You are on page 1of 2

Kata editing dalam bahasa Indonesia adalah serapan dari Ingris.

Editing berasal
dari bahasa Latin editus yang artinya menyajikan kembali . Editing dalam bahasa Ind
onesia bersinonim dengan kata editing. Dalam bidang audio-visual, termasuk film,
editing adalah usaha merapikan dan membuat sebuah tayangan film menjadi lebih b
erguna dan enak ditonton. Tentunya editing film ini dapat dilakukan jika bahan d
asarnya berupa shot (stock shot) dan unsur pendukung seperti voice, sound effect
, dan musik sudah mencukupi. Selain itu, dalam kegiatan editing seorang editor h
arus betul-betul mampu merekontruksi (menata ulang) potongan-potongan gambar yan
g diambil oleh juru kamera. Leo Nardi berpendapat editing film adalah merencanak
an dan memilih serta menyusun kembali potongan gambar yang diambil oleh juru kam
era untuk disiarkan kepada masyarakat. (Nardi, 1977: 47).
Pertunjukan film di bioskop ataupun televisi di rumah-rumah apabila belum melalu
i proses editing bisa dipastikan hasilnya tidak maksimal, penonton cenderung mer
asa bosan dan jenuh. Padahal, tayangan film ataupun video begitu ekonomis. Artin
ya, penayangannya sangat bergantung pada aspek waktu. Waktu begitu mahal dan men
entukan dalam proses penayangan film. Jika sebuah tayangan berdurasi 60 menit, i
tu artinya selama waktu itu pencipta film harus menjamin tidak membuat penonton
bosan apalagi meninggalkan bioskop, atau kalau di televisi memindahkan saluran.
Begitu berartinya sebuah hasil editing sampai ada pengamat film yang menyatakan
bahwa ruh tayangan film adalah proses editing.
Selain itu, J.M. Peters menyatakan bahwa yang dimaksud dengan editing film adala
h mengkombinasikan atau memisah-misahkan rangkaian film sehingga tercapai sintes
is atau analisis dari bahan yang diambil (Peters, 1980: 9). Di sini, Peters meng
ungkapkan, dengan editing, film sintesis atau sutradara televisi dapat menghidup
kan cerita, menjernihkan suatu keterangan, menyatakan ide-ide atau menimbulkan r
asa haru pada penonton. Nyata sekali Peters menekankan pada aspek pemberian suasan
a dan nuansa sebuah film setelah melalui proses editing. Pada saat editing berla
ngsung, tentunya tugas editor tidak hanya menyambung-nyambung belaka. Karena sel
ain unsur visualisasi, unsur pikturisasi (penceritaan lewat rangkaian gambar) ju
ga penting. Unsur inilah yang membedakan kegiatan sambung menyambung dengan edit
ing. Selain itu, keindahan sebuah film tidak melulu disampaikan lewat rangkaian
gambar, tetapi juga tingkahan musik dan sound effect yang menjadikan sebuah film
bernuansa. Di zaman film bisu, rangkaian gambar diupayakan semaksimal mungkin m
embangun cerita film, tetapi setelah era film bersuara, kolaborasi antara film d
an musik begitu menyatu.
Sementara itu, D.W. Griffith berpendapat bahwa editing film merupakan suatu hal
yang terpenting dalam film karena editing film itu merupakan suatu seni yang tin
ggi. Seni sendiri merupakan pondasi dari film. Menyunting film adalah menyusun g
ambar-gambar film untuk menimbulkan tekanan dramatik dari cerita film itu sendir
i. Sutradara dan editor harus pandai dalam selection of shot, selection of actio
n ( scene demi scene yang harus dirangkaikan) (Griffith, 1972: 20-25).
Dari penjelasan Griffith tersebut, terkandung pengertian bahwa di samping pentin
gnya penyusunan film, perlu adanya penyisipan-penyisipan potongan film untuk mem
buat film itu bercerita. Ini penting sekali diungkapkan dalam pembuatan film pad
a televisi karena televisi sangat singkat, tetapi bagaimana caranya supaya masya
rakat tertarik untuk menyaksikan secara keseluruhan.
Adapun Pudovkin mengatakan perlu adanya constructive editing, yakni pelaksanaan
editing film yang sudah dimulai dari penulisan dan membuat shot-shot sebagai mat
eri editing film. Dalam hal editing ini, Pudovkin mempunyai sebuah prinsip, yait
u peristiwaperistiwa yang akan direkam dalam gambar tidak terlepas dari tiga fak
tor: watak manusia, ruang dan waktu. Di samping tidak terlepas dari lirik editing ,
yakni bagaimana caranya mengeksploitasi sesuatu yang tidak tampak seperti kegem
biraan, kesenangan, kesedihan, dan lain-lain (Pudovkin, 1972: 26).
Namun pendapat dari kedua pakar film tersebut ditentang oleh Elsenstein, seorang
arsitek yang lari ke dunia film. Dia mengecam Griffith dan Pudovkin dengan alas
an keduanya hanya menyambung gambar dengan mengharapkan penonton ikut tertawa a
tau menangis. Menurut dia, dalam proses editing film harus dilakukan dengan cara
menyambung dua buah shot atau adegan yang dapat menimbulkan pengertian baru mel
alui cara pemikiran dan selalu menimbulkan istilah pemikiran yang baru. Untuk it
u, dia menghadapkan pada kiasan melalui lambang-lambang sehingga penonton turut
berpikir secara intelektual terhadap adegan yang dilihatnya (1972: 33).
Terlepas dari beberapa pendapat tentang editing film tersebut, yang jelas proses
editing memang menduduki posisi penting dalam menghasilkan karya film yang mena
rik dan tidak membosankan. Oleh karena itu, tugas seorang editor begitu berat da
n mengandung resiko sebab bisa jadi stock shot yang sebetulnya sudah bagus malah
tidak bisa bercerita karena kegagalan sang editor.
Sumber: Kuliah OnLine

You might also like