You are on page 1of 74

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit,

utamanya penyakit infeksi (Notoatmodjo S, 2003 : 2004). Salah satu penykit

infeksi pada balita adalah diare dan ISPA (Soetjiningsih, 2005 : 155). Diare

lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuh balita yang masih

lemah sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran virus penyebab diare

(http://G//dkk%20tangani%20diare.htm. Diakses tanggal 27 Mei 2009).

Sampai saat ini penyakit diare merupakan masalah kesehatan di Indonesia,

baik ditinjau dari angka kesakitan dan kematian yang ditimbulkannya

(Depkes RI, 2007 : 1).

Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan

tertinggi pada anak, terutama pada balita. Menurut Parashar tahun 2003, di

dunia terdapat 6 juta balita yang meninggal tiap tahunnya karena penyakit

diare. Dimana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang

termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007 : 10). Menurut Survei Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, di Indonesia penyakit diare menempati

urutan kedua dari penyakit infeksi (www.compas.com. Diakses tanggal 26

Mei 2009). Angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2006 adalah 43,2%

dari semua golongan umur dan secara proporsional 55% terjadi pada golongan

balita (Depkes RI, 2007 : 1). Hasil survei pemerintah Jawa Timur

terdapat 346.207 balita menderita diare dan 41,33% balita yang baru bisa

1
ditangani (DinKes Jatim, 2006). Tahun 2007 di Jawa Timur diare merupakan

penyakit dengan frekuensi KLB terbanyak kelima (DinKes Jatim, 2008).

Sedangkan di Kabupaten Bojonegoro tahun 2007 diare merupakan penyakit

dengan frekuensi KLB terbanyak ketiga (Profil Kesehatan Bojonegoro

tahun 2008). Berdasarkan penetapan Departemen Kesehatan angka kesakitan

diare tahun 2008 adalah 10% dan angka kejadian diare pada balita di

Kabupaten Bojonegoro tahun 2008 adalah 11,99%. Dari laporan diare tahun

2008 di Puskesmas Trucuk jumlah balita yang diare sebanyak 285 (15,93%)

dari 1.789 balita. Dan di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk pada tahun 2008

jumlah balita yang diare adalah 56 (12,25%) dari 457 balita.

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya diare adalah faktor

lingkungan, praktik penyapihan yang buruk dan malnutrisi. Diare dapat

menyebar melalui praktik-praktik yang tidak higienis seperti menyiapkan

makanan dengan tangan yang belum dicuci, setelah buang air besar atau

membersihkan tinja seorang anak serta membiarkan seorang anak bermain di

daerah dimana ada tinja yang terkontaminasi bakteri penyebab diare

(Ramaiah S, 2000 : 17). Perilaku ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah

makanan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang cara pengolahan

dan penyiapan makanan yang sehat dan bersih (http://G//penyebab_diare.htm.

Diakses tanggal 30 Mei 2009). Pengetahuan dan kesadaran orang tua terhadap

masalah kesehatan balitanya tentu sangat penting agar anak yang sedang

mengalami diare tidak jatuh pada kondisi yang lebih buruk

(http://www.rehidrasidantindakanpentingatasidiare.com. Diakses tanggal 01

2
Juni 2009). Dampak yang ditimbulkan dari diare adalah terjadinya kekurangan

cairan atau dehidrasi, gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)

yang secara klinis berupa pernafasan kussmaul, gangguan gizi akibat muntah

dan gangguan sirkulasi darah yang dapat berupa renjatan hipovolemik

(Mansjoer A, 2005 : 502). Dehidrasi dan malnutrisi adalah akibat yang paling

berat dari diare, keduanya dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat

jika tidak diobati dengan benar (Ramaiah S, 2000 : 23).

Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian diare, pemerintah

melalui Dinas Kesehatan melakukan beberapa upaya : 1) Meningkatkan

kualitas dan kuantitas tatalaksana diare melalui pendekatan Menejemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan perkembangan Pojok Oralit,

2) Mengupayakan tatalaksana penderita diare di rumah tangga secara tepat dan

benar, 3) Meningkatkan upaya pencegahan melalui kegiatan KIE,

4) Meningkatkan sanitasi lingkungan, 5) Meningkatkan kewaspadaan dini dan

penanggulangan kejadian luar biasa diare (DepKes RI, 2000 : 6-7). Upaya

pencegahan diare meliputi : memberikan ASI, memperbaiki makanan

pendamping ASI, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan,

menggunakan jamban, membuang tinja bayi dengan benar dan memberikan

imunisasi campak karena pemberian imunisasi campak dapat mencegah

terjadinya diare yang lebih berat lagi (Depkes, 2007 : 59).

3
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut : “Apakah ada hubungan pengetahuan ibu balita

tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari

Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan ibu balita tentang

higiene makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari

Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan

balita di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro.

b. Mengidentifikasi kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari

Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro.

c. Menganalisis hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene

makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari

Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Sebagai pengalaman baru dalam melakukan penelitian dan dapat

mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dengan keadaan

yang ada di masyarakat.

4
2. Bagi orang tua responden

Dapat meningkatkan pemahaman ibu tentang higiene makanan dan

diare sehingga diharapkan angka kejadian diare pada balita dapat

berkurang.

3. Bagi tenaga kesehatan

Dapat memberikan gambaran informasi tentang permasalahan yang

terjadi pada balita sehingga lebih menggerakkan penyuluhan tentang

higiene makanan dan penyuluhan tentang diare dalam upaya peningkatan

pelayanan kesehatan pada balita.

4. Bagi institusi pendidikan

Dapat dipergunakan sebagai acuan atau studi banding dalam

penelitian mahasiswa selanjutnya tentang hubungan pengetahuan ibu balita

tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam hal ini akan dibahas mengenai konsep dasar pengetahuan, konsep

ibu balita, konsep higiene makanan, konsep balita dan konsep diare sebagai

acuan dalam pembuatan kerangka konseptual dan hipotesis dalam penelitian

yang berjudul “Hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan

dengan kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk

Kabupaten Bojonegoro”.

A. Konsep Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni : indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003 : 127).

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, kepandaian

(Depdikbud, 2007 : 1121).

Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab

pertanyaan “what” misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2005 : 3).

6
2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan (Notoatmodjo S, 2003 : 128-130), yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh

sebab itu “tahu” merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application).

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

Aplikasi dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,

7
rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang

lain.

d. Analisis (Analysis).

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain,

kemampuan analisis dapat dilihat penggunaan kata kerja dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan dan

sebagainya.

e. Sintesis (Synthesis).

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan suatu

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation).

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari

subjek penelitian atau responden.

3. Cara memperoleh pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi

dua (Notoatmodjo S, 2005 : 10-18), yakni :

8
a. Cara tradisional atau non ilmiah

1) Cara coba salah (trial and error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan,

bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba-coba ini

dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan

masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba

kemungkinan yang lain. Metode ini masih dipergunakan sampai

sekarang terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui

suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang

dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas tanpa terlebih

dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya. Baik

berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman adalah guru terbaik, maksudnya bahwa

pengalaman itu sumber pengetahuan dan pengalaman itu

merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

4) Melalui jalan pikiran

Berfikir induksi adalah pembuatan kesimpulan-kesimpulan

berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ditangkap oleh indera.

Kemudian disimpulkan kedalam suatu konsep yang

memungkinkan seseorang untuk memahami suatu gejala.

9
Sedangkan berfikir deduksi adalah proses berpikir berdasarkan

pada pengetahuan yang umum mencapai pengetahuan yang khusus.

b. Cara modern

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada

dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut “metode

penelitian ilmiah”, atau lebih populer disebut metodologi penelitian

(research methodology).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan diantaranya adalah :

a. Umur

Semakin cukup umur tingkat pematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir, belajar, bekerja sehingga

pengetahuanpun akan bertambah. Dari segi kepercayaan masyarakat,

seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya.

(Nursalam & Siti Pariani, 2001 : 134).

b. Pendidikan

Tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit memahami

pesan atau informasi yang disampaikan. Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga

banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Effendy N, 1998 : 248).

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga

perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap

berperan serta dalam pembangunan kesehatan.

(Nursalam & Siti Pariani, 2001 : 133).

10
Menurut Kuncoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam

dan Siti Pariani (2001 : 133), makin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak

pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang

akan menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai yang

baru diperkenalkan.

Tingkat pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,

pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar

merupakan tingkat pendidikan yang melandasi tingkat pendidikan

menengah, adapun bentuk pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar

(SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau bentuk lain yang

sederajat. Pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Atas

(SMA) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan

lanjutan pendidikan menengah adapun bentuk pendidikan tinggi

mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis

dan dokter yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi

(Standar Pendidikan Nasional, 2005 : 103).

c. Pengalaman

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman

itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan

oleh karena pengalaman yang diperoleh dapat memecahkan

permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.

(Notoatmodjo S, 2005 : 13).

11
B. Konsep Ibu Balita

Pengertian ibu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.

(Depdikbud, 2007 : 416).

Ibu adalah seorang yang telah melahirkan anak.

Ibu adalah sebutan untuk wanita yang sudah bersuami.

Ibu adalah panggilan lazim pada wanita yang sudah bersuami atau belum

yang umurnya lebih tua.

Pengertian balita menurut Djoko Wijono (2006 : 63) merupakan salah

satu periode usia manusia setelah bayi dan sebelum anak pra sekolah. Balita

dibedakan :

1. Bayi (0-12 bulan).

2. Anak balita (13-36 bulan).

3. Anak balita (37-60 bulan).

Pengertian ibu balita adalah seorang yang telah melahirkan dan

mempunyai anak balita.

C. Konsep Higiene Makanan

1. Pengertian

Kata higiene berasal dari bahasa Yunani yang berarti perawatan dan

pemeliharaan kesehatan (Widmer P, 2007 : 44).

Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan

berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan

(Purnawijayanti H.A, 2001 : 41).

12
Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat

gizi atau unsur ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi

oleh tubuh yang berguna lebih bila dimaksukkan dalam tubuh

(Almatsier S, 2001 : 3).

Higiene makanan adalah menjaga kebersihan tempat kerja, peralatan

dan bahan makanan mulai dari penyiapan, pengolahan sampai dengan

penyimpanannya (Widmer P, 2006 : 45).

2. Komponen pokok dalam higiene makanan

a. Faktor fisik

Bangunan dan peralatan :

Lingkungan kerja harus memiliki pencahayaan yang baik,

ventilasi yang baik dan bersih (Motarjemi Y & Adams M, 2003 : 53).

Luas ventilasi minimal adalah 15-20% dari luas lantai

(Notoatmodjo S, 2003 : 151). Ruang penyimpanan makanan harus

bebas dari bau tak sedap, asap, debu dan jauh dari tempat pembuangan

sampah. Penyimpanan makanan dalam tempat yang tetutup rapat

merupakan pertahanan yang efektif untuk menghindari tumbuhnya

mikroba.

Peralatan masak harus tepat penggunaannya, dipelihara dengan

baik dan diperiksa dengan teratur untuk memastikan bahwa alat

tersebut berfungsi dengan baik (Motarjemi Y & Adams M, 2003 : 53).

b. Faktor operasional

Penanganan makanan secara higienis

Penanganan makanan secara higienis bertujuan untuk

menghindari kontaminasi terutama pada makanan matang atau siap

13
santap, makanan matang harus disimpan dengan baik dan terpisah dari

makanan mentah untuk menghindari kontaminasi silang.

Sebagian besar penanganan makanan secara higienis berkaitan

dengan pengaturan suhu yang tepat dalam pengolahan dan

penyimpanannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari suhu yang

memungkinkan tumbuhnya mikroba. Makanan matang harus disimpan

diluar zona suhu berbahaya (10-600C). Makanan yang mudah rusak

biasanya harus disimpan dalam lemari es pada suhu < 100C. Makanan

yang memang untuk dimasak harus dimasak dengan benar untuk

memastikan bahwa seluruh bagian mencapai 700C. Untuk makanan

yang disajikan dalam keadaan panas harus dipanaskan kembali sampai

suhu 700C sebelum dimakan.

(Motarjemi Y & Adams M, 2003 : 55).

c. Faktor personal

Higiene personal dan pelatihan

Penjamah makanan sering sekali dapat menjadi sumber utama

kontaminasi, sehingga tangan harus dicuci dengan teratur memakai

sabun dan air bersih serta mengalir, khususnya sebelum mengolah

makanan, setelah menggunakan kamar kecil atau membersihkan tinja

balita dan setelah memegang makanan mentah, sampah makanan atau

zat kimia, serta mencuci tangan anak sebelum memberinya makan.

Higiene personal yang terlibat dalam pengolahan makanan perlu

diperhatikan untuk menjamin makanan, disamping itu untuk mencegah

terjadinya penyebaran penyakit melalui makanan sebagai salah satunya

adalah penyakit diare (Purnawijayanti H.A, 2001 : 41).

14
3. Cara menjaga higiene makanan menurut WHO

a. Choose foods processed for safety (pilih makanan yang diolah demi

keamanan).

Makanan harus diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Perlu

diingat bahwa makanan yang mengalami pengolahan lebih aman serta

memperpanjang waktu penyimpanannya. Untuk makanan tertentu yang

harus dikonsumsi dalam keadaan alami dan mentah seperti sayur dan

buah harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.

b. Cook food throughly (masak makanan dengan seksama)

Makanan mentah dapat terkontaminasi mikroba penyebab

penyakit. Pengolahan makanan yang baik dan benar mampu

membunuh patogen, saat memasak seluruh bagian makanan harus

mencapai sedikitnya 700C. Waktu yang diperlukan untuk memasak

daging sekitar 2-3 jam, unggas ½ - 1 jam, ikan 15-30 menit, sayur 5-15

menit (Paath E.F, 2004 : 117).

c. Eat cooked foods immediately (makan makanan matang dengan

segera).

Mikroba dapat berkembangbiak pada makanan matang menjadi

dingin karena suhu kamar. Agar aman, makanan matang harus segera

dimakan setelah selesai dimasak karena semakin lama makanan

didiamkan maka semakin besar pula resiko berkembangbiaknya

mikroba.

15
d. Store cooked food carefully (simpan makanan matang dengan

hati-hati).

Apabila harus menyiapkan masakan jauh sebelumnya dan ingin

menyimpan sisanya maka pastikan menyimpannya baik dalam kondisi

panas (suhu mendekati atau melebihi 600C) maupun dingin (suhu

mendekati atau dibawah 100C). Ini sangat penting jika berencana

menyimpan makanan lebih dari 4 atau 5 jam. Sedangkan untuk

makanan mentah yang mudah rusak sebaiknya disimpan dalam lemari

es (Juwono L, 2003 : 74).

e. Reheat cooked foods thoroughly (panaskan kembali makanan matang

dengan seksama)

Pemanasan ulang yang baik adalah apabila seluruh bagian

makanan mencapai minimal 700C. Tindakan ini merupakan

perlindungan untuk mengurangi jumlah mikroba yang mungkin

berkembang selama penyimpanan.

f. Avoid contact between raw foods and cooked foods (hindari kontak

antara makanan mentah dan makanan matang)

Makanan matang yang aman dapat terkontaminasi bahkan

melalui kontak yang sedikit saja dengan makanan mentah.

Kontaminasi bisa terjadi tanpa kita ketahui, contoh pisau dan telenan

yang digunakan untuk memotong daging ayam mentah jangan

digunakan untuk memotong daging burung yang sudah matang tanpa

16
dicuci terlebih dahulu. Jika tidak dicuci, tindakan tersebut dapat

memasukkan kembali mikroba penyebab penyakit.

g. Wash hands repeatedly (cuci tangan berulang kali)

Mencuci tangan merupakan kegiatan ringan dan sering

disepelekan, tetapi kegiatan ini cukup efektif dalam upaya mencegah

kontaminasi pada makanan. Mencuci tangan dengan sabun dan diikuti

pembilasan dengan air mengalir akan menghilangkan partikel kotoran

yang banyak mengandung mikroba. Pada prinsipnya mencuci tangan

dilakukan setiap saat dan setelah tangan menyentuh benda-benda yang

dapat menjadi sumber kontaminan atau cemaran.

h. Keep all kitchen surfaces meticulously clean (jaga kebersihan seluruh

permukaan dapur)

Setiap permukaan yang digunakan untuk menyiapkan makanan

harus dijaga tetap bersih, peralatan yang digunakan dalam pengolahan

makanan harus dicuci dengan air dan deterjen.

(Motarjemi Y & Adams M, 2003 : 46).

i. Protect food from insects, rodents and other animals (lindungi

makanan dari serangga, binatang pengerat dan binatang lain)

Binatang seperti serangga, tikus atau binatang lainnya sering kali

membawa mikroba patogen yang membawa penyakit. Menyimpan

makanan dalam tempat tertutup merupakan perlindungan yang paling

baik.

17
j. Use safe water (gunakan air yang aman)

Air untuk menyiapkan makanan sama pentingnya dengan air

untuk diminum, maka rebuslah air terlebih dahulu sebelum

menambahkannya dalam makanan. Air yang digunakan untuk

menyiapkan makanan, utamanya makanan bayi dan balita harus

diperhatikan kebersihan dan keamanannya. Tempat penampungan air

untuk minum maupun untuk menyiapkan makanan harus tertutup dan

terlindungi dari binatang, debu dan kotoran (Juwono L, 2003 : 75).

4. Cara menjaga higiene makanan balita

Balita lebih mudah terkena diare daripada anak-anak dan orang

dewasa karena mereka yang diberi susu botol atau yang telah mendapatkan

makanan tambahan belum dapat menjaga kebersihan dan menyiapkan

makanannya sendiri, sehingga kualitas makanan dan minuman tergantung

pada ibu sebagai pengasuh utama. Perilaku ibu dalam menjaga kebersihan

dan mengolah makanan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang

cara pengolahan dan penyimpanan makanan yang higienis.

Patogen penyebab diare terdapat dalam tinja manusia dan hewan

serta mudah ditularkan kepada balita maupun anak. patogen diare dapat

ditemuakan dalam tanah, makanan, air, peralatan makan maupun masak

serta menempel pada tangan sehingga bahan makanan, peralatan masak

dan makan utamanya sampai dengan penyiapan pengolahan dan

penyimpanan makanan harus dijaga agar tetap bersih dan aman

(Juwono L, 2003 : 70).

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga higiene makanan

balita adalah sebagai berikut :

18
a. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum menyiapkan

makanan.

b. Menggunakan bahan makanan yang segar untuk diolah.

c. Bahan makanan harus dicuci terlebih dahulu sebelum diolah.

d. Peralatan untuk mengolah makanan harus bersih dan selalu dicuci

setelah dipakai.

e. Peralatan makan balita termasuk piring, sendok dan gelas harus

disendirikan. Pada balita yang mendapat susu formula maka botolnya

harus direbus dalam air hangat.

f. Makanan yang dimasak harus segera diberikan dalam waktu 2 jam,

jika dibiarkan lebih lama maka panaskan kembali sampai mendidih.

g. Menutup makanan yang telah dimasak dan menyimpannya dengan

hati-hati.

h. Sedapat mungkin bahan makanan yang masih mentah dipisahkan

dengan makanan yang sudah dimasak.

i. Air yang digunakan harus direbus terlebih dahulu agar bersih dan

aman.

(Juwono L, 2003 : 74-75).

5. Tujuan penerapan higiene dalam penyiapan, pengolahan dan penyimpanan

makanan

a. Mencegah atau menghindarkan diri dari penularan infeksi terutama,

infeksi penyakit usus.

b. Menjamin keamanan dan kualitas makanan sehingga layak

dikonsumsi.

c. Mencegah keracunan dan kerusakan makanan akibat kontaminasi

mikroba yang beracun.

19
d. Makanan yang dikonsumsi lebih bergizi dan menyehatkan.

e. Mencegah efek yang lebih membahayakan pada penderita penyakit

kronis, akut atau penyakit lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang

tidak higienis .

(Purnawijayanti H.A, 2001 : 1).

6. Manfaat penerapan higiene makanan dalam kehidupan sehari-hari

a. Mengembangkan kebiasaan pola hidup bersih.

b. Mencegah terjadinya penyebaran penyakit yang menular melalui

makanan yang mengandung mikroba atau kuman penyebab infeksi.

c. Meningkatkan derajat kesehatan.

(Purnawijayanti H.A, 2001 : 50).

D. Konsep Balita

Pengertian :

Bawah lima tahun atau sering disingkat balita merupakan salah satu

periode usia manusia setelah bayi dan sebelum anak pra sekolah. Balita

dibedakan :

4. Bayi (0-12 bulan).

5. Anak balita (13-36 bulan).

6. Anak balita (37-60 bulan).

(Wijono Djoko, 2006 : 63).

E. Konsep Diare

1. Pengertian

Menurut Hidayat A.Alimul Aziz (2006 : 12) diare adalah suatu

keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya,

ditandai dengan peningkatan volume keenceran, serta frekuensi lebih

20
dari 3 kali sehari pada anak dan pada bayi lebih dari 4 kali sehari dengan

atau tanpa lendir darah.

Sedangkan diare menurut Ramaiah Savitri (2006 : 13) adalah salah

satu dari gangguan kesehatan yang lazim mempengaruhi banyak orang.

Diare didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana tinja cair dikeluarkan 3

kali atau lebih perhari.

Menurut Mansjoer A (2003 : 501), diare adalah buang air besar

dengan konsistensi encer atau cair dan lebih dari 3 kali sehari.

Diare menurut Ngastiyah (2005 : 224) adalah keadaan frekuensi

buang air besar lebih dari 4 kali sehari pada bayi dan lebih dari 3 kali

sehari pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat

pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.

2. Etiologi diare

a. Infeksi

1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang

merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi :

a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.

b) Inveksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,

Poliomyelitis) Adeno virus, Rotavirus,

Astrovirus.

c) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongy

loides), Protozoa (Entamoeba Histolytica,

Giardia Lamblia, Trichoirionas Hominis),

Jamur (Candida Albicans).

21
2) Infeksi parental ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan

seperti : Otitis Media Akut (OMA), Tonsillitis/Tonsilofaringitis,

Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini

terutama terjadi pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

b. Malabsorbsi

1) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa

dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan

galaktosa).

2) Malabsorbsi lemak.

3) Malabsorbsi protein.

d. Faktor makanan (makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan)

e. Faktor psikologis

Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang

lebih besar).

(Ngastiyah, 2005 : 143).

3. Patofisiologi

Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai

kemungkinan. Faktor diantaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat

diawali adanya mikroba atau kuman yang masuk dalam saluran

pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel

mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus selanjutnya

terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan

fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit atau juga dikatakan

bakteri akan menyebabkan sistem transporaktif dalam usus sehingga sel

mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit

meningkat. Kedua, faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam

22
melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat

sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat

meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi diare. Ketiga, faktor

makanan ini dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang

mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang

kemudian menyebabkan diare. Keempat, faktor psikologis yang dapat

mempengaruhi terjadinya peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi

proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.

(Hidayat A.Alimul Aziz, 2006 : 12).

4. Tanda dan gejala diare

a. Tanda-tanda diare

Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya

meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, tinja cair, warna

tinja makin lama kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu,

anus dan daerah sekitar lecet, ubun-ubun cekung, berat

badan menurun, muntah, selaput lendir mulut dan kulit kering

(Ngastiyah, 2005 : 145).

b. Gejala diare

Frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali perhari, bentuk cair

atau encer, tinja bercampur lendir atau darah.

(Hidayat A.Alimul Aziz, 2006 : 12).

5. Jenis diare

a. Diare akut

Adalah diare yang terjadi secara tiba-tiba pada bayi atau anak

yang sebelumnya sehat, kadang gejalanya bisa berlangsung antara 7-14

hari dan tinjanya berbentuk cair atau encer.

23
b. Diare kronis

Adalah diare yang berulang dan berlangsung lama, biasanya

disebabkan oleh gangguan pencernaan.

c. Diare persisten

Adalah diare yang disebabkan oleh infeksi, berlangsung lebih

dari 14 hari dan disertai penurunan berat badan, tinjanya berbentuk

encer dan disertai darah.

d. Disentri

Adalah diare yang ditandai adanya darah dalam tinja, biasanya

disertai kram perut, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan

sangat cepat.

(Ramaiah S, 2001 : 14-15).

6. Dampak diare

Dampak yang ditimbulkan dari diare adalah terjadinya kekurangan

cairan (dehidrasi), gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)

yang secara klinis berupa pernafasan kussmauI, hipoglikemia, gangguan

gizi dan gangguan sirkulasi darah yang dapat berupa renjatan hipovolemik.

Sebagai akibatnya kekurangan cairan (dehidrasi yang berlangsung

secara cepat, berat badan akan turun dalam waktu yang sangat singkat,

karena sebagian berat badan terdiri atas cairan). Tergantung kepada

banyak sedikitnya kehilangan berat badan, dehidrasi dibagi atas dehidrasi

ringan bila penurunan berat badan kurang dari 5% (rata-rata 4%), dehidrasi

sedang bila penurunan berat badan antara 5-10% (rata-rata 8%) dan

dehidrasi berat bila penurunan lebih dari 10% (rata-rata 11%).

(Soegijanto Soegeng, 2002 : 79-80).

24
Tanda-tanda klinis yang timbul apabila penderita jatuh kedalam

dehidrasi adalah :

a. Rasa haus.

b. Turgor dan tonus otot menurun.

c. Bibir dan mulut kering.

d. Mata cowong.

e. Air mata tidak keluar.

f. Ubun-ubun besar cekung.

g. Oliguria bahkan dapat anuria.

h. Tekanan darah rendah.

i. Takikardia.

j. Kesadaran menurun

7. Pencegahan diare

a. Memberikan ASI

ASI turut memberikan perlindungan terhadap terjadinya diare

pada balita karena antibodi dan zat-zat lain yang terkandung

didalamnya memberikan perlindungan secara imunologi.

b. Memperbaiki makanan pendamping ASI

Perilaku yang salah dalam pemberian makanan pendamping ASI

dapat menyebabkan resiko terjadinya diare sehingga dalam

pemberiannya harus memperhatikan waktu dan jenis makanan yang

diberikan.

Pemberian makanan pendamping ASI sebaiknya dimulai dengan

memberikan makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan dan dapat

diteruskan pemberian ASI, setelah anak berumur 9 bulan atau lebih,

tambahkan macam makanan lain dan frekuensi pemberikan makan

25
lebih sering (4 kali sehari). Saat anak berumur 11 tahun berikan semua

makanan yang dimasak dengan baik, frekuensi pemberiannya 4-6 kali

sehari.

c. Menggunakan air bersih yang cukup

Resiko untuk menderita diare dapat dikurangi dengan

menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari

kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanannya di rumah.

d. Mencuci tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan

yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.

e. Menggunakan jamban

Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar

dalam penurunan resiko penularan diare karena penularan kuman

penyebab diare melalui tinja dapat dihindari.

f. Membuang tinja bayi dengan benar

Membuang tinja bayi ke dalam jamban sesegera mungkin

sehingga penularan kuman penyebab diare melalui tinja bayi dapat

dicegah.

g. Memberikan imunisasi campak

Anak yang sakit campak sering disertai diare sehingga pemberian

imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare yang lebih parah

lagi (DepKes RI, 2007 : 59-62).

8. Penatalaksanaan diare

a. Mencegah dehidrasi

Pencegahan dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan

memberikan minum atau cairan yang lebih banyak, cairan yang

26
diberikan dapat berupa cairan rumah tangga misalnya air tajin, air sup,

air teh dan oralit. Pemberian oralit sebaiknya berdasarkan umur.

TABEL 1

KEBUTUHAN LARUTAN ORALIT BERDASARKAN UMUR

Umur Jumlah larutan oralit/hari


< 1 tahun 300 ml
1-4 tahun 600 ml
> 5 tahun 1.200 ml
Dewasa 2.400 ml

b. Mengobati dehidrasi

Pada penderita yang mengalami dehidrasi harus dibawa

ke petugas kesehatan atau pelayanan kesehatan terdekat untuk

mendapat pertolongan yang cepat dan tepat.

c. Memberikan ASI atau makanan

Pada bayi, ASI diberikan lebih sering daripada biasanya dan pada

anak yang telah mendapat makanan padat, maka makanan yang

diberikan harus berupa makanan yang mudah dicerna dan diberikan

dalam porsi sedikit tetapi sering. Tindakan ini bertujuan untuk

mencegah penurunan berat badan bayi atau anak.

d. Memberikan tablet zinc.

Tablet zinc berfungsi untuk mengurangi lama dan keparahan

diare, mengurangi frekuensi buang air besar dan volume tinja serta

menurunkan kekambuhan diare pada 3 bulan berikutnya. Dosis

pemberian zinc untuk anak kurang dari 6 bulan adalah 10 mg

(½ tablet) perhari. Sedangkan untuk anak lebih dari 6 bulan dosis yang

diberikan adalah 20 mg (1 tablet) perhari.

27
e. Mengobati masalah lain

Pada penderita diare yang disertai penyakit lain maka pengobatan

diberikan sesuai indikasi penyakit dan tetap megutamakan rehidrasi.

f. Memberikan nasehat kepada orang tua

Nasehat yang diberikan kepada orang tua atau pengasuh untuk

segera membawa balitanya kepada petugas kesehatan bila tidak

membaik dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut :

1) Buang air besar cair lebih sering.

2) Muntah berulang-ulang.

3) Rasa haus yang nyata.

4) Makan atau minum sedikit.

5) Demam.

6) Tinja berdarah.

(Depkes RI, 2007 : 12-14).

9. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare

Menurut Soegijanto Soegeng (2002), faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian diare diantaranya :

a. Sanitasi lingkungan.

Sanitasi adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu

keadaan yang baik dibidang kesehatan, terutama kesehatan

masyarakat (Depdikbud, 2008 : 996). Lingkungan adalah segala

sesuatu yang berada disekitar manusia serta pengaruh-pengaruh

luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia

(Effendy Nasrul, 1998 : 199). Sanitasi lingkungan adalah cara

menyehatkan lingkungan hidup yaitu tanah dan air.

28
Penduduk pedesaan di negara belum maju menggunakan air

yang tidak terlindung dari penyakit karena minimnya atau bahkan

belum tersediannya air bersih yang mencukupi kebutuhan

masyarakat, tidak memiliki tempat buang air besar yang memadai

serta pelayanan pengolahan tempat sampah (Dainur, 1995 : 23).

Yang dimaksud pengolahan sampah adalah meliputi pengumpulan,

pengangkutan sampai dengan pemusnahan atau pengolahan

sampah sedemikian rupa sehingga tidak menjadi gangguan

kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Higeien dan sanitasi yang

buruk akan mempermudah penularan diare baik melalui makanan

maupun air minum yang tercemar kuman penyebab diare

(Notoatmodjo, 2003 : 169).

b. Faktor gizi atau malnutrisi

Keadaan gizi yang buruk akan mempengaruhi lama dan

komplikasi diare. Balita dengan status kurang gizi akan mengalami

gangguan keseimbangan elektrolit sebagai dampak terjadinya dehidrasi

akibat diare selain itu akan mengalami penurunan berat badan akibat

buruknya penyerapan makanan pada usus (Ramaiah S, 2001 : 19).

c. Faktor pendidikan

Pengetahuan tentang masalah kesehatan akan berpengaruh pada

perilaku dalam menjaga kesehatan keluarga utamanya anak-anak

(Soegianto Soegeng, 2002 : 75). Pendidikan pada ibu dan pengasuh

akan berpengaruh pada pengetahuan tentang prinsip keamanan dan

higiene makanan. Hal ini sangat penting dalam pencegahan diare pada

balita (Motarjemi Y & Adams M, 2003 : 59).

29
d. Perilaku orang tua dan masyarakat

Kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan

makanan, setelah buang air besar atau membuang tinja anak

mempunyai dampak dalam kejadian diare karena kuman penyebab

diare dapat ditularkan melalui fekal oral misalnya jari-jari tangan yang

dimasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan

tinja misalnya air minum, makanan yang disiapak dalam panci yang

dicuci dalam air yang tercemar.

masyarakat yang mempunyai kebiasaan membuang tinja di

kebun, sawah atau sungai, minum air yang tidak dimasak, kebiasaan

tidak mencuci tangan serta melakukan pengobatan dan perawat dengan

cara yang tidak tepat dapat mempengaruhi berkembangnya penyakit

diare (Depkes, 2000 : 31).

e. Sosial ekonomi keluarga

Keadaan ekonomi yang rendah pada umumnya erat dengan

berbagai masalah kesehatan yang mereka hadapi, hal ini disebabkan

ketidakmampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

keluarga mereka terhadap gizi perumahan dan lingkungan yang tidak

sehat, pendidikan serta kebutuhan lainnya (Effendy Nasrul, 1998 : 39).

Kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan

pada anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua

untuk mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak,

cenderung memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin

pendidikan sehingga anak yang miskin memiliki angka kematian dan

kesakitan yang lebih tinggi terhadap penyakit seperti kurang gizi,

ISPA, diare, kolera, tipus dan sebagainya (Beharman, 1999 : 5009).

30
F. Kerangka Konseptual

Faktor-faktor yang mempengaruhi


Faktor-faktor yang kejadian diare :
mempengaruhi 1. Sanitasi lingkungan
pengetahuan : 2. Faktor gizi atau malnutrisi
1. Umur 3. Faktor pendidikan
2. Pendidikan 4. Perilaku orang tua dan
masyarakat
3. Pengalaman
5. Sosial ekonomi keluarga

Pengetahuan ibu balita tentang Diare


higiene makanan

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka konsep hubungan pengetahuan ibu balita tentang


higiene makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa
Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro.

Penjelasan kerangka konseptual :

Pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dapat dipengaruhi oleh

faktor-faktor yang meliputi umur, pendidikan dan pengalaman sedangkan

faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare meliputi sanitasi lingkungan,

faktor gizi atau malnutrisi, faktor pendidikan, perilaku orang tua dan

masyarakat dan sosial ekonomi keluarga. Penelitian ini difokuskan pada

hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian

diare pada balita.

31
G. Hipotesa

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pernyataan penelitian (Nursalam, 2003 : 57).

Hipotesa nol (H0) menyatakan tidak ada hubungan antara variabel yang

satu dengan yang lain.

Hipotesa alternatif (HA/H1) menyatakan ada hubungan antara variabel

yang satu dengan yang lain.

Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (H1) yaitu ada

hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian

diare pada balita.

32
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu

pengetahuan atau pemecahan suatu masalah (Notoatmodjo S, 2005 : 19). Pada bab

ini akan dibahas mengenai desain penelitian, populasi, sampel, besar sampel dan

sampling, kriteria sampel, variabel penelitian, definisi operasional, lokasi dan

waktu penelitian, prosedur pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisa

data, etika penelitian serta jadwal penelitian .

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun

sedemikian rupa sehingga dapat menuntun penelitian untuk dapat memperoleh

jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Sastroasmoro S, 2008 : 93).

Dalam hal ini metode penelitian yang digunakan adalah metode analitik

korelasional yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan untuk mencari,

menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan serta menguji berdasarkan teori

yang sudah ada. Penelitian korelasional bertujuan mengungkapkan hubungan

korelatif antar variabel (Nursalam, 2003 : 84).

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan case control dimana

peneliti melakukan pengukuran pada variabel dependent terlebih dahulu

sedangkan variabel independent ditelusuri secara retrospektif untuk

menentukan ada tidaknya faktor resiko (variabel independent) yang diduga

berperan (Sastroasmoro S, 2008 : 100).

33
Dalam penelitian ini desain penelitiannya bertujuan untuk mengetahui

hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian

diare pada balita di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten

Bojonegoro.

B. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Sampling

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo S, 2005 : 79).

Pada penelitian ini populasinya adalah semua ibu balita dan balita

yang tinggal di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro

pada bulan Januari-Mei 2009, yaitu sebanyak 300 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.

(Notoatmodjo S, 2005 : 79).

3. Besar sampel

Besar sampel adalah anggota yang akan dijadikan sampel

(Nursalam, 2003 : 154).

Rumus besar sampel untuk penelitian ini menurut Sastroasmoro

Sudigdo (2002 : 280) adalah :


2
 
 
Zα + Zβ 
n= +3
 1 1 + ρ  
 In  
 2 1 − ρ  

34
Keterangan :

Z½α = Adjusted SD untuk α uji 2 arah (α = 0,05, Z = 1,96).

Zβ = Adjusted SD untuk β (β = 0,20, Z = 0,84).

ρ = Koefisien korelasi antar variabel yang diharapkan, perkiraan

koefisien yang terjadi antara variable x dan y (diambil dari

koefisien korelasi terkecil,apabila tidak diketahui di

sarankan 0,30)

Berdasarkan data yang diperoleh maka didapat jumlah sampel.


2
 
 
 1,96 + 0,84 
n= +3
 1 1 + 0,3  
 In  
 2 1 − 0,3  
2
 2,8 
n=   +3
 0,30951

n = 81,84020 + 3

n = 84,84020

n = 85 responden.

Besar sampel pada penelitian ini adalah 85 ibu balita dan balita.

4. Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk

mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan setiap penelitian (Nursalam, 2005 : 93).

Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak

yaitu dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu bahwa

setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama

35
untuk diseleksi sebagai sampel. Untuk mencapai sampel ini, setiap elemen

diseleksi secara acak (random). Nomor responden ditulis pada secarik

kertas, dimasukkan ke dalam kotak, diaduk dan diambil secara acak sesuai

besarnya sampel (Notoatmodjo S, 2005 : 85).

C. Kriteria Sampel

Penentuan kriteria sampel membantu peneliti untuk mengurangi bias

pada hasil penelitian, khususnya jika terdapat variabel-variabel kontrol atau

perancu yang ternyata mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti.

1. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang akan diteliti (Nursalam, 2008 : 92).

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

a. Ibu balita dan balitanya yang pada saat dilakukan pengumpulan data

bertempat tinggal di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten

Bojonegoro pada bulan Januari-Mei 2009.

b. Ibu balita yang pada saat dilakukan pengumpulan data bertempat

tinggal di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro

bisa berkomunikasi, membaca dan menulis.

c. Ibu balita yang pada saat dilakukan pengumpulan data bertempat

tinggal di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro

bersedia diteliti dan menandatangani lembar persetujuan (informed

concent).

36
2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek

yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab

(Nursalam, 2008 : 92).

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

a. Ibu balita dan balitanya yang pada saat dilakukan pengumpulan data

tidak bertempat tinggal lagi di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk

Kabupaten Bojonegoro.

b. Ibu balita yang pada saat dilakukan pengumpulan data bertempat

tinggal di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro

tidak bisa membaca dan menulis.

c. Ibu balita yang pada saat dilakukan pengumpulan data bertempat

tinggal di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro

tidak bersedia diteliti dan menolak menandatangani lembar persetujuan

(informed concent).

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota

suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain

(Notoatmodjo S, 2005 : 70).

Pada penelitian ini ada dua variabel yaitu :

1. Variabel Independent (bebas)

Variabel Independent adalah variabel yang mempengaruhi variabel

tergantung atau variabel dependent (Notoatmodjo S, 2005 : 70).

37
Pada penelitian ini variabel independentnya adalah : ”Pengetahuan

ibu balita tentang higiene makanan”

2. Variabel dependent (tergantung)

Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

bebas atau variabel independent (Notoatmodjo S, 2005 : 70).

Pada penelitian ini variabel dependentnya adalah “Kejadian diare

pada balita”.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2008 : 106).

TABEL 2

DEFINISI OPERASIONAL HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG HIGIENE


MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BANJARSARI
KECAMATAN TRUCUK KABUPATEN BOJONEGORO

Definisi
Variabel Parameter Alat Ukur Skala Kategori
Operasional
Variabel Kemampuan 1. Pengertian Kuesioner Ordinal Pertanyaan 30 soal :
Independent ibu balita untuk higiene makanan. Benar = nilai 1
pengetahuan menjawab 2. Komponen Salah = nilai 0
ibu balita dengan benar pokok dalam Dengan kriteria
tentang higiene terhadap 30 higiene makanan. pengetahuan :
makanan. pertanyaan 3. Cara menjaga 1. Kurang, bila
tentang higiene higiene makanan jawaban benar
makanan. menurut WHO. < 17 soal
4. Cara menjaga (< 56%).
higiene makanan 2. Cukup, bila
balita jawaban benar
5. Tujuan 17-23 soal
penerapan higiene (56-75%).
makanan. 3. Baik, bila
6. Manfaat jawaban benar
penerapan higiene 24-30 soal
makanan. (76-100%).

38
Definisi
Variabel Parameter Alat Ukur Skala Kategori
Operasional
Variabel Keadaan yang 1. Diare jika Kuesioner Nominal Kode
dependent menyatakan terdapat gejala dan
Diare =1
kejadian diare frekuensi buang utama yaitu buang dokumentasi
pada balita. air besar lebih air besar lebih dari pada Tidak diare = 0
dari 3-4 kali 3-4 kali perhari, Buku KIA
perhari, tinja tinja berbentuk cair
berbentuk cair dengan atau tanpa
dengan atau disertai lendir.
tanpa disertai 2. Tidak
lendir diare jika tidak
berdasarkan terdapat gejala
kuesioner dan buang air besar 3-4
dokumentasi kali perhari dan
pada buku KIA. tinja berbentuk
lunak (normal
seperti biasa).

F. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Peneliti melakukan penelitian ini di Desa Banjarsari Kecamatan

Trucuk Kabupaten Bojonegoro.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Agustus 2009.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang dikumpulkan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2008 : 111).

Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dari data

primer dan data sekunder.

39
1. Data Primer

Data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara

langsung oleh peneliti (Budiarto E, 2001 : 5).

Data primer pada penelitian ini diperoleh peneliti pada tanggal 6 Juli

sampai dengan 15 Juli 2009, dengan cara peneliti mengikuti posyandu di

Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro dan untuk

responden yang tidak hadir maka peneliti mengadakan kunjungan rumah.

Sebelumnya peneliti mendapat rekomendasi dari institusi dan Badan

Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Mayarakat serta mendapatkan

ijin dari Kepala Puskesmas Trucuk, Bidan Desa Banjarsari dan Kepala

Desa Banjarsari kemudian peneliti melakukan pendekatan kepada

responden dengan memberikan penjelasan tentang manfaat dan tujuan

penelitian, selanjutnya untuk mendapatkan persetujuan dengan

menggunakan lembar persetujuan (informed concent) untuk menjadi

responden dan menandatanganinya bila bersedia sebagai responden.

Setelah itu peneliti memberikan lembar kuesioner kepada responden dan

menjelaskan petunjuk pengisian kuesioner, saat pengisiam kuesioner

peneliti bersama responden bisa bertanya kepada peneliti. Lembar

kuesioner dikumpulkan setelah responden menjawab semua pertanyaan.

Bila ada pertanyaan yang belum diisi maka dikembalikan kepada

responden untuk dilengkapi.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diinginkan diperoleh dari orang lain

atau tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti (Budiarto E, 2001 : 5).

40
Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari dokumentasi rekam

medik tentang riwayat penyakit diare yang pernah diderita oleh balita pada

buku KIA.

H. Alat Atau Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat-alat yang digunakan peneliti untuk

mengumpulkan data (Notoatmodjo S, 2005 : 48).

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini

adalah kuesioner dan dokumentasi buku KIA.

1. Kuesioner

Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang sudah tersusun baik atau

sudah matang dimana responden (dalam hal angket) dan interview

(dalam hal wawancara) tinggal memberikan jawaban atau dengan

memberikan tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo S, 2005 : 116). Dalam

penelitian ini macam kuesioner yang digunakan adalah open ended

question (pertanyaan terbuka) dari data umum dan closed ended question

(pertanyaan tertutup) dari data khusus. Pertanyaan terbuka (open ended

question) bentuk free response question yaitu pertanyaan memberikan

kebebasan kepada responden untuk menjawab, pertanyaan ini digunakan

untuk mendapatkan biodata responden. Pertanyaan tetutup (closed ended

question) berbentuk multiple choice dan dichotomy question. Untuk

pertanyaan yang berbentuk multiple choice yaitu pertanyaan yang

menyediakan beberapa alternatif jawaban dan responden hanya memilih

satu diantaranya yang sesuai dengan pendapatnya. Pertanyaan ini untuk

41
mendapatkan data pengetahuan ibu tentang higiene makanan. Sedangkan

untuk pertanyaan berbentuk dichotomy question yaitu pertanyan yang

hanya menyediakan 2 jawaban atau alternatif dan responden hanya

memilih satu diantaranya, pertanyaan ini digunakan untuk mengetahui

kejadian diare pada balita (Notoatmodjo S, 2005 : 125).

2. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara

mengambil data yang berasal darti dokumen asli tersebut dapat

berupa gambar, tabel atau daftar periksa dan film dokumenter

(Hidayat A.Alimul Aziz, 2007 : 8).

Dokumentasi pada penelitian ini adalah buku KIA. Buku KIA adalah

buku yang berisi catatan kesehatan ibu (hamil, bersalin dan nifas) dan anak

(bayi baru lahir, bayi dan anak balita) serta berbagai informasi tentang

riwayat penyakit yang pernah diderita, cara memelihara dan merawat

kesehatan ibu dan anak (DepKes RI, 2003 : 3).

Buku KIA ini dipakai untuk mendapatkan catatan riwayat penyakit

diare pada balita.

42
I. Teknik Pengolahan Data (Teknik Analisa Data)

Data yang terkumpul dari hasil kuesioner dan dokumentasi riwayat

penyakit diare berdasar buku KIA, kemudian diolah dengan tahap berikut :

1. Editing (pemeriksaan data)

Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan

data yang telah terkumpul juga memonitor jangan sampai terjadi

kekosongan data yang dibutuhkan.

2. Scoring (pemberian skor)

Pemberian skore atau nilai pada setiap kesimpulan kuesioner .

3. Coding (pemberian kode)

Pemberian kode pada setiap kesimpulan kuesioner.

4. Tabulating (penyusunan data)

Pengelompokan data berdasarkan karakteristik responden :

1. Variabel independent

Pengolahan data kuesioner yang berisi pertanyaan tentang higiene

makanan dilakukan dengan cara pemberian nilai atau skor :

Nilai 1 : jika jawaban benar.

Nilai 0 : jika jawaban salah.

Besarnya angka hasil perhitungan atau pengukuran diperoleh dengan

cara dijumlahkan kemudian dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan

sehingga diperoleh prosentase.

f
P= x 100%
n

43
Keterangan :

P : Prosentase.

f : Nilai yang diperoleh.

n : Frekuensi total atau keseluruhan

(Budiarto E, 2001 : 37).

Setelah prosentase diketahui, menurut Nursalam (2005 : 120)

kemudian hasilnya dikelompokkan pada kriteria :

a. Pengetahuan baik bila prosentasinya 76-100%.

b. Pengetahuan cukup bila prosentasinya 56-76%.

c. Pengetahuan kurang bila prosentasinya < 56%.

2. Variabel Dependent

Pengolahan data kuesioner untuk mengetahui kejadian diare pada

balita yang kemudian disesuaikan dengan data dokumentasi riwayat

penyakit diare pada buku KIA :

Kode 1 : jika diare.

Kode 0 : jika tidak diare.

Data yang telah terkumpul diperiksa ulang dengan tujuan untuk

mengetahui kelengkapan dan kebenarannya, kemudian ditabulasi dan

diprosentasekan dalam tabel distribusi frekuensi.

Uji statistik yang digunakan untuk menganalisa data adalah uji

statistik spearman’s rho karena salah satu variabelnya ordinal. Uji statistik

spearman’s rho digunakan untuk menghitung atau menentukan tingkatan

hubungan atau korelasi antar dua variabel, penelitian ini menggunakan

teknik komputerisasi SPSS 14 dengan kemaknaan ρ : 0,05 artinya

44
signifikan (ρ) dibawah atau sama dengan 0,05 maka HA diterima dan H0

ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang nyata

antara dua variabel yang diteliti.

6 ∑ D2
Rho xy = 1 −
N ( N 2 − 1)

Keterangan :

Rho xy : Koefisien korelasi tata jenjang atau rank spearman’s.

D : Difference atau beda (B).

N : Banyaknya subjek.

1 : Bilangan konstanta.

Untuk menghetahui keeratan hubungan dilakukan dengan koefisien

korelasi dimana interpretasi terhadap besarnya koefisien menurut Arikunto

Suharsimi (2006 : 276).

Tabel 3
Tabel interpretasi nilai r

Besarannya nilai r Interpretasi

Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Tinggi

Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Cukup

Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Agak rendah

Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah

Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Sangat rendah

45
J. Etika penelitian

Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data

menurut Nursalam (2008 : 114-115) dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu :

1. Prinsip manfaat

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan

kepada subjek khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

b. Bebas dari eksploitasi

Subjek dalam penelitian harus diyakinkan bahwa partisipasinya

dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan tidak akan

dipergunakan dalam hal-hal yang bisa merugikan subjek dalam

bentuk apapun.

c. Resiko (benefits ratio)

Peneliti harus secara hati-hati mempertimbangkan resiko dan

keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.

2. Prinsip menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity)

a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden

Subjek harus diperlakukan secara manusiawi, subjek mempunyai

hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupun

tidak, tanpa adanya sangsi apapun atau akan berakibat terhadap

kesembuhannya, jika mereka seorang pasien.

b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right

to full disclosure)

Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta

bertanggungjawab, jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek .

c. Informed consent

46
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang

tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk

berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed concent

juga perlu dicantumkan untuk mengembangkan ilmu.

3. Prinsip keadilan (Right to Justice)

a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)

Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan

sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi

apabila ternyata tidak bersedia atau dropped out sebagai responden.

b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)

Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang

diberikan harus dirahasiakan, untuk itu diperlukan adanya anonymity

(tanpa nama) dengan confidentiality (rahasia).

K. Jadwal Kegiatan Penelitian

TABEL 4
TABEL GANT’S CHART

Mei Juni Juli


No. Jenis Kegiatan
I II III IV I II III IV I II III IV
1 Pengajuan judul
2 Penyusunan proposal
3 Ujian Proposal
Pengambilan Data /
4
Penyusunan KTI
5 Penyusunan KTI
6 Ujian Sidang

47
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan menguraiakan tentang hasil dari pembahasan

penelitian yang telah dilaksanakan pada tanggal 23 Juni-23 Juli 2009 di Desa

Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro. Hasil penelitian disajikan

dalam bentuk tabel distribsui frekunsi serta keterangan singkat dibawahnya

untukmempermudah isi dari penelitian ini.

Pada penyajian ini dimulai dari diskriptif daerah penelitian dari hasil

penelitian yang disajikan dalam dua bentuk yaitu data umum dan data khusus.

Data umum mengenai karakteristik responden yaitu umur, pendidikan, jumlah

anak, umur balita dan jenis kelamin. Sedangkan data khusus mengenai

karakteristik pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan, kejadian diare pada

balita dan hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan

kejadian diare pada balita.

A. Gambaran Umum Desa

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk

Kabupaten Bojonegoro dengan batas wilayah :

a. Sebelah Utara : Desa Sendangrejo Kecamatan Parengan

Kabupaten Tuban

b. Sebelah Selatan : Kelurahan Banjarejo Kecamatan Bojonegoro

c. Sebelah Barat : Desa Sranak Kecamatan Trucuk

48
d. Sebelah Timur : Desa Menilo Kecamatan Soko Kabupaten Tuban

2. Data Demografi

Jumlah penduduk Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten

Bojonegoro adalah 7.025 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 3.350

jiwa dan penduduk perempuan 3.675 jiwa.

3. Sarana Pendidikan

a. Taman Kanak-Kanak : 2 unit

b. SD/MI : 3 unit

4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

a. Puskesmas Pembantu : 1 unit

b. Posyandu : 5 unit

5. Tenaga Kesehatan

a. Dokter : 2 orang

b. Bidan : 1 orang

c. Perawat : - orang

d. Kader : 21 orang

6. Mata Pencaharian

a. Petani : 977 orang

b. Tukang : 115 orang

c. Pedagang : 1584 orang

d. Swasta/wiraswasta : 59 orang

e. Pegawai Desa/Kelurahan : 10 orang

f. TNI/ABRI : 8 orang

g. PNS : 40 orang

49
B. Hasil Penelitian

Data hasil penelitian yang disajikan merupakan data yang diambil dari

ibu yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 85 orang.

1. Data Umum Responden

a. Umur ibu

Umur responden yang terpilih sebagai sampel pada penelitian ini rata-

rata berumur 28 tahun dengan responden termuda berumur 19 tahun

dan tertua berumur 42 tahun. Dengan melihat karakteristik umur

responden maka peneliti membagi responden dalam 8 kelompok

umur seperti pada tabel sebagai berikut :

TABEL 5

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN UMUR DI DESA


BANJARSARI KECAMATAN TRUCUK KABUPATEN
BOJONEGORO TAHUN 2009

No. Umur responden N P(%)


1. 19-21 10 11,8
2. 22-24 11 12,9
3. 25-27 17 20
4. 28-30 24 28,2
5. 31-33 10 11,8
6. 34-36 7 8,2
7. 37-39 5 5,9
8. 40-42 1 1,2
Jumlah 85 100
Sumber : Data primer tahun 2009

Berdasarkan tabel 5 dapat dijelaskan bahwa jumlah responden

yang paling banyak berumur 28-30 tahun yaitu berjumlah 24 orang

(28,2%) dan paling sedikit adalah jumlah responden yang

berumur 40-42 tahun yaitu berjumlah 1 orang (1,2%).

50
b. Umur balita

Umur responden (balita) yang terpilih sebagai sampel pada penelitian

ini rata-rata berumur 26 bulan dengan responden termuda berumur 4

bulan dan tertua berumur 60 bulan. Dengan melihat karakteristik umur

responden maka peneliti membagi responden dalam 7 kelompok

umur seperti pada tabel sebagai berikut :

TABEL 6

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN UMUR BALITA DI


DESA BANJARSARI KECAMATAN TRUCUK KABUPATEN
BOJONEGORO TAHUN 2009

No. Umur balita (bulan) N P(%)


1. 4-11 22 25,8
2. 12-19 21 24,7
3. 20-27 10 11,8
4. 28-35 5 5,9
5. 36-43 6 7,1
6. 44-51 14 16,5
7. 52-60 7 8,2
Jumlah 85 100
Sumber : Data primer tahun 2009

Berdasarkan tabel 6 di atas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar

balita berumur 4-11 bulan yaitu berjumlah 22 balita (25,8%).

51
c. Jenis kelamin

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin balita disajikan dalam

tabel berikut :

TABEL 7

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN JENIS KELAMIN


BALITA DI DESA BANJARSARI KECAMATAN TRUCUK
KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2009

No. Jenis kelamin N P(%)


1. Laki-laki 41 48,2
2. Perempuan 44 51,8
Jumlah 85 100
Sumber : Data primer tahun 2009

Berdasarkan tabel 7 di atas dapat dijelaskan sebagian besar balita

berjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 44 balita (51,8%).

d. Pendidikan

Distribusi responden berdasarkan pendidikan ibu balita disajikan

dalam tabel sebagai berikut :

TABEL 8

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN TINGKAT


PENDIDIKAN DI DESA BANJARSARI KECAMATAN TRUCUK
KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2009

No. Pendidikan N P(%)


1. SD/sederajat 35 41,3
2. SMP/sederajat 23 27
3. SMA/sederajat 26 30,5
4. Perguruan Tinggi 1 1,2
Jumlah 85 100
Sumber : Data primer tahun 2009

Berdasarkan tabel 6 di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah responden

yang paling banyak berpendidikan SD yaitu berjumlah 35 orang

52
(41,3%) dan jumlah responden yang paling sedikit berpendidikan

Tinggi yaitu berjumlah 1 orang (1,2%).

e. Jumlah anak

Distribusi responden berdasarkan jumlah anak (pengalaman) disajikan

dalam tabel sebagai berikut :

TABEL 9

DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN JUMLAH ANAK


(PENGALAMAN) DI DESA BANJARSARI KECAMATAN TRUCUK
KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2009

No. Jumlah anak N P(%)


1. 1 22 25,9
2. 2 30 35,3
3. 3 19 22,4
4. 4 11 12,9
5. >4 3 3,5
Jumlah 85 100
Sumber : Data primer tahun 2009

Berdasarkan tabel 7 di atas dapat dijelaskan bahwa responden

yang paling banyak mempunyai 2 anak yaitu berjumlah 30 orang

(35,3%) dan responden yang paling sedikit mempunyai > 4 anak yaitu

berjumlah 3 orang (3,5%).

2. Data Khusus Responden

Pada bagian ini akan disajikan hasil penelitian yang meliputi

distribusi pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan, kejadian diare

pada balita dan tabulasi silang pengetahuan ibu balita tentang higiene

makanan dengan kejadian diare pada balita.

53
a. Pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan di Desa Banjarsari

Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro

Distribusi responden sebanyak 85 orang berdasarkan

pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan disajikan dalam tabel

sebagai berikut :

TABEL 10

DISTRIBUSI PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG HIGIENE


MAKANAN DI DESA BANJARSARI KECAMATAN TRUCUK
KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2009

No. Pengetahuan N P(%)


1. Baik 26 30,6
2. Cukup 20 23,5
3. Kurang 39 45,9
Jumlah 85 100
Sumber : Data primer tahun 2009

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa responden yang

paling banyak mempunyai pengetahuan kurang yaitu berjumlah 39

orang (45,9%) dan yang paling sedikit mempunyai pengetahuan cukup

yaitu berjumlah 20 orang (23,6%).

b. Kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk

Kabupaten Bojonegoro

Distribusi responden sebanyak 85 orang berdasarkan Kejadian

diare pada balita disajikan dalam tabel sebagai berikut :

54
TABEL 11

DISTRIBUSI KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BANJARSARI


KECAMATAN TRUCUK KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2009

No. Kejadian diare pada balita N P(%)


1. Tidak diare 52 61,2
2. Diare 33 38,8
Jumlah 85 100
Sumber : Data primer tahun 2009

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat balita

yang mengalami diare sebanyak 33 balita (38,8%) dan balita yang

tidak diare sebanyak 52 balita (61,2%).

c. Tabulasi silang antara pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan

dengan kejadian diare pada balita makanan di Desa Banjarsari

Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro

Distribusi hasil tabulasi silang antara pengetahuan ibu balita

dengan kejadian diare pada balita disajikan dalam tabel berikut :

TABEL 12

TABULASI SILANG ANTARA PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG


HIGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA
DI DESA BANJARSARI KECAMATAN TRUCUK
KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2009

Pengetahuan ibu balita tentang


Kejadian diare Higiene makanan Jumlah
No.
pada balita Baik Cukup Kurang
n % n % n % n %
1. Tidak diare 24 92,3 16 80 12 30,8 52 61,2
2. Diare 2 7,7 4 20 27 69,2 33 38,8
Jumlah 26 100 20 100 39 100 85 100
Sumber : Data primer tahun 2009

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa responden

dengan pengetahuan baik mempunyai balita yang tidak diare sebanyak

55
24 balita (92,3%) dan responden dengan pengetahuan kurang

mempunyai balita yang diare sebanyak 27 balita (69,2%).

Dengan menggunakan analisis uji spearman’s rho dengan taraf

signifikan 5% dan df : 1, didapatkan ρ : 0,000 (ρ < 0,01). Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu balita

tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa

Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro. Sedangkan nilai

koefisien korelasi 0,568 berarti kekuatan korelasi antara pengetahuan

ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita

adalah agak rendah.

C. Pembahasan

Pada bagian ini peneliti akan menjawab masalah penelitian apakah ada

hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian

diare pada balita. Pembahasan ini dilakukan pada masing-masing variabel

yaitu pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dan kejadian diare pada

balita.

1. Pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan balita di Desa

Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Banjarsari

Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro yang dapat dilihat pada tabel

10 dari 85 responden diperoleh sebanyak 39 orang (45,9%) bahwa

sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang tentang higiene makanan.

56
Menurut Notoatmodjo S (2003), pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang. Sedangkan menurut Nursalam dan Siti Pariani (2001), faktor-

faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah umur, pendidikan dan

pengalaman.

Pendapat diatas sesuai dengan keadaan ibu balita di Desa Banjarsari

Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro bahwa sebagian besar ibu

balita mempunyai pengetahuan yang kurang tentang higiene makanan. Hal

ini disebabkan karena umur, pendidikan dan pengalaman ibu.

Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 5 tentang

distribusi responden berdasarkan umur. Dapat dilihat bahwa sebagian

besar responden di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten

Bojonegoro berumur 28-30 tahun yaitu berjumlah 24 orang (28,2%).

Menurut pendapat Nursalam dan Siti Pariani (2001), bahwa semakin

cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan akan lebih matang dalam

berpikir dan bekerja sehingga pengetahuan pun akan bertambah.

Pendapat Nursalam dan Siti Pariani di atas tidak sesuai dengan

keadaan ibu balita yang ada di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk

Kabupaten Bojonegoro bahwa sebagian besar responden berumur 28-30

tahun dimana usia ini merupakan usia dewasa muda yang memiliki tingkat

kematangan yang baik dalam berpikir. Sehingga pengetahuan merekapun

bertambah banyak dengan bertambahnya pengetahuan seseorang ibu

mampu melakukan hal yang terbaik untuk anaknya diantaranya adalah

57
cara menjaga higiene makanan. Faktor umur bukan satu-satunya faktor

yang mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang higiene makanan

karena pengetahuan seseorang juga dipengaruhi oleh pendidikan dan

pengalaman.

Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 8 tentang

distribusi pengetahuan berdasarkan pendidikan dapat dilihat baahwa

sebagian besar responden di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk

Kabupaten Bojonegoro berpendidikan SD/sederajat yaitu berjumlah 35

orang (41,3%).

Menurut Nursalam dan Siti Pariani (2001), bahwa makin tinggi

pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin

banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang

kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-

nilai yang baru diperkenalkan. Sedangkan menurut Nasrul Effendy (1998),

tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit memahami pesan atau

informasi yang disampaikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan

yang dimiliki.

Di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro

bahwa sebagian besar ibu balita berpendidikan SD/sederajat kondisi ini

sesuai dengan pernyataan di atas. Mereka beranggapan setelah lulus SD

mereka sudah cukup memperoleh bekal ilmu untuk membaca dan menulis

saja selain itu mereka tidak mempunyai kesempatan untuk melanjutkan

58
sekolah karena harus bekerja untuk mendapatkan uang. Tingginya biaya

pendidikan juga merupakan kendala bagi sebagian besar masyarakat yang

tergolong miskin karena orang tua tidak mampu membiayai pendidikan

anak-anaknya dan cenderung menikahkan anak perempuan mereka

daripada menyekolahkanya. Dengan bekal tingkat pendidikan SD/sederajat

maka informasi yang diperoleh semakin sedikit karena mereka sulit

menerima atau memahami informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan

baik melalui penyuluhan ataupun iklan-iklan di media massa dan

sebaliknya semakin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah

menerima informasi yang disampaikan.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat pada tabel 9 tentang

distribusi responden berdasarkan pengalaman (jumlah anak),

dapat dilihat bahwa sebagian besar responden di Desa Banjarsari

Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro mempunyai 2 anak yaitu

berjumlah 30 orang (35,3%).

Menurut Notoatmodjo S (2005) bahwa pengalaman merupakan

sumber pengetahuan atau pengalaman merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan oleh karena pengalaman yang

diperoleh dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.

Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian di Desa Banjarsari

Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro, karena sebagian besar ibu

balita masih mempunyai 2 anak sehingga mereka mempunyai pengalaman

dimasa lalu dalam menjaga dan merawat anak-anak mereka. Pengetahuan

59
yang diperolah dimasa lalu dijadikan sebagai pedoman agar kesalahan-

kesalahan dalam menjaga dan merawat anak yang pertama baik itu dalam

hal higiene makanan ataupun masalah kesehatan lainnya tidak terulang

lagi pada anak yang berikutnya. Pengalamana seseorang bukanlah menjadi

satu-satunya faktor yang mempengaruhi sedikit atau banyaknya

pengetahuan seseorang tentang higiene makanan karena umur dan

pendidikan seseorang juga mempengaruhi pengetahuan.

2. Kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk

Kabupaten Bojonegoro

Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 11 tentang

kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk

Kabupaten Bojonegoro didapatkan sebagian besar balita responden

menderita diare sebanyak 33 balita (38,8%) dan yang tidak diare

sebanyak 52 balita (61,2%).

Menurut Lilian Juwono (2003) balita lebih mudah terkena diare

daripada anak-anak dan orang dewasa karena mereka yang diberi susu

botol atau yang telah mendapatkan makanan tambahan belum dapat

menjaga kebersihan dan menyiapkan makanannya sendiri, sehingga

kualitas makanan dan minuman tergantung pada ibu sebagai pengasuh

utama. Perilaku ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah makanan

sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang cara pengolahan dan

penyimpanan makanan yang higienis.

60
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Desa Banjarsari Kecamatan

Trucuk Kabupaten Bojonegoro dimana balita belum mampu menjaga dan

menyiapkan makanannya sendiri sehingga tubuh balita sangat rentan untuk

terkena penyakit diare karena patogen penyebab diare dapat ditularkan

melalui makanan, air dan peralatan makan maupun masak.

3. Analisa hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan

balita dengan kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari

Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro

Berdasarkan analisa data hasil penelitian yang dilakukan di Desa

Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro dengan

menggunakan uji spearman’s rho didapatkan ρ : 0,00 (ρ < 0,05) dengan

nilai koefisien korelasi 0,568. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan

antara pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian

diare pada balita di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten

Bojonegoro dengan kekuatan korelasi antara pengetahuan ibu balita

tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita adalah agak

rendah.

Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penyebab diare.

Pengetahuan ibu tentang masalah kesehatan akan berpengaruh pada

perilaku ibu dalam menjaga kesehatan keluarga terutama anak-anak.

Pendidikan pada ibu tentang prinsip keamanan dan higiene makanan

sangat penting dalam pencegahan penyakit diare pada balita

(Soegiajanto Soegeng, 2002 dan Motarjemi Y, 2003).

61
Hal ini sesuai dengan pernyataan di atas bahwa rendahnya

pendidikan akan berdampak pada kurangnya pengetahuan ibu balita

tentang prinsip keamanan dan higiene makanan sehingga dapat

menyebabkan tingginy resiko terjadinya diare pada balita dan sebaliknya

semakin baik pengetahuan ibu tentabng prinsip keamanan dan higiene

makanan maka semakin rendah pula resiko terjadinya diare pada balita

sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu balita tentang higiene

makanan memiliki hubungan dengan kejadian diare pada balita.

62
BAB V

PENUTUP

Dalam bab ini akan membahas kesimpulan hasil penelitian hubungan

pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita

di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro secara sistematis

serta dikemukakan saran-saran yang berkaitan dengan hasil penelitian berupa

pemecahan masalah yang dihadapi.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan serta tujuan penelitian

maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu balita

tentang higiene makanan dengan kejadian diare pda balita di Desa Banjarsari

Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro. Adapun kesimpulan tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Dari 85 responden yang diteliti sebagian besar responden masih

berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 39 responden (45,9%).

2. Dari 85 responden yang diteliti sebagian besar responden mengalami

diare yaitu sebanyak 33 responden (38,8%).

3. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang higiene

makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari

Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro.

63
B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka ada bebrapa upaya yang perlu

diperhatikan, diantaranya yaitu :

1. Bagi profesi bidan

Meningkatkan frekuensi penyuluhan tentang higiene makanan balita

dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya diare pada balita

serta mengoptimalkan pelayanan kesehatan baik untuk mencegah maupun

penanggulangan masalah diare pada balita.

2. Bagi puskesmas

Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan lebih memfungsikan

sarana dan prasarana yang tersedia dengan cara memberikan motivasi

melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), menyediakan brosur

tentang cara menjaga higiene makanan sehingga ibu lebih mudah dalam

memperoleh informasi, mengupayakan penyediaan oralit sebagai salah

satu upaya untuk mengobati penyakit diare serta bekerjasama dengan

lintas sektor lainnya yang terkait.

3. Bagi masyarakat di Desa Banjarsari

Meningkatkan kerjasama antara perangkat desa, masyarakat dengan

petugas kesehatan setempat dalam menyukseskan program-program yang

diadakan serta saling bekerjasama untuk meningkatkan kualitas keluarga.

4. Bagi responden

Diharapkan bagi orang tua khususnya ibu untuk meningkatkan

kesadarannya akan higiene makanan balita, karena daya tahan tubuh balita

64
yang msih lemah salah satunya adalah sistem saluran pencernaan yang

rentan terhadap bakteri penyebab penyakit sehingga higiene makanan

balita harus dijaga mulai dari penyiapan, pemasakan dan penyimpanannya

untuk mencegah terjadinya penyakit diare.

5. Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti berharap peneliti selanjutnya mampu melengkapi penelitian

ini sehingga menjadi lebih sempurna.

65
LEMBAR KUESIONER
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG HIGIENE
MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA
BANJARSARI KECAMATAN TRUCUK KABUPATEN BOJONEGORO

Tanggal diisi : …………………….


No. register : …………………….

DATA UMUM

Petunjuk Pengisian

Isilah biodata di bawah ini dengan jujur sesuai keadaaan sebenarnya.

Apabila kurang jelas tanyakan pada peneliti.

Biodata Reponden

1. Nama ibu (inisial) : …………………..

2. Umur : …………………..

3. Pendidikan terakhir : …………………..

4. Nama balita (inisial) : …………………..

5. Umur/tanggal lahir balita : …………………..

6. Jenis kelamin balita : …………………..

7. Jumlah anak : …………………..

66
DATA KHUSUS

Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Bacalah dengan teliti setiap item dan alternatif jawabannya.

2. Beri tanda silang (Χ) pada salah satu jawaban yang sesuai dengan

jawaban anda.

3. Baca kembali setelah anda menjawab semua pertanyaan agar tidak ada

pertanyaan yang terlewatkan untuk dijawab.

Pertanyaan variabel independent

Pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan

1. Suatu makanan dikatakan bersih dan aman (higienis) apabila menjaga

kebersihan mulai dari …..

a. Dapur (tempat kerja), peralatan dan bahan makanan.

b. Ruang makan saja.

c. Peralatan masak yang canggih.

2. Menjaga kebersihan (higiene) makanan dimulai dari tindakan menjaga

kebersihan ….

a. Saat pengolahan makanan saja.

b. Penyiapan, pengolahan sampai dengan penyimpanan makanan.

c. Saat memakannya saja.

3. Dapur yang digunakan untuk tempat memasak sebaiknya ?

a. Bersih, memiliki ventilasi dan pencahayaan yang baik.

b. Mewah.

c. Harus berlantai keramik.

67
4. Tempat yang baik untuk menyimpan makanan adalah …. ?

a. Di almari tertutup yang bebas debu dan bau tak sedap.

b. Di atas meja makan yang terbuka.

c. Di almari yang terbuka.

5. Peralatan masak dalam penggunaannya haruslah ?

a. Dibiarkan saja.

b. Peralatan yang modern.

c. Dicuci, dirawat dan disimpan dengan baik.

6. Cara menyimpan makanan matang dan makanan mentah yang benar

adalah ?

a. Disimpan secara terpisah dalam tempat yang tertutup.

b. Dicampur jadi satu.

c. Disimpan secara terpisah dalam tempat yang terbuka.

7. Menjaga kebersihan makanan dilakukan untuk ?

a. Menghindari penularan penyakit.

b. Mengawetkan makanan.

c. Menambah rasa nikmat makanan.

8. Makanan yang mudah rusak atau busuk sebaiknya disimpan ?

a. Di lemari es.

b. Di atas meja makan.

c. Di dalam almari makanan.

68
9. Tindakan yang harus dilakukan sebelum mengolah makanan adalah ?

a. Mencuci tangan.

b. Memakai pakaian koki masak.

c. Memakai sarung tangan.

10. Makanan yang aman bagi kesehatan adalah ?

a. Makanan yang diolah.

b. Makanan siap saji.

c. Makanan yang diberi bahan pengawet makanan.

11. Sayur dan buah yang akan dimakan (dikonsumsi) terlebih dahulu ?

a. Dibersihkan dan dicuci.

b. Disimpan dalam lemari es.

c. Tidak perlu dibersihkan atau dicuci.

12. Cara untuk membunuh kuman atau bakteri yang ada dalam bahan

makanan mentah adalah ?

a. Diberi bahan pengawet.

b. Direbus sampai mendidih.

c. Diberi pestisida (obat pembunuh serangga).

13. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk memasak sayuran adalah ?

a. 5-15 menit/sampai mendidih.

b. Sampai melebur menjadi satu dengan air.

c. Tidak dibatasi waktunya.

69
14. Untuk merebus daging sapi diperlukan waktu ?

a. Sampai daging menjadi terurai dan lembek.

b. 2-3 jam.

c. Seperlunya saja asal daging tidak keras untuk dimakan.

15. makanan yang harus disajikan dalam keadaan panas kemudian menjadi

dingin tindakan yang harus dilakukan sebelum menyajikannya kembali

adalah ?

a. Langsung dikonsumsi.

b. Dipanaskan kembali.

c. Disimpan saja.

16. Waktu yang baik untuk menyantap makanan matang adalah ?

a. Segera setelah dimasak (sebelum 2 jam).

b. Setiap saat sesuai selera.

c. Setelah menjadi basi.

17. Telenan yang digunakan untuk memotong daging ayam mentah,

sebelum digunakan untuk memotong daging burung yang sudah

matang haruslah ….

a. Langsung dipakai lagi.

b. Dicuci terlebih dahulu.

c. Cukup dilap dengan kain.

70
S

18. Cara mencuci tangan yang baik adalah ?

a. Cukup dicelup saja dalam air.

b. Tangan cukup dilap dengan tissue atau kain.

c. Menggunakan sabun dan membilas dengan air mengalir.

19. Sebelum meyiapkan makanan balita hal yang harus dilakukan adalah ?

a. Menidurkan balita .

b. Menggendong balita.

c. Mencuci tangan.

20. Air yang digunakan untuk mencuci tangan adalah ?

a. Air bersih dan mengair.

b. Air dalam baskom.

c. Air mineral/air minum kemasan.

21. Peralatan makan untuk balita harus ?

a. Bersih dan selalu dicuci.

b. Selalu baru.

c. Berbentuk lucu dan menarik.

22. Agar serangga, lalat atau binatang lainnya tidak menghinggapi

makanan maka makanan harus disimpan ?

a. Dalam wadah yang tertutup.

b. Di dalam panci yang terbuka.

c. Di atas piring tanpa penutup.

71
S

23. Botol yang dipergunakan untuk memberikan susu formula pada balita

dibersihkan dengan cara ?

a. Dicuci kemudian direbus dalam air.

b. Dicuci saja tanpa direbus.

c. Selalu diganti dengan botol yang baru.

24. Air yang digunakan untuk mengolah makanan balita harus ?

a. Air matang.

b. Air mentah.

c. Air bersih.

25. Bahan makanan ynag digunakan untuk membuat makanan balita

adalah ?

a. Bahan makanan segar.

b. Bahan makanan yang sudah layu.

c. Bahan makanan yang kadaluwarsa.

26. Cara yang baik untuk memanaskan makanan balita yang sudah

menjadi dingin adalah ?

a. Dipanaskan tanpa menunggu sampai mendidih.

b. Dipanaskan sampai mendidih.

c. Hanya dihangatkan.

27. Menjaga kebersihan makanan dilakukan dengan tujuan ?

a. Menghindarkan dari penularan penyakit infeksi melalui makanan.

b. Menuruti keinginan hati saja.

c. Meniru gaya masak orang barat.

72
S

28. Manfaat diterapkannya menjaga kebersihan makanan adalah ?

a. Mengembangkan kebiasaan pola hidup sehat.

b. Tidak ada manfaat.

c. Agar makanan yang dimasak cepat habis.

29. Untuk mencegah keracunan dan kerusakan makanan maka ?

a. Menjaga kebersihan makanan.

b. Diberi bahan pengawet.

c. Diberi pewarna makanan.

30. Dengan mengkonsumsi makanan yang selalu dijaga kebersihannya

maka ?

a. Tubuh akan selalu sehat.

b. Tubuh akan menjadi sakit.

c. Tubuh menjadi kurus

73
Pertanyaan variabel dependent

Kejadian diare pada balita

1. Apakah balita anda pernah mengalami buang air besar lebih dari 3-4

kali perhari dan tinjanya berbentuk cair dengan atau tanpa disertai

lendir dalam 5 bulan terakhir ini ?

Ya
Tidak

74

You might also like