindakan ini, seorang dituntut untuk membenarkan sesuatu yang diyakini salah. Salah
2
satu contoh tindakan desepsi adalah perawat memberikan obat plasebo dan tidak
memberi tahu klien tentang obat apa yang sebenamya diberikan tersebut
Tindakan desepsi ini secara etika tidak dibenarkan. Para ahli etika menyatakan
bahwa tindakan desepsi membutuhkan keputusan yang jelas terhadap siapa yang
diharapkan melalui tindakan tersebut. Konsep kejujuran merupakan prinsip etis yang
mendasari berkata jujur. Seperti juga tugas yang lain, berkata jujur bersifat prima
facie (tidak muttak) sersngga desepsi pada keadaan tertentu diperbolehkan. Berbagai
atasan yang dikemukakan dan mendukung posisi bahwa perawat harus berkata jujur,
yaitu bahwa berkata jujur merupakan hal yang penting dalam hubungan sating
percaya perawat-klien, klien mempunyai hak untuk mengetahui, berkata jujur
merupakan kewajib-an moral, menghilangkan cemas dan penderitaan, meningkatkan
kerja sama klien maupun keluarga, dan memenuhi kebutuhan perawat.
b) AIDS
3
lain maka muncul ketakut-an masyarakat untuk berhubungan dengan penderita AIDS
dan kadang-kadang penderita AIDS sering diperlakukan tidak adil dan
didiskriminasikan. Perilaku diskriminasi ini tidak saja terjadi di masyarakat yang
belum paham AIDS, tetapi juga di masyarakat yang sudah tahu AIDS, juga di
masyarakat yang paham AIDS.
fase terminal yang berusia muda dengan gaya hidup yang bertentang-an
dengan gaya hidup perawat. Pernyataan profesional bagi perawat yang mempunyai
tugas merawat klien terinfeksi virus HIV, membutuh-kan klasifikasi nilai-nilai yang
diyakini perawat tentang hubungan homoseksual dan penggunaan/penyalahgunaan
obat (Phipps, Long, 1991).
Perawat sangat berperan dalam perawatan klien, sepanjang infeksi HIV masih
ada dengan berbagai komplikasi sampai kematian tiba. Perawat terlibat dalam
pembuatan keputusan tentang tindakan atau terapi yang dapat dihentikan dan tetap
menghargai martabat manusia; pada saat tidak ada terapi medis lagi yang dapat
diberikan kepada klien, seperti mengidentifikasi nilai-nilai, menggali makna hidup
klien, memberikan rasa nyaman, memberi dukungan manusiawi, dan membantu
meninggal dunia dalam keadaan tenteram dan damai (Phipps, Long, 1991).
4
folikel yang siap dibuahi. Sel-sel telur ini kemudian diambil melalui prosedur
pembedahan. Proses pembuahan dilakukan dengan cara meletakkan sel telur dalam
tabung dan mencampurinya dengan sperma pasangan wanita yang bersangkutan atau
dari donor. Sel telur yang telah dibuahi kemudian mengalami serangkaian proses
pembelahan sel sampai menjadi embrio, kemudian embrio ini dipindahkan ke dalam
uterus wanita dengan harapan dapat terjadi kehamilan.
Pendapat yang diajukan oleh para ahli cukup bervariasi. Pihak yang
memberikan dukungan menyatakan bahwa teknologi tersebut pada dasarnya
bertujuan untuk memberikan harapan atau membantu pasangan infertil untuk
mempunyai keturunan. Pihak yang menolak menyatakan bahwa tindakan ini tidak
dibenarkan, terutama bila telur atau sperma berasal dari donor. Beberapa gerakan
wanita menyatakan bahwa tindakan fertilisasi in vitro maupun inseminasi
memperlaku-kan wanita secara tidak wajar dan hanya wanita kalangan atas yang
mendapatkan teknologi tersebut karena biaya yang cukup tinggi. Dalam praktik ini
sering pula hak para wanita untuk "memilih" dilanggar (Olshanky,1990).
5
memberi harapan kepada pasangan infertil. Untuk mengantisipasinya diperlukan
aturan atau undang-undang yang jelas. Perawat mempunyai peran penting, terutama
memberikan konseling pada klien yang memutuskan akan melakukan tindakan
tersebut.
d) Abortus
Dalam membahas abortus biasanya dilihat dari dua sudut pandang, yaitu
moral dan hukum. Secara umum ada tiga pandangan yang dapat dipakai dalam
memberi tanggapan terhadap abortus yaitu pandangan konservatif, moderat dan
liberal (Megan, 1991).
6
Abortus dapat dilakukan selama tahap presentience (sebelum fetus
mempunyai kemampuan merasakan). Contoh lain: Abortus dapat dilakukan
bila kehamilan merupakan hasil pemerkosaan atau kegagalan kontrasepsi.
Wanita. Menurut pandangan ini, secara genetik fetus dapat dianggap sebagai
bakal manusia, tetapi secara moral fetus bukan manusia.
e) Eutanasia
7
dilakukan bukan atas dasar persetujuan dari klien dan sering kali melanggar
keinginan klien. Eutanasia aktif melibatkan suatu tindakan disengaja yang
menyebabkan klien meninggal, misalnya dengan menginjeksi obat dosis letal.
Eutanasia aktif merupakan tindakan yang melanggar hukum dan dinyatakan dalam
KUHP pasal 338, 339, 345, dan 359. Eutanasia pasif dilakukan dengan
menghentikan pengobatan atau perawatan suportif yang mempertahankan hidup
(misalnya, antibiotika, nutrisi, cairan, respirator yang tidak diperlukan lagi oleh
klien). Eutanasia pasif sering disebut sebagai eutanasia negatif, dapat dikerjakan
sesuai dengan fatwa IDI.
8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
9
DAFTAR PUSTAKA
Buku Etika Keperawatan / Dra.Hj.Mimin Emi Suhawmi, Mpd
Penerbit Buku Kedokteran Egc
http://bascommetro.blogspot.com/2009/04/konsep-etika-keperawatan.html
10
KATA PENGANTAR
11
i
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR ...........................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................1
BAB II LANDASAN TEORI DAN PEMBAHSAN
a) Berkata Jujur...........................................................................................3
b) AIDS.......................................................................................................3
c) Fertilisasi in vitro, inseminasi artifisial dan pengontrolan reproduksi.4
d) Abortus....................................................................................................6
e) Eutanasia.................................................................................................7
12
ii