You are on page 1of 14

Definisi/Pengertian Saluran Distribusi & Jenis/Macam

Jalur Distribusi Barang Dan Jasa


Mon, 19/05/2008 - 12:03am — godam64

Distribusi memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat.


Dengan adanya saluran distribusi yang baik dapat menjamin ketersediaan produk yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Tanpa ada distribusi produsen akan kesulitan untuk
memasarkan produknya dan konsumen pun harus bersusah payah mengejar produsen
untuk dapat menikmati produknya.

Saluran Distribusi adalah suatu jalur perantara pemasaran baik transportasi maupun
penyimpanan suatu produk barang dan jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen.
Saluran distibusi dipengaruhi faktor

Di antara pihak produsen dan konsumen terdapat perantara pemasaran yaitu wholesaler
(distributor/agen) yang melayani pembeli retailer (peritel) dan juga retailer (peritel) yang
mengecerkan produk kepada konsumen akhir.

Jenis-Jenis / Macam-Macam Saluran Distribusi Barang dan Jasa :

1. Produsen ---> Konsumen (Umumnya Jasa)


Contoh : Bengkel, Rumah Makan, Pangkas Rambut, Salon, Panti Pijit, Dsb

2. Produsen ---> Retailer ---> Konsumen


Contoh : Koran, Es Krim, Dll

3. Produsen ---> Wholesaler ---> Retailer ---> Konsumen


Contoh : Mie Instan, Beras, Sayur-Mayur, Minuman Dalam Kemasan, dll

4. Produsen ---> Agen ---> Wholesaler ---> Retailer ---> Konsumen


Contoh : Barang Impor

5. Produsen ---> Industri (Produsen)


Contoh : Pabrik mie telor menjual produknya ke pedagang mie ayam gerobak keliling.

6. Produsen ---> Wholesaler ---> Industri (Produsen)


Contoh : Suatu distributor membeli mesin berat dari luar negeri untuk dijual ke pabrik-
pabrik di dalam negeri.

Saluran distribusi menghubungkan bisnis dengan konsumen akhir produk. Satu atau lebih
bisnis dapat beroperasi dalam lintasan tersebut yang memberikan akses ke pasar sasaran.
Bisnis dalam lintasan dipilih dengan tuntutan kebutuhan dan keinginan konsumen serta
karakteristik produk.
Dalam keberadaannya bisnis kita memilih memilih tipe Saluran yang akan
dipergunakan, menentukan kekuatan saluran, merancang bentuk saluran, dan mengelola
berbagai aspek operasionalisasi saluran. Tipe saluran konvensional menempatkan
kelompok bisnis independen dalam lintasan yang berusaha untuk menata sendiri dan
sedikit perhatian terhadap total kinerja saluran. Lain dengan saluran konvensional, sistem
pemasaran vertikal mengelola saluran yang terkoordinasi atau terprogram sebagai
partisipasi kepada bisnis. Sistem pemasaran tersebut, merupakan jaringan yang
dirasionalisasikan dan bersifat padat modal dengan rancangan untuk mencapai efisiensi
teknologi, manajerial, dan promosi melalui integrasi, koordinasi, serta sinkronisasi
pemasaran yang mengalir dari titik produksi sampai titik konsumen akhir. Ini berarti,
intensitas saluran adalah baik dilakukan dengan mengacu pada kuantitas pengecer
membawa merek tertentu di dalam suatu wilayah geografis. Akhirnya bentuk saluran pun
ditentukan berbasis alternatif pertimbangan pengguna akhir, karakteristik produk,
kemampuan dan sumber daya bisnis, fungsi-fungsi yang disyaratkan atau ketersediaan
dan keterampilan para saluran. Hal itu, menyebabkan makin pentingnya kekuatan
saluran, pertumbuhan yang hebat dari saluran pemasaran langsung, dan makin pentingnya
produktivitas saluran distribusi.

MANAJEMEN SDM

Dalam perekonomian modern, menurut Mangkoesoebroto (1993) peranan pemerintah


dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan besar, yaitu: pertama, peranan alokasi, yaitu
peranan pemerintah dalam alokasi sumber-sumber ekonomi yang tujuannya untuk
mengalokasikan faktor-faktor produksi yang tersedia dimasyarakat sehingga kebutuhan
masyarakat akan barang publik cukup terpenuhi, kedua, peranan distribusi yang pada
pokoknya mempunyai tujuan terselenggaranya distribusi pendapatan secara adil, ketiga,
peranan stabilisasi, yang tujuannya untuk terpenuhinya tingkat kesempatan kerja yang
tinggi, tingkat harga yang relatif stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai.

Untuk melaksanakan tiga peranan di atas, tentu saja pemerintah khususnya pemerintah
daerah yang sedang melaksanakan otonomi daerah dan apabila peranan tersebut
diterapkan di daerah memerlukan biaya atau dana yang tidak kecil. Pembiayaan yang
diperoleh pemerintah daerah dari berbagai sumber, terutama yang berasal dari pajak dan
retribusi daerah. Pemerintah daerah untuk menjalankan ketiga peranan tersebut selama ini
adalah dengan mengandalkan dari bantuan pemerintah pusat. Padahal salah satu indikator
yang penting untuk mengukur kemampuan suatu daerah dalam melaksanakan otonomi
daerah adalah kemampuan daerah dalam bidang keuangan, sebagai salah satu modal
dasar dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah tersebut. Selanjutnya untuk mengetahui
tingkat kemampuan daerah dalam bidang keuangan dapat diketahui dari penerimaan
pendapatan asli daerah.

Selain dana untuk membiayai ke tiga peranan yang telah disebutkan di atas, juga sumber
daya manusia yang memiliki arti penting dalam mewujudkan kegiatan yang ada di
daerah. Menurut Nawawi (2001) ada tiga pengertian sumber daya manusia yaitu :
a) Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja dilingkungan suatu organisasi
(disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan).
b) Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam
mewujudkan eksistensinya.
c) Sumber daya manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai
modal (non material/non finansial) di dalam organisasi bisnis, yang dapat mewujudkan
menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi
organisasi.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia adalah
suatu proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi, agar
potensi fisik dan psikis yang dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan
organisasi (lembaga).

Disamping itu, manusia adalah makhluk Tuhan yang kompleks dan unik serta diciptakan
dalam integrasi dua substansi yang tidak berdiri sendiri yaitu tubuh ( fisik / jasmani)
sebagai unsur materi, dan jiwa yang bersifat non materi. Hubungan kerja yang paling
intensif dilingkungan organisasi adalah antara pemimpin dengan para pekerja (staf) yang
ada di bawahnya. Hubungan kerja semakin penting artinya dalam usaha organisasi
mewujudkan eksistensinya dilingkungan tugas yang lebih luas dan kompetetif pada masa
yang akan datang.

Sumber daya manusia adalah ujung tombak pelayanan, sangat diandalkan untuk
memenuhi standar mutu yang diinginkan oleh wajib pajak dan wajib retribusi. Untuk
mencapai standar mutu tersebut, maka harus diciptakan situasi yang mendukung
pelayanan yang memuaskan wajib pajak dan wajib retribusi.

Upaya-upaya manusia itu bukan sesuatu yang statis, tetapi terus berkembang dan
berubah, seirama dengan dinamika kehidupan manusia, yang berlangsung dalam
kebersamaan sebagai suatu masyarakat. Oleh karena itu salah satu situasi yang
mendukung adalah seluruh peraturan pengelolaan sumber daya manusia yang berdampak
pada perlakuan yang sama kepada pegawai.

Pada dasarnya kebutuhan umum yang dituntut oleh manusia terdiri dari dua macam, yaitu
kebutuhan material dan kebutuhan spritual. Pembagian kebutuhan seperti ini terlalu
umum untuk dijadikan pedoman dalam memotivasi bawahan. Oleh karena itu, Maslow
(dalam Siagian, 1981) menyebutkan 5 tingkatan kebutuhan manusia, yang secara umum
dapat dijelaskan sebagi berikut :
a) Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs), yang termasuk dalam kebutuhan ini,
misalnya sandang, pangan, papan, dan tempat berlindung. Kebutuhan ini termasuk
kebutuhan primer dan mendesak sifatnya. Untuk itu seorang pimpinan yang ingin
insruksi dan perintahnya dilaksanakan hendaknya dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
b) Kebutuhan Keamanan (Safety Needs), yang termasuk dalam kebutuhan ini, misalnya
kebutuhan akan keamanan jiwa terutama dalam jam-jam kerja. Kebutuhan akan
keamanan kantor ditempat kerja, termasuk jaminan hari tua.
c) Kebutuhan social (social Needs), yang termasuk pada tingkatan kebutuhan ini,
misalnya kebutuhan untuk dihormati, kebutuhan untuk bisa diterima dilingkungan kerja,
keinginan untuk maju dan tidak ingin gagal, kebutuhan akan perasaan untuk turut serta
memajukan organisasi.
d) Kebutuhan Prestise (Esteem Needs). Pada umumnya pegawai akan mempunyai
prestise setelah mempunyai prestasi. Dengan demikian prestasi pegawai perlu
diperhatikan oleh pimpinan organisasi. Biasanya, pegawai yang telah mempunyai prestasi
yang lebih tinggi akan terus berupaya untuk meningkatkan prestasinya secara maksimal.
e) Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (Self Actualization). Setiap karyawan pasti
ingin mengembangkan kapasitas kerjanya secara optimal, misalnya melalui pendidikan
latihan, seminar, dan sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan untuk mengembangkan kapasitas
kerja tersebut perlu mendapatkan perhatian pimpinan.

Manajemen Sumber Daya Manusia

Tantangan utama dalam mengelola sumber daya manusia adalah mengelola dengan
efektif dan menghilangkan praktek-praktek yang tidak efektif. Dalam kondisi seperti itu
pimpinan dituntut selalu mengembangkan cara-cara baru untuk dapat menarik dan
mempertahankan para pejabat dan staf berkualitas yang diperlukan instansi agar tetap
mampu bersaing.

Manajemen sumber daya manusia adalah bagian dari manajemen secara umum, dan lebih
menitikberatkan pembahasannya pada pengaturan peranan manusia dalam mewujudkan
tujuan optimal. Pengaturan tersebut meliputi masalah perencanaan, pengorganisasian
(perancangan dan penugasan kelompok kerja), penyusunan personalia penarikan, seleksi,
pengembangan, pemberian kompensasi dan penilaian prestasi kerja), pengarahan
motivasi, kepemimpinan, integrasi, dan pengelolaan konflik) dan pengawasan.

Menurut Handoko (2000), manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi,
pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai
tujuan, baik tujuan individu maupun organisasi. Untuk itu manajemen sumber daya
manusia perlu dikelola secara profesional dan baik agar dapat terwujudnya keseimbangan
antara kebutuhan pegawai dengan tuntutan perkembangan teknologi dan lingkungan serta
kemampuan organisasi. Keseimbangan tersebut merupakan kunci utama suatu organisasi
agar dapat berkembang secara produktif dan wajar.

Mondy & Noe (1990) menyebutkan bahwa manajemen sumber daya manusia yaitu
merupakan pendayagunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh
karena itu pimpinan dari seluruh tingkatkan terlihat dalam manajemen sumber daya
manusia, khususnya dalam era fungsional tertentu, namun mereka bukanlah pimpinan
sumber daya manusia. Sedangkan pimpinan sumber daya manusia sesungguhnya
bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan seluruh manajemen sumber daya manusia
pada seluruh fungsi yang ada sebagai usaha untuk mendukung organisasi dalam
mencapai tujuannya.
Selain itu tugas utama pimpinan bagian sumber daya manusia adalah meningkatkan
kesesuaian antara individu dengan pekerjaan-pekerjaan yang ada. Kualitas kesesuaian ini
berpengaruh terhadap kinerja, kepuasan dan perputaran karyawan. Bagian sumber daya
manusia yang baik seharusnyapaham cara menggunakan survai sikap dan alat-alat umpan
balik yang lain untuk menilai kepuasan karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi
tempat mereka bekerja. Bagian sumber daya manusia juga seharusnya menggunakan
analisis jabatan (job analysis).

Analisis jabatan adalah alat untuk mendapatkan informasi deskriptisi pekerjaan dari segi
kualitas dan kuantitas. Deskripsi pekerjaan yang terbaru yang didasarkan pada analisis
jabatan yang logis, sangatlah penting bagi proses seleksi, penilaian, pelatihan dan
pengembangan karyawan yang tepat.

Menurut Dessler (1997) tanggungjawab manajemen sumber daya manusia agar efektif
pelaksanaannya dilakukan sebagai berikut :
a) Menempatkan orang yang benar pada pekerjaan yang tepat
b) Memulai pegawai baru dalam organisasi (orientasi)
c) Melatih pegawai untuk jabatan yang bagi mereka masih baru
d) Meningkatkan kinerja jabatan dari setiap orang
e) Mendapatkan kerja sama kreatif dan mengembangkan hubungan kerja sama yang
mulus
f) Menginterpretasikan kebijakan dan prosedur organisasi
g) Mengendalikan biaya pegawai
h) Mengembangkan kemampuan dari setiap orang
i) Menciptakan dan mempertahankan semangat kerja organisasi
j) Melindungi kesehatan dan kondisi fisik pegawai.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari manajemen sumber
daya manusia adalah menetapkan kebijaksanaan organisasi untuk apat meningkatkan
kontribusi atau peranan lain. Manajemen sumber daya manusia berusaha untuk
meningkatkan efektivitas perusahaan melalui kebijaksanaan, prosedur dan metode yang
digunakan untuk mengelola orang-orang dalam organisasi tersebut.

Pengembangan Sumber Daya Manusia

Organisasi memandang pentingnya diadakan pengembangan sumber daya manusia sebab


pada saat ini karyawan merupakan asset yang sangat penting dalam mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan. Disamping itu dalam kegiatan pengembangan sumber
daya manusia, perlu adanya koordinasi yang cukup baik antara setiap unit kerja yang ada
di dalam organisasi dengan bagian kepegawaian. Hal ini penting mengingat bahwa setiap
unit kerja lebih mengetahui kebutuhan pengembangan yang bersifat pengetahuan dan
ketrampilan teknis rai pegawai yang berada di bawahnya. Oleh karena itu, bagian
kepegawaian dalam hal ini pengembangan tersebut berperan sebagai pendukung dalam
pelaksanaan aktivitas pengembangan dan berhubungan dengan peningkatan ketrampilan
dan pengetahuan teknis dari setiap unit kerja, bagian kepegawaian dapat melakukan
perencanaan pengembangan karier pegawai agar organisasi memiliki pegawai yang siap
pakai pada saat dibutuhkan untuk posisi atau jabatan baru.
Dalam tahap pengembangan sumber daya manusia ini terdapat dua aspek kegiatan
penting yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yakni kegiatan pelatihan dan kegiatan
pengembangan sumber daya manusia itu sendiri yang dimaksudkan agar potensi yang
dimiliki pegawai dapat digunakan secara efektif. Kegiatan pelatihan dipandang sebagai
awal yaitu dengan diadakannya proses orientasi yang kemudian dilanjutkan secara
berkelanjutan selama pegawai tersebut berada di dalam organisasi.

CIDA (Canadian International Development Agency) seperti dikutip oleh Effendi (1993)
mengemukakan bahwa pengembangan sumber daya manusia menekankan manusia baik
sebagai alat (means) maupun sebagai tujuan akhir pembangunan. Dalam jangka pendek,
dapat diartikan sebagai pengembangan pendidikan dan pelatihan untuk memenuhi segera
tenaga ahli tehnik, kepemimpinan, tenaga administrasi.
Pengertian di atas meletakan manusia sebagai pelaku dan penerima pembangunan.
Tindakan yang perlu dilakukan dalam jangka pendek adalah memberikan pendidikan dan
latihan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil. Dalam hal ini Effendi (1992)
mengemukakan bahwa meskipun unsur kesehatan dan gizi, kesempatan kerja, lingkungan
hidup yang sehat, pengembangan karir ditempat kerja, dan kehidupan politik yang bebas
termasuk pendukung dalam pengembangan sumber daya manusia, pendidikan dan
pelatihan merupakan unsur terpenting dalam pengembangannya.

Demikian pula Martoyo (1992) mengemukakan bahwa setiap organisasi apapun


bentuknya senantiasa akan berupaya dapat tercapainya tujuan organisasi yang
bersangkutan dengan efektif dan efisien. Efisiensi maupun efektivitas organisasi sangat
tergantung pada baik dan buruknya pengembangan sumber daya manusia/anggota
organisasi itu sendiri. Ini berarti bahwa sumber daya manusia yang ada dalam organisasi
tersebut secara proporsional harus diberikan pendidikan dan latihan yang sebaik-baiknya,
bahkan harus sesempurna mungkin.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukan dapat disimpulkan bahwa pengembangan
sumber daya manusia meliputi : unsur kesehatan dan gizi, kesempatan kerja, lingkungan
hidup sehat, pengembangan karir ditempat kerja, kehidupan politik yang bebas, serta
pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan unsur-unsur tersebut, pendidikan dan pelatihan
merupakan unsur terpenting dalam pengembangan sumber daya manusia. Sesuai dengan
kesimpulan ini, maka yang dimaksud dengan pengembangan sumber daya manusia
melalui upaya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.

Mengenai arti pentingnya pengembangan sumber daya manusia Heidjrachman dan


Husnan (1993) mengemukakan bahwa sesudah karyawan diperoleh, sudah selayaknya
kalau mereka dikembangkan. Pengembangan ini dilakukan untuk meningkatkan
keterampilan melalui latihan (training), yang diperlukan untuk dapat menjalankan tugas
dengan baik. Kegiatan ini makin menjadi penting karena berkembangnya teknologi dan
makin kompleksnya tugas-tugas pimpinan.

Hingga hasil temuan dari Taylor sebagai bapak Scientific Management, orang masih
beranggapan bahwa pengembangan pegawai bukanlah tugas dari para pimpinan.
Pendapat yang demikian itu, dalam praktek dewasa ini masih dianut oleh segolongan
pemimpin terlebih-lebih mereka yang belum menyadari betapa peranan pengembangan
pegawai itu sebagai salah satu cara terbaik untuk merealisir tujuan organisasi yang
dipimpinnya.

Untuk bahagian yang lebih besar, para pemimpin dewasa ini telah menyadari bahwa
merupakan tugas mereka untuk mengembangkan bawahannya. Jadi dengan demikian
jelaslah perkembangan seorang pegawai dalam suatu organisasi banyak ditentukan oleh
pimpinan atau atasan.

Bahkan pengembangan sumber daya manusia merupakan keharusan mutlak, seperti yang
dikemukakan oleh Siagian (1993) bahwa baik untuk menghadapi tuntutan tugas sekarang
maupun dan terutama untuk menjawab tantangan masa depan, pengembangan sumber
daya manusia merupakan keharusan mutlak.
Tujuan pengembangan sumber daya manusia menurut Martoyo (1992) adalah dapat
ditingkatkannya kemampuan, keterampilan dan sikap karyawan/anggota organisasi
sehingga lebih efektif dan efisien dalam mencapai sasaran-sasaran program ataupun
tujuan organisasi.

Menurut Manullang (1980), tujuan pengembangan pegawai sebenarnya sama dengan


tujuan latihan pegawai. Sesungguhnya tujuan latihan atau tujuan pengembangan pegawai
yang efektif, adalah untuk memperoleh tiga hal yaitu : (1) menambah pengetahuan; (2)
menambah ketrampilan; (3) merubah sikap.

Sedangkan manfaat dan tujuan dari kegiatan pengembangan sumber daya manusia
menurut Schuler (1992), yaitu :
a) Mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk
Dalam hal ini kegiatan pengembangan akan meningkatkan kinerja pegawai saat ini, yang
dirasakan kurang dapat bekerja secara efektif dan ditujukan untuk dapat mencapai
efektivitas kerja sebagaimana yang diharapkan oleh organisasi.
b) Meningkatkan produktivitas
Dengan mengikuti kegiatan pengembangan berarti pegawai juga memperoleh tambahan
ketrampilan dan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi pelaksanaan pekerjaan mereka.
Dengan semikian diharapkan juga secara tidak langsung akan meningkatkan
produktivitas kerjanya.
c) Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja
Dengan semakin banyaknya ketrampilan yang dimiliki pegawai, maka akan lebih
fleksibel dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan kemungkinan adanya perubahan
yang terjadi dilingkungan organisasi. Misalnya bila organisasi memerlukan pegawai
dengan kualifikasi tertentu, maka organisasi tidak perlu lagi menambah pegawai yang
baru, oleh Karena pegawai yang dimiliki sudah cukup memenuhi syarat untuk pekerjaan
tersebut.
d) Meningkatkan komitmen karyawan
Dengan melalui kegiatan pengembangan, pegawai diharapkan akan memiliki persepsi
yang baik tentang organisasi yang secara tidak langsung akan meningkatkan komitmen
kerja pegawai serta dapat memotivasi mereka untuk menampilkan kinerja yang baik.
e) Mengurangi turn over dan absensi
Bahwa dengan semakin besarnya komitmen pegawai terhadap organisasi akan
memberikan dampak terhadap adanya pengurangan tingkat turn over absensi. Dengan
demikian juga berarti meningkatkan produktivitas organisasi.

Jika disimak dari pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
pengembangan pegawai, pada umumnya adalah sebagai berikut :
a) Agar pegawai dapat melakukan pekerjaan lebih efisien.
b) Agar pengawasan lebih sedikit terhadap pegawai.
c) Agar pegawai lebih cepat berkembang.
d) Menstabilisasi pegawai.

Untuk mengembangkan potensi pegawai melalui kesempatan menjalani penugasan pada


jabatan-jabatan hirarki, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Disamping itu bagi
para pegawai juga diikut sertakan dalam pendidikan dan pelatihan.

Apabila pegawai dilatih dan selama proses latihan atau pengembangan, pegawai
diberitahu atau ditambah pengetahuannya bagaimana cara terbaik dalam melakukan
sesuatu pekerjaan atau kegiatan tertentu. Bila cara terbaik untuk mengerjakan sesuatu itu
benar-benar dikuasai oleh pegawai yang bersangkutan, maka dalam melaksanakan
pekerjaan itu dia akan lebih efisien mengerjakannya jika dibandingkan dengan cara
mengerjakannya sebelum ia mengikuti latihan yang bersangkutan.

Selanjutnya pegawai yang lebih trampil atau lebih mempunyai pengetahuan dalam
mengerjakan sesuatu pekerjaan oleh pimpinan tidak perlu selalu mengawasinya. Jika
pegawai dilatih atau dikembangkan yang salah satu tujuannya agar pimpinan dapat
mengurangi pengawasannya terhadap pegawai tersebut.

Program-program pendidikan dan pengembangan SDM diarahkan pada pemeliharaan dan


peningkatan kinerja pegawai. Program pendidikan adalah suatu proses yang di desain
untuk memelihara ataupun meningkatkan kinerja pegawai. Program pengembangan
adalah suatu proses yang didisain untuk mengembangkan kecakapan yang diperlukan
bagi aktivitas kerja dimasa datang. Ada perbedaan pengertian antara peningkatan dengan
pengembangan kinerja pegawai. Peningkatan mengacu pada kuantitas, yaitu
meningkatnya kemampuan baru bagi pekerja.

Sedangkan manfaat dari pengembangan pegawai dapat dilihat dalam dua sisi yaitu :
Dari sisi individu pegawai yang memberi manfaat sebagai berikut :
a) Menambah pengetahuan terutama penemuan terakhir dalam bidang ilmu pengetahuan
yang bersangkutan, misalnya prinsip-prinsip dan filsafat manajemen yang terbaik dan
terakhir.
b) Menambah dan memperbaiki keahlian dalam bidang tertentu sekaligus memperbaiki
cara-cara pelaksanaan yang lama.
c) Merubah sikap.
d) Memperbaiki atau menambah imbalan/balas jasa yang diperoleh dari organisasi tempat
bekerja.
Sedangkan dari sisi organisasi, pengembangan pegawai dapat memberi manfaat sebagai
berikut :
a) Menaikkan produktivitas pegawai.
b) Menurunkan biaya.
c) Mengurangi turnover pegawai
d) Kemungkinan memperoleh keuntungan yang lebih besar, karena direalisirnya ketiga
manfaat tersebut terlebih dahulu.

Manullang (1980) mengatakan bahwa dalam suatu organisasi, sesungguhnya ada tiga
golongan yang bertanggungjawab terhadap pengembangan pegawai, yaitu :
a) Pegawai yang bersangkutan.
b) Atasan atau pimpinan pegawai yang bersangkutan.
c) Staf pelaksana pada semua bagian.
Setiap pegawai mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan dirinya sendiri.
Selama masih ada kemungkinan, setiap pegawai ingin untuk menambah pengetahuan,
ketrampilan atau merobah sikap sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan.
Tanpa keinginan itu, pegawai tersebut bersifat statis.

Atasan atau pimpinan bertanggungjawab untuk mengembangkan bawahannya. Sebab


bawahan yang ada mempunyai berbagai karakter yang berbeda, maka sesungguhnya
tanggungjawab terbesar berada ditangan pemimpin yang bersangkutan. Dengan
disadarinya arti penting pengembangan sumber daya manusia oleh pimpinan, maka akan
lebih memudahkan dalam merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi
yang dipimpinnya.

Pendidikan dan Pelatihan


Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli yang berkenaan dengan
pendidikan dan pelatihan. Notoatmodjo (1992) mengemukakan bahwa pendidikan dan
pelatihan adalah merupakan upaya untuk pengembangan sumber daya manusia, terutama
untuk pengembangan aspek kemampuan intelektual dan kepribadian manusia.
Penggunaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau organisasi
biasanya disatukan menjadi diklat (pendidikan dan pelatihan). Unit yang menangani
pendidikan dan pelatihan pegawai lazim disebut PUSDIKLAT (Pusat pendidikan dan
Pelatihan).

Simanjuntak mengemukakan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu


faktor yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan dan
pelatihan tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan
bekerja, dengan demikian meningkatkan produktivitas kerja.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan sumber daya
manusia dalam suatu organisasi adalah upaya peningkatan kemampuan pegawai yang
dalam penelitian ini dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan dalam rangka mencapai
tujuan organisasi secara efisien dan efektif.
Selanjutnya ada yang membedakan pengertian pendidikan dan pelatihan, antara lain
Notoatmodjo. Menurut Notoadmodjo (1992) pendidikan di dalam suatu organisasi adalah
suatu proses pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang
bersangkutan. Sedang pelatihan merupakan bagian dari suatu proses pendidikan, yang
tujuannya untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan khusus seseorang atau
kelompok orang.

Westerman dan Donoghue (1992) memberikan pengertian pelatihan sebagai


pengembangan secara sistimatis pola sikap/pengetahuan/keahlian yang diperlukan oleh
seseorang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaannya secara memadai.
Sedangkan Latoirner seperti dikutip oleh Saksono (1993) mengemukakan bahwa para
pegawai dapat berkembang lebih pesat dan lebih baik serta bekerja lebih efisien apabila
sebelum bekerja mereka menerima latihan di bawah bimbingan dan pengawasan seorang
instruktur yang ahli.

Otto dan Glasser (dalam Martoyo, 1992) menggunakan istilah “training” (latihan) untuk
usaha-usaha peningkatan pengetahuan maupun keterampilan pegawai, sehingga
didalamnya sudah menyangkut pengertian “education” (pendidikan).
Mengenai perbedaan pengertian pendidikan dan pelatihan Martoyo (1992)
mengemukakan bahwa meskipun keduanya ada perbedaan-perbedaan, namun perlu
disadari bersama bahwa baik training (latihan) maupun development
(pengembangan/pendidikan), kedua-duanya menekankan peningkatan keterampilan
ataupun kemampuan dalam human relation.

Pendidikan pada umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga yang


diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi, sedangkan pelatihan lebih berkaitan
dengan peningkatan atau keterampilan pegawai yang sudah menduduki suatu pekerjaan
atau tugas tertentu. Dalam suatu pelatihan orientasi atau penekanannya pada tugas yang
harus dilaksanakan (job orientation), sedangkan pendidikan lebih pada pengembangan
kemampuan umum.

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan, ketrampilan serta sikap-sikap kerja yang


kondusif bagi penampilan kinerja pegawai, diselenggarakan pendidikan dan pelatihan
pegawai, dan diklat pegawai ini didasarkan atas analisis kebutuhan yang memadukan
kondisi nyata kualitas tertentu selaras dengan program rencana jangka panjang
organisasi.

Sementara itu sebagai akibat perkembangan zaman yang terus bergulir, dimana
permasalahan yang dihadapi menjadi semakin kompleks dan krusial, dipandang bahwa
pendekatan sektoral (partial) seperti yang diberlakukan selama ini memiliki hal-hal yang
perlu dilengkapi dalam berbagai aspek. Pendekatan yang lebih mendasarkan pada
spesialisasi fungsi yang diemban aparatur pemerintah tersebut, sebagaimana telah
dijabarkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
Menteri Dalam Negeri tampak lebih bersifat terapi dan mengacu kepada urgensitas
permasalahan yang dihadapi.
Ada dua strategi pendidikan / pelatihan yang dapat dilakukan organisasi, yaitu pendidikan
yang dilakukan didalam organisasi tempat kerja pegawai (on the job training) dan
pendidikan yang dilakukan diluar tempat kerja pegawai (off the job training). Strategi
atau Metode “on the job training” dilakukan oleh instansi kepada pegawai dengan tetap
bekerja sambil mengikuti pendidikan / pelatihan. Kegiatan ini meliputi rotasi kerja
dimana pegawai pada waktu tertentu melakukan suatu rangkaian pekerjaan (job rotation).
Pegawai secara internal dilatih dan dibimbing oleh pegawai lain yang berkemampuan
tinggi dan mempunyai kewenangan melatih (Wilson,dkk,1983; Sloane dan Witney,1988).
Menurut Wilson (1983) ; Sloane dan Witney (1988) metode “off the job training” di
lakukan diluar tempat kerja pegawai. Pendidikan / latihan mengacu pada simulasi
pekerjaan yang sebenarnya. Tujuannya adalah untuk menghindarkan tekanan-tekanan
yang mungkin mempengaruhi jalannya proses belajar. Metode ini dapat juga dilakukan
didalam kelas dengan seminar, kuliah dengan pemutaran film tentang pendidikan sumber
daya manusia.

“Job rotation” berkaitan dengan pemindahan sementara seorang / sekelompok pegawai


dari satu posisi ke posisi lain, sehingga mereka dapat memperluas pengalaman terhadap
berbagai aspek operasional instansi. Aktivitas kerja berkaitan dengan pemberian tugas
yang penting kepada peserta pendidikan untuk mengembangkan pengalaman dan
kecakapan.

Berdasarkan pembicaraan mengenai pengembangan SDM di atas, maka dapat


disimpulkan bahwa SDM merupakan komponen terpenting dalam instansi / organisasi.
Penggunaan mesin-mesin berteknologi tinggi tidak bermakna tanpa SDM menjadi
prioritas utama yang perlu diperhatikan. Sumber daya manusia yang berkualitas akan
mengelola instansi dengan baik pula. Pengelolaan di sini adalah pengelolaan disemua
bidang pekerjaan, termasuk pelayanan dan perencanaan.
Cara meningkatkan dan mengembangkan SDM dengan pendidikan/ pelatihan, baik
melalui on the job training maupun off the job training.

Manajemen Strategi

Pengertian Manajemen Strategi


Manajemen stratejik merupakan proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan
yang bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara melaksanakannya, yang
dibuat oleh pimpinan dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu
organisasi, untuk mencapai tujuan.

Menurut Pearch dan Robinson (1997) dikatakan bahwa manajemen stratejik adalah
kumpulan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan
(implementasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran
organisasi.

Sedangkan pengertian manajemen stratejik menurut Nawawi adalah perencanaan


berskala besar (disebut perencanaan strategi) yang berorientasi pada jangkauan masa
depan yang jauh (disebut visi), dan ditetapkan sebagai keputusan pimpinan tertinggi
(keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi
berinteraksi secara efektif (disebut misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu
(perencanaan operaional untuk menghasilkan barang dan/atau jasa serta pelayanan) yang
berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan
strategis) dan berbagai sasaran (tujuan operasional) organsasi.

Dari pengertian-pengertian yang cukup luas tersebut menunjukkan bahwa manajemen


stratejik merupakan suatu sistem yang sebagai satu kesatuan memiliki berbagai
komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, dan bergerak secara
serentak (bersama-sama) kearah yang sama pula. Komponen pertama adalah perencanaan
strategi dengan unsur-unsurnya yang terdiri dari visi, misi, tujuan dan strategi utama
organisasi. Sedangkan komponen kedua adalah perencanaan operasional dengan unsure-
unsurnya sasaran dan tujuan operasional, pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen berupa
fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan dan fungsi penganggaran, kebijaksanaan
situsional, jaringan kerja internal dan eksternal, fungsi kontrol dan evaluasi serta umpan
balik.

Disamping itu pengertian manajemen strategik yang telah sebutkan terakhir dapat diambil
beberapa kesimpulan yaitu :
a) Manajemen strategi diwujudkan dalam bentuk perencanaan berskala besar dalam arti
mencakup seluruh komponen dilingkungan sebuah organisasi yang dituangkan dalam
bentuk rencana strategis (Renstra) yang dijabarkan menjadi perencanaan operasional,
yang kemudian dijabarkan pula dalam bentuk program kerja dan proyek tahunan.
b) Renstra berorientasi pada jangkauan masa depan.
c) Visi, misi, pemilihan strategi yang menghasilkan strategi induk, dan tujuan strategi
organisasi untuk jangka panjang merupakan acuan dalam merumuskan rencana strategi,
namun dalam teknik penempatannya sebagai keputusan manajemen puncak secara
tertulis semua acuan tersebut terdapat didalamnya.
d) Renstra dijabarkan menjadi rencana operasional yang antara lain berisi program-
program operasional termasuk proyek-proyek, dengan sasaran jangka sedang masing-
masing juga sebagai keputusan manajemen puncak.
e) Penetapan renstra dan rencana operasi harus melibatkan manajemen puncak karena
sifatnya sangat mendasar/prinsipil dalam pelaksanaan seluruh misi organisasi, untuk
mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi jangka sedang termasuk
panjangnya.
f) Pengimplementasian strategi dalam program-program termasuk proyek-proyek untuk
mencapai sasarannya masing-masing dilakukan melalui fungsi-fungsi manajemen lainnya
yang mencakup pengorganisasian, pelaksanaan, penganggaran dan kontrol.

Dimensi Manajemen Strategi


Manajemen strategi mempunyai beberapa dimensi atau bersifat multidimensional.
Dimensi dimaksud adalah :

1. Dimensi waktu dan orientasi masa depan


Manajemen strategi dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensi suatu
organisasi berpandangan jauh ke masa depan, dan berperilaku proaktif dan antisipatif
terhadap kondisi masa depan yang diprediksi akan dihadapi. Antisipasi masa depan
tersebut dirumuskan dan ditetapkan sebagai visi organisasi yang akan diwujudkan 10
tahun atau lebih masa depan. Visi dapat diartikan sebagai “ kondisi ideal yang ingin
dicapai dalam eksistensi organisasi dimasa depan”.
Sehubungan dengan hal di atas Lonnie Helgerson yang dikutip Salusu menyatakan bahwa
“ Visi adalah gambaran kondisi masa depan dari suatu organisasi yang belum tampak
sekarang tetapi merupakan konsepsi yang dapat dibaca oleh setiap orang (anggota
organisasi). Visi memiliki kekuatan yang mampu mengundang, memanggil, dan
menyerukan pada setiap orang untuk memasuki masa depan. Visi organisasi harus
dirumuskan oleh manajemen puncak (pucuk pimpinan) organisasi”.

2. Dimensi Internal dan Eksternal


Dimensi internal adalah kondisi organisasi non profit pada saat sekarang, berupa
kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan yang harus diketahui secara tepat untuk
merumuskan renstra yang berjangka panjang.

Analisis terhadap lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan operasional, lingkungan


nasional dan lingkungan global (internasional), yang mencakup berbagai aspek atau
kondisi, seperti kondisi sosial politik, sosial ekonomi, sosial budaya, kependudukan,
kemajuan dan perkembangan ilmu dan teknologi, adat istiadat, agama dan lain-lain.

3. Dimensi Pendayagunaan Sumber-Sumber


Manajemen strategik sebagai kegiatan manajemen tidak dapat melepaskan diri dari
kemampuan mendayagunakan berbagai sumber daya yang dimiliki, agar secara
terintegrasi terimplementasikan dalam fungsi-fungsi manajemen ke arah tercapainya
sasaran yang ditetapkan di dalam setiap rencana operasional, dalam rangka mencapai
tujuan strategik melalui pelaksanaan misi untuk mewujudkan visi organisasi publik.
Sumber daya terdiri dari sumber daya material khusunya berupa sarana dan prasarana,
sumber daya finansial dalam bentuk alokasi dana untuk setiap program dan proyek,
sumber daya manusia, sumber daya teknologi dan sumber daya informasi.

4. Dimensi Keikutsertaan Manajemen Puncak


Manajemen strategik yang dimulai dengan menyusun rencana strategik merupakan
pengendalian masa depan organisasi, agar eksistensi sesuai dengan visinya dapat
diwujudkan, baik pada organisasi yang bersifat privat maupun publik.
Rencana strategik harus mampu mengakomodasi seluruh aspek kehidupan organisasi
yang berpengaruh pada eksistensinya dimasa depan merupakan wewenang dan
tanggungjawab manajemen puncak. Oleh karena itu rencana strategik sebagai keputusan
utama yang yang prinsipil itu tidak saja ditetapkan dengan mengikutsertakan, tetapi harus
dilakukan secara proaktif oleh manajemen puncak, karena seluruh kegiatan untuk
merealisasikannya merupakan tanggungjawabnya sebagai pimpinan tertinggi, meskipun
kegiatannya dilimpahkan pada organisasi atau satuan unit kerja yang relevan.

5. Dimensi Multi Bidang


Manajemen strategik sebagai sistem pengimplementasiannya harus didasari dengan
menempatkan organisasi satu sistem. Dengan demikian berarti sebuah organisasi akan
dapat menyusun rencana strategis dan rencana renovasi jika tidak memiliki keterikatan
atau ketergantungan sebagai bawahan pada organisasi lain sebagai atasan.
Rencana strategis dan rencana operasi bersifat multidimensi, terutama jika perumusan
rencana strategis hanya dilakukan pada organisasi publik yang tertinggi. Dengan dimensi
yang sangat banyak itu, mudah terjadi tidak seluruh dimensi dapat diakomodasi.

Amstrong (1990) memberikan pengertian yang lebih singkat dan tegas bahwa
pengembangan sumber daya manusia adalah mengenai latihan dan pengembangan.
Sumber daya manusia menurut Mangun (dalam Suroto,1992) ialah semua kegiatan
manusia yang produktif dan semua potensinya untuk memberikan sumbangan yang
produktif kepada masyarakat. Kualitas sumber daya manusia menyangkut dua aspek
yaitu aspek fisik(kualitas fisik), dan aspek non fisik (kualitas non fisik) yang menyangkut
kemampuan bekerja, berpikir, dan ketrampilan–ketrampilan lain. Oleh sebab itu upaya
meningkatkan kualitas atau kemampuan-kemampuan non fisik tersebut maka upaya
pendidikan dan pelatihan adalah yang paling diperlukan. Upaya inilah yang dimaksudkan
dengan pengembangan sumber daya manusia (Notoatmojo,1992).

You might also like