You are on page 1of 27

MAKALAH

KELENJAR TIROID

Oleh :

HERU ADIANTORO

Prodi S1 Keperawatan Semester IV ( C )


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Insan Cendekia Medika
Jombang 2010
i

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi
rahmat, hidayah, serta karuniaNya kepada kelompok kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Kelenjar Tiroid” tepat pada waktunya.
Makalah ini ditulis sebagai persyaratan dalam memenuhi tugas kelompok
Endokrin program studi S1 Keperawatan semester empat.
Kelompok kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna dan
banyak kesalahan, oleh karena itu kelompok kami mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Jombang, 02 April 2010

( Penulis )

2ii
DAFTAR ISI

Cover.......................................................................................................................... i
Kata pengantar……………………………………………………………………... ii
Daftar isi…………………………………………………………………………….. iii
BAB I : Pendahuluan
A. Latar belakang………………………………………………………….. .1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………. 1
C. Tujuan…………………………………………………………………....1
BAB II : Pembahasan
A. Pengertian.................................................................................................2
B. Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid......................................................... 5
C. Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan........................... 6
D. Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid……………………………………. 7
E. Fungsi kelenjar tiroid…………………………………………………....10
F. Perubahan Fisiologis Kelenjar tiroid………………………………….. 11
G. Kelainan Kelenjar Tiroid……………………………………………… 12
H. Uji diagnostic…………………………………………………………. 13
BAB III : Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Kelenjar Tiroid
A. Pengkajian................................................................................................17
B. Diagnosa.................................................................................................. 19
C. Rencana Keperawatan..............................................................................20
D. Komplikasi.............................................................................................. 22
BAB IV : Penutup
A. Kesimpulan………………………………………………………….......23
BAB V : Daftar
Pustaka…………………………………………………………………............24

3iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hormon Tiroid mengatur ekspresi gen, diferensiasi jaringan dan
perkembangan umum. Kelenjar tiroid menghasilkan 2 hormon asam
iodoamino, yaitu 3,5,3’-triidotironin (T3) 3,5,3’,5’-tetraiodotioronin(tiroksin,
T4), yang telah lama diketahui kepentingannya dalam pengaturan metabolisme
umum, perkembangan dan diferernsiasi jaringan. Hormon ini, mengatur
eksperesi gen dengan menggunakan mekanisme yagn dipakai oleh hormone
steroid. Sebagian besar efek biologisnya ditimbulkan oleh T3.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Kelenjar tiroid
2. Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid
3. Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan
4. Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid
5. Fungsi kelenjar tiroid
6. Perubahan Fisiologis Kelenjar tiroid
7. Kelainan Kelenjar Tiroid
8. Uji diagnostic
9. Asuhan Keperawatan ( Gangguan Kelenjar Tiroid )

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian kelenjar tiroid
2. Memahami Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid
3. Memahami Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan
4. Mengetahui Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid
5. Mengetahui Fungsi kelenjar tiroid
6. Memahami Perubahan Fisiologis Kelenjar tiroid
7. Mengetahui Kelainan Kelenjar Tiroid
8. Mengetahui Uji diagnostic
9. Dapat menyusun Asuhan Keperawatan ( Gangguan Kelenjar Tiroid )

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar terbesar, yang normalnya
memiliki berat 15 sampai 20 gram. Tiroid mengsekresikan tiga macam
hormon, yaitu tiroksin (T4), triiodotironin (T3), dan kalsitonin.
1. Secara anatomi, tiroid merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai
ductus) dan bilobular (kanan dan kiri), dihubungkan oleh isthmus
(jembatan) yang terletak di depan trachea tepat di bawah cartilago
cricoidea. Kadang juga terdapat lobus tambahan yang membentang ke atas
(ventral tubuh), yaitu lobus piramida.
2. Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah:
 Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding
depan bagian tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4
minggu. Tonjolan pertama disebut pharyngeal pouch, yaitu antara
arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua pada foramen ceacum, yang
berada ventral di bawah cabang farings I.
 Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju
pharyngeal pouch melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus.
 Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan
ductus thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid
terletak di depan vertebra cervicalis 5, 6, dan 7.
 Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering
ditemukan di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan
pada bagian leher yang lain.
Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
1) A. thyroidea superior (arteri utama).
2) A. thyroidea inferior (arteri utama).
3) Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari
aorta atau A. anonyma.

5
Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).
2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:
1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis
2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis
Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli
pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis.
Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum
superior.
Persarafan kelenjar tiroid:
1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan
inferior
2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens
(cabang N.vagus)
N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya
pita suara terganggu (stridor/serak).

6
3. Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:
1) Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang
mengelilingi suatu massa koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang
menjadi bentuk kolumner katika folikel lebih aktif (seperti
perkembangan otot yang terus dilatih).
2) Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel
yang berjauhan.

Penyerapan Yodium yang Ditelan


Yodium dapat diperoleh dari makanan laut atau garam
beyodium (garam yang ditambah yodium). Yodium merupakan
mikromeneral karena diperlukan tubuh dalam jumlah sedikit, yaitu 50
mg/tahun atau 1 mg/minggu. Yodium yang masuk ke oral akan diabsorbsi
dari sistem digesti tubuh ke dalam darah. Biasanya, sebagian besar iodida
tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh ginjal, tetapi hanya setelah kira-
kira satu perlimanya dipindahkan dari sirkulasi darah oleh sel-sel kelenjar
tiroid secara selektif dan digunakan untuk sitesis hormon.

7
B. Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid

1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.


2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid
merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga
mencapai status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim
peroksidase.
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan
residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula
melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).
4. Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT
(diiodotirosin) menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian
MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini
diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.
5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi
dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap
berada dalam sel folikel.
6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam
darah. Proses ini dibantu oleh TSH.
7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami
deiodinasi, dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase
sangat berperan dalam proses ini.
8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan
kompleks golgi.

8
C. Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat


lipofilik secara cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari
1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat
(bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon
bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan
mampu menimbulkan suatu efek.
Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:
1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4
dan 65% T3 yang ada di dalam darah.
2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik,
termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3.
3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.
Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4,
walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten
daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian dirubah
menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu yodium di hati
dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang
mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian,
T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.
Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid
1. Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3)
berikatan dengan reseptornya di inti sel.
2. Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan
ATP (adenosin trifosfat) meningkat.

9
3. Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.
4. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa
janin.

D. Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid


Ada 3 macam kontrol terhadap kelenjar tiroid :
1. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone)
Hormon ini merupakan tripeptida, yang telah dapat disintesis, dan
dibuat di hipotalamus. TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kadang-
kadang juga Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone
(LH).
2. TSH ( Thyroid Stimulating Hormone)
TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di
permukaan sel tiroid (TSH-Reseptor-TSH-R) dan terjadilah efek hormonal
sebagai kenaikan trapping, peningkatan iodinasi, coupling, proteolisis
sehingga hasilnya adalah produksi hormon meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormon
Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di tingkat
hipofisis. T3 selain berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus.
Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan
TRH.
Mula-mula, hipotalamus
sebagai pengatur mensekresikan TRH
(Thyrotropin-Releasing Hormone), yang
disekresikan oleh ujung-ujung saraf di
dalam eminansia mediana hipotalamus.
Dari mediana tersebut, TRH kemudian
diangkut ke hipofisis anterior lewat darah
porta hipotalamus-hipofisis. TRH
langsung mempengaruhi hifofisis
anterior untuk meningkatkan
pengeluaran TSH.

10
TSH merupakan salah satu kelenjar hipofisis anterior yang
mempunyai efek spesifik terhadap kelenjar tiroid:
1. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel,
dengan hasil akhirnya adalah terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam
sirkulasi darah dan berkurangnya subtansi folikel tersebut.
2. Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan
proses iodide trapping di dalam sel-sel kelenjar, kadangakala
meningkatkan rasio konsentrasi iodida intrasel terhadap konsentrasi iodida
ekstrasel sebanyak delapan kali normal.
3. Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid.
4. Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.
5. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan dengan perubahan sel
kuboid menjadi sel kolumner dan menimbulkan banyak lipatan epitel
tiroid ke dalam folikel.
Efek Umpan Balik Hormon Tiroid dalam Menurunkan Sekresi TSH
oleh Hipofisis Anterior. Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh
akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Hal ini terutama
dikarenakan efek langsung hormon tiroid terhadap hipofisis anterior.
Ada 7 tahap Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid , yaitu:
1. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat
pada bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap
berhubungan dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif.
Pompa iodida ini bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya
pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali
kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam
transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida
tersebut harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu
enzim peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian
akan bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang
telah ada dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi
tiroglobulin ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga
11
makin tinggi kadar  iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium
yang terikat sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang
terikat akan berkurang sehingga pembentukan T3 akan lebih banyak
daripada T4.
3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan
diiodotirosin (DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling
bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan
tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini
disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin
yang terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh
sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam koloid melalui proses eksositosis
granula.
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut
kemudian akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di
dalamnya mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada
stimulasi TSH.
5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin.
Residu ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan
residu tirosin serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih
menghemat pemakaian iodium.
6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang
pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas
pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan
enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi
MIT dan DIT.
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran
basal dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di
sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding
Pre Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total
12
yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat
daripada ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4
total menggambarkan kadar hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu
jumlah protein pengikat bisa berubah. Pada seorang lansia yang
mendapatkan kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit kronik cenderung
mengalami penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein
pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita
pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan
berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.
E. Fungsi kelenjar tiroid
Fungsi dari hormon-hormon tiroid antara lain adalah:
a. Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya
meningkatkan metabolisme karena peningkatan komsumsi oksigen dan
produksi panas. Efek ini pengecualian untuk otak, lien, paru-paru
dan testes.
b. Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam
intensitas dan cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya
tetapi waktunya lebih singkat dibanding dengan T4. T3 lebih sedikit
jumlahnya dalam darah. T4 dapat dirubah menjadi T3 setelah
dilepaskan dari folikel kelenjar.
c. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya
pertumbuhan saraf dan tulang.
d. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin.
e. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah
kekuatan kontraksi otot dan menambah irama jantung.
f. Merangsang pembentukan sel darah merah.
g. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi
tubuh terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolism.
h. Bereaksi sebagai antagonis insulinTirokalsitonin mempunyai jaringan
sasaran tulang dengan fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum
dengan menghambat reabsorpsi kalsium di tulang. Faktor utama yang
mempengaruhi sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium serum. Kadar
kalsium serum yang rendah akan menekan pengeluaran tirokalsitonin
dan sebaliknya peningkatan kalsium serum akan merangsang
13
pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah diet kalsium dan
sekresi gastrin di lambung.
F. Perubahan Fisiologis Kelenjar tiroid
Kelenjar Tiroid atau Kelenjar Gondok merupakan kelenjar endokrin
yang berperan mengatur metabolisme tubuh. kelenjar tiroid terdiri dari 2
bagian, yaitu : Lobus kiri dan Lobus kanan. Kedua lobus dihubungkan dengan
isthmus. kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid, yaitu t4 (Tiroksin) dan t3
(Triiodotironin). Kedua hormon berperan membawa energi ke dalam sel-sel
tubuh. Pembentukan hormon tiroid diatur oleh hormon TSH (Thyrotropin
Stimulating Hormone).
Peran Kelenjar tiroid memang sangat penting bagi tubuh tetapi
disamping itu sering terjadi Perubahan-perubahan yang terjadi pada kelenjar
tiroid secara fisiologis, yang disebabkan oleh banyak factor pada umumnya
perubahan yang terjadi pada kelenjar tiroid adalah terjadinya pembesaran
tiroid atau sering disebut gondok, perubahan lainya yang sering terjadi pada
kelenjar tiroid adalah Karsinoma tiroid atau kanker tiroid yang mana seluruh
perubahan-perubahan kelenjar tiroid itu sangat berbahaya bila tidak segera
ditangani.
Beberapa hal yang mencurigakan keganasan pada perubahan fisiologis
kelenjar tiroid :

a. Tonjolan tunggal pada anak dibawah 12 tahun. Pada usia ini pada anak
yang belum mencapai usia prepubertas sangat mencurigakan keganasan.
b. Tonjolan tunggal pada usia tua
Pada usia tua seharusnya kelenjar thyroid tidak membesar lagi, seharusnya
sudah menetap atau mengecil. Pembesaran thyroid pada usia tua harus
dicurigai keganasan.
c. Tonjolan tunggal pada laki-laki umumnya. Dibandingkan dengan wanita,
pada laki-laki rangsangan pada metabolismenya relatif tetap, sehingga
rangsangan pada tiroid juga relatif tetap. Tonjolan tunggal pada laki-laki
harus ditanggapi lebih berhati-hati.
d. Tonjolan tiroid disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening leher,
terutama pembesaran kelenjar getah bening rantai jugular.

14
e. Tonjolan tunggal tiroid dalam pembengkakan tulang-tulang pipih,
terutama tulang tengkorak, sternum atau tulang panggul.
f. Penderita yang pernah mendapat radiasi di daerah leher dan kepala,
kemungkinan terjadi setelah lebih kurang 20 tahun kemudian. Sekarang ini
sudah jarang ditemukan.
g. Penderita dengan gangguan suara, tonjolan yang terfiksasi harus dicurigai
akan keganasan.

Hal-hal yang mengarahkan pada kemungkinan kelainan non neoplasma :


a. Tonjolan tunggal pada thyroid pada masa child bearing age. Umumnya
tonjolan timbul setelah melahirkan anak pertama dan jelas membesar
setelah kelahiran anak-anak berikutnya. Di Jakarta hal ini sangat terkenal,
bila ditanyakan lebih mendetail pada wanita yang bersangkutan sebab
lehernya membesar, biasanya diterangkan oleh penderita karena salah
mengejan sewaktu melahirkan. Buat seorang dokter keterangan ini cukup
menerangkan bahwa hal ini disebabkan, kelainan metabolik selama tidak
disertai tanda-tanda lain seperti diterangkan sebelumnya. Kasus ini
merupakan bagian dokter umum untuk diobati dahulu.
b. Tonjolan tunggal pada tiroid dengan pembesaran difus pada kelenjar.
Secara klinik dapat ditemukan kedua lobus membesar dan salah satu lobus
mengandung nodul. Hal juga umumnya disebabkan kelainan metabolik
karena rangsangan sentral pada tiroid sehingga terjadi pembesaran.
c. Tonjolan tunggal tiroid pada penderita yang berasal dari daerah endemik.
Tonjolan ini mungkin sekali karena kelainan metabolik.

G. Kelainan Kelenjar Tiroid


1. Hipertiroidisme/Goutertoksika/Tirotoksikosis/Penyakit Grave
 Penyebabnya adalah gangguan antibodi, timbul akibat autoimunitas
yang berkembang terhadap jaringan tiroid.
 Gejala:
a. mudah tersinggung, intoleransi terhadap panas, berkeringat banyak,
berat badan berkurang, diare, kelemahan otot, kecemasan,
insomnia, dan tremor.
b. eksoftalmos (protrusi bola mata).
15
2. Hipotiroidisme
 Penyebabnya hampir sama dengan hipertiroidisme, yaitu autoimunitas
terhadap jaringan tiroid tersebut.
 Penyebab lainnya adalah pembesaran kelenjar tiroid:
a. Goiter koloid endemik: kekurangan iodium.
b. Goiter koloid nontoksik idiopatik: bukan karena kekurangan
iodium tetapi sekresi hormonnya tertekan.
 Gejala: rasa capek, rasa mengantuk, kelemahan otot, kecepatan denyut
jantung menurun, curah jantung menurun, volume darah menurun,
konstipasi, kelemahan mental (kurangnya pertumbuhan rambut, kulit
bersisik, suara parau), dan kasus berat mengakibatkan miksedema.
3. Kretinisme
 Penyebabnya karena hipotiroidisme ekstrem pada masa janin bayi dan
anak-anak.
 Gejala: gagalnya pertumbuhan anak, retardasi mental, kretinisme
endemik (kekurangan iodium), pertumbuhan rangka lebih kecil dari
pertumbuhan jaringan lunak (badan pendek dan gemuk), lidah besar
(menelan dan bernafas terhambat sehingga pernafasan bunyi
tercekik/guttural).

H. Uji diagnostic
Untuk kasus kelenjar tiroid yang biasa, diagnosis yang tepat adalah
dengan melakukan beberapa pemeriksaan, antara lain :
1. Scanning Tiroid
Pemeriksaan ini dapat dilakukan di beberapa kota besar. Hasil
pemeriksan ini jangan dianggap oleh dokter sebagai “segalanya” untuk
diagnostik kelainan tiroid.
Dasar pemeriksaan ini adalah persentase uptake dari pada J131
yang diberikan dan distribusinya pada tiroid. Dari uptake ini diketahui
fungsi tiroid apakah hiportiroid, eutiroid atau hipetiroid. Uptake normal
dalam 24 jam adalah 15-40%. Dari distribusi jodium dapat diketahui sifat
tonjolan tersebut tersebut dan membandingkannya dengan jaringan sekitar.
Nodul yang mengadakan uptake lebih banyak dari daerah di sekitarnya
disebut hot area dan nodul tersebut disebut hot nodule. Hot nodule jarang
16
sekali disebabkan keganasan. Sebaliknya cold nodule yaitu nodul yang
mengadakan uptake lebih rendah dari sekitarnya tidak selalu disebabkan
neoplasma, tetapi mesti dihubungkan dengan beberapa hal :
 Bentuk cold area
Bentuk cold area yang berupa moth eaten appearance
mencurigakan keganasan.
 Hubungan cold area dengan daerah sekitarnya.
Cold area dengan distribusi jodium yang tidak merata lebih
cenderung untuk kelainan metabolik, terutama bila lobus tiroid yang
kontralateral untuk membesar.
 Hubungan cold area dengan unsur jenis kelamin
Cold area pada laki-laki usia tua dan anak-anak lebih
menambah kecurigaan akan keganasan.
Hal-hal yang dapat menyebabkan cold area : - Kista.
- Hematom.
- Struma adenomatosa.
- Perdarahan.
- Radang.
- Keganasan.
- Defek kongenital.

Hal-hal yang dpat menyebabkan hot area : - Struma adenomatosa.


- Adenoma toksik.
- Radang.
- Keganasan.

2. Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan kelainan kistik atau
solid pada tiroid. Kelainan solid lebih sering disebabkan keganasan
dibanding dengan kelainan kistik. Tetapi kelainan kistikpun dapat
disebabkan keganasan meskipun kemungkinannya lebih kecil.

17
3. Pemeriksaan radiologik di daerah leher
Karsinoma tiroid kadang-kadang disertai perkapuran. Ini sebagai
tanda yang boleh dipegang.

4. Pemeriksaan fungsi tiroid


Banyak sekali pemeriksaan fungsi tiroid, baik yang mengukur fungsi
tiroid langsung ataupun tidak langsung. Beberapa yang dapat dipakai :
a. Pemeriksaan basal metabolic rate (BMR)
Pemeriksaan ini dapat menentukan fungsi metabolisme apakah
ada hubungannya dengan hipo, eutiroid atau hipertiroid. Untuk tonjolan
tunggal manfaatnaya kurang, karena umumnya kasus-kasus ini eutiroid.
Bila ada hipertiroid pada tonjolan tunggal tiroid, hal ini dapat disebabkan
adenoma toksik atau nodul otonom, yang merupakan indikasi untuk
operasi.
b. Pemeriksaan T3 dan T4
Thyroxine dan triodothyronin adalah hormon yang dihasilkan
tiroid dan berfungsi untuk metabolisme.
Peninggian kedua jenis hormon ini ataupun salah satunya dapat
meningkatkan fungsi tiroid dan sebaliknya. Penggunaan pemeriksaan ini
pada penatalaksanaan tonjolan tunggal pada tiroid manfaatnya lebih
kurang seperti pada pemeriksaan BMR. Beberapa hal yang khusus
berkenaan dengan kelainan T3 dan T4 tidak akan disinggung dalam
makalah ini.

c. Pemeriksaan antibodi untuk penyakit-penyakit autoimun. Di bagian bedah


belum pernah dikerjakan.
d. Pemeriksaan patologik pada bahan berasal dari biopsi jarum. Hal ini
sudah dikerjakan di Bagian Penyakit Dalam Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia / Rumah Sakit Ciptomangunkusumo; Bagian Bedah
Tidak mengerjakan hal ini.
e. Pemeriksaan kadar TSH
Sintesis TSH dihipnotis dan sekresinya ke sirkulasi perifer berada
di bawah kontrol positif hipotalamus-hipofisis intak, kadar TSH serum
secara langusng menggambarkan kerja hormon tiroid pada sel-sel tirotrop

18
hipofisis. Dengan asumsi kerja hormon tiroid pada sel-sel tirotrop sama
dengan kerjanya pada sel-sel organ-organ lain, maka sebenarnya kadar
TSH akan juga menggambarkan status tiroid secara keseluruhan.
Selanjutnya bila terjadi kenaikan atau penurunan kadar hormon tiroid
(terutama T4 bebas) sedikit saja, akan terjadi penglepasan TSH yang
berbanding terbalik sekitar 10 kali. Fakta ini memperkuat pendapat bahwa
TSH tidak selalu tepat menggambarkan status tiroid sesaat. Misalnya
setelah pengobatan hipertiroidisme atau hipotiroidisme dan terjadi
perubahan mendadak kadar hormon tiroid, maka diperlukan waktu
berminggu-minggu agar keseimbangan T4 bebas dan TSH pulih kembali.
Pada pemeriksaan di atas tidak mutlak harus dikerjakan;
pemeriksaan dapat dipilih menurut kepentingannya dengan melihat keadaan
klinik.

19
BAB III
Asuhan Keperawatan ( Gangguan Kelenjar Tiroid )

A. Pengkajian
1) Aktivitas atau istirahat
 Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, Otot lemah, gangguan
koordinasi, kelelahan berat
 Tanda : Atrofi otot
2) Sirkulasi
 Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina)
 Tanda : Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur,
Peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat.
Takikardia saat istirahat. Sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis).
3) Eliminasi
 Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia), Rasa nyeri /
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), Infeksi saluran kemih berulang,
nyeri tekan abdomen, Diare, Urine encer, pucat, kuning, poliuria
( dapat berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi
hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), Bising usus
lemah dan menurun, hiperaktif ( diare )
4) Integritas / Ego
 Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
 Tanda : Ansietas peka rangsang
5) Makanan / Cairan
 Gejala : Hilang nafsu makan, Mual atau muntah. Tidak mengikuti
diet :peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat
badan lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus, penggunaan
diuretik ( tiazid ).
 Tanda : Kulit kering atau bersisik, muntah, Pembesaran thyroid
( peningkatan kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan gula darah
), bau halitosis atau manis, bau buah ( napas aseton).

20
6) Neurosensori
 Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas,
kelemahan pada otot parasetia, gangguan penglihatan
 Tanda : Disorientasi, megantuk, lethargi, stupor atau koma ( tahap
lanjut), gangguan memori ( baru masa lalu ) kacau mental. Refleks
tendon dalam (RTD menurun; koma). Aktivitas kejang ( tahap lanjut
dari DKA)
7) Nyeri / Kenyamanan
 Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat), Wajah
meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8) Pernapasan
 Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak)
 Tanda : sesak napas, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi),
frekuensi pernapasan meningkat
9) Keamanan
 Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
 Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya
kekuatan umum / rentang gerak, parastesia atau paralysis otot termasuk
otototot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam )
10) Seksualitas
 Gejala : Rabas wanita ( cenderung infeksi ), masalah impotent pada
pria ;kesulitan orgasme pada wanita
 Tanda : Glukosa darah : meningkat 100-200 mg/ dl atau lebih. Aseton
plasma :positif secara menjolok. Asam lemak bebas : kadar lipid
dengan kolosterol meningkat

21
B. Diagnosa Keperawatan
Untuk mengetahui fungsi kelenjar tiroid, bisa dilakukan beberapa
pemeriksaan laboratorium.
Salah satu pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah
pengukuran kadar TSH di dalam darah. Hormon ini merangsang kelenjar
tiroid, karena itu jika kelenjar tiroid kurang aktif maka kadar hormon ini
tinggi; sedangkan jika kelenjar tiroid terlalu aktif , maka kadar hormon ini
rendah.
Biasanya pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah pengukuran kadar
TSH dan kadar T4 yang bebas dalam darah. Tetapi bisa juga dilakukan
pengukuran kadar protein globulin pengikat tiroksin, karena kadar protein
yang abnormal bisa menimbulkan kesalahpahaman dalam menilai kadar
hormon tiroid total. Penderita penyakit ginjal, beberapa penyakit keturunan
atau pemakaian steroid anabolik memiliki kadar globulin pengikat tiroksin
yang rendah. Sebaliknya, wanita hamil, pemakai pil KB atau estrogen lainnya,
penderita hepatitis stadium awal dan beberapa penyakit lainnya, memiliki
kadar globulin pengikat tiroksin yang tinggi.
Beberapa pemeriksaan bisa dilakukan pada kelenjar tiroid. Jika
diduga terdapat pertumbuhan di dalam kelenjar tiroid, dilakukan pemeriksaan
USG, untuk menentukan apakah pertumbuhan ini berupa cairan atau padat.
Skening kelenjar tiroid dengan yodium radioaktif atau teknetium, bisa
menunjukkan kelainan fisik pada kelenjar tiroid. Skening tiroid juga bisa
membantu menentukan apakah fungsi dari suatu daerah tiroid bersifat normal,
terlalu aktif atau kurang aktif.
Jika masih belum yakin apakah kelainannya terletak pada kelenjar
tiroid atau kelenjar hipofisa, maka dilakukan pemeriksaan perangsangan
fungsional. Pada salah satu dari pemeriksaan ini dilakukan penyuntikan
thyrotropin-releasing hormone intravena dan pemeriksaan darah untuk
mengukur respon dari kelenjar hipofisa.
Secara klinis diagnosis yang diperoleh dapat berupa:
1) Kelainan yang bukan neoplasma
2) Neoplasma jinak
3) Neoplasma ganas. Bila diagnosisnya suatu keganasan tiroid, maka harus
dinilai apakah masih operable atau inoperable.
22
C. Penatalaksanaan
Pada hipertiroid dapat diterapi secara aktif dengan obat anti tiroid,
radioaktif iodine, dan tiroidektomi. Terapi tergantung dari umur, keadaan
umum, besarnya kelenjar, beratnya keadaan patologis, dan kemampuan pasien
dalam melakukan perawatan yang optimal.
1. Obat anti tiroid.
 Propylthiouracil (PTU) 300 – 1000mg/hari peroral
 Methimazol 30 – 100mg/hari peroral
Obat ini menginterfensi ikatan iodine dan mencegah
penggabungannya dengan iodotirosin di dalam kelenjar tiroid. Salah satu
keuntungan dari terapi ini dari pada dengan terapi radio iodine dan
tiroidektomi adalah dapat mengobati tanpa harus merusak jaringan, dan
jarang terjadi keadaan hipotiroidism setelah terapi.
Obat anti tiroid juga dapat digunakan sebagai terapi definitive
atau sebagai terapi persiapan menuju operasi atau terapi radio aktif iodine.
Hasil akhir yang diharapkan adalah membuat penderita sampai pada
keadaan eutiroid state dan hilangnya gejala remisi. Pasien dengan kelenjar
tiroid yang kecil mempunyai prognosis yang baik, gejala remisi yang
memanjang sampai 18 bulan dari pengobatan dapat sembuh pada 30% dari
pasien yang ada. Beberapa pasien dapat terjadi hipotiroidism karena terapi
ini. Efek samping yang dapat terjadi adalah rashes, demam dan
agranulositosis. Pengobatan harus dihentikan jika terjadi sakit tenggorokan
dan demam.

2. Radiologi Iodin (I131).


Dapat digunakan secara aman pada pasien yang sudah diterapi
sebelumnya dengan obat anti tiroid dan sudah pada keadaan eutiroid.
Indikasi terapi ini adalah untuk orang-orang yang sudah berusia 40 tahun
keatas yang mempunyai resiko pembedahan, dan pada pasien dengan
recurrent hipertiroidism. Terapi ini lebih murah dibandingkan dengan terapi
dengan pembedahan. Terapi ini tidak boleh dilakukan pada pasien dengan
leukemia, kanker tiroid, kelainan congenital, tetapi dapat disarankan untuk
terapi tumor jinak tiroid.

23
Pada pasien yang masih muda bahaya radiasi harus diperhatikan
dan dapat menjadi keadaan hipotiroid. Anak-anak dan wanita hamil tidak
boleh diterapi dengan radio iodine.

3. Pembedahan Tiroid
Jenis:
a. Biopsi insisi, contoh indikasi: struma difus pradiagnosis
b. Biopsi eksisi, contoh indikasi: tumor (nodul) terbatas pradiagnosis
c. Tiroidektomi subtotal, contoh indikasi: hipertiroidi (Graves), struma
nodosa benigna
d. Hemitiroidektomi (istmolobektomi), contoh indikasi: kelainan unilteral
(adenoma)
e. Tiroidektomi total, contoh indikasi: keganasan terbatas tanpa kelainan
kelenjar limfe
Tiroidektomi radikal, contoh indikasi: keganasan tiroid dengan
kemungkinan metastasis ke kelenjar limfe regional
Subtotal tiroidektomi
Keuntungan dilakukan tiroidektomi adalah dapat menghilangkan
keluhan, dan menurunkan insiden terjadinya hipotiroidism yang bisa
didapat oleh terapi radio iodine. Dilakukan tindakan subtotal tiroidektomi
apa bila :
a. pada kelenjar tiroid yang sudah membesar.
b. Keganasan.
c. Terapi untuk anak dan wanita hamil.
d. Untuk pasien yang tidak dapat melakukan terapi jangka panjang.
Kelenjar tiroid yang diangkat 3-8 g tanpa mengangkat kelenjar
paratiroid dan N. laryngeal. Angka kematian dari prosedur ini amatlah
rendah, kurang dari 0,1%. Subtotal tiroidektomi adalah cara teraman dan
tercepat dalam mengkoreksi keadaan tirotoksikosis, frekuensi timbulnya
kembali hipertiroidism dan hipotiroidism tergantung dari jumlah tiroid yang
diambil. Pada pembedahan yang berhasil dan persiapan preoperasi yang
baik, cidera pada nervus laryngeal dan kel paratiroid didapatkan kurang dari
2% kasus .

24
D. Komplikasi
Komplikasi yang seringkali muncul adalah pada tiroidektomi yang meliputi:
1. Perdarahan. Resiko ini minimum, namun hati- hati dalam mengamankan
hemostatis dan penggunaan drain setelah operasi.
2. Masalah terbukanya vena besar (vena tiroidea superior) dan menyebabkan
embolisme udara. Dengan tindakan anestesi mutakhir, ventilasi tekanan
positif yang intermitten, dan teknik bedah yang cermat, bahaya ini dapat di
minimalkan.
3. Trauma pada nervus laringeus rekurens. Ia menimbulkan paralisis
sebagian atau total (jika bilateral) laring. Pengetahuan anatomi bedah yang
kuat dan ke hati- hatian pada saat operasi harus diutamakan.
4. Sepsis yang meluas ke mdiastinum. Seharusnya ini tidak doleh terjadi pada
operasi bedah sekarang ini, sehingga antibiotik tidak diperlukan sebagai
pofilaksis lagi.
5. Hipotiroidisme pasca bedah. Perkembangan hipotiroidisme setelah reseksi
bedah tiroid jarang terlihat saat ini. Ini dievaluasi dengan pemeriksaan
klinik dan biokomia yang tepat pasca bedah.
6. Hipokalsemi. Karena terangkatnya kelenjar paratiroid pada saat
pembedahan.
7. Metastasis kanker yang sudah mencapai organ- organ lain.

25
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hormon tiroid triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4)
memerlukan unsure yodium (dalam bentuk yodida) yang langka untuk
aktifitas biologiknya. Serangkaian reaksi fisiologik dan biokimiawi yang
ektensif telah berkembang untuk menjamin kecukupan jumlah yodida bagi
biosintesis T3 dan T4. Proses ini yang melibatkan tiroglobulin, yaitu salah
satu bentuk protein terbesar yang diketahui, mencakup (1) pengangkutan
aktif yodida kedalam sel tiroid; (2) oksidai yodida untuk mencapai keadaan
valensi yang lebih tinggi oleh enzim peroksidase; (3)iodisasi tirosin yang
mungkin dilakukan oleh ennzim yang sama; dan(4) perangkaian dua buah
moeitas tirosil yang teriodisasi untuk membentuk iodotironin. Beberapa
tahap terakhir berlangsung dalm tiroglobulin yang harus mengalami
pretoilosis menjadi komponen asam amino didalam sel untuk melepaskan T3
dan T4. TSH menstimulasi semua tahapan ini.

26
BAB V
DARTAR PUSTAKA

1. Robert K. Murray dkk, Biokimia Harper , Jakarta : penerbit buku kedokteran


EGC,2003.
2. Guyton, Arthur C dan John E Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,
E/11. Jakarta: EGC.
3. Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Kedokteran: Dari Sel Ke Sistem, E/2.
Jakarta: EGC.
4. Murray, Robert K et al. 2003. Biokimia Harper, E/25. Jakarta: EGC.
5. Ari, dr. Glandula Thyroid.
6. Pathophysiology of The Endocrine System, Tte Thyroid and Parathyroid
Glands.
7. Sjamsuhidajat, R. Jong WD. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. p. 925-952. EGC.
Jakarta.
8. Moelianto, RD. 1987. Kelenjar Thyroid; Embriologi, Anatomi dan Faalnya,
Ilmu Penyakit Dalam. p. 436-440. FK UI. Jakarta.
9. Nasan, IM. 1982. Tonjolan di Leher Ditinjau dari Segi Patologi Anatomik,
Tumor Kepala dan Leher; Diagnosis dan Terapi. p. 7. FK UI. Jakarta.
10. Simandjuntak, T. Agusni., 1982. Pembedahan pada Tonjolan Tunggal
Thyroid, Tumor Kepala dan Leher; Diagnosis dan Terapi. p. 123-129. FK
UI. Jakarta.
11. Johan S. Masjhur. 1996. Uji Diagnostik Dalam Pengelolaan Kelainan
Kelenjar Tiroid, Ilmu Penyakit Dalam. p. 737. FK UI. Jakarta.

27

You might also like