You are on page 1of 34

Tugas Anthropologi

Daerah Kebudayaan Lombok


(suku Sasak)

London School of Public Relation


Jakarta

Disusun oleh:
Cynthia Febrina
MC11-1b
2007110212

1
Daftar isi
Daftar isi ............................................................................................................. 3
Kata Pengantar ............................................................................................................. 4
1. Pendahuluan ............................................................................................................. 5
1.1 Latar belakang proses penelitian ..........................................................................
5
1.2 Demografi .................................................................................................. 5
1.3 Sejarah keberadaan masyarakat ............................................................... 6
2. Budaya
2.1 Sistem teknologi ....................................................................................... 6
2.1.1 Rumah adat ....................................................................................... 7
2.1.2 Benda-benda ....................................................................................... 9
2.2 Sistem religi ....................................................................................... 11
2.2.1 Sejarah munculnya agama Islam .................................................... 11
2.2.2 Ritual-ritual suku Sasak ................................................................ 12
2.2.3 Upacara adat ....................................................................................... 17
2.3 Sistem bahasa ....................................................................................... 20
2.3.1 Dialek ....................................................................................... 20
2.3.2 Aksara ....................................................................................... 21
2.4 Sistem mata pencaharian ........................................................................... 28
2.5 Sistem pengetehuan . .......................................................................... 29
2.6 Organisasi Sosial ........................................................................... 31
2.6.1 Sistem kekeluargaan ............................................................... 31
2.6.2 Pelapisan Sosial ............................................................... 31
2.6.3 Sistem kekerabatan ............................................................... 33
2.6.4 Pernikahan suku Sasak ............................................................... 34
2.6.5 Sistem pemeritahan ............................................................... 37
2.7 Sistem Kesenian ..................................................................................... 38
2.7.1 Ragam kesenian Suku Sasak ................................................... 38
2.7.2 Pakaian adat .......................................................................... 41
3. Daftar Pustaka ................................................................................................. 42

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkatNya yang telah
dicurahkanNya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Kebudayaan Lombok
ini dengan baik.
Makalah ini menggambarkan tentang kebudayaan dari Suku Sasak mengenai 7 unsur
kebudayaan Suku Sasak, yaitu melipuit sistem teknologi, religi, bahasa, mata pencaharian,
pengetahuan, sistem organisasi sosial, dan sistem kesenian yang dilaksanakan oleh masyarakat
asli suku Sasak.
Pada kesempatan kali ini, saya juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam proses penulisan makalah ini. Pertama-tama kepada Bapak
Boy Ferdin Boer selaku dosen dalam mata kuliah Cultural Anthropologi yang telah banyak
membantu dalam pembuatan makalah ini. Juga kepada kedua orangtua saya atas dorongan dan
motivasinya. Dan terakhir, kepada teman-teman saya dari LSPR yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini juga.
Diharapkan dengan adanya makalah ini, para pembaca dapat lebih mengenal lagi
masyarakat asli suku Sasak dan dapay makin meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan antara
suku-suku bangsa di Indonesia.

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Proses Penelitian

Pulau Lombok adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara yang
terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelah barat dan Selat Alas di sebelah timur dari
Sumbawa. Lombok yang terkenal sebagai tempat wisata yang indah ini, dihuni oleh satu suku
yang unik kebudayaannya untuk diketahui lebih dalam lagi.
Proses penelitian yang dilakuakan dalam pembuatan makalah ini, adalah dengan
menggunakan berbagai literatur dari buku-buku, dan situs internet. Proses penelitian mengenai
kebudayaan Lombok khususnya suku Sasak ini, dimaksudkan agar masyarakat Indonesia dapat
lebih mengetahui dan mengenal suku Sasak yang jarang diketahui masyarakat ini lebih luas lagi.
Data-data yang disampaikan dalam makalh ini bersumber dari beberapa situs website resmi yang
dikeluarkan oleh pemerintahan kabupaten Lombok Timur, berbagai macam artikel mengenai
kebudayaan suku Sasak, dan beberapa buku dari perpustakaan Lembaga Ilmu Pendidikan
Indonesia (LIPI).

1.2 Demografi

Dengan letak geografis antara 116o - 117o Bujur Timur dan 8o -9o Lintang Selatan. Pulau ini
berbentuk menyerupai bentuk bulat dan juga berbentuk semacam “ekor” di sisi barat daya yang
panjangnya kurang lebih 70 km. Luas pulau ini juga mencapai 5.434 km2.
Menurut data dari Kabupaten Lombok Timur, pada tahun 2007 jumlah penduduk 1.067.673 jiwa
yang terdiri atas 486.645 jiwa (45,63%) laki-laki dan perempuan 581.028 jiwa.
Sekitar 80% penduduk pulau ini diduduki oleh Suku Sasak dan selebihnya adalah suku
lainnya, seperti suku mbojo (bima), dompu, samawa (sambawa), jawa dan hindu (Bali Lombok).
Suku Sasak adalah suku terbesar di Propinsi yang berada di antara Bali dan Nusa Tenggara
Timur. Suku Sasak masih dekat dengan suku bangsa Bali, tetapi suku ini sebagian besar memeluk
agama Islam.

1.3 Sejarah keberadaan Masyarakat

4
Nenek moyang Suku Sasak berasal dari campuran penduduk asli Lombok dengan para
pendatang dari Jawa Tengah yang terkenal dengan julukan Mataram, pada jaman Raja yang
bernama Rakai Pikatan dan permaisurinya Pramudhawardani. Kata sasak itu sendiri berasal dari
kata sak-sak yang artinya sampan. Karena moyang orang Lombok pada jaman dulu berjalan dari
daerah bagian barat Lomboq(lurus) sampai kearah timur terus menuju sebuah pelabuhan di ujung
timur pulau yang sekarang bernama Pelabuhan Lombok. Mereka banyak menikah dengan
penduduk asli hingga memiliki anak keturunan yang menjadi raja sebuah kerajaan yang didirikan
yang bernama Kerajaan Lombok yang berpusat di Pelabuhan Lombok. Setelah beranak pinak,
sebagai tanda kisah perjalanan dari Jawa memakai sampan (sak-sak), mereka menamai
keturunannya menjadi suku Sak-sak, yang lama-kelamaan menjadi Sasak.
Dalam kesempatan kali ini saya akan membahas lebih dalam lagi tentang seluk-beluk
kebudayaan dari Suku Sasak melalui 7 unsur kebudayaan.

5
BAB II
Budaya

2.1 Sistem Teknologi


2.1.1 Rumah Adat
Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana tertulis
dalam kitab Nagara Kartha Garna karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab tersebut, suku
Sasak disebut “Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi.” Jika saat kitab tersebut dikarang suku Sasak
telah mempunyai sistem budaya yang mapan, maka kemampuannya untuk tetap eksis sampai
saat ini merupakan salah satu bukti bahwa suku ini mampu menjaga dan melestarikan tradisinya.
Salah satu bentuk dari bukti kebudayaan suku Sasak adalah bentuk bangunan rumah adatnya.
Rumah adat dibangun berdasarkan nilai estetika dan local wisdom masyarakat, seperti
halnya rumah tradisional suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Suku Sasak mengenal
beberapa jenis bangunan sebagai tempat tinggal dan juga tempat penyelanggaraan ritual adat dan
ritual keagamaan.
Atap rumah Sasak terbuat dari jerami dan berdinding anyaman bambu (bedek). Lantainya
dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan abu jerami. Seluruh bahan
bangunan (seperti kayu dan bambu) untuk membuat rumah adat tersebut didapatkan dari
lingkungan sekitar mereka, bahkan untuk menyambung bagian-bagian kayu tersebut, mereka
menggunakan paku yang terbuat dari bambu. Rumah adat suku Sasak hanya memiliki satu pintu
berukuran sempit dan rendah, dan tidak memiliki jendela.
Orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian rumah. Mereka
meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat berakibat kurang baik kepada yang menempatinya.
Misalnya, mereka tidak akan membangun rumah di atas bekas perapian, bekas tempat
pembuangan sempah, bekas sumur, dan pada posisi jalan tusuk sate atau susur gubug. Selain itu,
orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan
rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, hal tersebut merupakan perbuatan melawan tabu
(maliq-lenget).
Rumah adat suku Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke
bawah dengan jarak 1,5 sampai 2 meter dari permukaan tanah (fondasi). Atap dan bubungannya
(bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu (bedek), hanya mempunyai
satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya dibagi menjadi ruang induk meliputi

6
bale luar ruang tidur dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan
sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan. Ruangan bale dalem juga
dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah
tanggan lainnya) tersebut dari bambu ukuran 2x2 meter persegi. Kemudian ada sesangkok (ruang
tamu) dan pintu masuk dengan sistem sorong (geser). Di antara bale luar dan bale dalem ada
pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah kotoran kerbau/kuda,
getah, dan abu jerami.
Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa macam,
diantaranya adalah Bale Tani, Bale Jajar, Berugag/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale Beleq
Bencingah, dan Bele Tajuk. Dan nama bangunan tersebut disesuaikan dengan fungsi dari masing-
masing tempat.
1. Bale Tani
adalah bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang berprofesi sebagai
petani.
2. Bale Jajar
Merupakan bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi menengan ke atas.
Bentuk Bale Jajar hampir sama dengan Bale Tani, yang membedakan adalah jumlah dalem
balenya
3. Berugaq / Sekepat
Berfungsi sebagai tempat menerima tamu, karena menurut kebiasaan orang Sasak, tidak
semua orang boleh masuk rumah. Berugaq / sekupat juga digunakan pemilik rumah yang
memiliki gadis untuk menerima pemuda yang datang midang (melamar).
4. Sekenam
Digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, penanaman nilai-nilai
budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.
5. Bale bonter
Dipergunakan sebagai ternopat pesangkepan / persidangan adat, seperti: tempat
penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat, dan sebagainya. Umumnya bangunan ini
dimiliki oleh para perkanggo / Pejabat Desa, Dusun/kampung.
6. Bale Beleq Bencingah
adalah salah satu sarana penting bagi sebuah Kerajaan. Bale Beleq diperuntukkan
sebagai tempat kegiatan besar Kerajaan sehingga sering juga disebut “Becingah”
7. Bale Tajuk
Merupakan salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah tinggal yang memiliki
keluarga besar. Tempat ini dipergunakan sebagai tempat pertemuan keluarga besar dan
pelatihan macapat takepan, untuk menambah wawasan dan tata krama.
8. Bale Gunung Rate dan Bale Balaq

7
Bale gunung rate biasanya dibangun oleh masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan,
sedangkan bale balaq dibangun dengan tujuan untuk menghindari banjir, oleh karena itu
biasanya berbentuk rumah panggung.

rumah adat suku Sasak

2.1.2 Benda-benda
1. Gendang Beleq
salah satu alat musik berupa gendang berbentuk bulat dengan ukuran yang besar.
Gendang beleq ini tediri dari 2 jenis yang disebut gendang mama (yang dimainkan oleh
laki-laki) dan gendang nina (yang dimainkan oleh perempuan). Konon, pada jaman dahulu,
musik Gendang Beleq digunakan untuk mengantar prajurit yang hendak berangkat
berperang. Sekarang alat musik ini sering digunakan untuk mengiringi rombongan
pengantin atau menyambut tamu-tamu kehormatan. Gendang ini digunakan sebagai
pembawa dinamika dalam kesenian Gendang Beleq.

Gendang
Beleq

2. Ende

8
Sebuah perisai yang terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Ende (perisai) ini dipergunakan
dalam kesenian bela diri yang disebut Periseian. Periseian adalah kesenian bela diir yang
sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan di Lombok, awalnya dalah semacam latihan
pedang dan perisai sebelum berangkat ke medan pertempuran.

3. Sabuk belo
Sabuk belo adalah sabuk yang panjangnya 25 meter dan merupakan warisan turun
temurun masyarakat Lombok khususnya yang berada di Lenek Daya.

4. Peralatan untuk membangun rumah


Peralatan suku Sasak persiapkan dalam membangun rumah mereka, diantaranya adalah:
 Kayu-kayu penyangga,
 Bambu
 Bedek, anyaman dari bambu untuk dinding
 Jerami dan alang-alang, digunakan untuk membuat atap
 Kotoran kerbau atau kuda, sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai
 Getah pohon kayu banten dan bajur
 Abu jerami, digunakan sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai.

5. Peralatan untuk bekerja (mata pencaharian)


 pacul (tambah),
 bajak (tenggale),
 parang,
 alat untk meratakan tanah (rejak),
 kodong,
 ancok,
 dan lain-lain.

9
2.2 Sistem religi / kepercayaan

Sebagian besar suku Sasak beragama Islam, uniknya pada sebagian kecil masyarakat
suku Sasak, terdapat praktik agama Islam yang agak berbeda dengan Islam pada umumnya yakni
penganut Islam Wetu Telu. Ada pula sedikit warga suku Sasak yang menganut kepercayaan pra-
Islam yang disebut dengan nama "sasak Boda".

Kerukunan hidup antar umat beragama di Kabupaten Lombok Timur (tempat tinggal suku
Sasak) beralan harmonis, sehingga aktifitas keagamaan dalam masyarakat terlaksana dengan
baik. Hali ini didukung oleh berkembangnya Majlis Ta'lim/Lembaga Dakwa yang sampai saat ini
berjumlah 795 buah. Disisi lain, tempat-tempaat peribadatan juga memegang peran penting dalam
meningkatkan kualitas kehidupan umat beragama, pada tahun 2005 tercatat 1.111 buah masjid,
401 langgar, 2.125 musholla, 2 buah gereja dan 1 pura. Sementara itu dari jumlah penduduk
1.046.510 jiwa terdapat 1.045.235. penganut agama Islam, 976 Hindu, 12 Budha, 145 Kristen
Katolik dan 142 Kristen Protestan.

2.2.1 Sejarah masuknya agama Islam

Sebelum masuknya Islam, masyarakat yang mendiami pulau Lombok berturut-turut


menganut kepercayaan animisme, dinamisme kemudian Hindu. Islam pertama kali masuk
melalui para wali dari pulau Jawa yakni Sunan Prapen pada sekitar abad XVI, setelah runtuhnya
kerajaan Majapahit. Bahasa pengantar yang digunakan para penyebar tersebut adalah bahasa
Jawa Kuno. Dalam menyampaikan ajaran Islam, para wali tersebut tidak serta merta
menghilangkan kebiasaan lama masyarakat yang masih menganut kepercayaan lamanya. Bahkan
terjadi akulturasi antara Islam dengan budaya masyarakat setempat, karena para penyebar
tersebut memanfaatkan adat-istiadat setempat untuk mempermudah penyampaian Islam. Kitab-
kitab ajaran agama pada masa itu ditulis ulang dalam bahasa Jawa Kuno. Bahkan syahadat bagi
para penganut Wetu Telu dilengkapi dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuno. Pada masa itu,
yang diwajibkan untuk melakukan peribadatan adalah para pemangku adat atau kiai saja.

Terdapat dugaan bahwa praktik tersebut bertahan karena para wali yang menyebarkan
Islam pertama kali tersebut, tidak sempat menyelesaikan ajarannya, sehingga masyarakat waktu
itu terjebak pada masa peralihan. Para murid yang ditinggalkan tidak memiliki keberanian untuk
mengubah praktik pada masa peralihan tersebut ke arah praktik Islam yang lengkap. Hal itulah
salah satu penyebab masih dapat ditemukannya penganut Wetu Telu di masa modern.

Dalam masyarakat Lombok yang awam menyebut kepercayaan ini dengan sebutan "Waktu Telu"
sebagai akulturasi dari ajaran islam dan sisa kepercayaan lama yakni animisme,dinamisme,dan
kerpercayaan Hindu.Selain itu karena penganut kepercayaan ini tidak menjalankan peribadatan

10
seperti agama Islam pada umumnya (dikenal dengan sebutan "Waktu Lima" karena menjalankan
kewajiban sholat Lima Waktu).Yang wajib menjalankan ibadah-ibadah tersebut hanyalah orang-
orang tertentu seperti kyai atau pemangku adat (sebutan untuk pewaris adat istiadat nenek
moyang). Kegiatan apapun yang berhubungan dengan daur hidup
(kematian,kelahiran,penyembelihan hewan,selamatan dsb) harus diketahui oleh kyai atau
pemangku adat dan mereka harus mendapat bagian dari upacara-upacara tersebut sebagai
ucapan terima kasih dari tuan rumah.

Kyai ini juga merupakan specialist atau orang yang di agungkan dalam masyarakat Suku
Sasak. Seperti yang telah disebutkan di atas, Kyai selalu mendapat bagian dalam setiap upacara-
upacara, dan merupakan pewaris adat istiadat dari nenek moyang.

2.2.2 Ritual-ritual suku sasak

1. Bau nyale

Bau Nyale adalah sebuah peristiwa dan tradisi yang sangat melegenda dan mempunyai
nilai sakral tinggi bagi suku Sasak. Tradisi ini diawali oleh kisah seorang Putri Raja Tonjang
Baru yang sangat cantik yang dipanggil dengan Putri Mandalika. Karena kecantikannya itu
para Putra Raja, memperebutkan untuk meminangnya. Jika salah satu Putra raja ditolak
pinangannya maka akan menimbulkan peperangan. Sang Putri mengambil keputusan pada
tanggal 20 bulan kesepuluh untuk menceburkan diri ke laut lepas. Dipercaya oleh
masyarakat hingga kini bahwa Nyale adalah jelmaan dari Putri Mandalika. Nyale adalah
sejenis binatang laut berkembang biak dengan bertelur, perkelaminan antara jantan dan
betina. Upacara ini diadakan setahun sekali pada setiap akhir Februari atau Maret. Bagi
masyarakat Sasak, Nyale dipergunakan untuk bermacam-macam keperluan seperti
santapan (Emping Nyale), ditaburkan ke sawah untuk kesuburan padi, lauk pauk, obat kuat
dan lainnya yang bersifat magis sesuai dengan keyakinan masing-masing. Upacara Rebo
dimaksudkan untuk menolak balaâ (bencana/penyakit), dilaksanakan setiap tahun sekali
tepat pada hari Rabu minggu terakhir bulan Safar. Menurut kepercayaan masyarakat
Sasak bahwa pada hari Rebo Bontong adalah merupakan puncak terjadi Bala
(bencana/penyakit), sehingga sampai sekarang masih dipercaya untuk memulai suatu
pekerjaan tidak diawali pada hari Rebo Bontong. Rebo Bontong ini mengandung arti Rebo
dan Bontong yang berarti putus sehingga bila diberi awalan pe menjadi pemutus. Upacara
Rebo Bontong ini sampai sekarang masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat di
Kecamatan Pringgabaya.

Ada juga fungsi dan peran bau nyale dalam kehidupan masyarakat Sasak, yaitu:

 rekreasi

11
 perangsang solidaritas

 sarana enkulturasi

 pelestarian budaya tradisional

 pembinaan ketakwaan kepada Tuhan Yang Mahaesa

 sarana pembinaan semangat patriotisme

Siapa saja boleh datang dalam upacara menangkap nyale. Namun, jika diperhatikan, yamh
datang ke lokasi penangkapan nyale dibedakan atas 4 golongan:

 mereka yang datang menangkap nyale karena tradisinya

 mereka yang datang menangkap nyale untuk mencoba sambil rekreasi

 mereka yang datang menangkap nyale sambil berjualan

 mereka yang sekedar ingin menyaksikan peristiwa ini saja.

Dilihat dari segi kwalitas pekerjaan, orang yang datang ke lokasi penangkapan nyale pada
setiap tahun dapat dibedakan atas:

 petani,

 nelayan,

 pegawai negeri,

 buruh,

 guru,

 pedagang, tradisi Bau Nyale

 dan lain-lain, yang terbanyak muda-mudi tingkat pelajar dan mahasiswa

2. Periseian

adalah kesenian bela yang sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan di Lombok, awalnya
adalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkat ke medan pertempuran.
Pada perkembangannya hingga kini senjata yang dipakai berupa sebilah rotan dengan
lapisan aspal dan pecahan kaca yang dihaluskan, sedangkan perisai (Ende) terbuat dari
kulit lembu atau kerbau. Setiap pemainnya/pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan kain
panjang. Kesenian ini tak lepas dari upacara ritual dan musik yang membangkitkan
semangat untuk berperang. Pertandingan akan dihentikan jika salah satu pepadu
mengeluarkan darah atau dihentikan oleh juri. Walaupun perkelahian cukup seru bahkan
tak jarang terjadi cidera hingga mengucurkan darah didalam arena. Tetapi diluar arena
sebagai pepadu yang menjunjung tinggi sportifitas tidak ada dendam diantara mereka.

12
3. Bebubus Batu

Bebubus batu merupakan salah satu warisan budaya Sasak yang masih dilaksanakan
didusun Batu Pandang kecamatan Swela. Bebubus batu berasala dari kata bubus yaitu
sejenis ramuan obatan yang terbuat dari beras dan dicampur dengan berbagai jenis
tumbuh-tumbuhan sedangkan batu adalah sebuah batu tempat untuk melaksanakan
upacara yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Prosesi acara ini dipimpin oleh
Pemangku yang diiringi oleh kiyai, penghulu dan seluruh warga dengan menggunakan
pakaian adat dan membawa Sesajen (dulang) serta ayam yang akan dipakai untuk
melaksanakan upacara. Upacara Bebubus batu uni dilaksanakan setiap tahunnya yang
dimaksudkan adalah untuk meminta berkah kepada Sang Pencipta.

4. Perang ketupat (perang topat)

Dalam rangka pertanian, masyarakat Sasak melaksanakan Perang Topat. Inti upacara ini
adalah saling melempar ketupat antara dua pihak dalam satu arena, yang dilaksanakan
dalam sebuah kemalig. Hal ini dilakukan misalnya di Desa Lingsar, Kecamatan Narmada,
Kabupaten Lombok Barat.

Perang ketupat ini mempunyai suatu rangkaian upacara yang berlangsung berhari-hari.
Tiga hari sebelum upacara saling melempar ketupat itu dilakukan upacara yang sifatnya
sebagai persiapan. Pada tahap persiapan itu, kemalig, arena dan alat-alat upacara
dibersihkan. Sehari sebelum upacara mereka membuat janur (kebun odeg), artinya kebun
kecil agung yang nantinya akan dibawa kemalig. Sebelum perang dimulai, ada acara
penyembelihan kerbau dan acara-acara lainnya.

Upacara ini berlatar belakang suatu kepercayaan untuk mendapatkan berkah,


keselamatan, dan kemakmuran, terutama di kalangan petani. Upacara ini juga merupakan
perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat karunia yang telah dilimpahkannya
kepada masyarakat. Melalui upacara ini mereka berharap akan mendapat curah hujan
yang cukup, tanaman menjadi subur, tanaman terhindar dari hama, ternah pun selamat,
dan sebagainya. Dengan melaksanakan perang ketupat mereka merasa telah memenuhi
wasiat alam gaib.

Dengan kata lain mereka memuja dan menghormati sang “wali” yang disebut Datu Wali
Milir. Kalangan pemeluk adama Hindu sendiri menamakan upacara ini pujawali.

13
Perang topat

5. Sabuk Belo

Sabuk Belo adalah sabuk yang panjangnya 25 meter dan merupakan warisan turun
temurun masyarakat Lombok khususnya yang berada di Lenek Daya. Sabuk Belo biasanya
dikeluarkan pada saat peringatan Maulid Bleq bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal
tahun Hijriah. Upacara pengeluaran Sabuk Bleq ini diawali dengan mengusung keliling
kampung secara bersama-sama yang diiringi dengan tetabuhan Gendang Beleq yang
dilanjutkan dengan praja mulud dan diakhiri dengan memberi makan kepada berbagai jenis
makhluk. Menurut kepercayaan masyarakat setempat upacara ini dilakukan sebagai simbol
ikatan persaudaraan, persahabatan, persatuan dan gotong royong serta rasa kasih sayang
diantara makhluk yang merupakan ciptaan Allah.

Upacara pengeluaran sabuk belo

14
2.2.3 Upacara adat

Masyarakat Sasak menyelenggarakan beberapa upacara yang berhubungan dengan


daur /lingkaran hidup (life cycle) manusia dimulai dari peristiwa kelahiran hingga kematian.

 Kelahiran

Wanita Sasak apabila hendak melahirkan, maka suaminya segera mencari belian yang
merupakan orang yang mengetahui seluk beluk pristiwa tersebut. Dalam melahirkan
anaknya, calon ibu mengalami kesulitan makan belian menafsirkan hal tersebut sebagai
akibat tingkah laku sang ibu sebelum hamil. Hal tersebut biasanya ditafsirkan akibat
berlaku kasar terhadap ibu atau suaminya. Untuk itu diadakan upacara, seperti menginjak
ubun-ubun, meminum air bekas cuci tangan, dan sebagainya yang kesemuanya tadi
dimaksudkan agar mempercepat kelahiran sang bayi.

Sesudah lahir, maka ari-ari diperlakukan sama seperti orang memperlakukan sang bayi.
Karena menurut mereka ari-ari merupakan saudara bayi, yang oleh orang Lombok di sebut
adi kaka berarti bayi dan ari-arinya adalah adik-kakak. Oleh sebab itu, ari-ari mendapat
perawatan khusus, setelah dibersihkan lalu dimasukkan ke dalam periuk atau kelapa
setengah tua yang sudah dibuang airnya. Kemudian ditanam di muka tirisan rumah dengan
diberi tanda gundukan tanah seperti kuburan serta batu nisan dari bambu kecil dan
diletakkan lekesan pada tempat tersebut.

 Memotong rambut

Upacara ini sangat penting bagi sebuah keluarga. Rambut yang dilanda dari lahir oleh bayi
disebut bulu panas, oleh karena itu harus dihilangkan. Untuk itu masyarakat Sasak
mengadakan selamatan, doa atau upacara sederhana yang disebut ngrusiang. Pada
peristiwa ini keluarga yang bersangkutan mengundang orang untuk membacakan
serakalan. Biasanya seorang laki-laki atau ayahnya menggendong bayi tersebut dan jalan
berkeliling orang-orang yang sedang membacakan serakalan serta masing-masing yang
hadir memotong sedikit rambut bayi. Pada upacara ini, dikenakan sabuk kemali, yakini alat
menggendong yang dianggap sakti atau keramat karena cara membuatnya,
menyimpannya berbeda dengan sabuk yang lain.

 Menjelang dewasa

Menjelang dewasa, anak laki-laki harus menjalani suatu upacara untuk mengantarkan
kedewasaannya. Upacara tersebut adalah bersunat atau berkhitan (nyunatang) yang merupakan
hal yang wajib di lakukan oleh pemeluk Islam. Pada upacara ini dilakukan naglu' ai', pada kemali
mata air denagn diiringi gamelan serta menggunakan pakaian adat. Air yang diambil dari kemali

15
kemudian dikelilingi sembilan kali di tempat paosenli atau berupa pajangan. Air tersebut
digendong oleh seorang wanita yang dipayungi. Setelah itu air diserahkan kepada inen beru.

Anak yang dikhitan biasanya harus berendam terlebih dahulu. Waktu pergi serta pulang
berendam diirngi dengan gamelan serta diusung di atas juli yang disebut peraja. Khitan
dilaksanakan oleh dukun sunat yang disebut tukang sunat.

Selain upacara di atas, bagi seorang yang menjelang dewasa, juga dilakukan upacara
potong gigi yang pelaksanaannya biasa bersamaan dengan upacara lain, seperti bersunat dan
perkawinan. Upacara potong gigi disebut juga rosoh oleh suku Sasak. Hanya saja upacara ini
sudah jarang dilakukan.

16
2.3 Sistem Bahasa

Selain bahasa Indonesia, bahasa sehari-hari yang digunakan Suku Sasak adalah
bahasa Sasak. Bahasa Sasak ini juga dipakai oleh masyarakat Pulau Lombok, propinsi Nusa
Tenggara Barat. Bahasa ini mempunyai gradasi sebagaimana Bahasa Bali dan Bahasa Jawa.
Bahasa Sasak mirip dan serumpun dengan Bahasa Bali.

2.3.1 Dialek bahasa

Bahasa Sasak mempunyai dialek-dialek yang berbeda menurut wilayah, bahkan dialek di
kawasan Lombok Timur kerap sukar dipahami oleh para penutur Sasak lainnya. Bahasa Sasak
biasanya dibagi menjadi empat dialek, yaitu:

 Dialek Sasak Pejanggi


 Dialek Sasak Selaparang
 Dialek Sasak Bajan
 Dialek Sasak Tanjong
 Dialek Sasak Pujut
 Dialek Sasak Sembalun

 Dialek Sasak Tebangi

 Dialek Sasak Pengantap

2.3.2 Tingkatan bahasa

Bahasa Sasak juga mengenal tingkatan bahasa yaitu:

 Bahasa dalem
 Halus biasa, dan
Kasar (bahasa pasar)

Contoh bahasa Sasak

No Jenis kata Bahasa Indonesia Bahasa Sasak


1. Kata Kerja a. Baca Bace
b. Membajak Begau
c. Menjemur Belejoq
d. Pukul Empuk
e. Menusuk Galah
f. Memotong Gecok
g. Memakan Kaken

17
h. Membopong Katir
i. Mandi Mandiq
j. Menggosok Osok
2. Kata Benda a. Obat Oat
b. Ekor elong
c. Cincin ali-ali
d. Jerigen cerigen
e. Batu timbangan dacin
f. Mangga paoq
g. Ikat kepala sapuq
h. Pupuk raboq
i. Wadah takaq
j. Tanaman taletan
3. Kata sifat a. Halus alus
b. Sedih aseq
c. Pandai ceket
d. Kasar gemes
e. Ramah gerasaq
f. Malu ilaq
g. Nakal kemajelan
h. Bosan pendaq
i. Sedih sedeh
j. Iri hati talon ate
4 Bilangan a. 1 esa
b. 2 due
c. 3 telu
d. 4 empat
e. 5 lime
f. 6 enem
g. 7 pitu'
h. 8 balu'
i. 9 siwa'
j. 10 sepulu

2.3.1 Aksara

18
Berdasarkan asal usul-usul serta pemakaian naskah di dalam naskah lontar baik berbahasa Sasak
maupun berbahasa jawa (Kawi), aksara Jejawan/aksara Sasak dibedakan atas tiga kelompok,
yaitu :

1. Aksara Carakan ( Sasak; Aksara Baluq Olas )


2. Aksara Swalalita
3. Aksara Rekan

Aksara Carakan

Asal usul aksara Jejawan/sasak adalah dari Aksara Jawa, dari segi pelafalan berjumlah 20
buah dengan urutan : ha , na , ca , ra , ka ,da , ta ,sa , wa , la , pa , dha , ja , ya , nya , ma ,
ga , ba , tha , nga.

Yang diserap ke dalam aksara Jejawan/Sasak hanya 18 buah dan disebut aksara Baluq
Olas.

Aksara Swalalita

Yaitu aksara yang dipakai untuk tulis menulis dalam naskah-naskah lontar Sasak baik
naskah berbahasa Sasak maupun berbahasa Jawa (Kawi). Aksara Swalalita terdiri atas :

1. Huruf Vokal ( Aksara Swara )


2. Huruf Konsonan ( Aksara Wyanjana )

Contoh aksara sawara :

Aksara Swara ini digunakan bila ia berdiri di depan serta menyatakan nama diri, nama
tempat, nama haria dll. Aksara Swara ini juga berkedudukan sebagai Aksara Murdha, yang
jika dialih aksarakan ke huruf latin-indonesia menjadi huruf Kapital, kecuali le.

Aksara Swara : i , u , e , o , dan e, apabila melekat pada aksara Wyanjana maka aksara
Swara berubah menjadi sandarangan bunyi dengan bentuk-bentuk tertentu serta
penempatannya ada di atas, di bawah, di depan atau di belakang, seperti berikut :

19
Aksara Wyanjana : h, r , ng berada pada akhir suku kata, berubah menjadi sandangan
bunyi dan berfungsi untuk mematikan suku. Sedangkan ” ra ” dan ” re ” untuk
menghidupkan suku.

Aksara Carakan ( aksra baluq olas ) secara lahiriah telah mengandung bunyi vocal ”
a”, serta merupakan satu suku. Apabila belum mengandung bunyi vocal ” a ” ( h, n, c

dst. Bukan ha, na, ca dst.) disebut Aksra Legena.

Dari tabel aksra Wyanjana di atas jelaslah dapat di ketahui pemakaian aksara Wyanjana
pada naskah lontar sasak yang berbahasa Kawi dengan naskah lontar yang berbahasa
Sasak.

20
Keterangan tambahan :

 KANTYA adalah suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah
kepada guttur (kantha) yaitu bagian langit-langit dekat kerongkongan. Terdiri atas : a,
ka, kha, ga, gha, nga.

 TALAWYA adalah suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan
lidah kepada palatum (talu) yaitu langit-langit lembut. Terdiri atas : i, ca, cha, ja,
nya,.Talawya juga disebut Aksara Kalpaprana yaitu aksara yang lahir dari articulator
tengah lidah yang disertai hembusan nafas kecil.

 MURDHANYA adalah suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan
lidah kepada langit-langit keras (murdha atau ceberum). Terdiri atas : ta, da, na, re.

 DANTYA adalah suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan menyentuhkan
ujung lidah kepada lengkung kaki gigi atas ( dental atau danta ). Terdiri atas : ta, tha,
da, dha, na, la.

 OSTHYA adalah suara vocal atau konsonan yang dihasilkan dengan mendekatkan
kedua bibir ( labial atau ostha ). Terdiri atas : u, pa, pha, ba, bha, ma. Osthya juga
disebut aksra Maharaprana yaitu aksara yang mendapat hembusan nafas besar.

 ARDHASWARA adalah bunyi setengah vocal dan setengah konsonan ( semivokal atau
antyaswara). Tersiri atas : ya, ra, la, wa.

 USNA adalah bunyi desis ( sibilant atau asthiswara). Terdiri atas : ça, sha, sa .

 WISARGA adalah bunyi yang terjadi dengan adanya hembusan nafas serta tidak
memiliki daerah artikulasi (aspirat).

 GLOTAL STOP adalah bunyi yang dihasilkan dengan jalan menutup rapat hembusan
nafas pada rongga mulut.

Dengan adanya lambing bunyi Glotal Stop yaitu (’/q) maka dapat diketahui bahwa aksara
Wyanjana yang dipakai sebagai alat tulis menulis dalam bahasa sasak berjumlah 19. Hal
ini pula yang membuktikan bahwa Aksara Jejewan/Sasak menunjukkan cirri tersendiri
dalam melambangkan bunyi.

Aksara Murdha

Aksara Wyanjana yang diberi tanda o> tergolong aksara murdha. Menurut Kamus Jawa
Kuna-Indonesia karangan L. Mardiwarsito, murdha memiliki dua pengertian yaitu :

1. Kepala

21
2. Langit-langit keras, daerah terjadinya bunyi.

Aksara murdha di Jawa diidentikkan dengan huruf Kapital, berarti mengacu kepada
pengertian ” kepala “. yang perlu diketahui, dalam penulisan , aksara murdha tidak selalu
berada di awal kata, melainkan bias di tengah atau dibelakang. Namun dalam pengalihan
aksara ke huruf latin menjadi capital.

Dalam khaznah naskah lontar Sasak, aksara murdha umumnya hanya terpakai pada
naskah lontar Sasak yang berbahasa Jawa ( kawi ) berbeda halnya dengan naskah lontar
Sasak yang berbahasa Sasak, tidak mengenal pemakaian aksara murdha.

Yang membedakan aksara Jejawan ( sasak ) dengan aksara Jawa atau Bali adalah bunyi
Glotal Stop yang dilambangkan dengan aksara …… .Berdsarkan pengamatan penulis
( red. Argawa ) untuk sementtara ini, aksra Jejawan dalam bahasa Sasak tidak mengenal
pemakaian ……. Sebagai aksara Murdha, melainkan sebagai aksara Glotal Stop.

Contoh pemakaian aksara Murdha :

Aksara Rekan

Adalah aksara buatan untuk melambangkan bunyi dalam bahasa Arab. Bentuk aksara
Rekan tetap diambil dari aksara carakan yang mirip dengan bunyi dalam bahasa Arab yang
dilambangkan dengan membubuhi tanda titik 3 buah di atasnya.

Angka

Bentuk-bentuk angka dalam aksara Jejawan, mulai satuanm puluhan, dan ratusan.

2.4 Sistem Mata Pencaharian

22
Secara tradisional mata pencaharian terpenting dari sebagian besar orang Sasak adalah
dalam lapangan pertanian. Dalam lapangan pertanian mereka bertanam padi sawah, padi ladang,
jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedele, sorgum. Selain itu, mereka mengusahakan
kebun kelapa, tembakau, kopi, tebu. Perternakan merupakan mata pencaharian sambilan. Mereka
beternak sapi, kerbau dan unggas. Mata pencaharian lain adalah usaha kerajinan tangan berupa
anyaman, barang-barang dari rotan, ukir-ukiran, tenunan, barang dari tanah liat, barang logam,
dan lain-lain. Di daerah pantai mereka juga menjadi nelayan. Dalam rangka mata pencaharian tadi
mereka menggunakan teknologi berupa pacul (tambah), bajak (tenggale), parang, alat untk
meratakan tanah (rejak), kodong, ancok, dan lain-lain.

Menurut data dari pemerintah Lombok Timur, mata pencaharian penduduk di Kabupaten
Lombok Timur sebagian besar dari sektor pertanian (59,55 %), selebihnya dari sektor
perdagangan, hotel , restauran 11,95 %; jasa-jasa 9,14 %; industri 8,83 % dan lain-lain 10,53 %.
Keadaan ini juga diperlihatkan dari pola penggunaan lahan yang ada, yaitu permukiman 5,01 %;
pertanian (sawah, lahan kering, kebun, perkebunan) 48 %; hutan 34 %; tanah kosong (tanduns,
kritis) 1 %; padang (alang, rumput dan semak) 9 %; perairan 0,6 %; pertambangan 0,2 % dan lain-
lain penggunaan 5 %.

2.5 Sistem Pengetahuan

Suku Sasak mempunyai pengetahuan yang didapatkan turun temurun dari nenek moyang
mereka tentang pembuatan lantai dari rumah mereka khususnya rumah adat mereka. Lantai
rumah mereka dibuat dari tanah liat yang dicampur dengan kotoran kerbau dan jerami. Campuran
tanah liat dan kotoran kerbau membuat lantai tanah mengeras, sekeras semen.

Karena perubahan pengetahuan Suku Sasak pula-lah yang menyebabkan adanya


perubahan fungsi dan bentuk fisik rumah adat mereka. Hanya saja, konsep pembangunannya
seperti arsitektur, tata ruang, dan polanya tetap menampilkan karakteristik tradisionalnya yang
dilandasi oleh nilai-nilai fiilosofis yang ditransmisikan secara turun temurun.

Untuk menjaga lestarinya rumah adat mereka dari gilasan arsitektur modern, para orangtua
biasanya mengatakan kepada anak-anaknya yang hendak membangun rumah dengan ungkapan:
“Kalau mau tetap tinggal di sini, buatlah rumah seperti model dan bahan bangunan yang sudah
ada. Kalau ingin membangun rumah permanen seperti rumah-rumah di kampung-kampung lain,
silahkan keluar dari kampung ini.” Demikianlah cara orang Sasak manjaga eksistensi rumah adat
mereka, yaitu dengan cara melembagakan dan mentransmisikan pengetahuan dan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya.

23
2.5.1 Waktu

Dalam kehidupan masyarakat Sasak rumah mempunyai fungsi penting. Oleh karena itu,
perlu perhitungan yang cermat tentang waktu, hari, tanggal dan bulan yang baik untuk memulai
pembangunannya. Untuk mencari waktu yang tepat, suku Sasak berpedoman pada papan warige
yang berasal dari Primbon Tapel Adam dan Tajul Muluq. Untuk menentukan hari baik tersebut,
orang yang hendak membangun rumah akan bertanya kepada pemimpin adat.

Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai membangun
rumah adalah pada bulan ke-3 dan bulan ke-12 penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan
bulan Zulhijjah pada kalender Islam. Ada juga yang menentukan hari baik berdasarkan nama
orang yang akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling dihindari (pantangan) untuk
membangun rumah adalah pada bulan Muaharram dan bulan Ramadlan. Pada kedua bulan ini,
menurut kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang dibangun cenderung mengundang
malapetaka, seperti panyakit, kebakaran, sulit rizqi, dan sebagainya.

2.6 Organisasi Sosial

24
2.6.1 Sistem keluarga

Dalam masyarakat Sasak, kelompok kekeraatan terkecil adalah keluarga inti (nuclear
family) yang disebut kuren. Keluarga inti umumnya keluarga monogami, meskipun adat
membenarkan keluarga inti poligami. Adat menetao sesudah nikah adalah virilokal, meskipun ada
yang uxorilokal dan neolokal.

Garis keturunan suku Sasak ditarik menuruk sistem patrilineal.

2.6.2 Pelapisan Sosial

Suku Sasak juga mengenal sistem pelapisan sosial yang didasarkan pada keturunan, yakni
keturunan bangsawan dan orang kebanyakan. Tingkat-tingkat kebangsawanan paling atas adalah
pewangsa raden dengan gelar raden untuk pria dan denda untuk wanita. Lapisan menengah
dinamakan triwangsa dengan gelar lalu untuk pria dan baig untuk wanita. Lapisan ketiga adalah
jajar karang dengan gelar log untuk pria dan le untuk wanita. Pada masa lalu, bangsawan ini
umumnya memegang kekuasaan sebagai kepala kampung (dasan), kepala desa, atau distrik.
Pada masa sekarang, pelapisan sosial tersebut cenderung bergeser. Dasar pelapisan sosial
tersebut menjadi lebih baik apabila keseluruhannya menjadi satu kesatuan. Kekuasaan akan
dipandang menjadi lebih tinggi dengan ditunjang oleh faktor ekonomi yang kuat.

Di daerah lombok itu sendiri, secara umum terdapat 3 Macam lapisan sosial masyarakat :

1. Golongan Ningrat
2. Golongan Pruangse
3. Golongan Bulu Ketujur ( Masyarakat Biasa )

Masing -masing lapisan sosial masyarakat di kenal dengan Kasta yang mempunyai kriteria
tersendiri :

Golongan Ningrat

Golongan ini dapat diketahui dari sebutan kebangsawanannya. Sebutan keningratan ini
merupakan nama depan dari seseorang dari golongan ini. Nama depan keningratan ini
adalah ” lalu ” untuk orang-orang ningrat pria yang belum menikah. Sedangkan apabila
merka telah menikah maka nama keningratannya adalah ” mamiq “. Untuk wanita ningrat
nama depannya adalah ” lale”, bagi mereka yang belum menikah, sedangkan yang telah
menikah disebut ” mamiq lale”.
Golongan Pruangse

25
Kriteria khusus yang dimiliki oleh golongan ini adalah sebutan “bape“, untuk kaum laki-laki
pruangse yang telah menikah. Sedangkan untuk kaum pruangse yang belum menikah tak
memiliki sebutan lain kecuali nama kecil mereka, Misalnya seorang dari golongan ini lahir
dengan nama si ” A ” maka ayah dari golongan pruangse ini disebut/dipanggil ” Bape A “,
sedangkan ibunya dipanggil ” Inaq A “. Disinilah perbedaan golongan ningrat dan pruangse.
Golongan Bulu Ketujur

Golongan ini adalah masyarakat biasa yang konon dahulu adalah hulubalang sang raja
yang pernah berkuasa di Lombok. Kriteria khusus golongan ini adalah sebutan ” amaq ”
bagi kaum laki-laki yang telah menikah, sedangkan perempuan adalah ” inaq “.

Di Lombok, nama kecil akan hilang atau tidak dipakai sebagai nama panggilan kalau
mereka telah berketurunan. Nama mereka selanjutnya adalah tergantung pada anak sulungnya
mereka.Seperti contoh di atas untuk lebih jelasnya contoh lainnya adalah bila si B lahir sebagai
cucu, maka mamiq A dan Inaq A akan dipanggil Papuk B. panggilan ini berlaku untuk golongan
Pruangse dan Bulu Ketujur. Meraka dari golongan Ningrat Mamiq A dan Mamiq lale A akan
dipanggil Niniq A.

2.6.3 Sistem kekerabatan

Sistem kekerabatan di Tolot-tolot khususnya dan lombok selatan pada umumnya adalah
berdasarkan prinsip Bilateral yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui pria dan wanita.
Kelompok terkecil adalah keluarga batih yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak. Pada masyarakat
lombok selatan ada beberapa istilah antara lain :

 Inaq adalah panggilan ego kepada ibu.


 Amaq adalah panggilan ego kepada bapak.
 Ari adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau adik laki-laki.
 Kakak adalah panggilan ego kepada saudara sulung laki-laki ataupun perempuan.
 Oaq adalah panggilan ego kepada kakak perempuan atau laki-laki dari ibu dan ayah.
 Saiq adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau laki-laki dari ayah atau ibu
 Tuaq adalah panggilan ego kepada adik laki-laki dari ayah atau ibi.
 Pisak adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ibu.
 Pusak adalah panggilan ego kepada anak dari adik/kakak dari ayah.

Untuk masyarakat kaum kerabat di tolot-tolot pada khususnya dan lombok selatan pada umumnya
mencakup 10 generasi ke bawah dan 10 generasi ke atas tersebut sebagai berikut :

Generasi ke bawah :

26
1. Inaq/amaq
2. Papuk
3. Balok
4. Tate
5. Toker
6. Keletuk
7. Keletak
8. Embik
9. Mbak
10. Gantung Siwur

Generasi ke atas :

1. Anak
2. Bai
3. Balok
4. Tate
5. Toker
6. Keletuk
7. Keletak
8. Embik
9. Ebak
10. Gantung Siwur

2.6.4 Penikahan Suku Sasak

Dalam budaya suku Sasak, pernikahan dilaksanakan dengan cara menculik calon istri
mereka atau sering disebut kawin culik.

Kawin culik akan berlangsung setelah si gadis memilih satu di antara kekasih-kekasihnya.
Mereka akan membuat suatu perjanjian kapan penculikan bisa dilakukan. Perjanjian seorang gadis
dengan calonnya merupakan rahasia, sebab jika diketahui rival-rivalnya, kemungkinan penculikan
digagalkan tanpa memperhatikan siapa yang melakukan penculikan.

Hal ini dilakukan misalnya dengan jalan merampas anak gadis ketika ia bersama san calon
suaminya dalam perjalanan menuju rumah calon suaminya. Itu mungkin terjadi perkelahian hebat
diantara mereka yang ingin mempersuntung sang dara. Disamping merupakan rahasia untuk para
kekasih sang dara, penculikan ini juga merupakan rahasia bagi kedua orang tuanya. Kalau saja
kemudian setelah mengetahui otang tuanya tidak setujui anaknya untuk menikah, di sini orang tua
baru boleh bertindak untuk menjodohkan anak gadisnya dengan pilihan mereka. Keadaan ini yang
disebut Pedait.

27
Sedangkan pada waktu midang sedikitpun orang tua tidak boleh menunjukkan sikap tidak
setujunya. Penculikan pada siang hari dilarang keras oleh adat dan perampasan/penculikan di
perjalanan oleh kekasih-kekasihnya yang bermaksud memperdayakan calon suaminya ataupun
keluarga sang gadis doperbolehkan oleh adat. Disini mungkin akan terjadi perag tanding.

Untuk mencegah penculikan, sang gadis dilarikan ke tempat famili calon suami yang jauh dari
desa atau dasan si gadis atau dasan si calon suaminya.

Menculik gadis adalah satu-satunya perbuatan penculikan yang mempunyai aturan permainan
yang telah di atur oleh adat. Keributan yang terjadi karena penculikan sang gadis di luar ketentuan
adat, kepada penculiknya dikenakan sangsi sebgai berikut :

1. Denda pati, adalah denda yang dikenakan kepada penculik gadis yang menimbulkan
keributan dan berhasil mendapatkan sang gadis, Denda yang harus dibayarkan sebesar
Rp. 49.000 ( tidak tahu masih berlaku atau tidak sampai sekarang )

2. Ngurayang, adalah denda yang dikenakan pada penculik gadis yang menimbulkan
keributan karena penculikn tidak dengan persetujuan sang gadis. Denda yang harus
dikenakan kepadanya adalah Rp. 24.000,-. Ngurayang disebut juga ngoros.

3. Ngeberayang adalah denda yang dikenakan kepada penculik gadis yang menimbulkan
keributan dan penculikan tidak berhasil. Denda yang harus dibayarkan sebesar Rp.
12.000,-

4. Ngabesaken adalah denda yang dikenakan kepada penculik gadis di siang hari dan
ternyata menimbulkan keributan, denda yang harus dibayarkan sebesar Rp. 6.125,-

Uang denda penculikan tersebut akan diserahkan kepada kampung melalui ketua kerame yang
kemudian diteruskan kepada kepala kampung untuk kesejahteraan kampung.

Bilamana seorang gadis berhasil diculik, maka pada malam itu juga dilanjutkan dengan acara
mangan merangkat, yaitu suatu upacara adat yang menyambut kedatangan si gadis di rumah
calon suaminya. Hal ini merupakan upacara peresmian masuknya di gadis dalam keluarga calon
suaminya.

Acara mangan merangkat ini dilakukan pada malam hari dengan maksud tertentu, sebab pada
malam itulah sang gadis datang untuk pertama kalinya ke rumah calon suaminya, disaksikan oleh
para sesepuh dari keluarga suaminya dan juga para tokoh adat setempat. Acara mangan
merangkat ini iawali dengan totok telok yaitu calon mempelai memecahkan telur bersama-sama
pada perangkat ( sesajen ) yang telah disediakan. Totok telok adalah lambang kesanggupan calon
mempelai untuk hidup dengan istrinya dalam bahtera rumah tangga.

Tindakan penculikan gadis , di satu fihak akan kehilangan dan di fihak lain akan kedatangan
menantu. Keluarga yang kehilangan anak gadisnya sedikit bingung karena tidak tahu pasti siapa

28
calon menantunya. Kebingungan ini adalah pengaruh negatif dari adanya rasa bangga karena
anak gadisnya mempunyai banyak kekasih.

Keesokan harinya, keluarga yang sedang berbahagia mendapat menantu akan memberi kabar
kepada orang tua si gadis bahwa anak gadisnya dipersunting oleh anaknya. Peristiwa ini disebut
mesejatik atau nyelabar. Masejatik ini berlangsung selama sembilan kali dalam sembilan hari.

Mesejatik adalah media perundingan guna membicarakan kelajutan upacara-upacara adat


perkawinan serta segala sesuatu yang dibutuhkan dalam perkawinan. Dalam hal ini yang pertama-
tama harus diselesaikan adalah acara akad nikah. Pada waktu akad nikah tersebut orang tua si
gadis memberikan kesaksian di hadapan penghulu desa dan pemuka-pemuka masyarakat serta
para tokoh adat lainnya. Dalam acara ini bilamana orang tua si gadis berhalangan , ia dapat
menunjuk seseorang untuk mewakilinya.

Acara akad nikah ini dilakukan setelah tiga kali acara masejatik yaitu malam ke empat mempelai
wanita berada di rumah mempelai pria. Puncak acara dalam adat perkawinan di Lombok Selatan
adalah acara sorong doe , yaitu acara pesta perkawinan pada waktu orang tuadi gadis akan
kedatangan keluarga besar mempelai pria. Kedatangan rombongan sorong doe ini disebut
nyongkol. Biaya yang diminta oleh orang tua sang gadis untuk menyambut para penyongkol ini
disebut kepeng tagih ( uang tagihan ). Uang tagih lainnya juga berupa kepeng pelengkak yaitu
uang tagih dari kakak laki-laki mempelai wanita yang belum menikah, sedangkan kalau ada uang
kakak permpuan perempuan mempelai wanita yang belum menikah tidak ada uang tagihannya.
Jadi kepng pelegkak hanya ada bila di antara kakak laki-laki mempelai wanita ada yang belum
menikah. Uang tagih ini dibayarkan pada waktu berlangsungnya upacara sorong doe.

Kawin culik Suku Sasak

2.6.5 Sistem Pemerintahan

Dalam sistem pemerintahan, dikenal adanya pimpinan tradisional dan pimpinan formal.

29
Unsur-unsur yang terdapat dalam pimpinan tradisional terdiri atas:

 Keliang (kepala kampung), yang merupakan pimpinan utama yang mencakup


seluruh aspek pemerintahan, adat, agama, irigasi, dan keamanan

 Jeroah, merupakan wakil dari kepala kampung yang berkewajiban menjalankan


segala tugas kepala kampung, bila berhalangan

 Pemangku/Mangku, merupakan pimpinan dalam bidang keagamaan

 Pekasih, yang mengatur masalah irigasi

 Pekemit, yang bertugas dalam bidang keamanan

Sedangkan pimpinan teratas dalam sistem kepemimpinan formal di pegang oleh kepala
desa. Di beberapa desa dibentuk rukun tetangga (RT) yang dikepalai oleh ketua RT, dibantu oleh
sekertaris dan bendahara.

2.7 Sistem kesenian

2.7.1 Ragam kesenian Suku Sasak

1. Slober
Kesenian slober adalah salah satu jenis musik tradisional Lombok yang tergolong cukup
tua, alat-alat musik nya sangat unik dan sederhana yang terbuat dari pelepah enau yang
panjang nya 1 jengkal dan lebar 3 cm.

Kesenian slober didukung juga dengan peralatan lainnya yaitu gendang, petuk, rincik,
gambus, seruling. Nama kesenian slober diambil dari salah seorang warga desa
Pengadangan Kecamatan Pringgasela yang bernama Amaq Asih alias Amaq Slober.

Kesenian ini salah satu kesenian yang masih eksis sampai saat ini yang biasanya
dimainkan pada setiap bulan purnama.

2. Tari Jangger

Kesenian tari jangger ini masih dipertahankan sebagai tontonan yang biasanya
dipentaskan pada acara perkawinan, sunatan, ulang tahun dan Iain-lain. Kesenian ini

30
merupakan tarian yang dilakukan oleh perempuan yang melantunkan tembang-tembang
yang di iringi oleh musik gamelan Lombok.

Kesenian tari jangger ini sekarang pementasannya tidak hanya dilakukan pada acara
tertentu saja melainkan sudah masuk dalam agenda yang dilakukan di kantor-kantor atau
hotel-hotel dalam rangka menghibur para tamu.

3. Memaos

Memaos atau membaca lontar yaitu lomba menceritakan hikayat kerajaan masa lampau,
satu kelompok pepaos terdiri dari 3-4 orang, satu orang sebagai pembaca, satu orang
sebagai pejangga dan satu or-ang sebagai pendukung vokal.

Tujuan pembacaan cerita ini untuk mengetahui kebudayaan masa lampau dan
menanamkan nilai-nilai budaya generasi penerus. Kesenian memaos ini keberadaannya
hampir punah sehingga periu diangkat kembali sebagai asset budaya daerah dan dapat
dijadikan sebagai daya tarik wisata khususnya wisata budaya.

4. Gendang Beleq

Disebut Gendang Beleq karena salah satu alatnya adalah gendang beleq (gendang besar).
Orkestra ini terdiri atas dua buah gendang beleq yang disebut gendang mama (laki-laki)
dan gendang nina (perempuan), berfungsi sebagai pembawa dinamika.

Sebuah gendang kodeq (gendang kecil), dua buah reog sebagai pembawa melodi masing-
masing reog mama, terdiri atas dua nada dan sebuah reog nina, sebuah perembak beleq
yang berfungsi sebagai alat ritmis, delapan buah perembak kodeq, disebut juga "copek".

31
Perembak ini paling sedikit enam buah dan paling banyak sepuluh. Berfungsi sebagai alat
ritmis, sebuah petuk sebagai alat ritmis, sebuah gong besar sebagai alat ritmis, sebuah
gong penyentak sebagai alat ritmis, sebuah gong oncer sebagai alat ritmis dan dua buah
bendera merah atau kuning yang disebut telontek.
Menurut cerita, gendang beleq ini dulu dimainkan kalau ada pesta-pesta kerajaan, sedang
kalau ada perang berfungsi sebagai komandan perang, sedang copek sebagai prajuritnya.
Kalau perlu datu (raja) ikut berperang, disini payung agung akan digunakan.

Sekarang fungsi payung ini ditiru dalam upacara perkawinan. Gendang Beleq dapat
dimainkan sambil berjalan atau duduk. Komposisi waktu berjalan mempunyai aturan
tertentu, berbeda dengan duduk yang tidak mempunyai aturan.

Pada waktu dimainkan pembawa gendang beleq akan memainkannya sambil menari,
demikian juga pembawa petuk, copek dan lelontek.

Gendang beleq

5. Tandang Mendet

Tari tandang Mendet /tarian Perang merupakan salah satu tarian yang ada sejak jaman
kejayaan kerajaan Selaparang yang menggambarkan oleh keprajuritan atau peperangan.
Tarian ini dimainkan oleh belasan orang yang berpakaian lengkap dengan membawa
tombak, tameng, kelewang (pedang) dan diiringi dengan gendang beleq serta sair-sair
yang menceritakan tentang keperkasaan dan perjuangan, tarian ini bisa ditemui di
Sembalun

32
2.7.2 Pakaian adat

Secara tradisional pakaian tradisional yang dikenakan penduduk daerah Nusa Tenggara
Barat dibedakan atas dua macam, yaitu yang dikenakan oleh kaum pria dan oleh kaum wanita.
Pakaian adat yang dikenakan bagi kaum pria di daerah Lombok berupa tutup kepala, baju lengan
panjang memakai kain sarung sebatas dengkul yang ditenun, dan celana panjang, serta di
punggungnya terselip sebilah keris. Sedangkan kaum wanitanya mamakai pakaian yang terdiri
atas kebaya panjang dengan kain songket. Perhiasan yang dipakai berupa hiasan bunga di
kepala.

Daftar Pustaka

Melalatoa, M.Junus. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.1975.

Hidayah, Zulyani. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. 1990

33
Rudini. Nusa Tenggara Barat. Jakarta : Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara. 1992

http://kamus.sasak.org/index.php?a=viewpage&id=5

http://www.lombok-travel.com/indonesia/informasi_sejarah_pulau_lombok.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Lombok

http://lombokku.com/

literature.melayuonline.com

www..org/.../.../165-atraksi-budaya--.html

http://www.lomboktimurkab.go.id/?pilih=hal&id=21

34

You might also like