You are on page 1of 21

TUGAS PENDAHULUAN MODUL B

UJI KERAS

OLEH

KELOMPOK : 28

ANGGOTA KELOMPOK : 1. Astrid Parama N (13406026)

2. Bona Mangkirap (13406043)

3. Irma Sofiani (1340049)

4. Nadia Fadhilah Riza (13406069)

5. Prilla Sista LJ (13406080)

6. Ira Wulandari (13406094)

PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2007

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Uji keras merupakan pengujian yang efektif karena akan didapatkan
gambaran sifat mekanik suatu material dengan mudah. Walaupun
pengujian hanya dilakukan pada satu titik atau daerah tertentu saja,
nilai kekerasan cukup valid untuk menyatakan tingkat kekerasan suatu
material. Material dapat dengan mudah digolongkan sebagai material
ulet maupun getas, hanya dengan melakukan pengujian keras.

Pengujian keras juga dapat digunakan sebagai suatu metode untuk


mengetahui pengaruh perlakuan panas dan perlakuan dingin terhadap
material. Material yang telah mengalami cold working, hot working, dan
heat treatment, dapat diketahui perubahan kekuatannya melalui
pengujian kekerasan. Karena itu, dapat dengan mudah melakukan
quality control terhadap material.

1.2. Tujuan
1. Mengetahui macam-macam metode pengujian keras serta aplikasinya
2. Mengetahui prosedur dan standar pengujian keras
3. Mengetahui sifat mekanik serta perubahan yang terjadi akibat proses
pemanasan
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan metode-metode pengujian
kekerasan
5. Mampu menghitung besaran sifat mekanik suatu material

2
BAB II
DASAR TEORI

Kekerasan adalah ketahanan suatu material terhadap deformasi plastis pada


daerah lokal dan permukaan material. Sedangkan kekuatan adalah
ketahanan material terhadap deformasi plastis secara global. Kekerasan
suatu material berbanding lurus dengan kekuatannya.

Secara umum, terdapat tiga jenis pengukuran kekerasan sesuai dengan sifat
pengujiannya, yaitu:
1. Pengujian keras dengan metode goresan
Pengujian keras dengan metode gores mengukur kemampuan suatu
material dengan menggoreskan material uji kepada spesimen. Skala
yang digunakan adalah skala Mohs, yang terdiri atas 10 nilai berupa
material standar yang diurutkan sesuai kemampuannya untuk
digoreskan.
Material uji dari yang paling lunak sampai dengan yang paling keras :
1 = Talk / gips 6 = Orthoclase ( feldspar )
2 = Gypsum 7 = Quartz
3 = Calcite 8 = Topaz
4 = Fluorite 9 = Corundum
5 = Apatite 10 = Intan
Kelemahan dari skala Mohs adalah intervalnya kurang spesifik (nilai
kekerasan benda kurang akurat).
2. Pengujian keras dengan metode dinamik
Pengujian keras dengan metode dinamik digunakan dengan
mengetahui energi impak yang dihasilkan oleh indentor yang
dijatuhkan pada permukaan spesimen. Alat yang digunakan dalam
pengujian ini adalah Schetoroscope Shore, yang mengukur
kekerasan dari tingginya pantulan indentor berbentuk bola yang
dipantulkan ke spesimen.
3. Pengujian keras dengan metode indentasi
Pengujian keras dengan metode indentasi mengukur ketahanan
suatu material terhadap gaya yang diberikan oleh indentor, dengan
memperhatikan besar beban yang diberikan dan besar indentasi.
Kekerasan tipe ini adalah yang paling sering diteliti dalam material
teknik.

3
Tipe kekerasan indentasi dibagi atas :
1. Uji Kekerasan Brinell
Uji kekerasan indentasi Brinell merupakan pengujian metode
indentasi yang pertama kali diterima dan distandardisasi secara
umum. Uji kekerasan Brinell dilakukan dengan melakukan indentasi
pada permukaan spesimen dengan bola baja yang memiliki beban
3000 kg dengan diameter 10 mm. Untuk material lunak, beban
dikurangi menjadi 500 kg agar indentasi tidak terlalu dalam,
sedangkan untuk material yang sangat keras, digunakan bola karbida
untuk memperkecil distorsi indentor. Beban ditekan selama waktu
baku (30 detik), lalu luas permukaan hasil indentasi diukur dengan
menggunakan mikroskop optik. Diameter indentasi harus dihitung
dua kali pada sudut tegak lurus yang berbeda kemudian dirata-
ratakan. Permukaan yang dikenakan indentasi harus relatif halus,
dan bersih.

Dengan rumus berikut, dapat diketahui nilai kekerasan Brinell (BHN):


2P
BHN 
D( D  D 2  d 2
dengan, P = besar beban indentor (kg)
D = diameter indentor (mm)
d = diameter indentasi (mm)
t = kedalaman indentasi (mm)

BHN bukan sebuah besaran yang baik secara fisika karena tidak
meliputi tekanan rata-rata pada seluruh permukaan indentasi.
Kelemahan lain dari uji keras Brinell adalah besarnya ukuran
indentasi Brinell yang dapat menghalangi kegunaan untuk benda uji
yang kecil, atau pada bagian yang kritis terhadap tegangan di mana
hasil indentasi yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan.

Kelebihan uji Brinell adalah ukuran indentor Brinell yang besar dapat
merata-ratakan heterogenitas lokal yang terdapat pada permukaan
spesimen, dan uji Brinell tidak terlalu terpengaruh oleh kekekasaran
permukaan.

2. Uji Kekerasan Meyer


Uji yang dilakukan oleh Meyer merupakan perbaikan terhadap uji
Brinell. Meyer menyarankan bahwa tekanan rata-rata pada

4
permukaan seluruh indentasi (yang tidak terdapat pada uji Brinell)
harus diperhitungkan dalam nilai kekerasan. Nilai rata-rata tersebut
diperoleh dengan rumus:

P
Pm 
r 2
4P
MHN 
d 2

Kekerasan Meyer kurang sensitif terhadap beban indentor daripada


Brinell. Untuk material yang diproses secara cold working, nilai
kekerasan Meyer bersifat konstan dan independen terhadap besar
beban, sedangkan kekerasan Brinell berkurang dengan semakin
besarnya beban. Kekerasan Meyer merupakan pengukuran yang
lebih fundamental terhadap kekerasan indentasi tetapi jarang
digunakan untuk pengukuran kekerasan.

3. Uji Kekerasan Vickers


Uji kekerasan indentasi Vikers menggunakan indentor berbentuk
piramida intan dengan dasar bujur sangkar, dengan sudut yang
saling berhadapan sebesar 136o. Sudut tersebut digunakan karena
merupakan perkiraan rasio terideal indentasi diameter-bola pada uji
Brinell. Besar beban indentor sebesar 1 sampai dengan 120 kg,
disesuaikan dengan tingkat kekerasan material. Besar nilai
kekerasan Vickers (VHN) adalah besar beban dibagi dengan luas
daerah terindentasi. Daerah ini dihitung dengan melihat ukuran
mikroskopis dari panjang diagonal indentasi.

Rumus yang digunakan untuk menentukan besar VHN adalah:


1,854 P
VHN 
l2
dengan, P = besar beban indentor (kg)
l = panjang rata-rata diagonal (mm)
1,854 = konstanta yang didapat dari nilai: 2 sin (136o/2)

Uji Vickers diterima secara luas karena skala kekerasannya yang


kontinu untuk rentang nilai yang luas, mulai dari besi sangat lunak
dengan nilai 5, hingga material sangat keras dengan nilai 1500.
Kelebihan lain adalah bahwa pada uji Vickers beban tidak perlu

5
diubah, dan berada pada skala yang sama, sehingga dapat dilakukan
perbandingan secara mudah antara kekerasan antar material.

Kekurangan dari uji Vickers adalah lamanya waktu yang dibutuhkan


untuk pengukuran, perhitungan, dan persiapan specimen.

4. Uji Microhardness
Banyak masalah metalurgi yang membutuhkan penentuan kekerasan
pada permukaan yang sangat kecil, misal penentuan kekerasan pada
permukaan terkarburasi, atau penentuan kekerasan pada part jam
tangan. Untuk pengujian spesimen-spesimen sangat kecil ini, metode
yang paling digunakan adalah indentor Knoop. Metode ini merupakan
pengembangan dari Uji Vickers.

Indentor Knoop adalah piramida intan, yang membentuk indentasi


berbentuk layang-layang dengan perbandingan diagonal panjang-
pendek sebesar 7:1, yang menyebabkan kondisi regangan pada
daerah terdeformasi. Nilai kekerasan Knoop (KHN) adalah besarnya
beban dibagi dengan luas daerah proyeksi dari indentasi tersebut,
sesuai rumus:
P P
KHN   2
Ap L C
dengan, P = besar beban (kg)
Ap = luas daerah proyeksi dari indentansi (mm2)
L = panjang diagonal panjang (mm)
C = konstanta indentor

Karena hasil indentasi Knoop berbentuk layang-layang, maka Uji


Microhardness dapat digunakan untuk menempatkan indentasi
dengan posisi lebih dekat daripada indentasi bujur sangkar Vickers.
Kelebihan lain dari bentuk panjangnya indentor Knoop adalah
kedalaman dan luas daerah indentasi Knoop hanya sekitar 15% dari
luas daerah indentasi Vickers untuk panjang diagonal yang sama. Hal
ini membuat Knoop lebih baik karena dapat mengukur spesimen
yang tipis, atau ketika menguji material getas, yang memiliki
kecenderungan untuk patah. Beban kecil yang digunakan oleh
metode Knoop, mensyaratkan bahwa persiapan spesimen harus
betul-betul baik.

6
5. Uji Rockwell
Uji Rockwell menggunakan kedalaman indentasi dalam keadaan
beban konstan sebagai penentu nilai kekerasan. Sebelum
pengukuran, spesimen dikenakan beban minor sebesar 10 kg untuk
memperbaiki posisinya, untuk mengurangi kecenderungan ridging
dan sinking akibat beban indentor. Lalu, beban mayor dikenakan, dan
kedalaman indentasi yang terkonversi dalam skala langsung
ditunjukkan pada dial gage. Dial tersebut terbagi atas 100 bagian,
yang masing-masing merepresentasikan penetrasi sebesar 0.0002
mm. Dial dirancang sedemikian rupa sehingga nilai kekerasan yang
tinggi berkorelasi dengan kekecilan penetrasi. Beda uji Rockwell
dengan metode lainnya adalah nilai kekerasannya tidak memiliki
satuan, sedangkan pada metode lain nilai kekerasan bersatuan
kg/mm.

Indentor Rockwell adalah kerucut intan bersudut 120o, yang


dinamakan indentor Brale, dan bola baja berdiameter 1.6 mm (1/16
inch) dan 3.2 mm (1/8 inch). Nilai kekerasan Rockwell bersifat
dependen terhadap beban dan indentor, maka diperlukan prefix pada
nilai kekerasan, yang dilakukan dengan memberi huruf penunjuk
kombinasi beban dan indentor. Nilai kekerasan Rockwell tanpa prefix
huruf tersebut tidak ada artinya. Contoh dari penggunaan prefix
tersebut adalah besi, yang umumnya diuji pada prefix C,
menggunakan indentor intan, dan beban sebesar 150 kg.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengujian keras :


 Sebelum pengujian :
1. Alat uji keras dikalibrasi terlebih dahulu
2. Indentor harus bersih dan terposisikan dengan baik
3. Permukaan spesimen harus bersih (tidak ada kotoran, karat, dll)
4. Spesimen yang diuji tidak boleh terlalu tipis
 Pada saat pengujian :
1. Arah penekanan harus benar-benar tegak lurus
2. Jarak antar penekanan tidak boleh terlalu berdekatan (3 sampai
dengan 5 kali diameter indentasi)
3. Penekanan tidak boleh dilakukan di ujung spesimen
4. Pengujian pada permukaan silindris akan memberikan hasil yang
memiliki kecenderungan lebih untuk salah, tergantung
kelengkungan, beban, indentor, dan kekerasan material.

7
5. Kecepatan pembebanan harus terstandardisasi.

8
BAB III
PENGOLAHAN DATA

1. Brinell
d = (0.2)x + (y/50 . 0.2 ) mm
2P
BHN 
D( D  D 2  d 2
D D - (D - √(D2 - Kekerasan
(mm) x y d (mm) πD d2) Brinell (BHN)
5 6 17 1.268 15.7 0.163454125 77.93534422
5 5 0 1 15.7 0.101020514 236.4405928
5 3 10 0.64 15.7 0.041129161 580.7400361

2. Vickers
1,854 P
VHN 
l2

D d kuadrat Kekerasan
(mm) x y d (mm) (mm) Vickers
0.645 4 5 0.82 0.6724 82.71861987
0.43 2 16 0.464 0.215296 258.3420036
0.648 1 26 0.304 0.092416 601.8438366

3. Rockwell
Kekerasan
Spesimen P (kg) Indentor Warna Skala Rockwell
Aluminium 100 Bola baja Merah 36 HRB
Baja Karbon
Medium 60 Intan Hitam 54 HRA
Baja karbon
treatment 150 Intan Hitam 52 HRC

9
BAB IV
ANALISIS

Analisis dari hasil percobaan :


a. Uji keras Brinell
Dari tabel pengolahan data percobaan brinell dapat dilihat bahwa:
Baja heat treatment : 580.7 BHN
Baja : 236.4 BHN
Aluminium : 77.9 BHN
Dari data diatas, material baja heat treatment yang mempunyai nilai
yang paling besar dibandingkan yang lain, hal ini menunjukan
material tersebut memiliki kekerasan yang lebih keras.
Dari literatur dapat dilihat angka brinell material diatas adalah
sebagai berikut:
Baja heat treatment : 50-444 BHN
Baja : 100-500 BHN
Aluminium : 27 BHN
Dapat dilihat, bahwa angka brinell dari baja heat treatment sebesar
50-444 BHN, sedangkan dari pengolahan data diperoleh 580.7 BHN.
Hal ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh berbeda (lebih
besar) dengan literatur.
Untuk baja, angka brinell dari literatur bernilai 100-500 BHN,
sedangkan data yang diperoleh 236.4 BHN. Hal ini menunjukan
bahwa data yang diperoleh berada dalam rentang data literatur
sehingga masih berada dalam toleransinya.
Aluminium mempunyai nilai 27 BHN menurut data literatur.
Sedangkan dari pengolahan data diperoleh 77.9 BHN. Hal ini
menunjukan bahwa bahwa data yang diperoleh lebih besar dari data
literatur.
Dari data percobaan, angka brinell tertinggi ada pada baja heat
treatment, begitupun juga dengan data literatur. Hal ini menunjukan
bahwa material ini mempunyai kekerasan yang paling tinggi.
Sedangkan aluminium merupakan material yang paling lunak
dibandingkan ke-3 material yang lain.

b. Uji Keras Vickers


Dari percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:
Baja heat treatment : 601.8 VHN

10
Baja : 258.3 VHN
Alumunium : 82.7 VHN
Sedangkan literatur mengenai data lengkap Vickers yang diperoleh
hanya berupa data-data Vickers yang telah dikonversi dengan harga
Vickers paling rendah adalah 100. Oleh karena itu, analisis mengenai
perbandingan harga kekerasan Vickers yang diperoleh dari
pengamatan dan yang diperoleh dari literatur tidak dapat dijabarkan.
Diketahui pada literaturnya dengan harga vickers paling rendah
adalah 100 VHN, sedangkan kekerasan alumunium yang diperoleh
adalah 82.7 VHN. Hasil yang didapat ini berbeda dengan literaturnya.
Sebab-sebab perbedaan ini akan dianalisis pada bagian selanjutnya.

c. Uji keras Rockwell


Data hasil percobaan diperoleh,
Baja heat treatment : 52 HRC
Baja : 54 HRA
Alumunium : 36 HRB
Sedangkan dari literatur diperoleh,
Baja heat treatment : 0-80 HRC
Baja : 60-100 HRA
Aluminium : 48 HRB
Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa baja heat treatment masih
berada dalam batas toleransinya. Sedangkan baja dan alumunium
mempunyai nilai yang berbeda dengan nilai literaturnya. Perbedaan
ini akan dijelaskan pada analisis selanjutnya.
Dari hasil percobaan dan data literatur, dibuktikan bahwa baja heat
treatment mempunyai kekerasan yang paling tinggi dibandingkan
dengan ke-3 lainya. Sedangkan alumunium merupakan material yang
paling lunak.
Baja heat treatment ini keras disebabkan karena baja di quenching
(dicelup cepat). Hal ini menyebabkkan baja mengalami perubahan
fasa dari perlite manjadi martensite. Proses celup cepat ( quenching)
bertujuan untuk memperkeras suatu material. Fasa ini merubah fasa
material dari fasa perlite menjadi fasa martensite. Fasa martensite ini
terbentuk karena akibat mekanisme geseran, bukan karena
pengintian dan pertumbuhan. Sifat dari fasa martensite ini adalah
keras, getas, tergantung pada kadar karbon yang dikandungnya.
Setelah di-quenching, material tersebut didinginkan dengan
pendinginan cepat dengan media air dan oli, yang bertujuan agar

11
tidak sempat terjadi difusi, pengintian, dan pertumbuhan, sehingga
terjadi pergeseran antar bidang-bidang atom. Struktur sel satuan
martensit berupa Body Centered Tetragonal (BCT), dengan atom C
terjebak diantara atom Fe.
Hal inilah yang menyebabkan baja heat treatment lebih keras
dibandingkan baja dan alumunium, dimana baja dan alumunium tidak
mengalami proses pengerasan yang dilakukan pada baja heat
treatment. Pada alumunium, proses pengerasan dapat dilakukan
dengan proses precipitation hardening (perlakuan panas pada
alumunium).

Terdapatnya kesalahan-kesalahan serta perbedaan-perbedaan hasil


percobaan jika dibandingkan literatur disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah:
1. Permukaan spesimen yang terlalu kecil
Hal ini menyebabkan pemilihan titik uji tidak dapat dimaksimalkan,
misalnya pengukuran satu dilakukan terlalu dekat dengan
pengukuran lainya. Pengukuran yang berdekatan ini mempengaruhi
daerah elastis yang berada dibawah daerah penekanan (plastis) ke
daerah yang lain.
2. Permukaan benda uji yang berkarat
Sehingga memerlukan proses penghilangan karat dengan
menggunakan kikir atau amplas. Walaupun demikian, masih terdapat
sisa bekas karatan yang masih menempel yang disebabkan karena
ketidakmasimalan dalam melakukan proses pembersihan akibat
keterbatasan waktu, permukaan yang berkarat ini mempengaruhi
angka kekerasan yang diuji. Sebab, dengan adanya karat kekerasan
permukaan bertambah, dan mempengaruhi perbandingan dengan
nilai pada literatur.
3. Pengukuran dilakukan pada pinggir spesimen
Hal ini disebabkan material yang diuji memiliki penampang kecil,
sehingga diambil titik yang hampir berdekatan dengan pinggir
spesimen. Akibatnya, daerah hasil indentasi pada pinggir spesimen
memiliki nilai yang berbeda dengan hasil pengujian yang dilakukan
pada bagian tengah spesimen.
4. Permukaan bawah benda uji yang tidak datar
Hal mempengaruhi dalam melakukan pengambilan data, sebab
permukaan yang tidak rata ini menyebabkan benda uji terangkat

12
keatas. Walaupun sedikit besarnya, namun hal ini mempengaruhi
nilai kekerasan yang diperoleh.
5. Hasil dari pembersihan karat tidak benar-benar bersih
Mempengaruhi pengambilan data diagonal atau diameter jejak,
permukaan yang tidak merata ini menyulitkan dalam pengambilan
data pada proses penglihatan nilai melalui mikroskop.
6. Kesalahan paralaks ketika pengambilan data
Terjadi pada saat mengukur diameter jejak dan panjang diagonal,
pembacaan skala pada mesin uji. Hal ini disebabkan oleh beberapa
hal antara lain alat yang telah digunakan sudah tidak baik lagi,
ditunjukan pada saat pembacaan skala pada mikroskop, angka-
angka pada skala yang sudah tidak jelas lagi menyulitkan dalam
pengambilan data sehingga dilakukan pembulatan.
7. Kesulitan dalam penggunaan alat
Hal ini ditunjukan ketika melakukan penempatan spesimen pada
posisi yang pas pada mikroskop di skala nol-nya, akibatnya
penempatan spesimen uji tidak pas dengan skala nol sehingga
mempengaruhi perbandingan dengan literatur.
8. Pengukuran diagonal dan diameter jejak pada satu titik saja
Hasil akan lebih akurat jika diameter jejak diukur di tiap titik kemudian
diambil rata-ratanya, begitupun juga dengan pengukuran diagonal
dimana hasil lebih akurat dengan nilai rata-rata dari dua diagonal
tersebut. Pada praktikum tidak dilakukan karena waktu yang terbatas
dan penempatan posisi yang sesuai dinilai susah dilakukan.
9. Pengujian titik dilakukan hanya pada satu titik saja (keminiman data)
Baik pada pengambilan data nilai kekerasan serta pengukuran jejak.
Hasil lebih akurat jika dilakukan ke beberapa titik dan membuat rata-
ratanya.

13
PERTANYAAN SETELAH PRAKTIKUM

1. Sebutkan macam-macam variansi pengujian kekerasan rockwell


berdasarkan beban mayor dan jenis identor ! Adakah tujuan dari variansi
tersebut, jelaskan !
Jawab :

Macam-macam pengujian kekerasan Rockwell :


Rockwell Indentor Beban Warna Skala Material Uji
A Piramid intan 60 kg Hitam Baja
Bola baja,
B berdiameter 100 kg Merah Material Lunak
(1/16) inch
Baja yang telah
C Piramid intan 150 kg Hitam
di-heat treatment
D
E
F
G
H

Tujuan dari adanya variansi ini adalah untuk mendapatkan hasil yang
lebih akurat terhadap berbagai kondisi spesimen yang berbeda dengan
menggunakan pengujian kekerasan rockwell yang sesuai. Contoh untuk
material yang lebih lunak biasanya digunakan Rockwell B (identor bola
baj). Karena untuk material yang lebih lunak tidak boleh diuji dengan
identor yang terlalu keras (pada Rockwell A atau Rockwell C) karena
dapat merusak material. Selain itu beban serta diameter yang digunakan
juga harus sesuai keadaan material.

2. Turunkan persamaan kekerasan Vickers :


Jawab :

Bentuk indentor vickers :

14
A.B = B.D = L
A.D = D.C C.B = A.B = ...

Tinjau OTT '

 = 68°
   TT
'
sin   
 2  OT
'

TT '
OT ' 
 
sin 
2

Luas segitiga ODC :


TT '
CD.
 
sin  
2
'
CD.TT '
LODC  
a.t CD.OT
  
2 2 2 20.9271

Jika dimasukkan ke dalam rumus, maka :

P P P P 20.9271P 1.854 P
VHN      
A 4ODC  CD.TT  2.CD.TT
' '
L2 L2
4 
 20.9271  0.9271

1.854 P
Sehingga terbukti bahwa VHN 
L2

3. Temperatur akan berpengaruh terhadap kekerasan material. Hal ini


dapat dinyatakan dalam hubungan :
H  A.e  BT
dengan, H = hardness
T = temperatur

15
A, B= konstanta
Gambarkan kurva yang menyatakan hubungan antara T dan H tersebut.
Apa yang dapat anda jelaskan dari kurva tesebut?
Jawab :

Dari kurva diatas dilihat bahwa harga kekerasan akan semakin menurun
jika temperature material tersebut semakin tinggi. Hal ini karena ketika
temperature suatu material semakin tinggi maka material tersebut akan
semakin lunak, karena ketika itu temperaturnya semakin mendekati

16
temparatur lelehnya. Oleh karena itu, material pun sedikit demi sedikit
berubah fasa dari solid menjadi cair.

4. Mengapa harga kekerasan berbanding lurus dengan harga kekuatan


tariknya?
Jawab :

Kekerasan dari suatu bahan berbanding lurus dengan kekuatan tarik


karena pengertian dari kekerasan dan kekuatan tarik sama-sama berarti
ketahanan terhadap deformasi plastis. Hanya saja kekerasan adalah
ketahanan material terhadap deformasi plastis local (permukaan),
sementara kekuatan tarik adalah ketahanan material terhadap deformasi
plastis yang terjadi diseluruh permukaan material (global). Sehingga jika
suatu bagian dari material tahan terhadap deformasi plastis maka
otomatis seluruh bagian dari material itu pun akan tahan terhadap
deformasi plastis. Karena itu, semakin keras suatu material maka akan
semakin kuat pula pun material tersebut.

17
BAB V
KESIMPULAN & SARAN

5.1. Kesimpulan
Pengujian keras memiliki tujuan
1. Mengetahui macam-macam metode pengujian keras serta
aplikasinya
2. Mengetahui prosedur dan standar pengujian keras
3. Mengetahui sifat mekanik serta perubahan yang terjadi akibat
proses pemanasan
4. Mengetahui kelebihan dan kekurangan metode-metode pengujian
kekerasan
5. Mampu menghitung besaran sifat mekanik suatu material

Kekerasan merupakan ketahanan material terhadap deformasi plastis


lokal. Kekerasan dapat diuji dengan berbagai metode,yaitu :
a. Metode Goresan, yang menggunakan skala Mohs
b. Metode Dinamik, yang menggunakan alat yaitu Scelorscope
Shore. Prinsipnya adalah dengan cara memantulkan bola baja
dengan energi tertentu, sehingga memantul.
c. Metode Lekukan, antara lain Brinell, Meyer, Vickers dan Rockwell.
Prinsipnya dengan mengukur ketahanan terhadap deformasi
plastis.

Pengujian yang dilakukan menggunakan spesimen berupa baja, baja


heat treatment dan alumunium. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
spesimen yang paling keras adalah baja heat treatment. Hal ini
disebabkan karena baja heat treatment telah diberi perlakuan panas
sehingga merubah sifat fisisnya, yang membuat baja semakin keras
dari sebelum diberi perlakuan panas. Kekerasan yang diperoleh pada
baja yang diberi perlakuan panas bergantung dari laju pendinginan,
kadar karbon dan ukuran benda.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengujian keras :


 Sebelum pengujian :
1. Alat uji keras dikalibrasi terlebih dahulu
2. Indentor harus bersih dan terposisikan dengan baik
3. Permukaan spesimen harus bersih (tidak ada kotoran, karat,
dll)

18
4. Spesimen yang diuji tidak boleh terlalu tipis
 Pada saat pengujian :
1. Arah penekanan harus benar-benar tegak lurus
2. Jarak antar penekanan tidak boleh terlalu berdekatan (3
sampai dengan 5 kali diameter indentasi)
3. Penekanan tidak boleh dilakukan di ujung spesimen
4. Pengujian pada permukaan silindris akan memberikan hasil
yang memiliki kecenderungan lebih untuk salah, tergantung
kelengkungan, beban, indentor, dan kekerasan material.
5. Kecepatan pembebanan harus terstandardisasi.

5.2. Saran
1. Pengukuran keras dengan metode Vickers dilakukan dengan
memperhitungkan kedua diagonal indentor. Hal ini perlu
dilakukan agar hasil pengukuran yang diperoleh lebih akurat
menurut rumus yang telah dibakukan.
2. Kondisi spesimen yang digunakan dalam pengujian harus dalam
keadaan baik, yang berarti permukaannya rata dan dengan karat
yang seminimal mungkin.
3. Kalibrasi mesin harus dilakukan secara berkala untuk
meningkatkan keakurasian dan kepresisian. Kalibrasi dilakukan
baik pada skala maupun besar pembebanan.
4. Fokus pada mikroskop elektron perlu dibakukan supaya tidak
perlu dilakukan penyesuaian / pencarian fokus.

19
DAFTAR PUSTAKA

 Callister, William D. Material Science and Engineering An Introduction.


John Willey & Sons, Inc. 2003.
 Dieter, G.E. Mechanical Metallurgy, SI Metric Edition. Mc Graw-Hill
Book Co. 1988.

20
LAMPIRAN

21

You might also like