You are on page 1of 14

BUDIDAYA KEDELAI DENGAN TEKNOLOGI BIO PERFORASI

Oleh : Ali Zum Mashar

A. Latar belakang
Memberdayakan dan mengoptimalkan sumberdaya sektor pertanian khususnya tanaman
pangan dan perkedelaian merupakan solusi pemberdayaan ekonomi rakyat yang tepat dalam
kerangka pembangunan ekonomi Nasional. Upaya menjadikan komoditi kedelai sebagai
sektor pertanian riil untuk membangun ekonomi rakyat dengan implementasi program
teknologi untuk swasembada pangan merupakan pilihan yang tepat bagi Indonesia sebagai
negara agraris yang sedang berkembang. Sebagai bahan pangan, kedelai oleh sebagaian besar
rakyat digunakan untuk pangan tradisional seperti tahu-tempe, susu kedelai, kembang tahu,
kecap, tauco, susu kedelai. Kedelai banyak digunakan pula sebagai bahan baku untuk industri
pangan modern seperti suplement bubur bayi, TVP, minyak goreng dan lain-lain serta industri
pakan ternak. Oleh karena itu kedelai sebagai sumber protein rakyat yang murah harus dapat
disediakan secara lokal agar aman dari kekhawatiran cemaran dampak rekayasa genetik.
Menempuh langkah kedelainisasi kedelai lokal (non GMO) memiliki arti strategis bagi
penyediaan gizi protein rakyat (penyelamatan loss generation) yang aman dan sehat,
melindungi dan menggairahkan petani, sebagai penyedia lapangan kerja secara berantai bagi
rakyat serta dapat menghemat devisa dalam jangka panjang secara berkelanjutan.
Menyelamatkan dari krisis gizi berarti protein dan pangan ini harus tersedia dan terjangkau
sampai daerah. Seharusnyalah dalam rangka otonomi daerah program pangan ini menjadi
serius bagi ketahanan dan keamanan pangan untuk membangun kualitas SDM daerah melalui
kecukupan pangan yang berbasis pada ketahanan pangan rakyat. Jika mengandalkan impor,
maka keberdayaan petani akan menjadi terpuruk; bahkan jika disadari bahwa kedelai impor
(seperti dari amerika) yang lebih dari 60 % produksinya adalah kedelai GMO seharusnya
untuk “Animal feed” digunakan untuk “Human food” bagi masyarakat adalah tidak layak dan
membawa kekhawatiran masa depan.
Secara ekonomi, pengembangan agribisnis kedelai di Indonesia memiliki prospektus
yang cerah dan menarik jika budidaya (teknologi on Farm) dapat memberikan peningkatan
produktivitas secara nyata. Peluang pasar domestik kedelai masih terbuka lebar dan kebutuhan
akan komoditas ini terus meningkat. Usaha-usaha peningkatan produksi kedelai perlu terus
dipacu, namun pada kenyataannya laju produksi kedelai nasional masih belum mampu
mengimbangi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat. Meski produksi nasional telah
mencapai sekitar 1,3 juta ton/tahun dengan kemampuan produktivitas 1,19 ton/ha, namun jika

1
tidak ada perlindungan tahun 2001 impor kedelai akan lebih dari 2 juta ton. Perhatian para
produsen kedelai terkonsentrasi bagaimana cara meningkatkan produksi yang berlipat ganda
melalui input teknologi yang menjamin sehingga mampu terjamin keuntungannya dengan
harga jual yang bersaing di pasaran bebas.
Kunci keberhasilan usaha diatas adalah harus ada kekuatan teknologi tepat daya yaitu yang
tepat, teruji dan adaptif berikut SDM penyertanya (ada pendamping dan transformator) yang mampu
memberdayakan sumber daya tanaman dan lingkungan, petani dan prilaku budaya serta
kelembagaannya; Jenis/komoditas pilihan yang cocok adaptif dan marketable/diterima, jumlah
bibit/benih yang mencukupi untuk pengembangannya sekala luas; ada lahan yang tersedia
memadai dan tenaga trampil dalam jumlah cukup, familier dengan teknologi maju berikut
peralatan mekanisasi yang mempercepat kinerja; dan pasar yang menjamin. Empat faktor
diatas akan berjalan dengan baik jika di dukung adanya sumber pembiayaan (dana) yang
memadai dengan skim kredit perbankan dan kebijakan makro pertanian oleh pemerintah yang
kondusif.
PT. Alami - Cilengsi bergerak dalam bioteknologi, pupuk , budidaya tanaman dan
pendampingan pertanian memberi perhatian besar dalam pembangunan teknologi pertanian.
Khususnya pada komoditas kedelai telah mampu membuktikan di lapangan untuk mencapai
peningkatan produktivitas lebih dari 250 persen (rata-rata 3 – 5 ton/ha) secara berkelanjutan dari
produksi normalnya yang hanya 0,7 – 1,2 ton/ha. Teknologi hayati Bio P 2000 Z merupakan
penggeraknya yang telah teruji di lapangan dan diterapkan bersama petani. Pola management
pemberdayaan petani dan pendampingan yang diterapkan merupakan bagian yang tidak lepas dari
pola usaha tani dalam mencapai keberhasilan. Peluang teknologi pada usaha produksi kedelai ini
akan terus dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia yang dimulai melalui pola riset dan produksi
penyediaan benih unggul dengan disertai membentuk jaringan benih di lapangan. Hasil benih
selanjutnya akan dikembangkan dalam budidaya kedelai dalam sekala luas (nasional) untuk
membantu swasembada pangan/cukup gizi di daerah bersama menunjang otonomi daerah,
yang ke depannya bersama rakyat akan mewujudkan swasembada protein nabati bahkan
ekspor kedelai Indonesia.
Usaha-usaha meningkatkan produksi kedelai ini terus dipacu melalui alih teknologi
Unggulan Nasional (Bio P 2000 Z). Teknologi ini di transfer kepada petani melalui
penggambaran secara utuh dan penerapan yang mudah sederhana oleh sistem pendampingan
teknis di lapangan. Pendampingan berfungsi untuk memberikan layanan ahli, penyuluhan dan
konsultansi teknologi serta pencegahan dan pemecahan masalah yang timbul sesegera
mungkin di tingkat usaha tani. Pendampingan merupakan bagian penting dalam menjamin
kepastian proses produksi yang benar dan pengendalian/kontrol kondisi yang terjadi di
lapangan.

2
Sebagai gambaran umum dalam pendampingan teknologi budidaya kedelai untuk
memastikan tepat tujuh langkah pokok dalam mencapai keberhasilan adalah:
1. Penyiapan lahan yang tepat, sesuai dengan jenis tanah dan musim tanam yang tepat.
2. Penentuan dan penggunaan bibit unggul yang sehat dengan kemurnian tinggi dengan
daya tumbuh lebih dari 80 %, pola tanam yang tepat (Monokultur).
3. Waktu tanam yang tepat dan serempak dengan rencana penjadwalan kegiatan yang
mendasarkan kepastian waktu/musim, ketersediaan air dan tenaga kerja/mekanisasi.
4. Aplikasi Bio P 2000 Z dengan paket penuh yang dilakukan secara tepat dan disiplin serta
inovatif.
5. Kontrol pengamatan tumbuh-kembang standar tanaman, laporan kemajuan (progress)
sebagai indikator keberhasilan tanam-tumbuh untuk memastikan panen dan luasan intensif;
serta menentukan pendekatan kebutuhan unsur hara (pemupukan).
6. Drainase yang tegas pada musin penghujan dan pengairan pada musim kering melalui
pengaturan ukuran bedengan dan saluran irigasinya untuk memastikan kondisi tanah tidak
kebanjiran/becek dan lembab, kadar air sekitar 50% - 75 % (kapasitas lapang).
7. Pengendalian hama secara preventif dengan tetap mewaspadai adanya serangan hama dan
penyakit dengan prinsip dan penerapan Pest Integrated Management.

B. Budidaya Kedelai dengan Standar Teknologi Bio P 2000 Z


Implementasi teknologi Bio P 2000 Z dalam budidaya tanaman kedelai secara singkat
dapat di jelaskan sebagai berikut :

1. Pemilihan Lokasi
Lokasi budidaya yang dipilih harus memperhatikan yang sesuai dengan syarat
ekologis hidup tanaman (terutama syarat agronomis), ketersediaan air, dapat dijangkau untuk
masuknya saprotan dan pengangkutan hasil panen, mudah diawasi dan tidak bermasalah.
Sebelum menetapkan lokasi perkebunan kedelai maka perlu dikaji lebih mendalam karakter
sosio-cultural masyarakat, ketepatan musim dan kelayakan lokasi dengan melalui survey
agar budidaya tepat teknologi dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan. Garis besar
mekanisme pelaksanaan pengembangan komoditas komersial dan prosedur penentuan
kawasan pengembangan produksi dengan teknologi Bio P 2000 Z sebagai berikut:

3
Karakter sosio kultural besar pengaruhnya terhadap ketersediaan tenaga trampil lokal,
kinerja dan efisiensi kerja dan tenaga kerja serta keamanan termasuk social cost. Ketepatan
musim berpengaruh pada faktor “X” dan resiko alam penyebab gagal panen seperti
kekeringan, banjir dan puncak populasi hama pada (bulan agustus – september). Kelayakan
lokasi berpengaruh pada kemudahan akses keluar masuk input dann hasil produksi, mutu dan
jumlah hasil produksi serta kendala teknis edafik dan hidrologis.
Syarat agro-ekologis untuk budidaya kedelai:
Ketinggian tempat yang sesuai untuk kedelai adalah: 0 meter – 800 meter dpl.
Ketinggian tempat akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, fisiologis dan umur tanaman,
korelasinya dominan akibat: suhu udara/lingkungan, lama penyinaran intensif, kelembaban
udara, ketersediaan air tanah (lembab nisbi dan untuk aplikasi teknologi), porositas tanah,
kecepatan angin, populasi hama yang menghambat kecepatan pertumbuhan tanaman dan
umur/masa panen. Kondisi ideal untuk kedelai tumbuh normal di daerah tropis dengan
teknologi ini adalah suhu: 26 – 34 oC (optimal 28-32 oC), lama penyinaran 8 - 12 jam,
kelembaban nisbi 80% - 95%, kadar air tanah 75% (diatur dengan drainase dan irigasi), angin
bertiup sepoi-poi/tidak kencang, tanah cukup bahan organik. Pada agroklimat dan kondisi
yang menyimpang seperti penanaman kedelai di luar ketinggian tersebut maka perlu
pemilihan varietas yang cocok dan perlu perlakuan spesifik teknologi.

4
2. Penggunaan Benih dan Pemilihan Benih Bermutu
Pemilihan benih merupakan faktor penting dalam mencapai keberhasilan budidaya.
Benih yang bermutu tinggi/baik: adalah dari varietas unggul, adaptif/sesuai dengan
lingkungan setempat, berdaya tumbuh lebih dari 80 % dan seragam, asal-usul benih jelas
(bersertifikat/jelas kualitas dan kemurnian). Benih ini berasal dari proses produksi yang
memenuhi kriteria 6 (enam) tepat yaitu: (tepat varietas, mutu, waktu, lokasi jumlah dan harga).
Pemilihan benih yang baik secara fisis dapat diketahui melalui ciri-ciri sebagai berikut:
bentuk dan fisik normal (tidak luka/terserang pengisap polong dan tidak hijau serta ukuran
relatif seragam); benih berwarna cerah (bening) mengkilap, calon radix (akar) tampak
menonjol bening dan tidak luka, hillum tampak tajam kuat dan bersih (tidak terinfeksi jamur
bila dilihat dg kaca pembesar), aroma benih tidak berbau tengik atau apeg (jawa), tidak
berdebu bila dituang dari kantong, bila di gigit langsung pecah (Kadar air = 9,5 – 11 %) dan
bila diberi air dingin kulit cepat mengembang diikuti dagingnya. Benih yang baik akan
tumbuh 4 – 6 hari setelah ditanam. Benih yang unggul berasal dari lokal setempat akan
memudahkan adaptasi pemanfaatan teknologi Bio P 2000 Z.
Kebutuhan benih tiap satu hektar dapat dihitung sesuai dengan jarak tanam/populasi,
berat biji, dan jumlah tanaman per lubang. Sebagai contoh Benih kedelai varietas Slamet
berat biji per 100 biji adalah 12,5 gr, dengan 2 sampai 3 biji (rata-rata 2 biji) per lubang dan
jarak tanam 30 x 40 cm maka ada 83.333 populasi/ha.
Perhitungannya adalah:
• 1 Kg = 1000 gr./0,125 gr. = 8.000 biji ~ (1biji = 0,125 gr)
• JT (30 x 40 cm) = 0,12 meter persegi; Rata2 per lobang = 2 - 2,3 biji; DT= 80%
• 1 Ha = 10.000 meter persegi; maka
• Populasi tan./Ha = (Luas lhn /JT) = (10.000/0,12) = 83.333 populasi per-hektar.
Kebutuhan Benih/Ha = 83.333 Pop x2 biji x 0,125 gr= 20.833 gr ~ 21 Kg benih (mutlak)
(Jika DT = 80%) = 21 x 80% = 16,6 Kg (benih yang hidup)
Kekurangan benih = 20,8– 16,6 = 4,23 ~ 4,4 Kg (hrs hidup);
dan jika DT benih = 80% = 4,4 kg./0,8 = 5,5 kg. (untuk penyulaman)
Jadi kbth benih riil/Ha = 21 kg + 5,5 kg = 26,5 Kg benih/Ha.
Dengan memerapkan teknologi budidaya kaidah Bio P 2000 Z maka pemakaian benih dapat
dihemat 30% sampai 50%. Standar penghitungan benih ini bisa digunakan untuk
memprediksi luas tanam intensif petani dengan cara berapa jumlah benih yang ditanam
(sebelum sulam) dan berapa benih yang diisikan per lubang tanam.
Benih yang berkualitas diperoleh dari sumber benih induk, pusat-pusat pembenihan
(seed Centre) dan perusahaan benih yang memiliki lahan dan budidaya yang jelas.
Penyediaan benih unggul bermutu Nasional baru dapat disediakan sekitar 10 % dari 50.000 ton
kebutuhan benih kedelai per tahunnya. Untuk itu Seed Centre sebaiknya disiapkan dari dalam
5
lokasi pertanaman kedelai dan di daerah pengembangan seluas 2 - 3 persen dari luas
pertanaman sasaran. Beberapa perusahaan swasta dan pemerintah telah melakukan riset
menciptakan dan pengujian ragam jenis benih yang familier/cocok dikembangkan dengan
teknologi dalam mendukung penyediaan benih unggul bermutu. Beberapa sumber benih
unggul lokal dan tipe simpang diperbaiki yang memiliki keunggulan produksi lebih dari 3
ton/ha dan berukuran besar lebih dari 18 gram per 100 biji kedelai telah dan terus
dikembangkan untuk mendukung program kedelai Nasional seperti kedelai Baru Genjah
Baluran, Mahameru, Burangrang, dan beberapa kedelai rakitan baru spt BFR1, BFR2, PF K,
RF K, dll.

3. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk membuat tanah menjadi gembur, bersih dari gulma dan
menciptakan kesuburan fisik tanah sehingga sesuai untuk pertumbuhan tanaman dan
penyebaran akar tanaman yang lebih dalam. Pengolahan tanah perlu memperhatikan prinsip
konservasi lahan, agar kesuburan tanah dapat terjaga dan berkesinambungan dalam menunjang
usahatani. Penggunaan peralatan mekanisasi untuk pengolahan lahan dapat difungsikan
sekaligus dengan pencetakan bedengan pada lahan berbentuk hamparan homogen akan sangat
efisien dan memudahkan tahap pekerjaan lanjut. Parit cacing atau sistim guludan atau sistem
surjan diperlukan pada tanah dan lahan yang bermasalah dalam pengaturan tata air tanahnya
seperti tanah pasir dan rawa/lahan basah dan sawah untuk drainase. Pada penanaman di musim
penghujan saluran drainase mutlak ada dan sempurna untuk pengeringan bedengan, sedangkan
parit cacing/drainase pada musim kering cukup bentuk cekungan jalan air sedalam 7 cm - 15
cm
Pada tanah pasir/gambut yang sering bermasalah dengan air tergenang dan
pemadatan, maka perlu dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1,5 – 3 meter (5 – 8 baris
tanaman). Pada dasarnya cara dan teknis pengolahan tanah disesuaikan dengan jenis dan
sifat tanah serta komoditas tanaman pangan yang akan diusahakan. Pemberian pupuk dasar,
kompos dan pupuk kandang pada tanah pasir dapat dilakukan bersama dengan pengolahan
tanah akan menghemat penggunaan tenaga kerja. Pemberian kompos dengan dosis 3 – 6 ton
per hektar dapat meningkatkan hasil secara nyata namun pada teknik Bio-perforasi
disederhanakan melalui teknologi Kompos Hamparan yang lebih efisien. Selain pengolahan
tanah yang sempurna, teknik penyiapan lahan minimum tillage menjadi salah satu alternatif
yang dapat memanfaatkan teknologi Bio-P2000Z yang berwawasan lingkungan.

4. Penanaman
Waktu tanam dipilih pagi hari (dan sebaiknya sore hari) pada kondisi tanah lembab
(basah) dan dilakukan secara serentak. Sebelum benih ditanam wajib diuji kembali daya
tumbuhnya sebagai kepastian pertumbuhan. Penggunaan mesin tanam modern sangat berguna

6
sebagai upaya tanam serentak, namun perlu diperhatikan efisiensinya dengan menyesuaikan
kontur lahan. Pada penanaman dengan menggunakan mesin tanam dapat sekaligus dilakukan
aplikasi pupuk dasar. Penanaman dengan menggunakan mesin agar memperhatikan kondisi
tanah. Pada saat penanaman harus dipastikan betul kelem-baban tanah 50%-75%, jika
penanaman dilakukan pada musim kering maka penanaman dilakukan sehari setelah lahan di
leb/dibasahi secara merata supaya tanah lembab.
Jarak tanam disesuaikan dengan varietas dan umur tanaman dan memperhatikan sifat
ketinggian dan percabangan tanaman dan penggunaan mekanisasi budidaya. Varietas yang
berumur 85 – 100 hari jarak tanamnya 40 x 20 (kurang cabang) dan 40 x 30 (banyak cabang),
sedangkan kedelai var. genjah (umur 65 – 75 hari) jarak tanam 30 x 25 (tan. pendek ± 40 cm)
dan 30 x 30 (tan. agak tinggi 60 - 85 cm) dan kedalaman lubang tanam disesuaikan dengan
kesuburan dan jenis tanah serta jenis tanaman yang diusahakan. Pada penanaman musim
kering jarak tanam dapat diperapat menjadi 75% -85% dari jarak normalnya.
Kedalaman lobang tanam yang ideal adalah 3 cm dan tiap lubang 2 - 3 biji (rata-rata
tumbuh 2 tanaman) dengan penutup kompos yang dicampur pupuk untuk memacu
pertumbuhan awal. Tetapi sebelum ditanam benih kedelai perlu diperlakukan seed treatment.
Adapun cara seed treatment untuk benih ada dua perlakuan yang utama sbb:
Seed Treatment dengan Pestisida, Caranya adalah :
Saat akan ditanam benih hasil dari seed treament 1 dapat dicampur dengan pestisida (Marsall atau
Regent atau Furadan). Prosesnya sama dengan di atas, Larutkan pestisida Mashall atau Regent ±10 ml
dalam 50 - 100 ml air yang disiapkan, kemudian campurkan rata pada 5 – 8 Kg benih hasil seed treatment I.
Saat Pencampuran II ini jangan sampai benih rusak atau luka (jangan menggunakan tangan untuk
mencampurnya). Segera setelah seed treatment II ini benih harus segera ditanam dan habis tertanam, tidak
boleh menginap.
Benih yang kedaluwarsa (setelah dicek daya tumbuhnya jelek < 80%) sebaiknya
jangan digunakan sebab pertumbuhannya tidak serentak dan sulit dipacu (lambat
pertumbuhan) dan tidak tahan jamur tanah (kecambah membusuk). Biasanya tumbuh setelah
6-7 hari dan banyak dijumpai perkecambahan yang abnormal. Benih dari hasil panen 3 hari –
1 bulan setelah panen memiliki pertumbuhan terbaik dan mudah dipacu pertumbuhan
normalnya.

5. Pemupukan
Pemupukan kedelai yang ideal dilakukan tiga kali: pertama saat 12 – 15 HST untuk
menjaga pertumbuhan awal vegetatif yang normal. Jumlah dan dosis pemupukan
berimbangnya adalah 30 % dari total kebutuhannya (N,P,K). Kedua, saat akan tanaman
berbunga atau setelah pendangiran/penyiangan pada rentang umur 21 – 34 HST sesuai jenis
kedelai (mulai/akan berbunga) dengan dosis 50 % berimbang dari total kebutuhan pupuk.
Ketiga, adalah pada umur 40 – 45 HST pemupukan penyempurna yang diberikan merata atau
7
pada tanaman yang kurang pertumbuhannya dengan dosis sisa yaitu 20 % berimbang dari
kebutuhan total pupuk. Bersamaan atau sesaat setelah pemupukan, tanah dan tanaman
disemprot dengan Bio P2000 Z agar pupuk digunakan tanaman secara efektif.
Dosis total pemupukan disesuaikan dengan kebutuhan jenis varietas tanaman dan
ketersediaan hara dalam tanah berdasarkan rekomendasi setempat atau uji laborat tanah. Dosis
umum untuk kedelai adalah Urea 50 – 100 Kg, SP-36/TSP 50 - 100 Kg dan KCl 25–75 Kg).
Pupuk kompos/kandang dapat diberikan pada lahan yang kesuburannya rendah, seperti tanah
pasir serta tanah yang berdrainase jelek. Jumlah pupuk kimia maupun pupuk kandang dapat
diberikan minimal jika telah ditunjang dengan pemakaian Bio P 2000 Z.
Waktu pemupukan terbaik adalah saat tanah agak basah (lembab) setelah hujan
dan waktu sore hari lebih baik dibanding pagi hari. Setelah pemupukan tanah tidak
banjir/kehujanan selama 2 hari. Cara pemupukan pupuk diletakkan di sebelah kiri atau kanan
batang dengan jarak 5 – 8 cm. Cara aplikasi pupuk terbaik adalah diletakkan dalam lubang
tugal dan di tutup tanah dibanding cara lain seperti sebaran. Keterlambatan pemupukan dan
pemupukan yang salah mengakibatkan tanaman mengalami stress.
Pemupukan lain yang dapat digunakan lewat daun yaitu berupa POC (pupuk organik
cair). Aplikasinya melalui daun yang sekaligus berfungsi sebagai nutrisi dapat
dikombinasikan aplikasi bersama Bio P 2000 Z. Pupuk ini dapat dipakai untuk penguat bunga
dan buah yang diaplikasikan pada saat pertumbuhan 13 – 21 HST dan 35 – 60 HST. Agar
diwaspadai penggunaan pupuk cair an-organik (PPC) dan ZPT/hormonal yang dikhawatirkan
kontra/menghambat reaksi kerja Bio P 2000 Z, maka penggunaan POC harus simultan.

6. Penyulaman
Penyulaman dimaksudkan agar jumlah populasi tanaman ideal dapat dipertahankan
sehingga hasil optimalnya tercapai, mempercepat penutupan tanah sehingga dapat menekan
gulma yang tumbuh pada pertanaman yang terbuka. Penyulaman dari biji langsung dilakukan
pada umur 5-7 HST yaitu setelah tanaman tampak tumbuh semua supaya selisih waktu tanam
tersebut tidak terjadi perbedaan menyolok yang mengganggu panen serentak. Penyulaman
dilakukan dengan menggunakan jenis benih/bibit dari varietas yang sama. Cara penyulaman
yang terbaik dilakukan dengan cara transplanting (pindah tanam) dari tanaman yang seumur
dari tanaman yang dipersiapkan di pinggir bedengan untuk sulam. Saat penyulaman adalah
pada umur tanaman 8 – 12 Hst dan waktunya sore hari dengan mencabut tanaman berikut
tanahnya agar akar tidak terluka, kemudian setelah ditanam segera disiram air.

7. Penyiangan dan Pendangiran


Dilakukan untuk menekan populasi gulma sehingga tidak mengganggu tanaman.
Disamping itu, agar tanah menjadi gembur sehingga membantu pertumbuhan tanaman dan
akar tanaman. Pelaksanaan penyiangan I dilakukan pada saat periode kritis tanaman
8
biasanya dilakukan pada umur 2 - 3 minggu setelah tanam dan sebelum berbunga atau 5 - 9
minggu HST. Stelah penyiangan I, II segera pemupukan I, II dilakukan. Keterlambatan
penyiangan akan mengganggu pertumbuhan tanaman dan kegiatan tahap selanjutnya.
Penyiangan yang dilakukan bersamaan waktu pemupukan penting untuk membantu
perataan dan penutupan pupuk sehingga lebih efisien. Penyiangan yang dilakukan sekaligus
dengan pembubunan baik untuk merangsang akar lateral yang lebih banyak dan tanaman
lebih kuat/tegar. Segera setelah/bersamaan penyiangan dilakukan penyemprotan Bio P
2000 Z, penambahan nutrisi pupuk daun untuk mempercepat Bio Fabrikasi serta membantu
penyerapan hara yang efektif.

8. Pengairan/Pengaturan Air Irigasi


Pengaturan air di areal pertanaman sangat penting untuk menjaga ketersediaan air yang
cukup agar tumbuh-kembang tanaman optimal dan mikroba unggul Bio P 2000 Z bekerja dan
berkembang dengan normal, maka pengaturan drainase lahan (saluran drainase) diperlukan.
Waktu kritis tanaman, air harus tersedia dan diperlukan pada saat: pertumbuhan awal, fase
vegetatif cepat dan saat pembungaan serta pengisian polong sebagai periode kritis tanaman
(12, 35, 45 dan 55 HST). Keterlambatan pengairan atau kekurangan air mengakibatkan
tanaman strees. Kekurangan air pada masa pertumbuhan mengakibatkan tanaman
stagnasi/berhenti tumbuh (kecil/kerdil pendek), pada masa akan atau sedang berbunga
menjadikan bunga rontok (gagal berbuah), dan pada masa pengisian polong mengakibatkan
panen lebih cepat dan biji kecil-kecil (under size). Keterlambatan dan kesalahan irigasi pada
tanaman akan menurunkan produksi 18% hingga 60 %.
Faktor yang mempengaruhi dalam irigasi teknis adalah: tipe dan jenis tanah, slope/
kemiringan lahan, iklim/cuaca setempat, hujan lokal yang terjadi, dan adanya sumber air lain.
Ada beberapa teknik irigasi dan keunggulanya yang umum diketahui aantara lain: Irigasi
dengan sistem irigasi alur (Furrow/Flood) memiliki efisiensi air dari 50 % - 90 % tergantung
slope lahan, cara sprinkle memiliki efisiensi 65% - 75%, cara mikro sprinkle ( 75%-85%)
dan cara penetesan (drip) memiliki efisiensi lebih dari 85 %. Pemilihan cara irigasi ini
disesuaikan dengan pertimbangan biaya, tenaga kerja, ketersediaan dan kualitas sumber air,
tipologi tanah dan topografi, kondisi lingkungan, peralatan yang tersedia dan rencana irigasi
dengan aplikasi pupuk. Penerapan sistem irigasi luapan/leb yang umum di Indonesia
mempersyaratkan lahan harus dilengkapi parit mikro (parit cacing), parit tertier, parit utama
dan saluran pembuangan sebagai saluran dalam lahan, kemudian dilengkapi pompa yang
memenuhi kebutuhan air sampai parit-parit lahan bedengan.
Pada daerah yang mengandalkan irigasi alam, faktor iklim/cuaca khususnya curah
hujan (dari data meteorologi) sebagai faktor penentu irigasi (ketersediaan air tanaman) untuk
dijadikan sumber acuan utama dalam menyusun waktu dan pola tanam komoditas di tiap

9
daerah sentra produksi. Data primer empirik spesifik lokasi khususnya yang berkaitan dengan
faktor air sangat penting sebagai acuan rencana waktu/musimtanam.
Jumlah air Irigasi yang harus di masukkan dalam lahan dengan cara irigasi alur (Furrow)
maupun leb (genangan) dihitung sebagai berikut:

Air yang diberikan (Qtu=m3/hari) = Ketebalan air di lahan (A=mtr x T) x Luas Lahan (A= ha)
x 10.000 : interval pemberian (T = hari)
Debit pengaliran (Qs = lt/dt/ha) = (Qtu/86.400) x (1/(1- kehilangan air di petakan dan di
saluran “L= %”)).

L (faktor kehilangan air) termasuk kehilangan air evapotranspirasi per tanaman (kedelai : 2,5 – 3 / 4 - 5
mm/hari dan jagung 2,8 – 3,4 mm/hr) sebagai kehilangan rutin. Sedangkan Penentuan L1 rembesan pada
irigasi cara alur untuk membasahi bedengan adalah dengan mengambil sampel tanah 1 meter persegi dan
dibasahi air (kapasitas lapang) sampai kedalaman kedap (30 – 40 cm) jenuh air dan didiamkan selama 0,5 jam,
diketahui jumlah air yang diserap dan diikat tanah diperlukan sebagai faktor kehilangan/rembesan.

Prosentase kehilangan air di saluran (Lps)dapat dicari dengan formula:


Lps = ( debit awal Qa – debit akhir Qb)/debit awal Qa x 100%.
Pembuatan drainase menyesuaikan kondisi lahan (struktur tanah, kontur, dll.) dan penerapan
mekanisasi dan teknologi yang digunakan.

Model drainase untuk daerah P.S./rawa Model Mikro Drain/Irigasi sawah kering

Design Irigasi dan drainase mikro menyesuaikan kondisi tanah dan hamparan

9. Pengendalian Hama dan Penyakit


Daerah yang baru dibuka pada awalnya/umum rawan terhadap ledakan hama/ penyakit
tanaman seperti tikus, belalang, dan ulat serta babi hutan dan kera. Hama utama di lahan
baru adalah babi, tikus dan kera; dan yang perlu diwaspadai pada kedelai adalah Penggerek
polong, lalat bibit, penggulung daun dan kepik. Belalang kembara umumnya menyerang

10
setelah tanaman lain tidak ada seperti jagung, padi dan rumput-rumputan. Sedangkan penyakit
tanaman yang sering dijumpai adalah jamur karat (saat kelembaban tinggi), meskipun jarang
terjadi, namun perlu diwaspadai adanya serangan virus mosaik yang disebarkan aphis.
Serangan hama dapat menyebabkan kehilangan panen 30 % - 85%.
Fase kritis tanaman terhadap serangan hama yang utama adalah saat mulai tumbuh 6 –
15 Hst terutama oleh lalat bibit, belalang, burung atau jamur; saat berbunga 30 – 45 Hst oleh
ulat tentara, ulat jengkal, grayak dan aphis (vektor virus); saat pengisian polong 45–55 Hst
dan lanjut oleh ulat penggerek polong (Etiella sp), grayak, tentara dan kepik polong.
Serangan hama pada fase ini jika tidak dikendalikan dapat menurunkan produksi secara fatal
sehingga langkah preventif harus selalu diambil sebagai pilihan yang tepat dan lebih baik.
Meskipun tidak fatal, serangan ulat pada umur 19 – 30 hst adalah ulat penggulung daun dan
lalat penggerek pucuk perlu dikendalikan.
Pengendalian hama harus dilakukan secara dini, hati-hati dan mendapatkan perhatian
yang serius. Pengenalan gejala serangan sangat penting seperti mengenal musim populasi
tertinggi hama misal bulan Agustus–September, hujan disertai angin saat panas/siang hari atau
musim kering tidak ada hujan sama sekali untuk serangan hama pada umumnya; bulan
Oktober, Nopember dan Maret untuk lalat bibit; Langkah pengendalian secara preventif
adalah pilihan yang paling tepat seperti sanitasi lahan, pemusnahan tanaman inang hama dan
vektor penyakit, dan pemasangan perangkap seperti sex pheramon, perangkap tikus; seed and
soil treatment, dan pengaturan kultur teknis penetrasi sinar untuk mencegah berkembangnya
hama (aphis) dan hama lain yang berkembang pada darah kelembaba tinggi dan gelap/teduh.
Pengendalian dengan pestisida sebagai pilihan jika ambang ekonomi dan populasi mulai
mengganggu melalui hasil monitoring lapangan yang intensif, harus dilakukan secara tepat
dan hati-hati. Pengendalian secara kimia ini dilakukan dengan prinsip pengendalian
hama/penyakit terpadu secara integral dan terkoordinasi yang dilakukan dengan gerakan
serentak pada wilayah/daerah serangan.
Penggunaan pestisida kimia harus memenuhi kriteria lima tepat: tepat sasaran hama,
tepat waktu dan fase kritis hama, tepat dosis, tepat aplikasi dan tepat harga. Untuk itu
pengendalian dengan racun kimia harus sesui jenis racun hama dan berganti-ganti agar tidak
terjadi resistensi. Pemilihan pestisida pada pengendalian kimiawi ini harus memperhatikan
keseimbangan ekologi dan keamanan mahluk lain serta kelestarian alam. Keberhasilan dalam
penerapan pengendalian hama terpadu dari monitoring sistem pengendalian hama dan
ketrampilan/kepekaan petugas/petani dalam mewaspadai tanda-tanda alamiah dan gejala yang
ditimbulkan dari adanya serangan di lapangan. Sistem monitoring, identifikasi dan
pengendalian hama dan penyakit terlampir dalam lampiran 2.

11
10. Panen dan Pembijian.
Panen dilakukan jika tanaman telah menunjukkan siap panen (atau 90 % polong telah
masak) di lapang. Pada tanaman kedelai tinggi > 90 cm sebelum panen tanaman ditegakkan
dan sekaligus mengkoyak daun yang tua agar gugur ke bawah untuk mempercepat
pengeringan. Alat panen dipilih dengan menggunakan sabit bergerigi atau tajam agar tidak
terjadi kehilangan yang berarti akibat rontok terkoyak. Jika panen menggunakan mesin potong,
tanaman harus tegak dan kering seragam. Waktu panen dipilih saat cuaca terang, tidak hujan,
baik pagi atau sore hari agar terjaga kualitasnya dan tidak cepat rusak dalam penanganan pasca
selanjutnya. Setelah pemotongan segera brangkasan di jemur kering (brangkasan terbalik) dan
dibijikan segera. Pembijian dapat dilakukan dengan cara manual (dipukul) dengan syarat
bahwa alas pembijian tidak keras dan brangkas terjemut dengan kering. Penggunaan mesin
perontok polong perlu memperhatikan kekeringan polong dan pengaturan kecepatan putaran
mesin. Jangan menimbun hasil brangkasan terlalu lama atau lembab sebab biji dalam polong
yang kering dapat berkecambah dan menurunkan kualitas biji. Keterlambatan panen biji
pecah di lahan dan jika terkena hujan biji busuk atau penampilan rusak sehingga kualitas
turun. Akibat panen yang salah dapat terjadi kehilangan hasil sebesar 2 % sampai 10 %.
Untuk keperluan produksi benih, biji yang kering harus segera diseleksi/disortasi agar
memenuhi kriteria benih yaitu: normal tidak keriput, sehat/tidak cacat serta tidak membawa
penyakit atau berasal dari tanaman sehat. Biji yang telah bersih dan disortasi, kemudian
dikeringkan sehingga mencapai kadar air 10 % – 11%. Sortasiadalah untuk memperoleh benih
yang sehat dan berkualitas dengan ciri fisis: sebagai berikut: bentuk dan fisik normal (tidak
luka/terserang pengisap polong dan tidak hijau serta ukuran relatif seragam); benih berwarna
cerah (bening) mengkilap, calon radix (akar) tampak menonjol bening dan tidak luka, hillum
tampak tajam kuat dan bersih (tidak terinfeksi jamur bila dilihat dg kaca pembesar), aroma
benih tidak berbau tengik atau apeg (jawa), tidak berdebu bila dituang dari kantong, bila di
gigit langsung pecah (Kadar air = 9,5 – 11 %) dan bila diberi air dingin kulit cepat
mengembang diikuti dagingnya. Benih yang baik akan tumbuh 4 – 6 hari setelah ditanam.
Setelah benih disortasi segera di keringkan dengan suhu pengeringan tidak boleh
melebihi 60 oC. Jika dikeringkan dengan Sinar matahari, waktu pengeringan yang tepat adalah
pada jam 08.00 – 11.00 dan/atau 14.00 – 16.00 dan sering dibalik yang dimaksudkan suhu saat
penjemuran tidak terlalu tinggi yang dapat mematikan titik tumbuh. Setelah dingin dari
pengeringan segera dikemas dalam karung berlapis inner plastik kedap udara agar tidak
menyerap air kembali dari kelembaban udara di luar. Benih/biji kedelai selanjutnya di beri
label dan selalu di periksa daya tumbuhnya dan setiap bulannya 2 – 3 kali pengecekan. Benih
harus disimpan dalam gudang yang kering dan beralaskan pallet dipisahkan space untuk

12
sirkulasi udara dengan tumpukan tidak lebih dari 5 karung dan suhu ruang penyimpanan benih
terkendali 18 oC serta gudang bebas dari hama gudang seperti kumbang biji, tikus, rayap dll.

C Bukti Keterujian Pada Kedelai Nasional.


Penerapan pada Kedelai Teknologi Bio P 2000 Z menjadi sangat diyakini masyarakat dan
pemakai karena berasal dari penelitian dasar dan pengembangan penelitian serta telah dilakukan
percobaan-percobaan yang intensif dan teliti dalam skala ekonomis maupun laboratorium. Di
Balai pelatihan transmigrasi Kalteng aplikasi teknologi ini terbukti membooster produktivitas
kedelai rata-rata 3,4 ton/ha dari hal yang dianggap mustahil sebelumnya pada tanah yang
didominasi pasir kuarsa. Uji coba lanjut yang dilakukan bersama petani di kebun percobaan
dihasilhkan rata-rata dari petak perlakuan sebesar 2,5 - 6,5 ton/ha (telah di ekspose Sinar Tani
edisi 17 Maret 1999). Pembuktian teknis oleh penemunya di lahan masam gambut, sulfat
masam dan berpirit di PLG Kapuas telah teruji sejak tahun 1998-2000, mampu
melipatgandakan produksi lebih dari 250% dari rata-rata setempat. Bahkan di lahan kritis yang
memiliki tipe tanah marginal pasir kuarsa (di Palangka Raya dan UPT Sei Gohong), teknologi
ini mampu memberikan hasil produksi dengan kisaran hasil mencapai 3,8 ton/ha jauh lebih
tinggi dari hasil cara konvensional (umum petani) hanya mampu 0,4 - 0,6 ton/ha. Pada tipe
lahan sejenis, peningkatan produksi juga tercapai oleh petani di Gagutur, Barito Selatan
(Kalteng).
Hasil produksi Riil dari penanaman bulan Juni 2000 di lahan Gambut PLG Kapuas
Kalteng dan lahan pasang surut bergambut Masuji-Lampung telah dipanen oleh Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan produksi rata-rata 2,5 ton/ha hingga mencapai 5,1 ton/ha
dari penanaman 300 ha yang tersebar di dua kawasan transmigrasi di atas; dan di Air Kubang
Padang, Musi Banyuasin – Palembang pada lahan pasang-surut mampu menghasilkan 4,2
ton/ha sementara bila dibandingkan rata-rata umum produksi konvensional di PLG hanya 0,6 -
0,8 ton/ha. Di Majalengka (2001) 3,2 – 3,8 ton/ha; potensi di hamparan perak Sumut 3,5 – 5
ton/ha dari rata-rata umum setempat 0,8 – 1 ton/ha serta panen di Tanjung Morawa-Deli
Serdang (Sumut, 21 juni 2001) berhasil di ubin oleh wakil gubernur mencapai panen dengan
hasil 2,58 – 4,16 ton/ha pada varietas kedelai lokal kipas putih. Untuk kedelai edamame basah,
potensi yang dihasilkan 8 -11 ton/ha dibanding rata-rata umum petani 4 - 5 ton/ha basah (hasil
penerapan di parung-bogor).
Di Jambi (Agustus 2002) di Tanjung Jabung Timur (Eks. Transmigrasi), telah di Panen
Gubernur Jambi hasil rata-rata mencapai 3,5 ton/ha (2,6 ton/ha – 4,6 ton/ha) dari kedelai uji
coba 100 Ha bahkan teknologi ini telah diterapkan oleh petani diuntuk ternak, ikan dan tanaman
lainnya.
Di Musi Rawas (eks daerah transmigrasi) telah dilakukan demfarm bersama LIPI dan Pemda
setempat yang dipanen pada tanggal 23 Juli 2004 oleh Dirjen BP.Tan Pangan, Ketua LIPI, Yayasan
13
Adamalik Centre menunjukkan hasil produktivitas yang tinggi yaitu 2,5 ton/ha – 3,3 ton/ha lebih tinggi
dari cara biasanya yaitu 0,8 – 1,2 ton/ha. Atas keberhasilan ujicoba ini maka Bupati Musi Rawas
mencanangkan penanaman kedelai 1000 ha di daerah tersebut saat ini.
Bersama Deptan RI dalam program Proksi Mantap dan Bangkit Kedelaisejak tahun 2002 telah
dilakukan pengujian teknologi produktivitas ini seperti di BBI Bedali Lawang Malang, Bio P 2000 Z
diujicobakan pada varietas kedelai Slamet, Willis, Mahameru dan Anjasmoro, ternyata menunjukkan
peningkatan hasil 200 % dari control yaitu rata-rata 3,1 ton/ha. Ujicoba maupun uji komersial lain
juga telah dilakukan di daerah-daerah sentra kedelai dan daerah transmigrasi seperti di Jawa
Timur ( 1.300 Ha), Jagung di Grobogan Jateng 3000 Ha, di Lombok NTB, Andonara
NTT, Gorontalo, Makassar (Sulsel), Sulawesi Tengah (Luwu), Maluku Tengah, Nabire
dan Merauke (Papua) yang semuanya menunjukkan pelipat gandaan hasil yang significan.
Bio Perforasi memberi harapan pada peningkatan produksi kedelai mencapai 5 - 6 ton/ha
dalam skala terbatas jika penerapan kaidah teknologi dengan tepat. Dalam kondisi terkontrol
penerapan Teknologi Bio P 2000 Z dapat mengeksitasi pertumbuhan dan produksi kedelai lokal
tinggi mencapai 2,8 – 3,2 meter (seperti pohon) dengan lebat polong 1800 – 2300
polong/tanaman; pada tahun 2003 berhasil dikembangkan kembali pada kedelai lokal sehingga
mencapai ketinggian tanaman 4,5 Meter dan kedelai edamame 2,40 Meter dengan buah yang
cukup lebat. Dibanding teknologi konvensional di lokasi yang sama kedelai lokal ini hanya:
tinggi= 6,5 cm dan polong= 20–75 polong /tanaman, dan untuk kedelai edamame hanya
setinggi 40 – 55 cm dengan buah kurang dari 50 polong per tanaman.
Efek lain yang bersahabat dari teknologi Bio-Perforasi ialah terhadap lingkungan tanah
dan tanaman. Bersama dengan mikro-biota indegenus, pupuk hayati Bio-Perforasi yang
diintroduksikan ke tanah serta permukaan daun dan ranting membentuk keseimbangan ekologi
baru dengan meredam aktivitas mikro-organisme patogen yang tidak diinginkan, tetapi
memicu performa mikro-organisme bersahabat. Keseimbangan ekologi baru ini sangat
kondusif bagi tumbuh kembang tanaman, tetapi juga aman bagi kehidupan lain.

14

You might also like