You are on page 1of 2

SEJARAH PEMBINAAN DAN PENGHIMPUNAN HADITS

Kaum muslimin sepakat bahawa segala ucapan,perbuatan,atau taqrir yang bersumber dari
Rasulullah tentang masalah syariat atau masalh kepemimpinan dan pengadilan, yang
sampai kepada kita dengan sanad yang shahih, menjadi hujjah bagi kaum muslimin, dan
sebagai sumber syariat dimana para mujtahid dapat menggali hukum syariat yang
berkaitan dengan perbuatan hamaba.
Maka sunahlah yang menjadi sumber kedua dari sumber-sumber hukum agama, dan
kedudukannya berada setelah Al-Qur’an, dana wajib diikuti sebagaimana wajibnya
mengikuti Al-Qur’an.

A. Penulisan hadits Nabi saw


1. Penulisan Hadits
Ada beberapa nash yang bertentangan dalam hal penulisan hadits, sebagian
menunjukkan adanya penulisan hadits.
Adapun riwayatnya adalah sebagai berikut :
a. Riwayat yang melarang penulisan Hadits
 Dari bu Sa’id Al-Khudri ra. Bahwa Rasulullah saw. Bersabda
“janganlah menulis daripadaku selain Al-Qur’an, maka lenyapkanlah, dan
ambilah hadits dariku dan tidak mengapa, barang siapa yang berbohong
dengan sengaja ats namaku maka akan mendapatkan temapt duduknya
dari api neraka”.
 Dari Abu Hurairah ra. Berkata “Rasulullah saw. Datang kepada kami
dan sedangkan kami menulis hadits,lalu beliau bersabda “Apa yang
sedang kalian tulis? Kami menjawab, hadits-hadits yang kami dengar dari
engkau!, beliau berkata “apakah kalian menghendaki kitab selain
kitabullah? Tidaklah sesat umat sebelum kalian melainkan karena mereka
menulis dari kitab kitab selain kitabullah.”
b. Ruwayat yang membolehkan penulisan Hadits
 Dari Abdullah bin Amru bin Ash ra. Berkata, “Aku menulis segala
sesuatu yang aku dengar dari Rasulullah, dengan maksud ingin
menghapalnya, lalu kaum Quraisy melarangku, dan mereka mengatakan
“apakah kamu menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari Rasulullah,
sedangkan Rasulullah manusia biasa yang bicara di saat marah dan
gembira? Maka aku menahan dan berhanti menulis, lalu aku sampaikan
kepada Rasulullah, kemudian beliau menunjuk pada mulut dengan jarinya
dan bersabda “tulislah demi jiwaku ditangan-Nya tiada suatu apapun yang
keluar dari-Nya melainkan yang hak dan yang benar”.
 Dari Abu Hurairah ra. Berkata, “tiada seorangpun dari sahabat
rasulullah yang lebih banyak haditsnya dariku kecuali Abdullah bin Amru
(Al-Ash) karena dia menulis sedangkan aku tidak menulis”.
 Dari Annas bin Malik ra. Berkata, Rasulullah saw bersabda “ikatlah
ilmu dengan buku”.
Para ulama telah memadukan dua pendapat yang berselisih, antara mereka yang
melarang dan yng membolehkan penulisan hadits sebagai berikut :
1. larangan penulisan terjadi pada awal perkenmbangan islam
dikhawatirkan terjadi percampuran dan penggabungan antara hadits nabi dengan
Al-Qur’an. Ketika sudah aman dan kondusif dan banyak penghapal Al-Qur’an
barulah Rasulullah mengijinkan untuk menulis hadits, dan larangan sebelumnya
di hapus.
2. larangan hanya khusu pada penulisan hadits bersamaan
dengan Al-Qur’an dalam satu lembar atau shahifah, karena khawatir terjadi
kemiripan dan persamaan.
3. larangan hanya bagi orang yang diyakini mampu
menghapalnya karena takut bergantung pada tulisan. Sedangkan bagi yang
diyakini tidak mampu menghapalnya seperti abu syah itu diperbolehkan.

B. Penghapalan hadits
Para sahabat dalam menerima hadits nabi saw. Sangat berpegang pada kekuatan
hapalannya yakni menerima dengan jalan hapalan bukan dengan jalan menulisnya. Sebab
itu kebanyakan sahabat menerima hadits melalui mendengar dengan hati-hati apa yang
disabdakan nabi. Kemudian terekamlah lafal dan makna itu dalam sanubari mereka.

C. Pembukuan hadits
Dari Urwah bin Az-Zubair bahwasanya Umar bin Khatab ingin menulis sunnah-sunnah
nabi, lalu beliau meminta fatwa dari para sahabat tentang hal itu. Mereka menyarankn
untuk menulisnya, kemudian Umar beristikharahselama sebulan, hingga pada suatu pagi,
beliau akhirnya mendapatkan kemantapan hati. Lalu berkata, “suatu ketika aku ingin
menulis sunnah-sunnah, dan aku ingat suatu kaum terdahulu mereka menulis buku dan
meninggalkan kitabullah. Demi Allah aku tidak akan mengotori kitabullah dengan suatu
apapun”.
Upaya untuk mengumpulkan dan membukukan hadits telah dilakukan pertama kali oleh
khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Hal-hal yang mendorong untuk melakukan pengumpulan dan pembukuan adalah sebagai
berikut :
1. tidak adanya larangan pembukuan sedangkan Al-Qur’an telah dihafal oleh
ribuan orang, dan telah dikumpulkan dan dibukukan pada masa utsman sehingga
dapat dibedakan secara jelas antara Al-Qur’an dengan Al-Hadits dan tidak ada
kemungkinan untuk tercampur antara keduanya.
2. dikhawatirkan hilangnya hadits, karena ingatan kuat yang menjadi kelebihan
orang arab semakin melemah, sedangkan para ulama telah menyebar dibeberapa
penjuru negeri islam setelah terjadi perluasan wilayah kekuasaannya dan masing-
masing dari mereka mempunyai ilmu, maka diperlukan pembukuan hadits
Rasulullah untuk menjaga agar tidak hilang.
3. munculnya pemalsuan hadits akibat perselisihan politik dan mazhab setelah
terjadinya fitnah, dan terpecahnya kaum muslimin menjadi pengikut Ali dan
pengikut Muawiyah, dan khawarij yang keluar dari keduanya. Masing-masing
golongan berusaha memperkuat mazhabnya dengan cara menakwil Al-Qur’an
bukan yang sebenarnya, atau membuat nash-nash hadits dan menisbatkan kepada
Rasulullah apa yang beliau katakan untuk memperkuat pendapat mereka.

You might also like