You are on page 1of 11

1.

Pendahuluan

Perang merupakan suatu hal yang penting dalam sejarah umat manusia. Di dunia
ini perang besar pernah terjadi beberapa kali dan ada dua yang termasuk tingkat perang dunia.
Perang Dunia I terjadi tahun 1914-1918, sementara yang kedua terjadi pada 1939-1945. Kedua
perang tersebut melibatkan sebuah negara yang kini merupakan satu-satunya negara
superpower setelah runtuhnya Uni Sovyet, yaitu Amerika Serikat. Dalam makalah ini hanya
akan dibahas tentang keterlibatan negara tersebut dalam Perang Dunia I, kaitannya dengan
kebijakan luar negeri Amerika.

Amerika menjadi negara yang menentukan setiap kemenangan pihak sekutu dalam
Perang Dunia I. Uniknya negara ini sebelumnya telah menyatakan netralitasnya dalam awal
peperangan. namun karena ada suatu kepentingan, maka Amerika akhirnya terjun juga dalam
peperangan ini. Sebagai tambahan dalam Perang Dunia berikutnyapun, Amerika juga
menerapkan kebijakan yang sama

Kebijakan-kebijakan dari presiden berkuasa saat itu, Woodrow Wilson juga akan
dibahas karena setiap kebijakan luar negeri Amerika ada hubungannya dengan Doktrin
Monroe. Doktrin ini juga menjadi acuan penting dalam politik luar negeri di sebagian besar
negara di dunia. Di Amerika sendiri doktrin ini digunakan sesuai dengan kepentingan-
kepentingan strategis Amerika di dunia, terutama masalah perang.

Pembahasan tentang hal-hal di atas ditujukan untuk mengetahui bagaimana


Amerika memproses kebijakan-kebijakan luar negerinya dalam Perang Dunia I sesuai dengan
situasi yang berkembang karena perubahan-perubahan didalamnya tentu tidak merupakan suatu
hal semata namun juga melalui pemikiran-pemikiran tertentu. Tentu saja, kaitannya dengan
doktrin Monroe juga akan disinggung sebagai dasar politik luar negeri Amerika.
2. Pembahasan

2.1. Perang Dunia I

Perang Dunia I bermula di Eropa pada tahun1914. Amerika sendiri pada awalnya
tidak ikut serta dalam perang dunia itu. Mereka merasa bahwa mereka mempunyai hak netral
untuk tidak berpihak pada sisi manapun. Meskipun demikian, kedua blok dalam perang
tersebut, yakni sekutu dan As, berusaha untuk mempengaruhi Amerika supaya masuk kedalam
blok mereka. Namun karena keduanya yang diwakili Inggris (sekutu) dan Jerman (As) dirasa
oleh Amerika melakukan kegiatan-kegiatan yang provokatif seperti memesan senjata dari
Amerika dan mengganggu kapal-kapal Amerika yang berlayar di perairan bebas, maka
pemerintahan Presiden Woodrow Wilson memprotes kedua pihak itu.

Pada athun 1914, perhatian publik Amerika terutama ditujukan pada masalah
dalam negeri. Sementara itu kepresidenan dikuasai oleh partai demokrat yang menyuarakan
tentang “kebebasan dan emansipasi negara-negara terjajah juga Amerika sebagai negara
kapitalis dan produsen. Sejak 1899, partai ini memang berjuang melawan imperalisme di
dunia. Saat itu Department of State dipimpin Oleh William Jennings Bryan yang memadukan
antara advokasi perdamaian dunia dengan piagam-piagam yang menentang perang dan
imperalisme.

Meskipun lebih mempedulikan urusan dalam negeri, namun pertikaian antara dua
kekuatan imperalis di Asia dan Eropa tidak pula diabaikan. Dua blok, aliansi Jerman, Austria,
dan Turki di satu pihak dan Inggris, Prancis dan Rusia di lain pihak, mendorong pihak mereka
sendiri untuk meningkatkan kekuatan bersenjata mereka dengan membebankan pajak serta
harga barang-berang yang tinggi kepada warga negara mereka masing-masing. Presiden Wlson
yakin bahwa bila pertikaian ini berlarut-larut, maka akan terjadi peang besar.

Pada 4 Agustus 1914, ketika perang benar-benar berkobar, Presiden Wilson


mengumumkan netralitas Amerika dalam perang itu. Dua minggu kemudian, dia menyerukan
rakyat Amerika agar menyebar semangat itu. “Dampak dari peperangan bagi Amerika
bergantug dari apa aybg dikatakan atau yang dilakukan oleh warga negaranya. Setiap orang
yang mencintai Amerika akan berbuat dan berbicara sesuai dengan semangat yang benar dari
netralitas.”
Meskipun presiden telah memberikan pernyataannya, namun rakyat amerika
sebenarnya banyak yang menginginkan Amerika berada di salah satu blok. Orang-orang
keturunan Inggris banyak yang condong pada Triple Etente (sekutu), sementara keturunan
Jerman ingin berada dalam pihak Triple Alliance (As). Namun demikian, tidak ada yang benar-
benar mengharapkan Amerika langsung ikut terjun dalam peperangan.

Sebagai negara netral, Amerika mempunyai hak untuk itu yang secara historis dan
meyakinkan berada dibawah hukum internasional, antara lain:

1. Negara netral bisa menjual barang-barangnya dan berdagang


persenjataan maupun barang-barang lainnya dengan negara yang sedang berperang.
2. Negara yang sedang berperang dapat menekan perdagangan ini dengan
saling blokade untuk menghentikan iriingan kapal yang membawa barang-barang tersebut,
namun blokade harus efektif yakni dengan sejumlah kapal perang untuk patroli.
3. Jika kapal dagang dari negara netral atau musuh berlayar dan
tertangkap, maka boleh dimiliki dan diambilalih dalam keadaan tertentu namun tidak boleh
ditenggelamkan atau dirusak sehingga membahayakan keamanan awak dan penumpangnya

Dibawah hukum itu dan kebijakan Amerika Serikat, hal ini menjadi tugas bagi
Presiden Wilson dalam perdagangan sebagai negara netral. Ia juga harus menghadapi keluhan
tentang kekerasan terhadap negara netral dari negara-negara yang berperang.

Pemerintah Inggris membuat dua keputusan setelah Amerika menyatakan


netralitasnya.Inggris menyatakan blokade baja di pelabuhan Central Powers dan mengawasi
barng dari negara netral yang masuk darinya. Namun gangguan dari kapal-kapal selam Jerman
membuat blokade ini tidak efektif namun Inggris menyatakan bahwa blokadenya telah efektif.

Aksi-aksi Inggris tersebut telah mengganggu hak Amerika sebagai negar yang
netral. Inggris terus menangkapi dan menahan kapal-kapal Amerika yang berada disekitar
wilayah perairan negara-negara netral seperti Belanda Denmark dan Swedia saat menuju ke
Jerman. Inggris menuduh bawa Jerman telah menebar ranjau di lautan Utara yang diklaim oleh
Inggris. Atas keputusan itu State Department di Washington memprotes bahwa Kebijakan
Inggris tersebut bertentangan dengan hukum.
Sementara itu, pemerintah Jerman juga membuat aksi-aksi menentang hukum dan
membahayakan warganegara dan properti Amerika di wilayah lautan tersebut. Jerman
berpendapat bahwa wilayah yang diklaim Inggris merupakan zone perang dan akan
menenggelamkan setiap kapal yang berlayar disana. Amerika mem[rotess kebijakan itu lewat
Presiden Wilson pada 1915. Jerman pada saat itu mengancam akan menembak setiap kapal
yang berlayar di sekitar perairan Britania. Namun Presiden Wilson menyatakan bahwa
Amerika akan melindungi setiap kapal dan warga negaranya yang berlayar di lautan tersebut
dan mengancam bahwa Amerika tidak akan menolerir tindakan Jerman tersebut bila
berhubungan dengan hal tersebut. Saat itu 128 warga negara Amerika tewas ketika kapal
Lusitania berbendera Inggris ditenggelamkan oleh Jerman. Pemerintah Jerman saat itu
khawatir akan adanya pernyataan perang dari Amerika. Kemudian mereka membuat kebijakan
untuk melakukan peringatan kepada tiap kapal yang masuk ke daerah itu sebelum
menembaknya bila melanggar, meskipun itu adalah kapal berbendera musuh. Amerika sempat
mengultimatium akan memutuskan hubungan deangan Jerman atas kasus sebelumnya.
Meskipun demikian, Wilson masih tetap mempertahankan kebijakan netral negaranya
menghadapi persoalan perang Dunia I tersebut.

Kebijakan itu membuat Woodrow Wilson semakin populer di kalangan rakyat dan
pada tahun 1917, dia terpilih lagi menjadi presiden. Partainya sendiri mempunyai slogan untuk
kampanye dirinya, yaitu “He kept us out of war.” Dalam pidato kenegaraanyapun dia
menyebut-nyebut tentang “peace without victory.”

Setelah memulai masa jabatan keduanya, Presiden Wilson terus melannjutkan


kebijakan netralitasnya. Namun seruan-seruan damainya untuk negara-negara yang berperang
itu tidak membuahkan hasil. Dalam pidatonya di Senat ,Presiden Wilson menekankan
pentingnya Amerika dalam perdamaian dunia dalam prinsip “peace without victory”; hak-hak
tiap negara untuk bebas dan memiliki pemerintahan sendiri: kemerdekaan Polandia; dan
penolakan terhadap persekutuan untuk perang.

Pada tahun 1917, Jerman melakukan perang kapal selam tak terbatas yang turut
memakan korban kapal-kapal Amerika. Tanpa basa-basi lagi, Presiden Wilson langsung
mengusir duta besar Jerman untuk Amerika, Count von Bernstoff, dan memutuskan hubungan
dengan negara itu. Lalu dalam dua bulan, enam kapal Amerika ditenggelamkan.
Melihat bahwa Jerman mulai menantang Amerika, Presiden Wilson mendesak
konggres untuk menyatakan peran. Segeralah Amerika melakukan mobilisasi massa untuk
berperang di Eropa. Setelah mengadopsi resolusi perang, Kongres mulai membentuk dan
membuat perencanaan untuk memenangkan perang. Lalu dengan cepat diputuskan bahwa
pasukan sukarelawan tidak diperlukan dan angkatan perang diperbesar dengan perekrutan
lelaki-lelaki yang mampu. Untuk mendukung hal tersebut, Kongres meningkatkan anggaran
militer mereka sampai angka milliaran. Pajak dinaikkan disemua sisi. Kongres memberi
kekuatan lebih luas pada presiden untuk mengontrol, mengatur, dan memberi komando pada
hal-hal seperti sumber daya alam, industri, perburuhan, penjualan dan distribusi suplai
makanan untuk resimen pasukan, semua propfesi dialihkan untuk tujuan kemenangan dalam
perang. Kebebasan untuk berbicara dan bertindak saat itu sangat dibatasi dalam Espionage and
Sedition Act, Undang-undang paling ketat sepanjang sejarah Amerika. Tidak pernah terjadi
sebelumnya bahwa seluruh aspek kehidupan di Amerika diatur sedemikian ketatnya.

Presiden Wilson sendiri cukup piawai dalam membawakan tujuan perangnya pada
rakyat Amerika sendiri atau dunia. Pada diplomasi awalnya dengan Inggris dan Jerman, dia
menekankan hak Amerika dalam perdagangan dan perjalanan sebagai negara yang netral.
Dalam pesannya pada April 1917, dia mengatakan bahwa Amerika berperang karena beberapa
pertimbangan. “Dunia harus aman untuk berdemokrasi. Kedamaian harus ditanamkan pada
fondaso politik yang bebas. Kami tidak mempunyai tijuan pribadi. Kami tidak menginginkan
untuk menguasai suatu negara. Kami tidak meminta ganti rugi atau kompensasi materiil untuk
itu. Namun kami adalah satu dari pemenang hak asasi manusia.” Katanya

Lalu sang presiden juga menjelaskan slogan tentang ”war for democracy” sebagai
“war to end war” untuk menetapkan perdamaian yang permanen di seluruh dunia, membuat
perubahan dalam penetapan batas teritori yang dirasa selalu dipaksakan, dan menegaskan
ukuran baru dalam hubungan internasional. Tujuan-tujuan spesifik yang terangkum dalam
empatbelas poin dalam pidatonya di Kongres pada Januari 1918. Pokok-pokoknya yaitu:
perjanjian terbuka untuk perdamaian; hubungan terbuka untuk menggantikan perjanjian
rahasia, intrik, dan persekutuan; kebebasan navigasi di lautan; penghilangan hambatan dalam
perdagangan antar negara;penyusutan angkatan bersenjata; kebebasan yang lebih untuk Austro-
Hongaria; dan asosiasi negara-negara untuk menjamin hak-hak dan perdamaian antar negara.
Pada saat itu pihak sekutu yang sudah diambang kekalahan mulai bangkit lagi
semangatnya dengan kedatangan tentara Amerika. Sebaliknya pasukan Blok As yang terdiri
dari Jerman, Austro-Hongaria, Bulgaria dan Turki mulai kelelahan stelah empat tahun
berperang dan hampir meraih kemenangan. Pasukan Amerika yang masih segar bugar
bergabung dengan sekutu untuk menyerang blok As. Dibawah Jenderal John J. Pershing,
mereka memukul pasukan Jerman dari garis Hindenburg dan menduduki wilayah luas Meusse-
Argonne. Di laut, marinir Amerika membantu Inggris menghancurkan blokade dari pihak As.

Pada musim panas 1918 ketika pasukan Jerman mulai terdesak, mereka memohon
kepada Amerika untuk berunding atas dasar empatbelas pasal. Setelah mendapat kepastian
akan permintaan Jerman ini dari wakil rakyat, Presiden Wilson datang dan bermusyawarah
dengan pihjak sekutu, lalu menyetujui usulan dari Jerman itu. Atas dasar itu, dicapailah
gencatan senjata pada 11 November 1918.

2.2. Perjanjian Versailles

Dalam perundingan ini Presiden Wilson berharap bahwa persetujuan terakhir akan
menjadi suatu perdamaian yang telah dirundingkan. Namun karena piha sekutu telah merasa
mereka harus mendapatkan kompensasi dari perang, maka mereka berusaha memaksakan
tuntutan yang sangat keras.. Wilson berpendapat bahwa liga Bangsa-Bangsa sebagai harapan
terbesa pedamaian dunia tak akan terwujud bila tidak knsensus diantara negara-negara sekutu
tentang perdamaian. Wilson berhasil mencapai pasal-pasal yang penting seperti: Italia ditolak
untuk mendapatkan Fiume, tuntutan Clemenceau (Prancis) untuk melepaskan Rein dari Jerman
ditentangmya, dan usuk untuk mengganti rugi atas seluruh beaya perang kepada Jerman
dihalanginya.

Namun pada akhirnya pasal-pasal itu tidak berarti banyak dan pada akhirnya hanya
usulan tentang Liga yang tersisa. Bahkan Wilson secara ironis harus menerima kenyataan
bahwaSenat menolak baik perjanjian Versailles maupun piagam Liga. Selain itu Wilson juga
telah membuat suatu kesalahan keika menghadiri perjanjian itu dengan tidak membawa
seorang anggota terkemuka dari partai oposisi yaitu partai Republik. Selain itu dia juga tidak
memberikan konsesi lunak kepada Senat untuk mendapatkan ratifikasi dari Senat yang dikuasai
oleh Partai Republik. Dengan demikian tujuan-tujuan perdamaian yang telah dihembuskan oleh
Woodrow Wilson sebelumya dapat dikatakan gagal baik di dalam negeri maupun di tingkat
internasional.

2.3. Korelasi Kebijakan Amerika di Perang Dunia I Dengan Doktrin Monroe

Doktrin Monroe (1823) presiden James Monroe menggariskan kebijakan luarnegeri


Amerika berkaitan dengan isu tentang Amerika Latin yang ketika itu menjadi perebutan antara
aliansi Holy Alliance (Rusia, Prusia dan Austria)-Prancis dan Inggris ynag berusaha
mempertahankannya sebagai sebuah koloni. Isi dari doktrin itu antara lain: “the American
continents are not henceforth to be considered as sunject for future colonization by any
European power. We should consider any attempt on their part to extend their political system
to any portion of this hemisphere as dangerous to our peace and safety. With the existing
colonies or dependencies of European power we have not interfered and shall not interfere. But
with the government who have declared their independence and maintained it, and whose
independence we have…acknowledged, we could not view any interposition for the purpose
of oppressing them, or controlling in any other manner their destiny, by any European power in
any other light than as the manifestation of an unfriendly disposition towards the United
States.”

Intinya, Amerika menolak segala intervensi pihak Eropa di Amerika. Namun


demikian, Amerika akan berperang hanya bila terlebih dahulu diserang dan tidak akan memulai
suatu pertempuran.

Dalam kaitannya dengan doktrin Monroe diatas, kebijakan presiden Woodrow


Wilson pada awal perang dunia 1 dirasakan sesuai dengan semangat perdamaian yang
diterapkan Amerika sebelumnya. Wilson bahkan ketika itu tidak langsung menyerang Jerman
ketika banyak rakyatnya mati pada insiden kapal Lusitania. Baru ketika Jerman semakin
merajalela, Amerika mendeklarasikan perang. Presiden wilson dalam suatu pidatonya
berpendapat bahwa warga negara dan properti Amerika adalah sepenuhnya tanggung jawab
pemerintah Amerika. Perusakan atasnya adalah “pertanda permusuhan”. Namun diupayakan
suatu cara-cara damai pertama kali. Dalam kasus Jerman ini, memang bukan teritori yang
diserang akan tetapi Wilson menganggap bahwa penyerangan atas perdagangan, dalam hal ini
kapal-kapal dagang Amerika, adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia mengenai hak
hidup. Maka hal itu merupakan alasan kuat bagi Amerika untuk ikut serta dalam perang.
Setelah memenangkan perang bersama sekutu, Wilson tidak lantas membuat klaim
atas wilayah-wilayah Amerika. Bahkan dia berusaha mencegah pihak sekutu untuk
melalukannya. Namun demikian sejumlah usahanya telah gagal termasuk meyakinkan
negerinya sendiri atas piagam Liga Bangsa-Bangsa. Usaha-usaha Presiden Wilson untuk
mengakhiri “perang dengan perang untuk demokrasi” telah membawa dilema bagi perdamaian
dunia. Disatu sisi imperialisme Jerman bisa diatasi namun disisi lain kemenangan pihak sekutu
telah membuat pihak tersebut merasa layak untuk berkuasa di dunia sehingga wajar bila
perdamaian yang dicita-citakan Presiden Wilson menjadi kabur pada akhirnya meskipun ia
telah berusaha keras. Mungkin kesalahnnya karena ia “melanggar” doktrin Monroe tentang
politik menarik diri dari konflik diluar Amerika. Namun iapun harus membuat keputusan
ketika ada hal-hal yang mengganggu kepentingan Amerika dan keputusan peranglah yang
akhirnya harus dipilih. Dengan demikian Doktrin Monroe tidaklah menjadi suatu ikatan yang
sangat ketat lagi dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat mengingat semakin
bertambahnya kepentingan negara.

3. Kesimpulan dan Penutup

Dari pembahasan diatas, telah dipaparkan tentang keterlibatan Amerika dalam Perang
Dunia I. Semula Amerika menyatakan sebagai negara netral, namunkemusian turut berpernag
melawan Jerman dan kelompoknya. Perubahan kebijakan tersebut dikarenakan Amerika
merasa bahwa ada kepentingan mereka yang terhambat karena perang itu. Karena Jermanlah
yang dianggap paling mengancamnya, maka Amerika memerangi negara itu.

Sementara pada awalnya, Amerika dibawah Woodrow Wilson menerapkan secara


penuh Doktrin Monroe untuk tidak ikut campur dalam pertikaian tersebut. Dengan
berkembangnya situasi, maka akhirnya Amerikapun menetapkan kebijakan lain, yaitu perang.
Meski demikian, Amerika merasa tindakan mereka itu benar demi menegakkan”demokrasi”
dan “perdamaian dunia”.

Sebagai penutup, penulis menegaskan bahwa Amerika dengan segala kepentingannya


akan membuat kebijakan-kebijakan strategis dalam masalah luar negeri dengan alasan-alasan
yang tipikal seperti tersebut sebelumnya. Doktrin Monroe pun bukanlah sebuah harga mati
dalam menentukannya, namun dapat “disesuaikan” menurut kebutuhan. Meskipun demikian
masih ada usaha-usaha, dalam hal ini oleh Wilson, untuk mewujudkan perdamaian dunia
dengan cara-cara tersebut walaupun telah digagalkan oleh negaranya sendiri karena ia
bermaksud ikut dalam peperangan untuk mengakhiri perang itu sendiri dan tidak untuk
menjadi imperalis baru.

Referensi

U.S. Information Agency; 1994; An Outline of American History; U.S.A

Beard; Charles, Mary, & William; The Beard’s New Basic History of the U.S.; 1960; U.S.A.

Marshall; S.L.A.; World War I; 1971, U.S.A

Internet; June 3, 2003; www.worldwar1.com;


Amerika Serikat di perang Dunia I dan Kebijakan Luar Negerinya

(Kaitannya Dengan Doktrin Monroe)

Dikumpulkan sebagai tugas akhir

mata kuliah Sejarah Amerika

Nama : Ahmad Thomy Hanafie

NIM : C0300013

SASTRA INGGRIS
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2003

You might also like