You are on page 1of 12

PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL

By Trinoval Yanto Nugroho

Pemeriksaan saraf merupakan salah satu dari rangkaian pemeriksaan


neurologis yang terdiri dari; 1). Status mental, 2). Tingkat kesadaran,
3).Fungsi saraf kranial, 4). Fungsi motorik, 5). Refleks, 6). Koordinasi dan gaya
berjalan dan 7). Fungsi sensorik
Agar pemeriksaan saraf kranial dapat memberikan informasi yang
diperlukan, diusahakan kerjasama yang baik antara pemeriksa dan penderita
selama pemeriksaan. Penderita seringkali diminta kesediaannya untuk
melakukan suatu tindakan yang mungkin oleh penderita dianggap tidak
masuk akal atau menggelikan. Sebelum mulai diperiksa, kegelisahan
penderita harus dihilangkan dan penderita harus diberi penjelasan mengenai
pentingnya pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis.
Memberikan penjelasan mengenai lamanya pemeriksaan, cara yang
dilakukan dan nyeri yang mungkin timbul dapat membantu memupuk
kepercayaan penderita pada pemeriksa. Penderita diminta untuk menjawab
semua pertanyaan sejelas mungkin dan mengikuti semua petunjuk sebaik
mungkin.
Suatu anamnesis lengkap dan teliti ditambah dengan pemeriksaan fisik
akan dapat mendiagnosis sekitar 80% kasus. Walaupun terdapat beragam
prosedur diagnostik modern tetapi tidak ada yang dapat menggantikan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan meninggalkan
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang dinamakan foramina,
terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau dengan
angka romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II),
Okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII),
vestibula koklearis (VIII), glossofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI),
hipoglosus (XII). Saraf kranial I, II, VII merupakan saraf sensorik murni, saraf
kranial III, IV, XI dan XII merupakan saraf motorik, tetapi juga mengandung
serabut proprioseptif dari otot-otot yang dipersarafinya. Saraf kranial V, VII, X
merupakan saraf campuran, saraf kranial III, VII dan X juga mengandung
beberapa serabut saraf dari cabang parasimpatis sistem saraf otonom.

A.DEFINISI
Saraf-saraf kranial dalam bahasa latin adalah Nervi Craniales yang berarti
kedua belas pasangan saraf yang berhubungan dengan otak mencakup
nervi olfaktorii (I), optikus (II), okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus
(V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis (VIII), glosofaringeus
(IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII).
Gangguan saraf kranialis adalah gangguan yang terjadi pada serabut saraf
yang berawal dari otak atau batang otak, dan mengakibatkan timbulnya
keluhan ataupun gejala pada berbagai organ atau bagian tubuh yang
dipersarafinya.

B.ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. SARAF OLFAKTORIUS (N.I)
Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan
olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius
pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada
sisi medial lobus orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya
berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis
dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini,
traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus
temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang
impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang
dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta
bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah
menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut
utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom
adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang
menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang
berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.
2. SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina.
Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri
optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak
untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut
dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari
bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum
dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal
retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual
nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang
berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana
terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut
yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan
berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis.
Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati
bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus
oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri
sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal
sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari
dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-
serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus
oksipital kanan dan sebaliknya.
3. SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia
grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam
substansia grisea (Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot
rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot
levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-
westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata
inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.
4. SARAF TROKLEARIS (N. IV)
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan
substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus
okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang
keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot
oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan
abduksi dalam derajat kecil.
5. SARAF TRIGEMINUS (N. V)
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut
motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi
otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf
trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus,
maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah
kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan
mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior
telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
6. SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons
bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke
empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.
7. SARAF FASIALIS (N. VII)
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi
motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian
ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata.
Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama
nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke
dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah
terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot
frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior
serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan
bagian anterior lidah.
8. SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-
serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang
mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan.
Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral
ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior
lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari
utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-
serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian
memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang
dan serebelum.
9. SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan
asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut,
saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion
intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati
foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis
interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf
berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan
sepertiga posterior lidah.
10. SARAF VAGUS (N. X)
Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior
atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak
pada daerah foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera
toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus,
jantung dan paru-paru.
11. SARAF ASESORIUS (N. XI)
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks
kranial adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak
dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang
mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot
trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke
samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke
atas.
12. SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada
setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua
menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf
motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus,
hipoglosus dan genioglosus.
C.PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
1. Saraf Olfaktorius (N. I)
Saraf ini tidak diperiksa secara rutin, tetapi harus dikerjakan jika
terdapat riwayat tentang hilangnya rasa pengecapan dan penciuman,
kalau penderita mengalami cedera kepala sedang atau berat, dan atau
dicurigai adanya penyakit-penyakit yang mengenai bagian basal lobus
frontalis.
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak
merangsang seperti kopi, tembakau, parfum atau rempah-rempah.
Letakkan salah satu bahan-bahan tersebut di depan salah satu lubang
hidung orang tersebut sementara lubang hidung yang lain kita tutup dan
pasien menutup matanya. Kemudian pasien diminta untuk memberitahu
saat mulai terhidunya bahan tersebut dan kalau mungkin
mengidentifikasikan bahan yang di hidu.
2. Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan meliputi penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan
perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes
warna.
a. Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity)
Penglihatan sentral diperiksa dengan kartu snellen, jari tangan, dan
gerakan tangan.
Kartu snellen
Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara
pasien dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas,
pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan cermin. Ketajaman
penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan
tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
Jari tangan
Normal jari tangan bisa dilihat pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat
pada jarak 2 meter, maka perkiraan visusnya adalah kurang lebih
2/60.
Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 2 meter tetapi bisa
melihat pada jarak 1 meter berarti visusnya kurang lebih 1/310.
b. Pemeriksaan Penglihatan Perifer
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi
tentang saraf optikus dan lintasan penglihatan mulai dair mata
hingga korteks oksipitalis.
Penglihatan perifer diperiksa dengan tes konfrontasi atau dengan
perimetri / kompimetri.
Tes Konfrontasi
Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm
Objek yang digerakkan harus berada tepat di tengah-tengah jarak
tersebut.
Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa / ballpoint) di gerakan mulai
dari lapang pandang kahardan kiri (lateral dan medial), atas dan
bawah dimana mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang
diperiksa harus menatap lururs kedepan dan tidak boleh melirik
kearah objek tersebut.
Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus normal.
Perimetri / kompimetri
Lebih teliti dari tes konfrontasi
Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah
kartu.
c. Refleks Pupil
Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya
dari saraf occulomotorius.
Ada dua macam refleks pupil.
Respon cahaya langsung
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien
tidak memfokus pada cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah
satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap cahaya. Inspeksi kedua
pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal
pupil yang disinari akan mengecil.
Respon cahaya konsensual
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya
mengecil dengan ukuran yang sama.
d. Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi)
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka
fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak)
dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus
carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan
mengikuti perjalanan vena retinalis yang besar ke arah diskus.
Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
e. Tes warna
Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.
3. Saraf okulomotoris (N. III)
Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil
a. Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas
kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara
bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris
lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien
mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi)
secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
b. Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau
ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan
adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya
nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan
diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate
ke satu sisi.
c. Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
- Bentuk dan ukuran pupil
- Perbandingan pupil kanan dan kiri
Perbedaan : pupil sebesar 1mm masih dianggap normal
- Refleks pupil
Meliputi pemeriksaan :
 Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
 Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
 Refleks pupil akomodatif atau konvergensi
Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya
sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua
bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola
mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris
berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh dan
disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan pada
jarak  15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat
konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.
4. Saraf Troklearis (N. IV)
Pemeriksaan meliputi
a. gerak mata ke lateral bawah
b. strabismus konvergen
c. diplopia
5. Saraf Trigeminus (N. V)
Pemeriksaan meliputi; sensibilitas, motorik dan refleks
a. Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula.
Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan
membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes
dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien
menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada
kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya
sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul. Daerah
yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan
pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul
menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang
terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes
pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala.
Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila
mencapai dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin
kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi
temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien
tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus
dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh
mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada
kulitnya.
b. Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot
temporalis dan masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan
giginya dan lakukan palpasi adanya kontraksi masseter diatas
mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya (otot-otot
pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa
berusaha menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik
menyebabkan rahang berdeviasi kearah sisi yang lemah (yang
terkena).
c. Refleks
Pemeriksaan refleks meliputi
Refleks kornea
1. Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah
lain kapas disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta
melirik kearah kanan atas maka kapas disentuhkan pada kornea
mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain. Kemudian
bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan
kiri saraf aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip)
berasal dari N.VII.
2. Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks
menutup mata pada mata kiri dan sebaliknya kegunaan
pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan refleks
cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak
(aferen atau eferen).
Refleks bersin (nasal refleks)
Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka
mulut secukupnya (jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas
jari tangan pemeriksa diketuk mendadak dengan palu refleks.
Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan mulut atau
positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi
UMN akan terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.
6. Saraf abdusens (N. VI)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen
dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi
yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar
satu sama lain.
7. Saraf fasialis (N. VII)
Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah
(tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan :
Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut
unilateral dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi
pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik
Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus
sardonicus tremor dan seterusnya ).
Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
- Tes kekuatan otot
1) Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.
2) Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudioan
pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan
kekuatan kanan dan kiri.
3) Memperlihatkan gigi (asimetri)
4) Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5) meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-
masing.
6) Menarik sudut mulut ke bawah.
- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan
pada salah satu sisi lidah.
- Hiperakusis
Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka
suara-suara yang diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras
intensitasnya.
8. Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)
Ada dua macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan pendengaran dan
pemeriksaan fungsi vestibuler
1) Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari
adanya serumen atau obstruksi lainnya dan membrana timpani
untuk menentukan adanya inflamasi atau perforasi kemudian
lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik
arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli
saraf dengan tuli konduksi dipakai tes Rinne dan tes Weber.
Tes Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada
prosesus mastoideus, dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi
terdengar letakkan garpu tala tersebut sejajar dengan meatus
akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih terdengar
pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih
terdengar pada meatus akustikus eksternus. Keadaan ini disebut
Rinne negatif.
Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam
keadaan normal bunyi akan terdengar pada bagian tengah dahi pada
tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal pada tuli
konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.
2) Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan
berjalan lurus dengan mata tertutup, head tilt test (Nylen – Baranny,
dixxon – Hallpike) yaitu tes untuk postural nistagmus.
9. Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka
biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak /
keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas
bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi
palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula,
kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula terletak ke satu sisi
maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral
perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah
komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh
bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa
menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula
tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi
kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan
sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian
pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi
nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga
rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).
10. Saraf Asesorius (N. XI)
Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien mengangkat
bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan usahakan
untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar
kepalanya dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba
massa otot sternokleido mastoideus.
11. Saraf Hipoglosus (N. XII)
Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara; Inspeksi lidah dalam
keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi
(kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat
unilateral atau bilateral.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang
lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron
unilateral.
Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan
kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII disebut kelumpuhan
pseudobulbar.

D.KELAINAN YANG DAPAT MENIMBULKAN GANGGUAN PADA NERVUS


CRANIALIS.
1. Saraf Olfaktorius. (N.I)
Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan
berapa gangguan penciuman sering dan disebut anosmia, dan dapat
bersifat unilatral maupun bilateral. Pada anosmia unilateral sering
pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.
Proses penciuman dimulai dari sel-sel olfakrorius di hidung yang
serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di
dasar tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan
sepanjang perjalanan impuls penciuman akan mengakibatkan anosmia.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:
- Agenesis traktus olfaktorius
- Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal
- Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya penciuman, tetapi pada
rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik
penciuman dapat hilang untuk seterusnya.
- Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.
- Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi “countre
coup”, biasanya disebabkan karena jatuh pada belakang kepala.
Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan satu-satunya
bukti neurologis dari trauma vegio orbital.
- Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput
otak didekatnya.
- Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma
sulkus olfaktorius (fossa etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias
berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan gangguan kepribadian
jenis lobus orbitalis. Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga
dapat merusak penciuman.
- Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya
(tumor intrinsik atau ekstrinsik).
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang
sebaliknya, dia mungkin mengeluh tentang rasa pengecapan yang
hilang, karena kemampuannya untuk merasakan aroma, suatu sarana
yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.
2. Saraf Optikus (N.II)
Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan
penglihatan. Gangguan penglihatan dapat dibagi menjadi gangguan
visus dan gangguan lapangan pandang. Kerusakan atau terputusnya
jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan
dapat terjadi langsung pada nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang
jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus optikus, radiatio optika,
kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan dapat berakhir
dengan kebutaan.
Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah
untuk buta ialah anopia atau anopsia. Apabila lapang pandang kedua
mata hilang sesisi, maka buta semacam itu dinamakan hemiopropia.
Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang
mencerminkan lesi pada susunan saraf optikus. Perubahan tersebut
seperti tertera pada gambar 1.
Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
a. Trauma Kepala
b. Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma,
astrositoma)
c. Kelainan pembuluh darah
Misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera
oftalmika dapat ikut tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta
ipsilateral.
d. Infeksi.
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:
 Papiledema (khususnya stadium dini)
Papiledema ialah sembab pupil yang bersifat non-infeksi dan
terkait pada tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat
disebabkan oleh lesi desak ruang, antara lain hidrocefalus,
hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis
vena sentralis retina.
 Atrofi optik
Dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus,
glaukoma, iskemia, famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit
leber, ataksia friedrich.
e. Neuritis optik.
3. Saraf Okulomotorius (N.III)
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata
tidak bisa bergerak ke medial, ke atas dan lateral, kebawah dan keluar.
Juga mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis untuk kontriksi pupil
dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga
menpersarafi otot kelopak mata untuk membuka mata, sehingga kalau
lumpuh, kelopak mata akan jatuh ( ptosis)
Kelumpuhan okulomotorius lengkap memberikan sindrom di bawah ini:
a. Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak
adanya perlawanan dari kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi
oleh saraf fasialis.
b. Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral, karena
tak adanya perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus
superior.
c. Pupil yang melebar, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.
Jika seluruh otot mengalami paralisis secara akut, kerusakan
biasanya terjadi di perifer, paralisis otot tunggal menandakan bahwa
kerusakan melibatkan nukleus okulomotorius.
Penyebab kerusakan diperifer meliputi; a). Lesi kompresif seperti
tumor serebri, meningitis basalis, karsinoma nasofaring dan lesi
orbital. b). Infark seperti pada arteritis dan diabetes.
4. Saraf Troklearis (N. IV)
Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata
tidak bisa bergerak kebawah dan kemedial.
Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit
lebih tinggi daripada mata yang lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke
medial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan kecuali
paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering
disebabkan oleh trauma, biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.
5. Saraf Abdusens (N. VI)
Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak
bisa bergerak ke lateral, ketika pasien melihat lurus ke atas, mata yang
sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika pasien
melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke
atas karena predominannya otot oblikus inferior.
Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata
tampak melihat lurus keatas dan tidak dapat digerakkan kesegala arah
dan pupil melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia
totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan
nuklear. Penyebab paling sering dari paralisis nukleus adalah
ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan tumor.
Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer
adalah meningitis, sinusistis, trombosis sinus kavernosus, anevrisma
arteri karotis interva atau arteri komunikantes posterior, fraktur basis
kranialis.
6. Saraf Trigeminus (N. V)
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus
antara lain : Tumor pada bagian fosa posterior dapat menyebabkan
kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda
dini.
Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia
trigeminal atau tic douloureux yang menyebabkan nyeri singkat dan
hebat sepanjang percabangan saraf maksilaris dan mandibularis dari
nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab
tersering dari neurolgia trigeminal dicetuskan oleh pembuluh darah.
Paling sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks saraf
paling proksimal yang masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan
gangguan berupa trismus, yaitu spasme tonik dari otot-otot pengunyah.
Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak
bisa membuka mulutnya.
7. Saraf Fasialis (N. VII)
Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:
Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.
Lesi LMN :
Penyebab pada pons, meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan
meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bell’s palsy, fraktur,
sindroma Rumsay Hunt, dan otitis media.
Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain
Barre, mononeuritis multipleks, dan keganasan parotis bilateral.
Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat
terjadi pada lesi telinga tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus
lingualis, tetapi ini sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot
wajah, kelopak mata tidak bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah,
gangguan rasa pengecap di bagian belakang lidah serta gangguan
pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis
mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan
hilangnya lipatan hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi
yang sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan.
Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak mata tidak
bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di
kelopak mata bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.
8. Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan
pendengaran dan keseimbangan (vertigo).
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara
lain:
Gangguan pendengaran, berupa :
 Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor, misal neuroma akustik.
Degenerasi misal presbiaksis. Trauma, misal fraktur pars petrosa os
temporalis, toksisitas misal aspirin, streptomisin atau alkohol, infeksi
misal, sindv rubella kongenital dan sifilis kongenital.
 Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media,
otoskleroris dan penyakit Paget.
 Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler
 Pada labirin meliputi penyakit meniere, labirinitis akut, mabuk
kendaraan, intoksikasi streptomisin.
 Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah
neuronitis vestibularis.
 Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor
ventrikel IV demielinisasi.
 Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.
9. Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)
Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X
dapat mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang berisiko
terjadinya aspirasi paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia
aspirasi, sepsis dan adult respiratory distress syndome (ARDS) kondisi
demikian bisa berakibat pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X
menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah dan lumpuh.
Cairan atau makanan tidak dapat ditelan ke esofagus melainkan bisa
masuk ke trachea langsung ke paru-paru.
Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain :
 Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X)
 Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla oblongata)
 Pasca operasi trepansi serebelum
 Pasca operasi di daerah kranioservikal
10. Saraf Asesorius (N. XI)
Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius)
dan otot leher (otot sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu
yang turun sebelah serta kelemahan saat leher berputar ke sisi
kontralateral.
Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf,
tumor dan iskemia akibatnya persarafan ke otot trapezius dan otot
stemokleidomastoideus terganggu.
11. Saraf Hipoglossus (N. XII)
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang
otak, kelainan pembuluh darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan
tersebut dapat menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan
dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan
makanan dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan bicara
(disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah tertarik ke belakang.
Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau
mengangkat lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok kearah
sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke sisi yang
sehat di dalam mulut.
Technorati Tags: Nervus kranialis, Nervus Cranialis, fasialis, olfaktorius,
vestibulokoklearis

You might also like