You are on page 1of 12

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Petrologi ialah cabang dari ilmu geologi yang mempelajari tentang batuan pembent
uk kerak bumi yang meliputi proses pembentukan atau ganesa, karakteristik yang d
imiliki, pengelompokan atau klasifikasi serta hubungannya dengan proses-proses g
eologi lainnya.
Dalam petrologi dikenal ada tiga jenis batuan yaitu batuan beku, batuan sedimen,
dan batuan metamorf. Batuan beku merupakan batuan yang terbentuk dari hasil kri
stalisasi magma. Batuan sedimen merupakan merupakan batuan yang terbentuk dari h
asil transportasi, sedimentasi dan litifikasi dari batuan yang telah ada sebelum
nya. Sedangkan batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk sebagai hasil dar
i proses metamorfisme dari batuan yang telah ada tanpa mengalami fase cair.
Dalam makalah ini secara khusus membahas tentang batuan metamorf meliputi penger
tian batuan metamorf, agen-agen metamorfisme, jenis-jenis metamorfisme, fasies m
etamorf, dan mineral-mineral penyusun batuan metamorf.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai salah satu indikator penilaian (
tugas) yang diberikan oleh dosen pengasuh mata kuliah petrologi yang terkait den
gan batuan metamorf.
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu untuk menambah pengetahuan tentang batuan met
amorf utamanya yang terkait dengan pengertian batuan metamorf, agen-agen metamor
fisme, fasies-fasies metamorfisme, jenis-jenis metamorfisme, dan mineral-mineral
penyusun batuan metamorf.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Batuan Metamorf
Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk dari hasil proses metamo
rfisme, dimana terjadi perubahan atau alterasi; physical (struktur, tekstur) dan
chemical (mineralogical) dari suatu batuan pada temperatur dan tekanan tinggi d
alam kerak bumi atau Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan indu
k yang lain, dapat berupa batuan beku, batuan sedimen, maupun batuan metamorf se
ndiri yang telah mengalami proses/perubahan mineralogi, tekstur maupun struktur
sebagai akibat pengaruh temperatur dan tekanan yang tinggi.
Proses metamorfosa terjadi dalam fasa padat, tanpa mengalami fasa cair, dengan t
emperatur 200oC – 6500C. Menurut Grovi (1931) perubahan dalam batuan metamorf ad
alah hasil rekristalisasi dan dari rekristalisasi tersebut akan terbentuk krista
l-kristal baru, begitupula pada teksturnya.
Menurut H. G. F. Winkler (1967), metamorfisme adealah proses yang mengubah miner
al suatu batuan pada fase padat karena pengaruh terhadap kondisi fisika dan kimi
a dalam kerak bumi, dimana kondisi tersebut berbeda dengan sebelumnya. Proses te
rsebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Batuan metamorf atau batuan malihan adalah batuan yang terbentuk akibat proses p
erubahan temperatur dan/atau tekanan dari batuan yang telah ada sebelumnya. Akib
at bertambahnya temperatur dan/atau tekanan, batuan sebelumnya akan berubah tekt
ur dan strukturnya sehingga membentuk batuan baru dengan tekstur dan struktur ya
ng baru pula. Contoh batuan tersebut adalah batu sabak atau slate yang merupakan
perubahan batu lempung. Batu marmer yang merupakan perubahan dari batu gamping.
Batu kuarsit yang merupakan perubahan dari batu pasir.Apabila semua batuan-batu
an yang sebelumnya terpanaskan dan meleleh maka akan membentuk magma yang kemudi
an mengalami proses pendinginan kembali dan menjadi batuan-batuan baru lagi.
2.2 Agen-agen Metamorfisme
Adapun agen-agen atau faktor-faktor yang berperan dalam proses metamorfi
sme yaitu :
1. Suhu (Temperatur)
Suhu atau temperatur merupakan agen atau faktor pengontrol yang berperan dalam p
roses metamorfisme. Kenaikan suhu atau temperatur dapat menyebabkan terjadinya p
erubahan dan rekristalisasi atau pengkristalan kembali mineral-mineral dalam bat
uan yang telah ada dengan tidak melalui fase cair. Pada kondisi ini temperatur s
ekitar 350-1200 derajat celcius.
2. Tekanan (Pressure)
Tekanan atau pressure merupakan faktor pengontrol atau agen dari proses metamorf
isme. Kenaikan tekanan dapat menyebabkan terjadi perubahan dan rekristalisasi pa
da mineral dalam batuan yang telah ada sebelumnya. Pada kondisi ini tekanan seki
tar 1-10.000 bar (Jackson).
3. Cairan Panas/Aktivitas Larutan Kimia
Aktivitas larutan kimia juga merupakan agen dari proses metamorfisme. Adanya cai
ran panas/aktivitas larutan kimia dapat menyebabkan terjadinya alterasi atau per
ubahan pada batuan yang telah ada sebelumnya.

2.3 Fasies-fasies Metamorf


Setiap fasies dalam batuan metamorf umumnya dinamakan jenis batuan (kump
ulan mineral) yang dianggap kritis dan diagnestik untuk fasies yang bresangkutan
(Turner, 1960)
Fasies dalam batuan metamorfosa dapat di bagi ke dalam beberapa kelompok sebagai
berikut :
1. Fasies metamorfosa kontak
Turner (1960) mengemukakan pembagian fasies dari metamorfosa kontak, berdasarkan
pertambahan temperature atau tekanan air berkurang menjadi empat fasies yaitu :
a. Fasies Batutanduk albit-epidot
Biasanya terdapat dibagian paling luar suatu daerah kontak sehingga rekristalisa
i dari reaksi metamorfosa cenderung tidak sempurna, serta dicirikan oleh relic y
ang stabil.
b. Fasies batu tanduk hornblende
Awal fasies batutanduk hornblende tercirikan oleh hilangnya klorit dalam hal ada
kuarsa dan munculnya pertama sekali diopsid, fosterit +kalsit, grossularite/and
radite, kordierit, hornblende dan ortoanfibol.
c. Fasies batutanduk piroksin
Fasies ini oleh winkler (1967) disebut fasies batutanduk K. feldsfar-kordierit,
karena pertama sekali K. feldsfar dan kordierit. Kumpulan mineral dengan kelebih
an SiO2. Prinsip kumpulan yang mana dapat mengandung kuarsa dan potas feldsfar s
eperti terlihat di bawah ini :
Penelitik dan kuarsa feldspatik
Gampingan
Basa
Magnesium
d. Fasies saniditit
Fasies ini terdapatnya sebagai fragmen dalam tuf, xenolit dalam lava basa dan zo
na kontak yang sempit disekitar pipa atau leher gunung api. Beberapa diantara fa
sanya analog dengan hasil kristalisasi leburan pasa tekanan atmosfir yakni tridi
mit, mullit, montiselit,forsterit, dan sebagainya. Fasa alkali yang khas adalah
sanidin biasanya varietas kaya Na. kordierit, wollastonit (berlebih Mg atau Fe2+
dan anortit juga tergolong khas untuk kumpulan kersiknya.
2. Fasies metamorfosa regional
Fasies metamorfosa regional berdasarkan pertambahan temperature dari Turner (196
0), sebagai berikut :
a. Fasies Zeolit
Penimbunan dalam sedimen dalam suatu cekungan dan batuan vulkanik akan mengakiba
tkan suatu kondisi temperature dan tekanan yang mengahsilkan reaksi antara fase-
fase mineral. Pada umumnya kumpulan yang stabil pada lingkungan sedimen ditandai
oleh lempung, serpih, monmoriolinit dan illit serta sedimen kapuran. Dalam batu
pasir volkanik fasetemperatur tinggi seperti lava, piroksin, hornblende dan seb
againya.
Pada bats diagnesa dan metamorfosa regional maka terjadi pengaturan kembali terh
adap lempung, kristalisasi kuarsa dan K. feldsfar dan terombaknya mineral temper
ature tinggi serta pengendapan karbonat. Bila perubahan ini terjadi juga pada bu
tiran yang kasar maka memasuki metamorfosa yaitu fasies zeolit.
b. Fasies sekis hijau
Fasies hijau merupakan fasies yang luas penyebarannya, batuan yang termasuk ke d
alam sekis hijau banyak sekali. Derivate pelitiknya seperti batu sabak, filit da
n sekis tercirikan oleh sekistositas karena orientasi terpilih atau terarah dari
mineral mika atau klorit.
Di zona klorit batuan umumnya berbutir halus, tetapi pada derajat yang lebih tin
ggi menjadi lebih besar disertai diferensiasi metamorfosa dengan lembaran tersig
regasi dan deformasi yang menimbulkan lineasi dan sekistositas.
Sub fasies kuarsa-albit-muskovit-klorit
Sekis pelitik
Sekis kuarsa-feldsfatik
Sekis gampingan
Sekis basa
Sekis magnesium
Besi dan kaya mangan
Sub faises kuarsa-albit-epidot-biotit
Sub fasies kuarsa-albit-epidot-almandin

c. Fasies sekis glaukopan


Sekis glaukopan berasosiasi dengan batuan yang mengandung lawsonit atau jadiet,
an terjadi geosinklin pada post-paleozoikum. Termasuk ke dalam metamorfosa ini i
alah basal, tuf,greywacke dan rijang. Lokasi geosinklin cenderung berasosiasi de
ngan serpentin berhubungan dengan intrusi dan batuan ultrabasa, sehingga proses
metamorfosa digeosinklin mengakibatkan sekis glaukopan. Mineralpenciri pada seki
s glaukopan adalah lawsonit, jadiet, akmit-jadiet, glaukopan, dan krossit.
Kumpulan mineral-mineral yang termasuk ke dalam fasies sekis glaukopan berdasark
an turner (1960) adalah sebagai berikut :
Pelitik
Kuarsa feldsfatik
Basa
Gampingan
Besian
d. Fasies Almandin-amfibolit
Penyebaran dari fasies ini tidak seluas dari fasies sekis hijau, dimana fasies a
lmandine-amfibolit ini mendasari dari batuan fasies sekis hijau disabuk orogenes
a.
Batuan termasuk ke dalam fasies almandine-amfibolit ialah pelitik (sekis mika da
n gneis), basal, andesit,batuan silica-kapur, batupasir kapuran dan serpih amfib
olit.
Mineral-mineral yang khas untuk fasies almandine-amfibolit ialah staurolit, grao
sslarit-andradit, garnet, diopsid, kumingtonit, antopillit. Sedangkan mineral kl
orit, pirofillit dan stiilpnomelan sudah tidak ada lagi. Mineralepidot dan ziosi
t stabil pada derajat rendah.
Pembagian subfasies dari fasies almandine-amfibolit berdasarkan penambahan tempe
rature, pembagian subfasies adalah sebagai berikut ;
Staurolit-almandin
Kumpulan mineral yang termasuk dalam sub fasies ini adalah sebagai berikut :
- Batupelitik
- Batuan aluminium tinggi
- Batuankuarsa feldsfatik
- Batuan beku basa
- Magnesium
Kianit-almandin-muskovit
Batuan yang termasuk dalam sub fasies ini hanya batuan pelitik.
Sillimanit-almandin-muskovit
Batuan yang termasuk dalam subfasies ini hanya sebuah saja yaitu kelompok batuan
pelitik. Dimana kelompok batuan tersebut di bagi menjadi dua golongan yatiu :
- Kuarsa-sillimanit-muskovit-almandin – palgioklas (biotit)
- Kuarsa-almandin-muskovit-biotit,plagioklas.
Sillimanit-almandit-ortoklas
Kumpulan mineral yang termasuk ke dalam sub fasies ini adalah sebagai berikut :
- Pelitik dan kuarsa
- Gampingan
- Basa
- Magnesium
3. Fasies granulit
Fasies ini termasuk hasil metamorfosa derajat tinggi, metamorfosa regional yang
paling bawah adalah kelompok dari batuan gneisik. Dimana ditandai oleh perbedaan
fabric yang tinggi dan mineralogy yang tidak umum mudah dikenali dari batuan ba
sa fasies metamorfosa disebut fasies granulit oleh eskola.
Granulit dibagi menjadi dua subfasies yaitu :
Subfasies hornblende-granulit, dengan hornblende dan biotit adalah kehad
iran kumpulan dari garnettiferous dan piroksienit.
Sub fasies piroksin-granulit, sedikit hornblende dan biotit.
4. Fasies eklogit
Fasies ini sulit atau tidak dapat dipetakan dan terdapat sebagai bands dan lense
s dalam fasies granulit, almandine-amfibolit, sekishijau atau sekis glaukopan.
Selain pembagian fasies batuan metamorf diatas, ada pula pembagian fasies metamo
rf berdasarkan fasies assemblagess mineral yang ditemukan. Pembagian ini dikemba
ngkan oleh Eskola pada tahun 1939 dan digunakan hingga sekarang. Adapun fasies m
etamorf tersebut yakni :
• Fasies greenschist atau sekis hijau, yang mengandung mineral-mineral hij
au seperti klorit, aktinolit bersama dengan mineral lain seperti plagioklas, bio
tit, dan garnet.
• Fasies blueschist atau sekis biru yang mengandung mineral sodic biru amp
hibol, glaukopan bersama dengan mineral lawstonite.
• Fasies amphibolite atau amphibolite fasies yang sebagian tersusun atas m
ineral-mineral hornblende dan plagioklas.
• Fasies eklogite merupakan fasies metamorf yang terdiri dari mineral sodi
c hijau pyroksine yakni omphacite dan garnet.
• Fasies granulite mengandung mineral-mineral hornfels yang umum ditemukan
dalam kontak metamorfisme aureoles (suhu tinggi dan tyekanan rendah) dan diciri
kan dengan mineral berbutir kasar dengan tekstur granulite.
• Fasies zeolite merupakan fasies dari metamorf yang terdiri dari mineral-
mineral zeolite.

Untuk lebih jelasnya berikut adalah diagram fasies dari metamorf.

Gambar fasies metamorf

2.4 Jenis-jenis Metamorfisme


Jenis-jenis atau macam-macam metamorfisme secara umum dapat dibedakan me
njadi 3 macam yakni:
1. Metamorfisme Sentuh
Metamorfisme sentuh ini biasa juga disebut metamorfisme thermal atau metamorfism
e kontak. Faktor yang sangat berpengaruh pada metamorfisme sentuh atau kontak in
i adalah suhu yang panas, sedangkan tekanan relatif rendah dan terjadi dekat den
gan intrusi magma, yakni kontak antara tubuh intrusi magma/ekstrusi dengan batua
n di sekitarnya dengan lebar 2 – 3 km. Salah satu contohnya pada zona intrusi ya
ng dapat menyebabkan pertambahan suhu pada daerah disekitar intrusi.

Gambar 1 Intrusi magma


Metamorfisme sentuh dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
a. Pirometamorfisme
Pirometamorfisme merupakan jenis metamorfisme sentuh/kontak yang terjadi akibat
pengaruh langsung dari panas intrusi magma. Contoh : hornfelsik, skarn, buchites
, dan lain-lain.
b. Pneumatolysa
Pneumatolysa merupakan jenis metamorfisme sentuh/kontak yang terjadi akibat peng
aruh dari gas-gas panas yang berasal dari magma yang sedang naik yang dapat meru
bah batuan sekelilingnya dan membentuk mineral-mineral baru. Contoh : tourmaline
-hornfels, tourmaline-slate, skarn, dan lain-lain.
c. Hydrothermal
Hydrothermal merupakan jenis metamorfisme sentuh atau kontak yang terjadi akibat
larutan panas pada waktu terjadi intrusi. Contoh : Phyrophilite, schist, quarzi
te, dan lain-lain.

2. Metamorfisme Dynamo
Metamorfisme dynamo juga sering disebut dengan metamorfis,e kinetik atau disloka
si, akibat oleh adanya pergeseran atau dislokasi pada batuan. Misalnya oleh sesa
r. Jadi faktor yang memegang peranan penting dalam metamorfisme dynamo ini adala
h tekanan atau pressure dengan daerah yang relatif sempit.
tekanan yang berpengaruh disini ada dua macam, yaitu: hidrostatis, yang mencaku
p ke segala arah; dan stress, yang mencakup satu arah saja. Makin dalam ke arah
kerak bumi pengaruh tekanan hidrostatika semakin besar. Sedangkan tekanan pada b
agian kulit bumi yang dekat dengan permukaan saja, metamorfisme semacam ini bias
anya didapatkan di daerah sesar/patahan. Contoh : Mylonite, Phyllonite, friction
breccias, dan lain-lain.
Gambar 2 Zona sesar
3. Metamorfisme Regional
Metamorfisme regional merupakan tipe metamorfisme yang sangat kompleks, karena f
aktor yang sangat berpengaruh ialah temperatur (suhu) dan tekanan (pressure). Te
mperatur (suhu) dan tekanan (pressure) bekerja bersama-sama ditempat yang dalam
dan luas didalam kerak bumi. Oleh karena adanya tekanan terarah maka timbullah m
ineral-mineral tekanan (stress mineral). Misalnya serisit, muscovit, epidot, str
aurolit, dan lain-lain. Dalam kerak bumi umumnya tekanan bekerja dari segala ara
h yang disebut tekanan lithostatic. Tipe metamorfosa ini penyebarannya sangat lu
as, dapat mencapai beberapa ribu kilometer. Termasuk dalam tipe ini adalah:
1. Metamorfisme Dynamothermal
Terjadi pada kulit bumi bagian dala, dimana faktor yang mempengaruhi adalah temp
eratur dan tekanan yang tinggi. Proses ini akan lebih intensif apabila diikuti o
leh orogenesa.

Gambar 3 Zona Subduksi

2. Metamorfisme Burial/Beban
Proses ini tidak ada hubungannya dengan orogenesa dan intrusi, tetapi terjadi pa
da daerah geosinklin, hingga karena adanya pembebanan sedimen yang tebal di bagi
an atas, maka lapisan sedimen yang ada di bagian bawah cekungan akan mengalami p
roses metamorfosa.

Gambar 4 Cekungan Sedimentasi


Daerah metamorfisme regional dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu :
a. Epizone
Epizone merupakan daerah metamorfisme regional temperatur rendah (lebih kecil da
ri 350 derajat celcius), tekanan hidrostatik rendah dan tekanan terarah kadang-k
adang sangat tinggi. Contoh : Slate, Chlorite schist, Mica Schist, dan lain-lain
.
b. Mesozone
Mesozone merupakan daerah metamorfisme regional temperatur sedang (350 derajat c
elcius sampai 500 derajat celcius), tekanan hidrostatik dan tekanan terarah seda
ng, dan pada kedalaman menengah. Contoh : Biotit Schist, Hornblende Schist, Garn
et Schist, Muscovit Schist, dan lain-lain.
c. Katazone
Katazone merupakan daerah metamorfisme regional temperatur sangat tinggi (500 d
erajat celcius sampai 1200 derajat celcius), tekanan hidrostatik sangat tinggi d
an tekanan terarah rendah. Terbentuk pada kedalaman kerak bumi, berasosiasi deng
an batuan intrusi. Contoh eklogite, gneiss, granulites, schist tingkat tinggi, p
yroxene gneiss, hornblende schist, dan lain-lain.

2.5 Mineral-mineral Penyusun Batuan Metamorf


Mineral-mineral penyusun batuan metamorf meliputi mineral-mineral yang u
mum dijumpai pada batuan beku maupun pada batuan sedimen. Adapun mineral-mineral
tersebut meliputi :
1. Kwarsa
Kwarsa merupakan mineral penyusun batuan metamorf yang mempunyai rumus kimia SiO
2 dengan bentuk pipih atau mengkristal tak teratur, berwarna agak mengkilap, put
ih jernih atau putih kehijauan oleh pengotoran mineral-mineral Klorit, banyak te
rdapat dalam batuan Gneiss, Sekis, dan Filit.

Gambar Mineral Quartz


2. Feldspar
Mineral Feldspar dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Potash Feldpar (KAlSi3O8)
Potash Feldspar terdiri dari mineral Ortoklas, Anortoklas, Sanidin, Adularia, da
n Mikroklin. Mineral ini berwarna merah pucat, putih, merah muda, dan abu-abu. K
ilap vitreous, bidang belahnya baik biasanya 2 arah serta memiliki kekerasan 6,
namun pada batuan metamorf bentuk dari mineral ini agak pipih akibat tekanan.
b. Plagioklas (Na,Ca) AlSi3O8
Plagioklas terdiri dari mineral Anortit, Bitownit, Labradorit, Andesin, Oligokla
s, dan Albit. Kilap vireous, memiliki belahan baik 2 arah dan kekerasan 6. Kenam
pakan mineral ini dalam batuan metamorf agak pipih akibat tekanan.

Gambar Mineral Feldspar

3. Mika
Mika merupakan mineral yang berbentuk pipih berupa lembaran-lembaran halus. Mika
merupakan grup mineral yang terdiri dari mineral-mineral muskovit, plagopit, da
n biotit. Mineral ini dapat memberikan warna mengkilap pada Filit, sekis, dan Gn
eiss dan terdapat melimpah pada batuan Sekis dan Gneiss.

Gambar mineral mika


4. Klorit
Mineral ini memiliki kenampakan dalam bentuk terpilin atau bengkok, warna hijau,
cokelat, atau hijau kehitaman, kekerasan 1-2,5. Mineral ini banyak ditemukan pa
da batuan Sekis.

Gambar Mineral Klorit


5. Andalusit
Mineral ini memiliki bentuk fisik prismatik kasar, mengkristal dalam sistem rhom
bis, berwarna pudar, merah jambu sampai merah violet, kilap vitreous, kekerasan
5-7. Mineral ini banyak terdapat dalam batuan sekis, filit, dan Slate.

Gambar Mineral Andalusite


6. Aktinolit
Aktinolit mengkristal dalam sistem monoklin, menjarum halus atau berupa serat-se
rat, rapuh, warna hijau atau abu-abu kehijauan, kilap vitreous seperti sutra, ke
kerasan 2-3. Mineral ini banyak ditemukan terutama pada sekis, gneiss, dan marme
r.

Gambar Mineral Aktinolit


7. Glaukofan
Glaukofan mengkristal dalam bentuk monoklin, prismatik seperti serat, batang, at
au butiran, pecahan konkoidal, warna biru abu-abu atau biru kehitaman, kekerasan
6-6,5. Mineral ini sering dijumpai dalam batuan sekis dan gneiss, biasanya bera
sosiasi dengan muskovit, kwarsa, dan sphene.

Gambar Mineral Glaukofan


8. Kianit
Mineral ini memiliki bentuk kristal triklin, memanjang atau lempeng-lempeng, kek
erasan 4-7, juga dapat berbentuk serat-serat atau batang, warna biru laut, kilap
vitreous, sering dijumpai pada batuan sekis dan gneiss, berasosiasi dengan kwar
sa, muskovit, garner, stomalit, dan rutile. Mineral ini tidak ditemukan pada bat
uan beku.

Gambar mineral kianit


9. Garnet
Garnet merupakan mineral yang memiliki bentuk kristal regular, bentuk kubus, gra
nular seperti pasir, warna merah jambu hingga merah cokelat, hingga opak, dan ba
nyak dijumpai pada batuan sekis dan gneiss.

Gambar Mineral Garnet


10. Talk
Mineral ini mengkristal dalam sistem monoklin, bentuk granular, tipis atau semac
am serabut, fleksibel, warna hijau muda sampai hijau tua, kilap seperti mutiara,
kekerasan 1-2, banyak terdapat dalam batuan sekis, berasosiasi dengan batuan se
rpentin dan magnesit.

Gambar Mineral Talk


11. Serpentin
Mineral ini memiliki bentuk kristal yang pipih atau seratan fleksibel, kilap sut
era atau lemak, warna merah kecoklatan dan hijau kekuningan, kekerasan 3-5,5. Mi
neral ini dijumpai pada serpentine atau pada sekis, berasosiasi dengan klorit da
n talk.

Gambar Mineral Serpentine


12. Kordierit
Mineral ini mengkristal dalam sistem orthorombik, prismatik pendek, kompak atau
granular, berwarna abu-abu kebiruan, hijau kuning atau tak berwarna, kilap vitre
ous seperti gelas, kekerasan 7-7,5, dan banyak dijumpai pada batuan gneiss, seki
s dan pegmatit serta berasosiasi dengan garnet, mika, kwarsa, andalusit, siliman
it, dan staurolit.

Gambar Mineral Kordierite


13. Silimanit
Silimanit memiliki bentuk kristal seperti kordierit, panjang dan kesan striasi.r
adier, kadang-kadang bengkok, warna abu-abu, putih, atau kuning pucat, kilap vit
reous, kekerasan 6-7, dan banyak dijumpai dalam batuan sekis, gneiss, dan pegmat
it.

Gambar Mineral Silimanite


14. Tremolit
Mineral ini mengkristal dalam sistem monoklin, lempeng-lempeng berserat seperti
asbes, granular, warna putih, abu-abu, hijau atau kuning, kilap vitreous, belaha
n prismatik menyudut 56 derajat dan 124 derajat, kekerasan 5-6, dan umum dijumpa
i dalam batuan sekis dan marmer.

Gambar Mineral Tremolite


15. Wollastonit
Mineral ini mengkristal dalam sitem triklin, tabular, prismatik, berserat-serat
paralel, menyebar atau granular, warna putih keabu-abuan atau tidak berwarna, ki
lap sutera, kekerasan 4-5, merupakan mineral batuan metamorfisme kontak yang ber
asosiasi dengan garnet, diopsit, vesuvianit, tremolit, epidot dan kalsit, ditemu
kan utama pada batuan marmer dekat kontak dengan batuan beku granit.
Gambar Mineral Wollastonite
16. Diopside
Mineral ini menunjukkan warna hijau, biru, sistem kristal monoklin, belahan tid
ak rata, kilap kaca, cerat putih dan menunjukkan betuk prismatik. Terbentuk pada
suhu 900 – 1000 0C, terbentuk akibat proses magmatik mafic dan ultramafic pluto
nic, pada proses metamorphisme kontak. Lingkungan daerah magmatisme.

Gambar Mineral Diopside


17. Dolomite
Mineral ini menunjukkan warna putih-pink, sistem kristal heksagonal, belahan sem
purna, pecahan subkonkoidal, kilap kaca, cerat putih. Terbentuk dari proses hidr
otermal pada suhu yang rendah berupa urat, juga dapat terbentuk pada lingkungan
laut akibat proses dolomitisasi batugamping dan proses metamorfik (dolostone pro
toliths).
Gambar Mineral Dolomite
18. Epidote
Mineral ini menunjukkan warna hijau, sistem kristal monoklin, belahan jelas 2 ar
ah, pecahan tidak rata, kilap kaca, cerat putih dan menunjukkan bentuk prismatik
. Terbentuk pada temperatur 900 – 10000 C, terbentuk akibat proses metamorphisme
pada fasies green schist dan glaucophane schist dan hidrotermal (propylitic alt
eration). Proses magmatik sangat jarang menghasilkan mineral ini.

Gambar Mineral Epidote


19. Montmorillonite
Mineral ini menunjukkan warna putih – abu-abu, sistem kristal monoklin. Terbentu
k pada daerah beriklim tropis yang merupakan hasil alterasi dari feldspar pada b
atuan yang miskin silika. Hasil dari pelapukan glassvolkanik dan tuff dari prose
s hidrotermal.

Gambar Mineral Montmorillonite


20. Prehnite
Mineral ini menunjukkan warna kehijauan, sistem kristal orthorombic, belahan se
mpurna, pecahan tidak rata, kilap kaca, cerat berwarna putih dan menunjukkan ben
tuk tabular. Terbentuk pada suhu 700 – 8000 C, akibat proses metamorfisme dan pr
oses hidrotermal yang mengisi rongga pada batuan volkanik basalt.

Gambar Mineral Prehnite

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Batuan metamorf merupakan batuan yang terbentuk dari hasil proses metam
orfisme, dimana terjadi perubahan atau alterasi; physical (struktur, tekstur) da
n chemical (mineralogical) dari suatu batuan pada temperatur dan tekanan tinggi
dalam kerak bumi.
2. Agen-agen atau faktor-faktor yang mempengaruhi proses metamorfisme melip
uti suhu (temperatur), tekanan (Pressure), dan aktivitas larutan kimia.
3. Secara umum metamorfisme terbagi menjadi 3 yaitu metamorfisme sentuh ata
u kontak, metamorfisme dynamo, dan metamorfisme regional.
4. Secara umum ada beberapa fasies dari batuan metamorf yang meliputi:
• Fasies metamorfisme kontak
• Fasies metamorfisme regional
• Fasies granulit
• Fasies eklogite
5. Mineral penyusun batuan metamorf merupakan mineral-mineral yang ada pada
batuan yang telah ada sebelumnya, baik mineral yang berasal dari batuan beku, s
edimen, maupun metamorf.
3.2 Saran
Untuk lebih memperdalam pemahaman dan pengetahuan mengenai batuan metamorf sebai
knya banyak membaca literatur-literatur yang lebih variatif yang berkaitan denga
n batuan metamorf serta mengkajinya secara mendalam dan dibarengi dengan pengama
tan batuan di laboratorium dan pengamatan langsung singkapan batuan metamorf di
lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Kaharuddin, MS. 1988. Penuntun Praktikum Petrologi. Jurusan Teknik Geologi, Univ
ersitas Hasanuddin, Makassar.
Asikin, Sukendar, 1978. Diktat Geologi Dasar, Departemen Teknik Geologi, Institu
t Teknologi Bandung.
Kaharuddin, MS. 1988. Field Geology. Jurusan Teknik Geologi, Universitas Hasanud
din, Makassar.
www.google.com
www.wikipedia.com
www.mineralgallery.com

You might also like