You are on page 1of 8

RESEP

Published : 3/01/2014 11:07:00 pm Author : Sari Mardatillah

Resep adalah Permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi
izin berdasarkan peraturan perundang-undangan kepada apoteker pengelola apotek untuk
menyiapkan dan atau membuat, meracik, serta menyerahkan obat kepada pasien.

Resep yang lengkap memuat :


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Nama, alamat & nomor izin praktek dokter, dokter gigi, atau dokter hewan
Tanggal penulisan resep ( Inscriptio )
Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (Invocatio)
Nama setiap obat dan komposisinya (prescriptio/ordonantio)
Aturan pemakaian obat ( Signatura )
Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep (Subscriptio)
Nama pasien, umur, BB, dan alamat pasien. Untuk resep dokter hewan, Jenis
hewan & nama serta alamat pemiliknya.
Resep ada 2 jenis, yaitu :
1. Formula Magistrales
Yaitu resep yang dibuat atau dirancang sendiri oleh dokter yang menulis resep
2. Formula Officinales
Yaitu resep yang berasal dari buku-buku resemi, seperti Fornas, Formin

Resep yang memerlukan pelayanan segera :


Dokter dapat memberi tanda dibagian kanan atas resepnya dengan kata-kata :
1. Cito (segera)
2. Statim (Penting)
3. Urgent (Sangat Penting)
4. PIM/Periculum In Mora (berbahaya jika ditunda)
Urutan yang didahulukan PIM, Urgent, Statim, Cito
Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek menurut urutan tanggal dan nomor urut
penerimaan resep. Penyimpanan untuk resep narkotika harus dipisah dari resep lainnya. Lama
penyimpanan resep-resep ini dalam jangka waktu 3 tahun. Setelah 3 tahun, resep-resep
tersebut dapat dimusnahkan oleh Apoteker Pengelola Apotek dengan disaksikan sekurangkurangnya oleh seorang petugas apotek dan dibuatkan berita acara pemusnahannya.

Ketentuan dalam Pengarsipan Resep


1.
2.
3.

Resep disimpan berdasarkan nomor urut per hari


Lalu di buat bundelan perbulan
Bundelan berdasarkan penggolongan obat yang ada dalam resep. Ada 3 jenis
bundelan resep :
a.
Obat
Narkotika,
b.
Obat
Psikotropika,
c. Obat Bebas + Bebas Terbatas + Obat Keras

Resep Narkotika

Syarat dan penanganan resep narkotika yang dapat diterima oleh Apotek, yaitu :
1.
Resep
harus
diskrining
terlebih
dahulu
dimana
:
a.
Harus
resep
asli
(bukan
copy
resep)
b. Ada nama penderita dan alamat lengkapnya yang jelas
c. Tidak boleh ada tulisan Iter yang artinya dapat diulang
d. Aturan pakai yang jelas, dan tidak boleh ada tulisan UC (Usus Cognitus) yang
artinya Cara pakai
diketahui
2. Obat narkotika di dalam resep diberi garis bawah tinta merah
3. Resep yang mengandung narkotika tidak boleh diulang, tetapi harus dibuat resep baru
4. Resep yang mengandung narkotika harus disimpan terpisah dari resep lain.
5. Jika pasien hanya meminta obat narkotika yang diresepkan, maka di perbolehkan
untuk dibuatkan copy resep bagi pasien tersebut, tetapi copy resep tersebut hanya dpt di tebus
kembali di apotek tersebut yang menyimpan resep aslinya, tidak bisa di apotek lain.
6. Jika pasien sedang berada di luar kota, maka copy resep tetap tidak bisa ditebus,
melainkan harus dibuatkan resep baru dari dokter di daerah/ kota tersebut dengan
menunjukkan copy resep yg dibawa, sehingga pasien tetap bisa memperoleh obatnya.

Pemusnahan Resep
Resep yang telah disimpan melebihi 3 tahun dapat dimusnahkan
Pemusnahan resep dilakukan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang
memadai, oleh APA bersama dangan sekurang-kurangnya petugas apotek
3.
Pada pemusnahan resep harus dibuat berita acara pemusnahan sesuai dengan bentuk
yang telah ditentukan dalam rangkap empat dan ditandatangani oleh APA bersama dengan
petugas apotek yang menyaksikan
1.
2.

C. Penyimpana dan pemusnahan resep


Di Apotek, bila obatnya sudah diserahkan kepada penderita, menurut
Peraturan Pemerintah kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan
tanggal dan nomor urut pembuatan, serta harus disimpan sekurangkurangnya selama tiga tahun. Kegunaan hal akhir ini adalah untuk
memungkinkan penelusuran kembali bila setelah sekian waktu terjadi suatu
akibat dari obat yang diberikan. Setelah lewat waktu tiga tahun, resepresep oleh Apotek boleh dimusnahkan dengan membuat proses verbal
(berita acara) pemusnahan. (SK Menkes RI no. 280/MenKes/SK/V/1981
mengenai penyimpanan Resep di Apotek).
Secara jelas dalam pasal 7 Kepmenkes No. 280 Tahun 1981 mengatur
tentang tata cara penyimpanan dan pemusnahan resep sebagai berikut:
1. Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep yang tealh dikerjakan
menurut urutan tanggal dan nomor urutan penerimaan resep dan
harus disimpan sekurangkurangnya tiga tahun.
2. Resep yang mengandung Narkotika harus dipisahkan dengan resep
lainnya.

3. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu dimaksud ayat 1


pasal ini dapat dimusnahkan.
4. Pemusnahan resep dimaksud dalam ayat 3 pasal ini, dilakukan
dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai oleh
Apoteker Pengelola Apotek bersama dengan sekurangkurangnya
petugas apotek.
5. Pada pemusnahan resep, harus dibuat Berita cara pemusnahan
sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat
dan ditandatangani oleh mereka yang dimaksud pada ayat 4 pasal
ini.
1. 4. PELAYANAN PSIKOTROPIKA
Menurut pasal 14 UU No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika:
Ayat 2 : Penyerahan psikotropika oleh apotek haya dapat dilakukan
kepada:
1. Apotek lainnya
2. Rumah sakit
3. Puskesmas
4. Balai pengobatan
5. Dokter
6. Pengguna/pasien
Ayat 4 : Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas
dan balai pengbatan dilaksanakan berdasarkan resep dokter
Ayat 5 : Penyerahan psikotropika oleh dokter dilaksanakan dalam hal:
1. Menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan
2. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat
3. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek
Ayat 6 : Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh di
apotek.

Pencatatan dan pelaporan terhadap pengelolaan psikotropika diatur dalam


pasal 33 UU no 5 tahun 1997 yakni Pabrik obat, pedagang besar farmasi,
sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan/ atau
lembaga pendidikan wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai
kegiatan masing-masing yang berhubungan dengan psikotropika.
Pada pasal 53 UU no 5 tahun 1997 disebutkan bahwa
Ayat 1 pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal :
1. Berhubungan dengan tindak pidana
2. Diproduksi tanpa memenuhi tandar dan persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika
3. Kadaluarsa
4. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan / atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Dalam UU no 5 tahun 1997 ini tidak mengatur secara detail tentang teknis
pelaksanaan pemusnahan psikotropika. Dalam pasal 12 ayat 2 permenkes
no 922 tahun 1993 disebutkan bahwa sediaan farmasi yang karena
sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus
dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain
yang ditetapkan oleh menteri.
Pada pasal 53 ayat 2 UU no 5 tahun 1997 hanya menyebutkan tentang
siapa yang memusnahkan psikotropika. Pernah dikeluarkan surat edaran
yang berisi tentang pemusnahan dimana narkotika dan psikotropika
disamakan yakni pada surat edaran kepala direktur pengawasan narkotika
dan bahan berbahaya Dir Jend POM Dep. Kes. RI nomor 010/EE/SE/81
tanggal 8 Mei 1981 tentang pemusnahan /penyerahan narkotika atau
psikotropika yang rusak / tidak terdaftar. Bila mengacu surat edaran ini,
maka teknis pelaksanaan pemusnahan psikotropika sama seperti pada
narkotika.
1. 5. PENGELOLAAN NARKOTIKA
Menurut pasal 39 UU no 22 tahun 1997 tentang narkotika;
Ayat 2 : Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada :
1. Runah sakit

2. Puskesmas
3. Apotek lainnya
4. Balai pengobatan
5. Dokter
6. Pasien
Ayat 3 : Rumah sakit, apotek, puskesmas dan balai pengobatan hanya
dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter
Ayat 4 : Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan
dalam hal;
1. Menjalankan praktek dokter dan diberikan melalui suntikan
2. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat
3. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
Ayat 5 : Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang
diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek.
Pemusnahan narkotika diatur dalam pasal 60 dan 61 UU no 22 tahun
1997.
Pasal 60 : Pemusnahan dilakukan dalam hal :
1. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi;
2. Kadaluarsa
3. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan atau untuk pengembangan ilmu pngetahuan; atau
4. Berkaitan dengn tindak pidana.
Pasal 61 :
(1) Pemusnahan narkotika sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 huruf
a, b, dan c dilaksanakan oleh pemerintah, orang, atau badan yang
bertanggungjawab atas produksi dan atau peredaran narkotika, sarana

kesehatan tertentu, serta lembaga ilmu pengetahuan tertentu dengan


disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk menteri kesehatan.
(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat :
1. nama, jenis, sifat, dan jumlah;
2. keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun, dilakukan
pemusnahan; dan
3. tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang
menyaksikan pemusnahan
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemusnahan
narkotika
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri
Kesehatan.
Dalam ketentuan peralihan undang-undang peralihan tersebut disebutkan
bahwa semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan
pelaksanaan UU No. 9 Tahun 1976 tentang narkotik masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti, dengan peraturan
baru berdasarkan undang-undang ini. Oleh karena itu ketentuan dibawah
ini masih berlaku.
1. Resep dari luar propensi harus mendapatkan persetujuan dari dokter
setempat
2. Salinan resep untuk obat yang baru diambil sebagaian tidak boleh
dilayani oleh apotek lain
3. Resep yang berisi narotika tidak boleh iterasi
4. Penyimpanan narkotika pada lemari yang mempunyai ukuran 40 x 80
x 100 cm, dapat berupa almari yang diketatkan di dinding atau
menjadi suatu kesatuan dengan almari yang besar
5. Almari tersebut mempunyai 2 kunci yang satu untuk menyimpan
narkotika sehari-hari dan yang lainnya untuk narkotika persediaan
dan morfin, pethidin dan garam-garamnya
6. Laporan narkotika disampaikan setiap bulan

7. Pemesanan narkotika menggunakan surat pesanan model N-9


rangkap 5 setiap satu lembar pesanan berisikan 1 macam narkotika
8. Pencatatan narkotika menggunakan buku register narkotika
Ketentuan tentang resep dan salinan resep narkotika juga diatur dalam
Surat Edaran Dirjen POM 336/E/SE/1997 tanggal 4 Mei 1997 yang
menyebutkan bahwa:
1. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika,
walaupun resep tersebut baru dilayani sebagian atau belum dilayani
sama sekali
2. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum
dilayani sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep, tetapi
salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang
mentimpan resep aslinya.
3. Salinan resep atau resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh
dilayani sama sekali. Untuk mencegah pertengkaran di apotik harap
diumumkan kepada dokter agar tidak menambah tulisan iter pada
resep-resep yang menangandung narkotika.
Tempat penyimpanan narkotika juga diatur dalam pasal 5 permenkes no 28
tahun 1978 tentang penyimpanan narkotika yakni:
1. Apotik dan rumah sakit harus memiliki tempat khusus untuk
menyimpan narkotika
2. Tempat khusus pada ayat 1 harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. Harus dibuar seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat
2. Harus mempunyai kunci yang kuat
3. Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan,
bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfina,
petidina dan garam-garamnya, serta persediaan narkotika,
bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika
lainnya yang dipakai sehari-hari.
4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran
kurang dari 40 X 80 X 100 cm, maka lemari tersebut harus
dibuat pada tembok atau lantai.

You might also like