You are on page 1of 13

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PENDAPATAN REGIONAL


Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang
dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah
selama satu tahun (Sukirno, 1985). Sedangkan menurut Tarigan (2004),
Pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada wilayah analisis.
Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun
pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Menganalisis suatu region
atau membicarakan pembangunan regional tidak mungkin terlepas dari membahas
tingkat pendapatan masyarakat diwilayah tersebut. Ada beberapa parameter yang
bisa digunakan untuk mengukur adanya pembangunan wilayah. Salah satu
parameter terpenting adalah meningkatnya pendapatan masyarakat. Parameter
lain, seperti peningkatan lapangan kerja dan pemerataan lapangan kerja dan
pemerataan pendapatan juga sangat terkait dengan peningkatan pendapatan
wilayah. Pendapatan wilayah haruslah bersangkut paut dengan peningkatan
pendapatan masyarakat di wilayh tersebut, yaitu yang dimaksud adalah
pendapatan rata-rata (income per capita) masyarakat, untuk itu perlu diketahui
alat ukur dan metode yang dipakai untuk menetapkan besarnya tingkat pendapatan
masyarakat.

2.2 KONSEP DAN PENGERTIAN NILAI TAMBAH


Dalam membicarakan pendapatan dan pertumbuhan regional, sangat perlu
diketahui tentang /arti nilai tambah. Salah pengertian yang biasa terjadi adalah
apabila orang menganggap bahwa pendapatan regional adalah identik dengan nilai
produksi yang dihasilkan diwilayah tersebut. Nilai produksi tidak sama dengan
nilai tambah karena di dalam nilai produksi telah terdapat nilai produksi diantara
(intermediate cost), yaitu biaya pembelian/biaya perolehan dari sektor lain yang
telah dihitung sebagai produksi di sektor lain atau berasal dari impor (dihitung

3
sebagai nilai produksi di Negara pengekspor). Menghitung pendapatan produksi
sebagai pendapatan regional bisa mengakibatkan perhitungan ganda (double –
counting). Misalnya, seorang tukang kue menghasilkan 100 buah kue perhari yang
dijualnya dengan harga @ Rp 300,00 sehingga nilai penjualannya/nilai
produksinya adalah Rp 30.000,00. Padahal untuk menghasilkan kue tersebut dia
terpaksa membeli berbagai jenis input seperti tepung beras, gula, kelapa, vanili,
minyak goring, dan bahan baker. Bahan-bahan yang di gunakan telah dihitung
disektor lain. Misalnya, beras dihitung disektor pertanian dan di sektor industri
penggilingan beras menjadi tepung, gula telah dihitung di sektor pertanian dan
minyak goring di sector industri. Jika bahan baku di impor dari Negara lain,
berarti nilai bahan baku itu telah dihitung sebagai pendapatan wilayah lain.
Bahan-bahan yang berasal dari sektor lain disebut “biaya antara” (intermediate).
Pada umumnya yang termasuk nilai tambah dalam suatu kegiatan produksi/jasa
adalah berupa gaji/upah, laba, sewa tanah, dan bunga uang yang dibayarkan
(bagian dari biaya), penyusutan dan pajak tidak langsung (neto).
Nilai tambah bruto terdiri atas:
a) Upah dan gaji,
b) Laba,
c) Sewa tanah,
d) Bunga uang,
e) Penyusutan, dan
f) Pajak tidak langsung neto.
g) Farm gate

2.3 CONTOH PERHITUNGAN NILAI TAMBAH


Misalnya, seorang petani mengolah sebidang tanah seluas 1 hektar yang
ditanami jagung. Untuk memproduksi jagung, petani tersebut mengeluarkan biaya
sebagai berikut:
• Membeli bibit 25 kg @ Rp 8.000,00 = Rp 200.000,00
• Menyewa traktor untuk lahan 1 ha = Rp 300.000,00
• Tenaga kerja yang digaji 50 hk @ Rp 8.000,00 = Rp 400.000,00

4
• Pupuk 250 kg @Rp 2.000,00 = Rp 500.000,00
• Pestisida 10 ltr @ Rp 10.000,00 = Rp 500.000,00
• Sewa mesin pipil = Rp 500.000,00
Total pengeluaran = Rp 2.500.000,00
Hasil produksi 5.000 kg @ Rp 10.000,00 = Rp 5.000.000,00
• Keuntungan = Rp 2.600.000,00

Dari contoh di atas, biaya diantaranya adalah bibit, pupuk, dan pestisida
sebesar Rp 1.200.000,00 sehingga nilai tambah dari kegiatan tersebut adalah Rp
5.000.000,00 – Rp 1.200.000,00 = Rp 3.800.000,00. ini adalah bagian yang bisa
diamati oleh masyarakat setempat seandainya seluruh fakto-faktor produksi itu
dimiliki oleh masyarakat setempat dengan catatan dari penghasilan tersebut masih
perlu di kurangkan biaya penyusutan dan pajak yang mungkin ditagih pemerintah.
Terhadap contoh di atas perlu dipersoalkan lebih lanjut beberapa hal sebagai
berikut:
a) Seandainya selain tenaga kerja yang digaji yang disebutkan
diatas, juga ada tenaga anggota keluarga yang turut bekerja (tidak
dibayar), katakanlah sebanyak 20 hk. Apakah akan mengubah nilai tambah
dari kegiatan tersebut? Jawabnya adalah tidak, karena nilai tenaga
keluarga yang tidak dibayar tersebut tercakup dalam keuntungan petani,
yang merupakan unsur nilai tambah.
b) Seandainya petani itu bukan pemilik lahan, sehingga harus
menyewa sebesar Rp 500.000,00 untuk sekali tanam, apaka akan
mengubah total nilai tambah? Jawabnya tidak, hanya saja pengeluaran
petani naik Rp 500.000,00 sehingga keuntungan turun Rp 500.000,00. baik
tanah maupun keuntungan adalah nilai tambah.
c) Seandainya petani itu tidak memiliki cukup modal untuk
membeli bibit, pupuk, dan insektisida sehingga ia terpaksa meminjam
uang dari pihak ketiga dan setelah panen ia harus mengembalikan
pinjaman ditambah bunga, misalnya Rp 400.000,00 apakah hal itu akan
mengubah total nilai tambah? Jawabnya adalah tidak, karena hal ini hanya

5
akan menambah biaya bunga Rp 400.000,00 dan mengurangi laba dengan
jumlah yang sama. Baik bunga maupun keuntungan adalah unsur dari nilai
tambah.
d) Dari contoh di atas, ada yang perlu dipersoalkan, yaitu
pentewaan traktor atau mesin pipil. Apakah kegiatan tersebut nilai
tambahnya dihitung di sektor pertanian. Atau dihitung disektor masing-
masing, misalnya pada sektor jasa. Kuncinya adalah apakah perusahaan
persewaan itu dianggap sebuah sektor sendiri. Apabila dihitung pada
kedua sektor maka terjadi perhitungan ganda. Dalam hal ini alat pertanian
tersebut diasumsikan milik perorangan sehingga tidak tercakup dalam jasa
perusahaan persewaan, sehingga nilai tambah dimasukkan pada sektor
pertanian.
e) Dari contoh di atas terlihat bahwa kegiatan petani untuk
menanam jagung, membuka peluang bagi berbagai sektor/oihak lain untuk
meningkatkan aktivitasnya. Adanya lapangan kerja bagi pencari kerja,
peningkatan permintaan akan bibit/pupuk/pestisida, meningkatnya
penerimaan penyewaan traktor/penyewaan mesin pipil, pemilik tanah
mendapat sewa, pemilik modal mendapat bunga, dan petani mendapat
laba. Ini semua tidak akan terjadi, seandainya tidak ada investor yang
berniat melakukan kegiatan bisnis dan lahan itu tetap dibiarkan terolah.
Hal yang dikemukakan di atas berdampak langsung dan tidak langsung
seperti meningkatnya perdagangan, transportasi, dan kegiatan jasa.

Demikian juga ada dampak lanjutan di mana kenaikan pendapatan


berbagai pihak tersebut sebagian akan dibelanjakannya dan hal ini menciptakan
pengganda pendapatan.

2.4 BERBAGAI KONSEP DAN DEFINISI


Berbagai konsep dan definisi yang biasa dipakai dalam membicarakan
pendapatan regional/nilai tambah akan dikemukakan berikut ini:
a) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Pasar

6
Produk domestik regional bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai
tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian
di wilayah itu. Yang di maksud dengan nilai tambah bruto adalah nilai produksi
(output) dikurangi biaya antara (intermediate cost).nilai tambah bruto mencakup
kompunen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah, dan keuntungan),
penyusutan, dan pajak tidak langsung neto. Jadi, dengan menghitung nilai tambah
bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkannya, akan menghasilkan
produk domistik regional bruto atas dasar harga pasar.

b) Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas Dasar Harga Pasar


Produk domestik regional net oats dasar harga pasar adalah produk domistik
regional bruto atas dasar harga pasar di kurangi penyusutan. Penyusutan yang
dimaksud adalah nilai susut atau pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-
mesin, peralatan, kendaraan dan lainnya) karena barang modal tersebut terpakai
dalam proses produksi atau karena faktor waktu. Jika nilai susut barang-barang
modal dari seluruh sektor ekonomi dijjumlahkan, hasilnya merupakan penyusutan
keseluruhan.

c) Produk Domestik Regional Neto (PDRN) atas Dasar Biaya Faktor


PDRN atas dasar harga faktor adalah PDRN atas dasar harga pasar dikurangi
pajak tak langsung neto, dan pajak lain-lain, kecuali pajak pandapatan dan pajak
perseroan. Pajak tidak langsung dari unit-unit produksi dibebankan pada pembeli
hingga langsung berakibat menaikkan harga barang di pasar. Berlawanan dengan
pajak tidak langsung yang berakibat menikkan harga barang, subsidi yang
diberikan pemerintah kepada unit-unit produksi yang dianggap penting untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat luas, akan menurunkan harga pasar. Dengan
demikian, pajak tidak langsung dan subsidi mempunyai pengaruh yang
berlawanan terhadap harga barang dan jasa (output produksi). Besarnya pajak
tidak langsung dikurangi subsidi dalam perhitungan pendapatan regional disebut
pajak tidak langsung neto.

7
d) Pendapatan Regional
Pendapatan regional neto adalah produk domistik regional neto atas dasar
harga biaya faktor dikurangi aliran dana yng mengalir keluar ditambah aliran
dana yang mengalir masuk. Produk domistik regional neto atas dasar biaya
faktor, merupakan jumlah dari pendapatan berupa upah dan gaji, bunga, sewa
tanah, dan keuntungan yang timbul, atau merupakan pendapatan yang berasal
dari kegiatan di wilayah tersebut. Akan tetapi, pendapatan yang dihasilkan
tersebut, tidak seluruhnya menjadi pendapatan penduduk daerah setempat. Hal
itu disebabkan ada sebagian pendapatan yang diterima oleh penduduk daerah
lain.
Akan tetapi, untuk mendapatkan angka-angka tentang pendapatan yang
mengalir keluar/masuk suatu daerah masih sangat sukar diperoleh saat ini.
Produk regional neto terpaksa belum dapat dihitung dan untuk sementara
produk domestik regional neto. Dan untuk sementara produk domestik
regional neto atas biaya faktor dianggap sama dengan pendapatan regional
(tanpa kata neto). Pendapatan regional dibagi jumlah penduduk yang tinggal
didaerah itu, hasilnya adalah pendapatan perkapita.

e) Pendapatan Perorangan (Personal Income) DAN Pendapatan Siap


Dibelanjakan (Disposable Income)
Apabila pendapatan regional (regional income) dikurangi pajak: pajak
pendapatan perusahaan (corporate income taxes), keuntungan yang tidak
dibagikan (undistributed profit), iuran kesejahteraan sosial (social security
contribution), ditambah transfer yang diterima oleh rumah tangga dan pemerintah,
bunga neto atas utang pemerintah, sama dengan pendapatan perorangan (personal
income). Apabila pendapatan perorangan dikurangi pajak pendapatan perorangan ,
pajak rumah tangga/PBB, dan transfer yang dibayrkan oleh rumah tangga akan
sama dengan pendapan yang siap dibelanjakan (disposable income)

8
f) Pendapatan Regional atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan
Seperti telah diuraikan di atas, angka pendapatan regional dalam beberapa
tahun menggambarkan kenaikan dan penurunan tingkat pendapatan masyarakat di
daerah tersebut. Kenaikan/penurunan dapat dibedakan menjadi 2 faktor berikut:
1. kenaikan/penurunan riil, yaitu kenaikan/penurunan
tingkat pendapatan yang tidak dipengaruhi oleh faktor perubahan harga.
Apabila terjadi kenaikan rill pendapatan penduduk berarti daya beli penduduk
daerah tersbut meningkat, misalnya mampu membeli barang yangsama
kualitanya dalam jumlah yang lebih banyak.
2. kenaikan/penurunan pendapatan yang disebabkan
adanya faktor perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan pendapatan yang
hanya disebabkan inflasi maka walaupun pendapatan meningkat tetapi jumlah
barang barang yang mampu dibeli belum tentu meningkat. Perlu dilihat mana
yang meningkat lebih tajam, tinkat pendapatan atau tingkat harga.

Oleh karena itu, untuk mengetahui pendapatan yang sebenarnya (rill0, faktor
inflasi harus dikeluarkan terlebih dahulu. Pendapatn regional yang dalamnya
masih ada unsur inflasinya dinamakan pendapatan regional atas dasar harga
berlaku. Sedangkan pendapatan regional dengan faktor inflasi yang sudah
ditiadakanmerupakan pendapatan regional atas dasar harga konstan. Untuk
mengetahui apakah daya beli masyarakat meningkat atau tidak, pendapatannnya
harus dibandingkan dengan nilai konstan.
Harga konstan artinya harga produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu.
Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga
harga konstan. Jadi, kenaikan pendapatan hanya disebabkan oleh meningkatnya
jumlah fisik produksi, karena dianggap tetap(konstan). Akan tetapi pada sektor
jasa yang tidak memiliki unit produksi, nilai produksi dinyatakan dalam harga
jual. Oleh karena itu, haraga jual harus dideflasi dengan menggunakan indeks
inflasi atau deflator lain yang dianggap lebih sesuai.

9
g. Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah
penduduk didaerah tersebut untuk tahun yang sama. Angka yang digunakan
semestinya adalah total pendapatan regional di bagi jumlah penduduk. Akan
tetapi, angka ini sering tidak diperoleh sehingga diganti dengan total PDRB atas
dasar haraga pasar dibagi jumlah penduduk. Angka per kapita dapat dinyatakan
dalam harga berlaku maupun dalam harga konstan tergantung pada kebutuhan.

2.5 CONTOH PERHITUNGAN NILAI KONSTAN


Misalnya di Provinsi Jambi hanya ada 3 sektor, yaitu 2 sektor produksi dan 1
sektor jasa. Nilai tambah masing-masing sektor dalam kurun waktu berselang
waktu 5 tahun adalah sebagai berikut:
Kondisi Tahun 1995
Jumlah Produksi Harga Jual Per Total Nilai
Sektor
(Rp) Unit (Rp) Produksi (Rp)
Produksi 1 1.000,00 500,00 50.000,00
Produksi 2 2.000,00 800,00 1.600.000,00
Jasa 900.000,00
Jumlah 3.000.000,00

Kondisi Tahun 2000


Jumlah Produksi Harga Jual Per Total Nilai
Sektor
(Rp) Unit (Rp) Produksi (Rp)
Produksi 1 1.100,00 600,00 660.000,00
Produksi 2 2.300,00 1.000,00 2.300.000,00
Jasa 1.200.000,00
Jumlah 4.160.000,00

10
Dari kedua tabel di atas, diketahui bahwa dalam kurun waktu 5 tahuntotal
pendapatan regional dalam harga berlaku naik dari Rp 3.000.000,00 menjadi Rp
4.160.000,00yang berarti dalam harga berlaku terjadi kenaikan sebesar 38,67%.
Akan tetapi, hal ini tidak mneggambarkan kenaikan rill dari kemakmuran
masyarakat. Kenaikan rillkemakmuran masyarakat harus diukur dalam nilai
konstan. Nilai produksi tahun 2000 dalam nilai konstan tahun 1995 adalah sebagai
berukut:
Nilai produksi tahun 2000 dalam harga konstan 1995
Jumlah Produksi Harga Jual Per Total Nilai
Sektor
(Rp) Unit (Rp) Produksi (Rp)
Produksi 1 1.100,00 500,00 550.000,00
Produksi 2 2.300,00 800,00 1.840.000,00
Jasa 968.919,00
Jumlah 3.358.919,00

Dalam harga konstan maka besarnya kenaikan pendapatn regional dalam


kurun waktu 5 tahun tersebut adalah 11,96%.

2.6 METODE PERHITUNGAN PENDAPATAN REGIONAL


Metode perhitungan pendapatan regional pada tahap pertama dapat dibagi
dalam dua metode, yaitu
1. metode langsung
2. metode tidak langsung
a. Metode Langsung
Metode langsung adalah perhitungan dengan menggunakan data daerah atau
data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan digali dari sumber data yang
ada di daerah itu sendiri.
Metode langsung dapat dilakukan dengan mempergunakan tiga macam cara,
yaitu:

11
1. Pendekatan Produksi
Pendekatan produksi adalah perhitungan nilai tambah barang dan jasa
yang diproduksi oleh suatu kegiatan/sektor ekonomi dengan cara
mengurangkan biaya antara dari total nilai produksi bruto sektor atau
subsektor tersebut. Pendekatan ini banyak digunakan unutk memperkirakan
nilai tambah dari sektor atau kegiatan yang produksinya berbentuk
fisik/barang., seperti peranian, perrtambangan, dan industri dan sebaginya.
Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya
antara (intermediate cost), yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai
dalam proses produksi. Sektor jasa yang menerima pembayaran atas jasa yang
diberikan (sesuai dengan harga pasar), masih bisa dihitung dengan pendekatan
produksi.akan tetapi akan lebih mudah dihitung dengan pendekatan
pendapatan.

2. Pendekatan Pendapatan
Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi
diperkirakan dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima faktor
produksi, yaitu upah dan gaji dan surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak
langsung neto. Surplus usaha meliputi bunga yang dibayar neto, sewa tanah,
dan keuntungan.metode ini banyak dipakai pada sektor jasa, akan tetapi tidak
dibayar setara harga pasar, misalnya sektor pemerintahan. Hal ini disebabkan
karena kurang lengkapnya data dan tidak adanya metode yang akurat yang
dapat dipakai dalam mengukur nilai produksi dan biaya antara dari berbagai
jasa, terutama kegiatan yang tidak mengutip biaya.. selai itu, kutipan
seringkali tidak menggambarkan harga yang sebenarnya untuk pelayanan yang
mereka berikan, misalnya sektor pendidikan dan rumah sakit.

3. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari
barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Kalau dilihat dari segi
penggunaan maka total penyediaan barang dan jasa itu digunakan untuk;

12
a. konsumsi rumah tangga
b. konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung
c. konsumsi pemerintah
d. pembentukan modal tetap bruto (investasi)
e. perubahan stok
f. ekspor neto (total ekspor – total impor)

b. Metode Tidak Langsung


Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik
bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalnya,
mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap provinsi dengan menggunakan alokator
tertentu, alokator yang dapat digunakan adalah:
1) Nilai produksi bruto atau neto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang
dialokasikan
2) Jumlah produksi fisik
3) Tenaga kerja
4) Penduduk
5) Alokator tidak langsung lainnya

Dengan menggunakan salah satu atau kombinasi dari berbagai dari beberapa
alokator dapat diperhitungkan persentase bagian masing-masing provinsi
terhadap nilai tambah setiap sektor dan subsektor. Metode ini terkadang terpakasa
digunakan karena adanya kegiatan usaha yang alokasinya ada dibeberapa
wilayah, sedangkan pencatatan yang lengkap hanya dilakukan di kantor pusat.
Misalnya, laba perusahaan tidak tercatat pada masing-masing wilayah melainkan
hanya tercatat dikantor pusat. Contoh lain apabila proses produksi bersifat
berantai dan masing-masing mata rantai berada pada wilayah yang berbeda.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan
jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah
selama satu tahun.
Metode perhitungan pendapatan regional pada tahap pertama dapat dibagi
dalam dua metode, yaitu
1) metode langsung
 Pendekatan Produksi
 Pendekatan Pendapatan
 Pendekatan Pengeluaran
2) metode tidak langsung

3.2 SARAN
Setelah kita mempelajari dan membahas makalah yang penulis susun ini
diharapkan agar kita dapat lebih mengetahui dan mengerti tentang pendapatan
regional serta kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

14
DAFTAR PUSTAKA

Tarigon, Robinson. 2009. Ekonomi Regional. Bumi Aksara. Jakarta

15

You might also like