You are on page 1of 14

Tugas Kelompok

“PERAN SERTA KARYAWAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN”

Mata kuliyah:
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Dosen Pembimbing:
Tuti Andriani, M.Pd

Oleh :
Ahmad Akrimul Kusnayain
NIM. 10713000320

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM


PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2010

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita sampaikan kepada Allah yang telah memberikan kesehatan,
kesempatan dan keselamatan serta hidayahnya sehingga dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini tepat waktu. Shalawat beriring salam kita sampaikan pula kepada junjungan alam
muhammad SAW. Yang telah berupaya, berjuang menegakkan syariat islam sampai yang kita
rasakan saat ini.

Kemudian kepada pengampu mata kuliah Pengambilan Keputusan penulis ucapkan


terimakasih yang setulus-tulusnya atas pemberian tugas dalam rangka peningkatan kualitas
keilmuan akademik bagi penulis dan rekan-rekan.

Pekanbaru, 04 Januari 2010

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................... 2
Dafatar Isi....................................................................................................................... 3
Bab I PENDAHULUAN................................................................................................. 4
Bab II PEMBAHASAN................................................................................................... 5
A. Konsep Pran Serta.................................................................................. 5
B. Bentuk Peran Serta karyawan Dalam Pengambilan Keputusan............ 6
C. Tehnik Dalam Mengambil Keputusan.......................................................... 9
D. Mekanisme Pengambilan Keputusan Kepala Sekolah................................ 10
Bab III KESIMPULAN..................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam sebuah sekolah tentunya banyak sekali permasalahan yang dihadapinya, dalam
menghadapi masalah-masalah tentunya seorang menejer tidak sendirian dalam
menghadapinya. Seorang manajemen dalam mengambil keputusan membutuhkan peran serta
dari pihak lain termasuk juga karyawan yakni guru atau tenaga kependidikan lainnya. Dan
salah satu upaya meningkatkan mutu pendidikan yang ada adalah meenggerakan bagi sumber
daya sekolah terutama guru-guru dan karyawan sekolah.
Begitu besarnya peranan kepala sekolah dalam proses pencapaian tujuan pendidikan,
sehingga dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya kegiatan sekolah sebagian besar ditentukan
oleh kualitas kepala sekolah itu sendiri. Segenap sumber daya harus didayagunakan
sedemikian rupa. Para guru perlu digerakkan ke arah suasana kerja yang positif,
menggairahkan dan produktif. Bagaimanapun guru merupakan input yang pengaruhnya sangat
besar pada proses belajar. Demikian pula penataan fisik dan administrasi atau
ketatalaksanaan perlu dibina agar disiplin dan semangat belajar yang tinggi bagi siswa. Ini
semua mensyaratkan perlunya penerapan kepemimpinan pendidikan oleh seorang kepala
sekolah.
Kegiatan lembaga pendidikan sekolah di samping diatur oleh pemerintah, sesungguhnya
sebagian besar ditentukan oleh aktivitas kepala sekolahnya. Menurut Pidarta (1990), kepala
sekolah merupakan kunci kesuksesan sekolah dalam mengadakan perubahan. Sehingga
kegiatan meningkatkan dan memperbaiki program dan proses pembelajaran di sekolah
sebagian besar terletak pada diri kepala sekolah itu sendiri. Pidarta (1997) menyatakan bahwa
kepala sekolah memiliki peran dan tanggungjawab sebagai manajer pendidikan, pemimpin
pendidikan, supervisor pendidikan dan administrator pendidikan. Dimana kegiatan terebut
syarat dengan pangambilan keputusan yang tidak mungkin bisa dilakukan sendiri oleh kepala
sekolah, oleh sebab itu kepala sekolah perlu mengikut sertakan tenaga pendidikan lainnya
untuk mengambil keputusan yang akan diputuskan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP PERAN SERTA


Konsep peran serta dalam pengambilan keputusan mula-mula diperkenalkan oleh
French et al.(1960), ketika mengatakan bahwa peran serta menujukan suatu proses antara
dua atau lebih pihak yang mempengaruhi satu terhadap yang lainnya dalam membuat
rencana, kebijakan, dan keputusan.
Peran serta bawahan dalam mengambil keputusan sesungguhnya lahir dari desakan
kebutuhan psikologis yang mendasar pada setiap individu. Keinginan untuk berperan serta
menurut Archbold (1976) didorongkan oleh kebutuhan akan hasrat akan kekuasaan, ingin
memperoleh pengakuan, dan hasrat untuk bergantung pada orang lain, tetapi juga
sebaliknya tempat orang bergantung.
Pentingnya peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan juga diakui oleh
Alutto dan Belasco (1972), karena dengan demikian ada jaminan bahwa pemeran
serta(karyawan) tetap mempunyai kontrol atas keputusan-keputusan yang diambil. Apabila
pemeran serta tidak dapat mengontrolnya, maka organisasi akan mengalami kerugian,
sama dengan tidak ada peran serta sama sekali.
Kemampuan pengambilan keputusan kepala sekolah sangat ditentukan oleh adanya-
pengalaman kerja kepala-sekolah. Kepala sekolah mempunyai dua peran utama, pertama,
sebagai pemimpin institusi bagi para guru, dan kedua, memberikan pimpinan dalam
manajemen, oleh sebab itu perlu adanya peran serta dari karyawannya dalam mengambil
keputusan agar keputusan tersebut tepat sasaran sesuai dengan yang diinginkan
sehingga membantu ketercapaiannya visi dan misi sekolah.
Menurut Mulyadi dan Setiyawan (1999) salah satu jalan untuk memberdayakan staf
adalah memberikan wewenang kepada staf untuk merencanakan dan membuat keputusan
tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sendiri, tanpa harus mendapatkan
otorisasi secara eksplisit dari atasan. Pemberdayaan tersebut bersifat mendukung budaya
dan tidak menyalahkan. Kesalahan dianggap kesempatan untuk belajar (Mc Kenna &
Beech, 2000).
Para menejer akan sulit untuk membuat keputusan tanpa melibatkan para
bawahannya, keterlibatan ini dapat formal seperti pengguanaan kelompok dalam
pembuatan keputusan; atau informal seperti permintaan akan gagasan-gagasan. Bantuan
para bawahan dapat terjadi pada setiap tahap proses pembuatan keputusan.

5
Selanjutnya, mengenai pelaku-pelaku keputusan dalam organisasi pendidikan ,
mereka inilah yang mewarnai keputusan yang diambil o;eh pemimpin dalam organisasi
pendidikan. Denim menyatakan bahwa bagi guru, orang yang paling layak diajak bekerja
sama dalam pembuatan keputusan pada tingkat organisasi adalah kepala sekolah.
Sebliknya, bagi kepala sekolah, orang yang paling layak diajak bekerja sama dalam
pembuatan kepputusan pada tingkat organisasi adalah guru, atau lebih luas lagi anggota
komite sekolah. Intinya, dalam proses pengambilan keputusan sebaiknya jangan dilakukan
sendiri, tetapi harus melibatkan pihak-pihak terkait. Keterlibatan berbagai pihak dalam
pengambilan keputusan ini diharapkan dapat memberikan berbagai pandangan dan
pertimbngan sehingga menghasilkan keputusan yang jernih, rasional, dan dapat
dipertanggung jawabkan pada atasan atau pun public. Terlebih lagi diera sekarang ini yang
menuntut adanya transparansi dan partisipasi berbagai pihak.
Keterlibatan berbagai pihak dalam tahap proses pengambilan keputusan akan
berpengaruh terhadap tahap pelaksanaan. Sondang P. Siagian mengatakan, bahwa tahap
pelaksanaan suatu keputusan akan berjalan lancar apabila para pelaksana sejak semula
dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Ini berarti bahwa gaya demokratis dalam
proses pengambilan keputusan akan lebih menjamin keberhasilan pelaksanaan suatu
rogram. Hanya saja terkadang terdapat kasus saat seseorang atau lebih dilibatkan dalam
proses pengambilan keputusan, dan bahkan diberikan peran, tetapi dalam
pelaksanaannya malah menggangggu atau menghambat. Biasanya, hal ini disebabkan
adanya kepentingan pribadi yang tidak rasional yang cenderung disimpan. Jadi jaminan
kelancaran pelaksanaan pengambilan keputusan lantaran gaya demokratis tersebut
nampaknya berlaku secara umum, btetapi dalam kasus-kasus tertentu tidak menjamin,
bahkan dapat merusak kesepakatan.

B. BENTUK PERAN SERTA KARYAWAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Bermacam-macam bentuk peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan telah
diperkenalkan oleh sejumlah penulis. Seprti Cotton et al. (1988) yang mencoba
mengadakan penelitian terhadap berbagai karya tulis tersebut dengan mengumpulkan
lebih dari 400 artikel tentang peran serta dalam pengambilan keputusan. Dimana setiap
artikel itu diklasifikasikan ke dalam lima sifat peran serta, yaitu ; formal-tidak formal,
langsung-tidak langsung, tingkat pengaruhnya isi dari keputusan, dan jangka waktunya
singkat atau lama.

6
Dari lima sifat peran serta itu dengan memperhatikan berbagai bentuk peran serta
yang tersedia dalam kepustakaan, dirumuskanlah enam kombinasi bentuk peran serta,
yaitu:
(1) Peran serta pengambilan keputusan dalam bidang tugas,
(2) Peran serta konsultatif,
(3) Peran serta jangka pendek,
(4) peran serta informal,
(5) Hak milik karyawan,
(6) Peran serta perwakilan.
Kemudian pendapat lain mengatakan bahwa peran serta tidaklah mutlak
menghadirkan seseorang pada proses keputusan, tetapi lebih tertuju pada proses
komunikasi tak terputus antara top eksekutif dan para pelaksana keputusan melalui arus
informasi yang akurat. Peran serta dalam pengambilan keputusan dapat digolongkan
dalam dua jenis, yaitu :
a) Turut serta hadir dalam suatu pertemuan,
b) Turut mengambil bagian diluar pertemuan, artiya karyawan hanya memberikan
informasi kepada menejer sebagai bahan untuk mengambil keputusan.
Kehadiran karyawan dalam suatu pertemuan merupakan partisipasi langsung dalam
pengambilan keputusan, dimana keputusan tersebut di ambil dari suatu rapat kerja
bersama karyawan. Kemudian bertitik tolak dari suatu pendapat bahwa rapat merupakan
salah satu alat terpenting dalam pengambilan keputusan, maka terdapat pula keuntungan
yang dapat diambil dari rapat tersebut, diantanya adalah :
a. Masalah yang sudah diketahui menjadi lebih jelas sifatnya, karena dibicarakan dalam
forum terbuka, sedangkan masalah-masalah yang kurang didasari sebagai masalah
dapat didefinisikan dengan jelas melalui suatu diskusi tentang gejala-gejala yang telah
menunjukkan timbulnya masalah tersebut.
b. Berbagai keahlian, pendapat, dan buah fikiran dipergunakan dalam memecahkan
bebagai masalah yang dihadapi melalui interaksi kelompok yang menghasilkan
pengertian yang lebih mendalam tentang cara pemecahan massalah yang dihadapinya
itu.
c. Hal-hal yang terhalang oleh saluran-saluran administrative dapat dikemukakan untuk
peninjauan kembali dengan harapan pendekatan bahwa yang digunakan secara
langsung akan menjernihkan susasana bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

7
d. Penerimaan dan pelaksanaan keputusan yang diambil oleh para peserta rapat dapat
ditingkatkan karena partisipasi mereka dalam pembuatan keputusan tersebut.
e. Kesempatan bagi para peserta rapat untuk melatih diri menjadi pejabat yang lebih
bertanggung jawab dengan melaksanakan kewajiban yang telah diputuskan didalam
rapat dengan lebih bertanggung jawab pula.
f. Melalui rapat, para peserta dilatih untuk menerima pendapat orang lain jika pendapat
orang lain itu lebih baik dari pada pendapat sendiri.
g. Melalui rapat, peserta dilatih pula untuk belajar tetang cara berfikir orang lain dan
belajar menempatkan diri pada posisi orang lain jika orang lain itu dihadapkan pada
suatu masalah.
Meskipun demikian, rapat juga mempunyai beberapa kelemahan, dimana kelmahan
tersebut adalah :
1. Kebanyakan rapat adalah resiko karena meskipun berbagai usaha tela dibuat untuk
memperbaiki rapat sebagai alat, masih terlalu sering pelaksanaannya kurang baik
2. Hasil yang diperoleh para peserta rapat dapat dikatakan rendah jika dibandingkan
dengan jumlah waktu yang mereka pergunakan untuk menghadiri rapat.
3. Pengambilan keputusan oleh panitia dalam rapat cenderung untuk memperlemah atau
mengelakkan tanggung jawab administrasi kecuali pimpinan rapat menguasai
sepenuhnya jalannya rapat dan mempergunakan rapat itu hanya sebagai badan
konsultasi.
4. Tidak jarang terjadi bahwa rapat dipergunakan oleh sebagian orang untuk kepentingan
pribadinya dna bukan untuk kepentingan pencapaian tujuan oraganisasi.
5. Setelah harus meninggalkan tugas pekerjaannnya, sering para pimpinan tngkat
bawahan diwajibkan menghadiri rapat tanpa diberitahukan apa yang akan dibicarakan
dalam rapat.
6. Banyak orang berbicara diluar rapat tetapi tidak mempunyai kemampuan dan
keberanian untuk berbicara dalam rapat, baik dalam rangka memperjelas situasi yang
memudahkan pemecahan masalah, maupun untuk mempertahankan pendiriannya.
7. Tidak jarang pula terlihat bahwa hasil atau keputusan rapat tidak bermutu tinggi karena
diskusi didalam rapat diliputi oleh perasaan, penonjolan pribadi, dan protocol.
Dari kelima hal diatas menunjukkan bahwa dalam suatu organisasi baik dalam
organisasi sekolah maupun yang lainnya memang tidak terlepas dari yang namanya rapat
dan mutlak ada, oleh sebab itu cara mengadakan, waktu, dan prosedur mengadakannya

8
memerlukan pemikiran yang matang dari pimpinan organisasi agar rapat tersebut dapat
menghasilkan keputusan yang sesuai dengan yang diinginkan dan tidak sia-sia.

C. TEKNIK DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Salah satu teknik yang paling umum dipergunakan dalam proses pengambilan
keputusan stratejik adalah interaksi pemikiran melalui persidangan. Apabila jumlah peserta
sidang itu besar, biasanya kurang efektif. Tetapi jikalau jumlah peserta terbatas dalam
suatu kelompok kecil, maka teknik itu bisa efektif karena suatu masalah dapat dibicarakan
secara intensif.
a. Teknik saran (brainstorming)
Teknik sumbang saran yang dikenalkan oleh Osborn (1957), mengutamakan
demokratisasi dalam menyampaikan pendapat melalui suatu persidangan yang relatif
kecil, apakah itu persidangan kelompok atau panitia.
b. Teknik kelompok nominal (The Nominal Group Technique / NGT)
Teknik ini dikembangkan oleh Delbecq dan Van De Van pada tahun 1968 (Delbecq,
et, al, 1975), dimaksudkan sebagai suatu cara untuk mengumpulkan pandangan dan
penilaian perorangan dalam suasana ketidakpastian dan ketidaksepakatan mengenai
inti persoalan suatu masalah, lalu mencari jalan penyelesaianyang terbaik.
c. Teknik Delphi
Teknik Delphi adalah salah satu teknik peran serta dalam pengambilan keputusan
stratejik. Mula-mula dikembangkan oleh Dalkey dan Helmer (1963) dan diperkenalkan
dalam Rand Corporation
d. Kelompok mutu (Quality Circles)
Kelompok mutu adalah suatu kelompok kecil yang terdiri atas pengawas dengan
sejumlah karyawan yang bekerja di bagian tertentu. Kelompok itu adalah kelompok
sukarela, mereka bertemu secara reguler untuk mempelajari teknik-teknik pengendalian
mutu dan penyempurnaan produktivitas, untuk mengidentifikasikan dan menyelesaikan
masalah-masalahyang mereka hadapi dalam pekerjaannya.
Kelompok mutu memiliki beberapa karakteristik yang khas. Cricjer et al. (1986)
mencoba mengidentifikasikan sebagian besar diantaranya; Sasaran, Organisasi,
Keanggotaan, Ruang lingkup masalah, Latihan, Rapat, penghargaan. Dan apabila
terdapat banyak kelompok mutu dalam suatu organisasi maka sering dibutuhkan
kordinator, dan fasilitator yang akan mendampingi pertemuan-pertemuan.

9
D. MEKANISME PENGAMBILAN KEPUTUSAN KEPALA SEKOLAH
Peranan kepala sekolah sebagai pengambil keputusan merupakan peran yang
paling penting dari peranan yang lain seperti informasional dan interpersonal. Ada empat
peran sebagai pengambil keputusan yaitu, enterpreneur artinya kepala sekolah berusaha
memperbaiki penampilan sekolah. Disturbance handler artinya memperhatikan gangguan
yang timbul di sekolah. A resource allocater artinya menyediakan segala sumber daya
sekolah. A negotiator roles artinya kepala sekolah harus mampu untuk mengadakan
pembicaraan dan musyawarah dengan pihak luar (Wahyosumidjo, 2002:94).
Lebih lanjut Wahyosumidjo (2002:93-94), menambahkan bahwa dalam pengambilan
keputusan kepala sekolah berperan sebagai manajer, artinya berperan dalam proses,
pendayagunaan seluruh sumber organisasi dan pencapaian tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.
Adapun tanggung jawab pembinaan dari kepala sekolah, antara lain identifikasi
(rekuritmen, seleksi), pengangkatan (pekerjaan awal, pekerjaan berikutnya, pekerjaan
yang dibeda-bedakan), penyesuaian (kurikulum, guruguru, siswa, masyarakat), penilaian
(waktu, alasan, sasaran, cara), perbaikan (observasi kelas, pertemuan individu, kunjungan
kelas, asosiasi profesi, perpustakaan profesi, program mengajar siswa, program pelatihan
inservice) (Wahyusumidjo, 2002:291).
Di samping tanggung jawab proses, kepala sekolah juga bertanggung jawab atas
input sekolah, yang mencakup : - tujuan, prioritas dan kontrol, -sumber daya daya manusia
(human resource); dan sumber material (Wahyosumidjo, 2002:310).
Kepala sekolah sebagai pejabat formal, manajer, pemimpin, pendidik dan kepala
sekolah sebagai staf, seperti halnya pemimpin organisasi yang lain, jabatan kepala
sekolah juga memerlukan persyaratan universal yang perlu dimiliki oleh siapapun yang
akan menduduki pemimpin (Wahyosumidjo, 2002:384).
Risyanto (2006:1), dalam penelitiannya tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kemampuan Pengambilan Keputusan Kepala menyatakan bahwa kemampuan
pengambilan keputusan sangat ditentukan oleh adanya- pengalaman kerja kepala-sekolah
dimana Kepala sekolah mempunyai dua peran utama, pertama, sebagai pemimpin institusi
bagi para guru, dan kedua, memberikan pimpinan dalam anajemen. Pembaharuan
pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah (MBS) dan komite sekolah yang
diperkenalkan sebagai bagian dari desentralisasi memberikan kepada kepala sekolah
kesempatan yang lebih besar untuk menerapkan dengan lebih mantap berbagai fungsi dari
kedua peran tersebut

10
Pada dasarnya seluruh kegiatan yang berlangsung dalam sebuah sekolah
merupakan akibat atau konsekuensi dari berbagai keputusan yang diambil pimpinan.
Apakah pada akhirnya sekolah berhasil mencapai sasaran secara efisien atau sebaliknya
mengalami kegagalan, ditentukan oleh ketepatan dari berbagai keputusan yang diambil
pimpinan. Untuk mendukung proses pengambilan keputusan yang tepat perlu adanya
kesadaran staf pendidikan yang di dukung dengan sistem pengelolaan informasi yang baik
karena setiap keputusan memerlukan dukungan informasi yang cepat, tepat, dan akurat.
Kebutuhan akan system seperti itu semakin dirasakan ketika kita dihadapkan pada
persaingan terbuka yang semakin ketat seperti sekarang ini. Dukungan berbagai
perangkat telekomunikasi dan teknologi informasi (hardware maupun software) sangat
besar artinya dalam mengembangkan sistem informasi yang handal, rapi, dan fungsional.
Satu hal lagi yang perlu dikemukakan kaitannya dengan pengambilan keputusan
ialah, bahwa tingkat partisipasi anggota yaitu guru dan staf pendidikan lainnya dalam
pelaksanaan setiap keputusan yang diambil akan sangat menentukan keberhasilan
pencapaian sasaran keputusan yang bersangkutan. Oleh karena itu sangat bijaksana
apabila pimpinan berusaha untuk sejauh mungkin mengambil keputusan yang bersifat
kelompok dengan cara melibatkan bawahan sehingga tanggungjawab bawahan dalam
mengimplementasikan keputusan tersebut semakin besar.
Dalam interaksi antara kepala dengan guru-guru sebagai bawahan lebih terlihat
sikap subjektif. Guru yang sering menemui kepala, walau sembrono dalam mengajar,
maka itulah yang dianggap baik dan loyal sehingga bisa tinggi dalam penilaian DP. 3-nya.
Sedangkan guru yang biasa-biasa saja, pada hal sangat bertanggung jawab dalam
pelaksanaan KBM, karena kurang ngomong maka dinilai biasa-biasa saja. Jadi inilah
akibat.
Kepala Sekolah yang malas mengadakan turba (turun ke bawah) untuk meninjau
guru-guru dan sekaligus menjalin hubungan sosial dan emosional. Seperti yang kita kenal
tentang tipe guru secara umum yaitu guru yang suka menolak gagasan kepala, yang
karena dianggap kurang tepat, dan guru yang suka ‘nrimo’ atau guru yang berwatak “yes-
man”. Guru yang pertama selalu menghadapi kesukaran karena adanya benturan-
benturan pendapat dengan sang kepala. Dan sebetulnya tentang pendekatan ada mereka
yang melakukan tapi caranya kerap kurang mengena. Seorang guru wanita mengatakan
bahwa ada kepala yang dekat dengan bawahan tetapi tetap mempunyai wibawa.
Sebenarnya inilah kepala yang mempunyai tipe ‘leadership’ & ini adalah tipe kepala yang
dapat dijadikan kepala unggulan. Dan ada pula kepala yang dekat dengan awahan tetapi

11
dibawa lalu saja, ini terjadi karena ia tidak punya potensi dan bakat dan berhak untuk
dimutasikan sebagai guru biasa saja (Marjohan, 2007. Artikel Tanggung Jawab Kepala
Sekolah atas Mutu Pendidikan.
Kepala sekolah dituntut memiliki beberapa kompetensi dasar yang diisyaratkan, oleh
(Anwar 2003:77) bahwa kompetensi yang dimiliki kepala sekolah mengacu pada tiga hal,
yakni menunjuk pada karakteristik pribadi pemimpin yang tercermin pada setiap sikap dan
tindakannya, mengacu pada suatu kemampuan untuk dapat melaksanakan tugas-
tugasnya sebagai pemimpin yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan, dan
menunjuk pada suatu kinerja yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi
tertentudalam melaksanakan tugas.
Untuk mendeskripsikan tingkat kinerja seorang karyawan atau pegawai perlu adanya
komponen-komponen yang jelas sebagai aspek penilaian. Sebagaimana diungkapkan
(Umar, 2002: 104) bahwa komponen-komponen aspek kinerja meliputi kualitas ekerjaan,
kejujuran karyawan, inisiatif, kehadiran, sikap, kerjasama, keandalan, pengetahuan
tentang pekerjaan, tanggung jawab, dan pemanfaatan waktu. Dalam pendapat lain
dinyatakan bahwa indikator kinerja meliputi kualitas kerja, kuantitas kerja, etika kerja,
kreatifitas kerja, pengetahuan kerja, kemandirian, dan tanggung jawab (Sugiyono, 2003:
235).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan atau pegawai. Menurut
(Siagian, 2002: 286) bahwa kinerja karyawan menyangkut motivasi dan kepuasan kerja,
penanggulangan stress, konseling dan sanksi disiplin, sistem komunikasi, perubahan dan
pengambangan organisasi.
Riastuti (2005:1) dalam penelitiannya tentang Sistem Pendukung Pengambilan
Keputusan Seleksi Pengangkatan Calon Kepala Sekolah SMP/SMA Negeri pada Dinas
Pendidikan dan Olahraga Daerah menyatakan bahwa kemajuan suatu sekolah tidak lepas
dari pengaruh bagaimana kemampuan kepala sekolah dalam mengelola seluruh sumber
daya yang ada pada sekolah. Jabatan Kepala sekolah merupakan pengembangan karier
bagi seorang guru. Oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas
dalam hal ini guru-guru yang memiliki potensi dan prestasi untuk menjadi kepala sekolah
agar dapat diwujudkan pendidikan yang berkualitas. Dengan diberlakukannya otonomi
daerah maka pengangkatan kepala sekolah negeri tersebut menjadi wewenang Dinas
Pendidikan dan Olahraga masing-masing daerah/kabupaten di Indonesia.

12
BAB III
KESIMPULAN

Konsep peran serta dalam pengambilan keputusan mula-mula diperkenalkan oleh French
et al.(1960), ketika mengatakan bahwa peran serta menujukan suatu proses antara dua atau
lebih pihak yang mempengaruhi satu terhadap yang lainnya dalam membuat rencana,
kebijakan, dan keputusan.
Pentingnya peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan juga diakui oleh Alutto
dan Belasco (1972), karena dengan demikian ada jaminan bahwa pemeran serta(karyawan)
tetap mempunyai kontrol atas keputusan-keputusan yang diambil. Apabila pemeran serta tidak
dapat mengontrolnya, maka organisasi akan mengalami kerugian, sama dengan tidak ada
peran serta sama sekali
Bermacam-macam bentuk peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan telah
diperkenalkan oleh sejumlah penulis. Seprti Cotton et al. (1988) yang mencoba mengadakan
penelitian terhadap berbagai karya tulis tersebut dengan mengumpulkan lebih dari 400 artikel
tentang peran serta dalam pengambilan keputusan. Dimana setiap artikel itu diklasifikasikan ke
dalam lima sifat peran serta, yaitu ; formal-tidak formal, langsung-tidak langsung, tingkat
pengaruhnya isi dari keputusan, dan jangka waktunya singkat atau lama.
Salah satu teknik yang paling umum dipergunakan dalam proses pengambilan keputusan
stratejik adalah interaksi pemikiran melalui persidangan. Apabila jumlah peserta sidang itu
besar, biasanya kurang efektif. Tetapi jikalau jumlah peserta terbatas dalam suatu kelompok
kecil, maka teknik itu bisa efektif karena suatu masalah dapat dibicarakan secara intensif.
Peranan kepala sekolah sebagai pengambil keputusan merupakan peran yang paling
penting dari peranan yang lain seperti informasional dan interpersonal. Ada empat peran
sebagai pengambil keputusan yaitu, enterpreneur artinya kepala sekolah berusaha
memperbaiki penampilan sekolah. Disturbance handler artinya memperhatikan gangguan yang
timbul di sekolah. A resource allocater artinya menyediakan segala sumber daya sekolah. A
negotiator roles artinya kepala sekolah harus mampu untuk mengadakan pembicaraan dan
musyawarah dengan pihak luar.

13
DAFTAR PUSTAKA

Supranto, Johannes. Teknik Pengambilan Keputusan. PT. Rineka Cipta. Jakarta 1991
Usman, Husaini. Manajemen Teori Praktik dan Riset PendiSondandikan. PT. Bumi Aksara.
Jakarta 2008
Siagian, Sondang. P. Filsafat Administrasi. PT. Bumi Aksara. Jakarta 2003
Buhler, Patricia. Manajemen Skills. Prenada Media Group. Jakarta 2004
Griffin, Ricky W. Manajemen Jilid 1. Erlangga. Jakarta 2004
Artikel Internet. Pengambilan Keputusan Dalam Manajemen
www.geocities.com/.../pengambilan_keputusan_dalam_manajemen.htm

Artikel Internet. Peran Serta Dalam Pengambilan Keputusan Strategik .


http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/peran-serta-dalam-pengambilan-
keputusan-strategik

14

You might also like